• Tidak ada hasil yang ditemukan





















































































9. Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.

10. Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

a. Asbab An-Nuzul

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Nabi saw, naik keledai pergi ke rumah ‘Abdullah bin Ubay (seorang munafik). Berkatalah ‘Abdullah bin Ubay: “Enyahlah engkau dariku! Demi allah, aku telah aku telah terganggu karena bau busuk keledaimu ini”. Seorang Anshor berkata: “Demi Allah, keledainya lebih harum baunya daripada engkau”. Marahlah anak buah ‘Abdullah bin Ubay kepadanya, sehingga timbullah kemarahan pada kedua belah pihak, dan terjadilah perkelahian dengan menggunakan pelepah kurma, tangan dan sandal. Maka turunlah ayat ini

(Q.S 49 al-Hujurat: 9) berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang memerintahkan agar menghentikan peperangan dan menciptakan perdamaian.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ada dua orang dari kaum muslimin yang bertengkar satu sama lain. Kemudian marahlah para pengikut kedua kaum itu dan berkelahi dengan menggunakan tangan dan sandal. Ayat ini (Q.S 49 al-Hujurat: 9) turun sebagai perintah untuk menghentikan perkelahian dan menciptakan perdamaian.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa seorang laki-laki Anshor yang bernama ‘Imran, beristerikan Ummu Zaid. Ummu Zaid bermaksud ziarah kerumah keluarganya, akan tetapi dilarang oleh suaminya, bahkan dikurung di atas loteng. Ummu Zaid mengirim utusan kepada keluarganya. Maka datanglah kaumnya menurunkannya dari loteng untuk dibawa kerumah keluarganya. Suaminya ‘Imran meminta tolong kepada keluarganya. Maka datanglah anak-anak pamannya mengambil kembali isterinya dari keluarganya. Dengan demikian terjadilah perkelahian, pukul memukul dengan menggunakan sandal untuk memperebutkan Ummu Zaid. Maka turunlah ayat ini (Q.S 49 al-Hujurat: 9) berkenaan dengan peristiwa tersebut. Rasulullah saw mengirimkan utusan kepada mereka untuk mendamaikan perselisihan mereka. Akhirnya mereka pun tunduk kepada perintah Allah.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa perkelahian yang disebut dalam riwayat si atas, terjadi antara dua suku. Mereka dipanggil ke

pengadilan, akan tetapi mereka membangkang. Maka Allah menurunkan Ayat ini (Q.S 49 al-Hujurat:9) sebagai peringatan kepada orang-orang yang bertengkar agar segera berdamai.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ayat ini (Q.S 49 al-Hujurat:9) turun berkenaan dengan dua orang anshar yang tawar menawar dalam memperoleh haknya. Salah seorang dari mereka berkata: “aku akan mengambilnya dengan kekerasan, karena aku mempunyai banyak kawan. Sedangkan yang satunya lagi mengajak untuk menyerahkan keputusannya kepada Rasulullah saw. Orang itu menolak, sehingga terjadilah pukul-memukul dengan sandal dan tangan, akan tetapi tidak sampai terjadi pertumpahan darah. Ayat ini (Q.S 49 al-Hujurat: 9) memerintahkan supaya melawan orang yang menolak perdamaian.25

b. Penafsiran Hamka

“Dan jika dua golongan dari orang yang beriman berperang, maka damaikanlah di antara keduanya. Maka jika menganiaya salah satu golongan itu kepada yang lain, perangilah yang menganiaya itu

sehingga dia kembali kepada perintah Allah” (pangkal ayat 9). Dalam ayat ini jelas sekali perintah Tuhan kepada orang-orang beriman yang ada perasaan tanggungjawab, kalau mereka dapati ada dua golongan orang yang sama-sama beriman dan keduanya itu berkelahi, dalam ayat ini disebut iqtatalu yang dapat diartikan berperang, hendaklah orang

25

Shaleh dan Dahlan dkk,Asbabun Nuzul latar belakang historis turunnya ayat-ayat

beriman yang lain itu segera mendamaikan kedua golongan yang berperang itu. Karena bisa saja kejadian bahwa kedua golongan sama-sama beriman kepada Allah tetapi timbul salah faham sehingga timbul perkelahian. Maka hendaklah datang golongan ketiga mendamaikan kedua golongan beriman yang berkelahi itu. Kalau kiranya keduanya sama-sama mau didamaikan, sama mau kembali kepada yang benar, niscaya mudahlah urusan. Tetapi kalau yang satu pihak mau berdamai dan satu pihak lagi masih mau saja meneruskan peperangan, hendaklah diketahui apa sebab-sebabnya maka dia hendak terus berperang juga. Hendaklah diketahui mengapa ada satu pihak yang tidak mau berdamai.

“Sesungguhnya Allah adalah amat suka kepada orang-orang yang

berlaku adil” (ujung ayat 9). Apabila orang yang mengetahui dan mendamaikan perkara dua orang atau dua golongan yang berselisih itu benar-benar adil, kedua golongan itu niscaya akan menerima dan merasa puas menerima keadilan itu.

Dari ayat ini pula kita dapat mendapat kesimpulan bahwasanya kedua orang Islam yang telah berkelahi sampai menumpahkan darah, sampai berperang itu, masih dipanggilkan oleh Tuhan kepada orng lain bahwa mereka kedua belah pihak adalah orang-orang yang beriman, maka hendaklah orang-orang lain yang merasa dirinya bertanggungjawab karena beriman pula agar berusaha mendamaikan mereka.

“Hanyasanya orang-orang yang beriman itu seyogyanya adalah

(pangkal ayat 10). Ayat 10 ini masih ada kaitannya yang erat dengan ayat 9. Diperingatkan disini pangkal dan pokok hidup orang yang beriman, yaitu bersaudara. Maka ayat 10 surat ini menjelaskan yang lebih positif lagi, bahwasanya kalau orang sudah sama-sama tumbuh iman dalam hatinya, tidak mungkin mereka akan bermusuhan. Jika tumbuh permasalahan lain tidak adalah karena sebab yang lain saja, misalnya karena salah faham, salah terima. “Supaya kamu mendapat rahmat”

(ujung ayat 10).26

c. Analisa

Surat al-Hujurat ayat 9-10 ini menjelaskan bahwa sesama muslim adalah saudara jadi jika diantara sesama muslim ada suatu perselisihan atau pertikaian hendaklah kita mendamaikan keduanya, jangan sampai pertikaian itu berlanjut hingga menimbulkan permusuhan sesama muslim.

26

77

A. Kesimpulan

Akhlak merupakan cermin kepribadian seseorang, sehingga baik buruknya seseorang dapat dilihat dari kepribadiannya. Al-Qur’an adalah sumber pokok dalam berperilaku dan menjadi acuan kehidupan, karena didalamnya memuat berbagai aturan kehidupan dimulai dari hal yang urgent sampai kepada hal yang sederhana sekalipun. Jika al-Qur’an telah melekat dalam kehidupan setiap insan, maka ketenangan dan ketentraman batin akan mudah ditemukan dalam realita kehidupan.

Berdasarkan uraian dan penjelasan pada bab-bab sebelumnya tentang pendidikan akhlak dalam al-Qur’an, penulis menyimpulkan bahwa banyak ayat-ayat tentang pendidikan akhlak, tetapi di sini penulis hanya mengambil beberapa ayat yang dijelaskan oleh Hamka diantaranya berkaitan dengan akhlak terhadap Allah, (surat al-‘Araf ayat 143, surat Thaha ayat 12 dan 84, surat An-naml ayat 19, surat Huud ayat 45 dan 47, surat al-Kahfi ayat 24). Semuanya membahas tentang kewajiban taat kepada Allah, mensyukuri nikmat yang diberikan Allah dan menjalankan segala perintah Allah. Akhlak terhadap Nabi, (surat An-Nuur ayat 62 dan 63, surat al-Mujadallah ayat 12 dan 13, surat al-Hujurat ayat 1-5). Dalam ayat ini membahas tentang etika ketika berbicara dengan Nabi, memanggil nama Nabi dengan nama yang baik seperti Ya Rasulallah, bersikap sabar jika ingin bertemu dengan Nabi. Akhlak terhadap orang tua (surat al-Isra

ayat 23, surat al-Ahqaf ayat 17, surat al-Ankabut ayat 8). Dalam ayat tersebut membahas tentang menghormati orang tua, menyayangi dan membahagiakan orang tua jangan berkata kasar terhadap orang tua. Dan yang terakhir akhlak terhadap sesama manusia (surat al-‘Araf ayat 199, surat Furqan ayat 63, surat Luqman ayat 18 dan 19, surat al-Hujurat ayat 9 dan 10). Dalam ayat tersebut membahas tentang berbuat baik terhadap sesama manusia, bersikap rendah hati dan tidak sombong.

Dalam penafsiran penulis menggunakan tafsir al-Azhar karya dari seorang ulama yang populer yaitu Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Hamka. Dalam menafsirkan al-Qur’an Hamka pertama-tama mengutip beberapa pendapat para ulama mengenai maksud kata (etimologis) atau pendapat ulama mengenai permasalahan yang akan dibahas kemudian beliau menjelaskan pemikirannya berdasarkan pemikiran ulama tersebut.

B. Saran-saran

Dalam skripsi ini penulis hanya memfokuskan pada ayat-ayat akhlak dalam al-Qur’an yang ditafsirkan al-Azhar dalam tafsirnya. Maka dari itu penulis berharap dikemudian hari ada penulis yang menyempurnakan penelitian ini dengan bahasan dan penafsiran yang lebih luas lagi. Karena penulis sadar kesimpulan akhir dari skripsi ini tidak menutup kemungkinan ada kesimpulan lain dari analisis yang dilakukan penulis.

Penulis juga berharap ada penelitian lanjutan yang lebih komprehensif, terhadap ayat-ayat akhlak dalam al-Qur’an dan tidak hanya menggunakan tafsir al-Azhar saja.

Terakhir, semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan sedikit pengetahuan untuk penulis khususnya, para pembaca sekalian dan orang lain pada umumnya. Amin

80

Abdul Ghani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), Cet. III.

Baraja, Umar Bin Ahmad, Akhlak lil Banin, (Surabaya: Ahmad Nabhan, tt), Juz II.

Daradjat, Zakiah, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), Cet. II.

Djatnika, Rahmat, Sitem Ethika Islam (Akhlak Mulia), (Surabaya: Pustaka, 1987), Cet. I,

Faudah, Basuni Muhammad, Tafsir-tafsir al-Qur’an, Perkenalan dengan Metode

Tafsir (Bandung: Pustaka, 1407 H).

Federspiel, M Howard, Kajian al-Qur’an di Indonesia: dari Mahmud Yunus

hingga Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1996).

Al-Ghazali, Muhammad, Berdialog dengan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1999), Cet. IV.

Ghazali, Imam, Ihya Ulumuddin, (Darur Riyan, 1987), Jilid. III.

Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermenetika hingga Ideologi

(Jakarta: Teraju, 2003).

Hakim, Imam, Mustadrak alash Shahihain, (Beirut: Dar al-Kutb ak-Arabi, tt), Juz. 1

Hambal, Ahmad, Bin, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, (Beirut: Dar al-Fikr, 1991), Jilid II.

Hamka, Kenang-kenangan Hidup (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Jilid 1. Hamka, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2000), Juz 1.

Khallaf, Wahab Abd, Ilmu Ushul Al Fiqh, terj. Masdar Helmy, (Bandung: Gema Risalah Press, 1996), Cet. IX

Al-Khattan, Khalil Manna, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, terj. Mudzakir AS, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1996), Cet. III.

Ma’arif, Ahmad Syafi’i , Peta Bumi Intelektual Islam Indonesia (Bandung: Mizan, 1993), Cet.1

al-Munawwar, Husin Said Agil, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), Cet. II.

Mustafa, Ahmad Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Pustaka Setia, 1999), Cet. III.

An-Nahlawi, Abdurrahman, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, (Bandung: CV. Diponegoro, 1992), Cet. II.

Nata, Abuddin dan Fauzan, Pendidikan Dalam Persfektif Hadits, Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I, 2005

Noer Aly, Hery, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. I

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Cet. III

Shaleh dan Dahlan dkk,Asbabun Nuzul latar belakang historis turunnya ayat-ayat al-Qur’an (Bandung: CV. Diponegoro, 2000), Cet. II

Sulaiman, Hasan Fathiyah , Sistem Pendidikan Versi al-Ghazali, (Bandung: al-Ma’arif, 1986), Cet. I.

Syah, Muhibin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda Karya, 2004), Cet. IX

Syahidin, Metode Pendidikan Qur’ani Teori dan Aplikasi, (Jakarta: CV Misaka Galiza, 1999), Cet. I

Tamara, Nasir, “Hamka di Mata Hati Umat,” (Jakarta: Sinar Harapan, 1983) Tim Penyusun Kamus Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), edisi kedua

Wan Mohammad Nor Wan Daud, Filsafat Islam dan Praktek Pendidikan Islam Seyd Naquib a-Attas, (Bandung: Mizan, 2003), Cet. I

Yunus, Hamid Abd, Da’irah al-Ma’arif, II, (Cairo: Asy’syab, t.t.)

Yusuf, Yunan, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar (Jakarta: Penamadani, 2003), Cet. II

Dokumen terkait