• Tidak ada hasil yang ditemukan

Supremasi Hukum Sebagai Tuntutan Reformasi

BAB III URGENSI PENATAAN KEKUASAAN KEHAKIMAN

3.1 Supremasi Hukum Sebagai Tuntutan Reformasi

Pada masa orde baru hukum hanya menjadi alat bagi penguasa untuk melanggengkan dan melegitimasi kekuasaan serta melindungi birokrasi dan pemerintahan yang begitu korup. Di era orde baru lembaga­lembaga penegak hukum tidak berdiri sendiri dan sepenuhnya dibawah kontrol kekuasaan eksekutif sehingga mereka tidak memiliki kemerdekaan dan independensi, sehingga tak jauh dari intervensi elit penguasa.

Hingga puncaknya terjadi pada tahun 1998, munculnya reformasi yang dipelopori oleh aktivis pro reformasi smerupakan suatu keniscayaan. Pada waktu itu ada enam tuntutan reformasi, yaitu:

1. Amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Penghapusan doktrin dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

3. Penegakkan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi-kolusi-dan nepotisme.

4. Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah.

5. Mewujudkan kebebasan pers.

6. Mewujudkan kehidupan demokrasi.

Supremasi hukum merupakan agenda penting, sebab Pada era orde baru supremasi hukum tidak berjalan sesua koridor, hukum berada di tangan penguasa dan berpihak pada kepentingan penguasa, sehingga apapun kehendak penguasa adalah final dan anti kritik, banyak pelanggaran HAM yang terjadi pada masa orde baru dan tidak pernah ditindak secara hukum merupakan salah satu contoh kegagalan supremasi hukum era orde baru.

29 BAB III

URGENSI PENATAAN KEKUASAAN KEHAKIMAN

3.1. Supremasi Hukum Sebagai Tuntutan Reformasi

Pada masa orde baru hukum hanya menjadi alat bagi penguasa untuk melanggengkan dan melegitimasi kekuasaan serta melindungi birokrasi dan pemerintahan yang begitu korup. Di era orde baru lembaga­lembaga penegak hukum tidak berdiri sendiri dan sepenuhnya dibawah kontrol kekuasaan eksekutif sehingga mereka tidak memiliki kemerdekaan dan independensi, sehingga tak jauh dari intervensi elit penguasa.

Hingga puncaknya terjadi pada tahun 1998, munculnya reformasi yang dipelopori oleh aktivis pro reformasi smerupakan suatu keniscayaan. Pada waktu itu ada enam tuntutan reformasi, yaitu:

1. Amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Penghapusan doktrin dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

3. Penegakkan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi-kolusi-dan nepotisme.

4. Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah.

5. Mewujudkan kebebasan pers.

6. Mewujudkan kehidupan demokrasi.

Supremasi hukum merupakan agenda penting, sebab Pada era orde baru supremasi hukum tidak berjalan sesua koridor, hukum berada di tangan penguasa dan berpihak pada kepentingan penguasa, sehingga apapun kehendak penguasa adalah final dan anti kritik, banyak pelanggaran HAM yang terjadi pada masa orde baru dan tidak pernah ditindak secara hukum merupakan salah satu contoh kegagalan supremasi hukum era orde baru.

dan keadilan. Dengan amandemen konstitusi artinya telah menjamin adanya kemandirian kekuasaan kehakiman. Jika kekuasaan kehakiman yang merdeka dan mandiri, lembaga-lembaga negara pemegang kekuasaan tersebut dapat bertindak sesuai dengan koridor hukum yang berlaku sehingga pengalaman buruk implementasi kekuasaan kehakiman pada era orde baru yang penuh dengan rekayasa penguasa dapat dihilangkan. Namun pasca 21 tahun reformasi, kemandirian itu masih jauh dari harapan, yang artinya belum sepenuhnya berhasil.

Guna mewujudkan supremasi hukum sebagai bagian dari tuntutan reformasi adalah mengadili Soeharto, keluarga, dan kroni-kroninya.

Landasan hukum untuk menegakan keadilan terhadap 32 tahun kepemimpinan Soeharto yang korup adalah Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Inilah satu-satunya peraturan perundangan yang menyebutkan secara tegas nama seseorang untuk dituntut secara hukum, padahal terdapat asas dalam penegakan hukum khususnya pidana adalah praduga tidak bersalah. Namun demikian, TAP MPR tersebut tidak dapat direalisasikan secara maksimal karena sampai saat ini fakta menunjukkan bahwa upaya penegakkan hukum penyelesaian kasus yang melibatkan mantan presiden Soeharto selalu menemui hambatan dan sampai pada akhirnya Soeharto meninggal pada 2008 silam. Mungkin ini menjadi pekerjaan rumah kita sebagai bangsa karena itu merupakan salah satu tuntutan reformasi, apakah upaya pengusutan kasus ini akan terus berlanjut Supremasi adalah kata yang diadopsi dari Bahasa Inggris yang berarti

supreme; derajat yang tinggi, jika diterjemahkan supremasi hukum adalah hukum yang berada diatas tatanan tertinggi. Negara yang sudah menjunjung tinggi supremasi hukum adalah negara yang mampu menempatkan

“hukum” sebagai panglima. Secara teoritis, menurut Muladi (2000:6), supremasi hukum menuntut adanya unsur-unsur yang mencakup:

a. Pendekatan sistemik, menjauhi hal-hal yang bersifat ad hoc (fragmentaris);

b. Mengutamakan kebenaran dan keadilan;

c. Menantiasa melakukan promosi dan perlindungan HAM;

d. Menjaga keseimbangan moralitas institusional, moralitas sosial dan moralitas sipil;

e. Hukum tidak mengabdi pada kekuasaan politik;

f. Kepemimpinan nasional di semua lini yang mempunyai komitmen kuat terhadap supremasi hukum;

g. Kesadaran hukum yang terpadu antara kesadaran hukum penguasa yang bersifat top down dan perasaan hukum masyarakat yang bersifat bottom up;

h. Proses pembuatan peraturan perundang-undangan (law making process), proses penegakan hukum (law enforcement) dan proses pembudayaan hukum (legal awareness process) yang aspiratif baik dalam kaitannya dengan aspirasi suprastruktur, infrastruktur, kepakaran dan aspirasi internasional;

i. Penegakan hukum yang bermuara pada penyelesaian konflik, perpaduan antara tindakan represif dan tindakan preventif;

j. Perpaduan antara proses litigasi dan non litigasi.

Upaya mewujudkan penegakan hukum dan supremasi hukum sebagai salah satu tuntutan reformasi dilaksanakan dengan amandemen UUD 1945 Pasal 24 khususnya dinyatakan pada Ayat 1, yang ditujukan dalam rangka mempertegas bahwa tugas kekuasaan kehakiman dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yakni untuk menyelenggarakan peradilan yang merdeka, bebas dari intervensi pihak mana pun, guna menegakkan hukum

dan keadilan. Dengan amandemen konstitusi artinya telah menjamin adanya kemandirian kekuasaan kehakiman. Jika kekuasaan kehakiman yang merdeka dan mandiri, lembaga-lembaga negara pemegang kekuasaan tersebut dapat bertindak sesuai dengan koridor hukum yang berlaku sehingga pengalaman buruk implementasi kekuasaan kehakiman pada era orde baru yang penuh dengan rekayasa penguasa dapat dihilangkan. Namun pasca 21 tahun reformasi, kemandirian itu masih jauh dari harapan, yang artinya belum sepenuhnya berhasil.

Guna mewujudkan supremasi hukum sebagai bagian dari tuntutan reformasi adalah mengadili Soeharto, keluarga, dan kroni-kroninya.

Landasan hukum untuk menegakan keadilan terhadap 32 tahun kepemimpinan Soeharto yang korup adalah Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Inilah satu-satunya peraturan perundangan yang menyebutkan secara tegas nama seseorang untuk dituntut secara hukum, padahal terdapat asas dalam penegakan hukum khususnya pidana adalah praduga tidak bersalah. Namun demikian, TAP MPR tersebut tidak dapat direalisasikan secara maksimal karena sampai saat ini fakta menunjukkan bahwa upaya penegakkan hukum penyelesaian kasus yang melibatkan mantan presiden Soeharto selalu menemui hambatan dan sampai pada akhirnya Soeharto meninggal pada 2008 silam. Mungkin ini menjadi pekerjaan rumah kita sebagai bangsa karena itu merupakan salah satu tuntutan reformasi, apakah upaya pengusutan kasus ini akan terus berlanjut