B. Tafsi>r al-Kashsha>f
8. Surat S{a>d Ayat 83
100
mereka kepada Rabb mereka, serta kedustaan mereka terhadap Rasul-Nya.96
Menurut Zamakhshari> yang dimaksud al-Mukhlas}i>n dalam ayat ini ialah orang-orang yang tulus dalam menghamba kepada Allah SWT, tidak berdusta kepada ayat-ayat Allah dan tidak menentang perintah-perintah Allah.97 Dengan kata lain penulis menilai bahwa orang-orang tidak beriman dan berperilaku atau beribadah yang tidak sesuai dengan ajaran al-Qur’a>n, tidak termasuk golongan hamba yang mukhlas}i>n.
8. Surat S{a>d Ayat 83
Pembahasan pada ayat ini diawali dari surat S{a>d ayat 71, dimana Allah berfirman:
اًرَشَب ٌقِلاَخ ّْنِِّإ ِةَكِئلاَمْلِل َكُّبَر َلاَق ْذِإ
( ٍيِط ْنِم
ٚٔ
)
ْنِم ِويِف ُتْخَفَ نَو ُوُتْ يَّوَس اَذِإَف
( َنيِدِجاَس ُوَل اوُعَقَ ف يِحوُر
ٕٚ
)
‚(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah". Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadaNya".
Menurut Sayyid Qut}b manusia disini adalah merupakan makhluk yang kecil tubuhnya, terbatas kekuatannya, pendek usianya dan terbatas pengetahuannya. tidak akan mendapatkan suatu dari kemuliaan ini, seandainya tidak ada tiupan Rabbani yang mulia. Jika tidak, maka siapakah
96ibn Kathi>r , Tafsi>r Ibn Kathi>r, terj. ibn Ishaq,Vol. 7, 44.
101
manusia itu? Ia tidak lebih dari makhluk kecil yang rapuh dan lemah yang hidup diatas planet bumi ini bersama jutaan macam dan jenis makhluk hudup lainnya. Dan bumi ini tak lebih dari satu peanet yang menjadi salah satu bintang, yang merupakan satu dari sekian binatang-binatang yang jumlahnya bermiliar-miliar diaangkasa yang hanya Allah sajalah yang mengetahui uasnya.98
Ketika manusia mempunyai kemuliaan seperti ini, hingga malaikat yang mulia pun bersujud kepadanya maka tidak lain karena rahasia Ilahi yang besar ini. Dengan rahasia Ilahi inilah, manusia menjadi makhluk yang mulia sekali. Maka, ketika ia melepaskan diri dari-Nya atau tidak mengakui-Nya, manusiamitupun kembali kepada asalnya yang hina, yaituu dari tanah biasa. Seluruh malaikat memenuhi perintah Rabb mereka, karena hal itu merupakan fitrah mereka. Allah berfirman:
( َنوُعَْجَْأ ْمُهُّلُك ُةَكِئلاَمْلا َدَجَسَف
ٖٚ
)
‚Lalu seluruh malaikat-malaikat itu bersujud semuanya.‛
Malaikat pun bersujud untuk menjalankan perintah Allah, dan sebagai ungkapan penghargaan mereka terhadap hikmah-Nya dalam apa yang dilihat. Allah berfirman:
( َنيِرِفاَكْلا َنِم َناَكَو َرَ بْكَتْسا َسيِلْبِإ لاِإ
ٚٗ
)
‚kecuali Iblis; Dia menyombongkan diri dan adalah Dia Termasuk orang-orang yang kafir.‛
Keterangan dalam Tafsi>r Fi Dzilal al-Qur’a>n karya Sayyid Qut}b dikatakan bahwa malaikat itu diciptakan dari cahaya. Tapi pada saat itu,
102
iblis bersama malaikat dan juga diperintahkan untuk bersujud. Dan ketika diperintahkan untuk bersujud itu, nama iblis tidak disebut secara tersendiri. Hal itu sebagai bentuk penghinaan baginya, karena pembangkangannya. Kita mengetahui bahwa perintah untuk bersujud itu juga diberikan kepada blis, dari adanya teguran kemarahan Allah baginya.99
َيِلاَعْلا َنِم َتْنُك ْمَأ َتْرَ بْكَتْسَأ َّيَدَيِب ُتْقَلَخ اَمِل َدُجْسَت ْنَأ َكَعَ نَم اَم ُسيِلْبِإ اَي َلاَق
(
ٚ٘
)
Allah berfirman: "Hai iblis, Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) Termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?"Syaitan meminta penundaan hingga hari kebangkitan, lalu Allah Yang Maha Penyabar yang tidak menyegerakan siksa-Nya kepada orang yang berbuat maksiat kepada-Nya mengizinkan penundaan tersebut.100 Maka ketia dia meresa aman dari kebinasaan hingga hari Kiamat, dia pun membangkang dan melampaui batas serta berkata:
َ يِوْغلأ َكِتَّزِعِبَف َلاَق
( َيِعَْجَْأ ْمُهَّ ن
ٕٛ
)
( َيِصَلْخُمْلا ُمُهْ نِم َكَداَبِع لاِإ
ٖٛ
)
101‚iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.‛
Mereka itulah yang dikecualikan dalam ayat lain, yaitu dalam firman Allah Ta’ala:
99Ibid., 55.
100ibn Kathi>r , Tafsi>r Ibn Kathi>r, terj. ibn Ishaq, Vol. 7, 83.
103
( لايِكَو َكّْبَرِب ىَفَكَو ٌناَطْلُس ْمِهْيَلَع َكَل َسْيَل يِداَبِع َّنِإ
ٙ٘
)
102‚Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. dan cukuplah Rabb-mu sebagai Penjaga.‛Bersumpah demi keaguungan Allah dan kekuasaan Allah.
Penafsiran Zamakhshari> sama dengan ayat terdahulu yang pembahasannya tentang setan.103 yang pada intinya Menurut Zamakhshari> bahwa setiap manusia pada hakikatnya akan ditipudaya oleh setan, terkecuali orang-orang yang diberi keikhlasan secara langsung oleh Allah (al-Muklashi>>n), sehingga dalam ayat ini Allah mengecualikan al-Mukhlas}i>n dari jerat tipu daya setan. Kemudian, mengapa Allah mengecualikan al-Mukhlas}i>n dari tipudaya setan? Karena dua alasan, diantaranya adalah:104
a. Allah sudah mengetahui bahwa tipudaya setan itu tidak akan memberi efek kepada tingkatan orang-orang al-Mukhlas}i>n.
b. Tingkatan orang-orang yang al-Mukhlas}i>n, tidak akan menerima tipudaya setan.
Hal ini juga didukung oleh pendapatnya Quraish Shihab menurutnya, lafaz} al-Mukhlas}i>n dengan memfath}akan huruf lam dengan artian, ia menjadi objek yag dipilih dan dijadikan Allah SWT. Khusus bagi diri-Nya, dan ada juga yang mengkasrahkan huruf lam (al-Mukhlis}i>n) sehingga yang bersangkutan merupakan pelaku yang tulus pengabdiannya lagi suci murni semata-mata kepada Allah SWT. kedua makna ini saling berkaitan, karena siapa yang mengikhlaskan dirinya kepada Allah SWT.
102al-Qur’an, 17: 65.
103al-Zamakhshari>, Tafsi>r al-Kashsha>f, Vol. 5, 284.
104
tidak memandang kepada selain-Nya, Allah SWT pun akan memilihnya untuk berada di hadirat-Nya, sehingga dia didekatkan oleh-Nya kepada-Nya, dan siapa yang berada dihadirat Yang Mahasuci, tidak mungkin setan akan menyentuhnya.105
Delapan ayat yang sudah dipaparkan dapat diambil kesimpulan bahwa dampak yang muncul dari perbedaan bacaan pada lafaz} al-Mukhlas}i>n menurut Zamakhshari> yang menafsirkannya dengan memakai ilmu bahasa adalah lafaz} al-Mukhlas}i>n manakala difath}akan huruf lamnya (al-Mukhlas}i>n) maka ditafsirkan sebagai ‘orang-orang yang diberi keikhlasan oleh Allah SWT’, tetapi jika dikasrahkan huruf lamnya (al-Mukhlis}i>n), maka penafsirannya adalah ‘orang-orang yang ikhlas karena Allah’. Drajat al-Mukhlas}i>n ini hanya diberikan kepada orang-orang khusus, seperti para rasul dan orang-orang yang diridloi dan dimuliakan oleh Allah SWT. yang mana Allah pun akan memilihnya untuk berada di hadirat-Nya, sehingga dia didekatkan oleh Allah kepada-Nya, dan siapa yang berada dihadirat Yang Mahasuci, tidak mungkin setan akan menyentuhnya.
Selanjutnya penafsiran al-Mukhlas}i>n menurut Zamakhshari> ini penulis temukan kesamaan makna yang terdapat dalam kitab h}adith yang berjudul Ah}a>di>th D{a‘ifat Wal Maud}u>‘at dan Fath} Ba>ri> Sharh} S{ah}i>h} al-Bukha>ri> Kifa>yat al-Atqiya>’ disana memaparkan beberapa penjelaskan hadith tentang ikhlas, diantara yang sama adalah:
Rasulullah SAW bersabda dalam Hadith kudsi:
105
بينلا نع ةفيذح نع نسلْا نع ديز نب دحاولا دبع نع يميجلَا ءاطع نب دحْأ ةياور
:لَاعت للها لاق ،لَاعت للها نع ليبِج نع َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص
يرس نم رس صلاخلإا
يدابع نم تببحأ نم بلق وتعدوتسإ
106Riwayat ‘At}a‘ al-Haji>mi> dari ‘Abd al-Wa>h}idi ibn Zaid dari H{asan dari H{udhaifah dari Nabi SAW dari Malaikat Jibri>l, Malaikat Jibri>l dari Allah SWT, Allah SWT berfirman: Ikhlas itu termasuk rahasia diantara rahasia Ku, saya titipkan ikhlas itu didalam hati seseorang yang saya cintai diantara hamba-hamba Ku.
Kemudian dijelaskan dengan redaksi lain dalam kitab Fath} al-Ba>ri> Sharh} S{ah}i>h} al-Bukha>ri> karya Ah}mad ibn Ali> ibn H{ajar al-‘Asqala>ni, beiau mengatakan bahwa:
َلاَسْلَسُمْلا ِفِ ِّْبَِّرَعْلا نب ُهدروأ ادج هاو ٍثيِدَح َلَِإ ُوُلِئاَق َدَنَ تْساَو
ُوَّللا َلاَق ُوُظْفَلَو ِت
َلاَو ُوَبُتْكَيَ ف ٌكَلَم ِوْيَلَع ُعِلَّطَي َلا ُّبِحُأ ْنَم َبْلَ ق ُوُتْعَدْوَ تْسا يّْرِس ْنِم ّّرِس ُص َلاْخِْلإا
يِفْكَيَو ُهُدِسْفُ يَ ف ٌناَطْيَش
107‚Rawi h}adith ini menyandarkan kepada h}adith yang sangat lemah, sebagaimana yang ditampilkan Ibn Arabi dalam kitab Musalsala>t lafaz} h}adith sebagai berikut: Allah berfirman, Ikhlas adalah termasuk rahasiaKu, Saya titipkan ikhlas dihati seseorang yang Ku cintai, yang tidak bisa dilihat oleh malaikat maka kemudian malaikat tersebut menulisnya, dan tidak bisa dilihat oleh setan, maka kemudian setan tersebut merusaknya, cukuplah Allah yang melihat.‛
Pemaknaan Ikhlas يدابع نم تببحأ نم بلق وتعدوتسإ يرس نم رس صلاخلإا ini terdapat kesamaan dengan penafsiran Zamakhshari> dalam menafsirkan lafaz} al-Mukhlas}i>n dalam al-Qur’a>n dengan membaca fath}a pada huruf lam yang menghasilkan penafsiran ‘orang-orang yang diberi keikhlasan oleh
106Muh}ammad Na>s}ir al-Di>n al-Alba>ni>, al-Ah}a>di>th al-D{a‘i>fat Wal Maud}u>‘at, Vol. II (Riya>d}: Maktabat al-Ma‘a>rif, 1992), 92.
107Ah}mad ibn Ali> ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri> Sharh} S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Vol. IV (Bairu>t: Da>r al-Ma‘rifat, 852 H), 109.
106
Allah SWT. Penulis berpendapat bahwa orang-orang yang tergolong sebagai hamba yang al-Mukhlas}i>n adalah hamba-hamba yang mencapai kedudukan ikhlas khawa al-khawas (ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena atas kesadaran yang tulus dan keinsyafan yang mendalam bahwa segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan hanya Dia-lah Tuhan yang Maha Segala-galanya).
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
1. Ayat-ayat al-Mukhlas}i>n dalam al-Qur’a>n surat Yu>suf ayat 24, al-H{ijr ayat 40, al-S{a>ffa>t ayat 40, 74, 128, 160 dan 169 serta S{a>d ayat 83, Qa>lu>n membaca lafaz} al-Mukhlas}i>n huruf lamnya dibaca fath}a, beliau sependapat dengan Waras, A<shim, H{amzah dan al-Kisa>’i> dan Na>fi’, sedangkan ulama’ lainnya membaca huruf lam pada lafaz} al-Mukhlas}i>n dengan kasrah, seperti Ibnu Kathir, Abu> ‘Amr dan Ibnu ‘A<mir, selain tiga ulama ini ada satu tambahan, yaitu Ya’kub data ini ditemukan dalam kitab Qira>’ah al-‘Ashra al-Mutawa>tirah karya Jama>l al-Di>n Muh}ammad S{araf.
2. Menurut Zamakhshari> ayat ini mempunyai dua Qira’ah, diantaranya adalah: pertama, huruf lamnya dibaca kasrah ‘al-Mukhlis}i>n’ diartikan orang-orang yang ikhlas dijalan Allah. kedua huruf lamnya dibaca fath}a (al-Mukhlas}i>n) diartikan orang-orang yang diberi keikhlasan secara langsung oleh Allah SWT. Kemudian Menurut Zamakhshari> bahwa setiap manusia pada hakikatnya akan ditipudaya oleh setan, terkecuali orang-orang yang diberi keikhlasan secara langsung oleh Allah (al-Mukhlas}i>>n), hal ini dikarnakan Allah sudah mengetahui bahwa tipudaya setan itu tidak akan memberi efek kepada tingkatan orang-orang al-Mukhlas}i>n dan tingkatan orang-orang yang al-Mukhlas}i>n, tidak akan menerima tipudaya setan.
108
B. Saran
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis belum melakukan analisis secara sempurna terhadap perbedaan bacaan dari kalangan ulama’ qira’at, terutama terhadap Qira’at Sab’ah dan al-Arba’ah ‘Ashr serta penafsiran Zamkhshari> tentang ayat-ayat al-Mukhlas}i>n dalam al-Qur’a>n, hal ini karena keterbatasan kemampuan penulis dalam memahami teks-teks yang berbahasa Arab. Bagi peneliti selanjutnya, perlu kiranya untuk mengembengkan hasil penelitian ini guna menemukan implikasi yang lebih komprehensif tentang perbedaan bacaan terhadap penafsiran al-Qur’a>n, khususnya penafsiran al-Mukhlas}i>n.
DAFTAR PUSTAKA
‘Asqala>ni> (al), Ah}mad ibn Ali> ibn H{ajar. Fath} al-Ba>ri> Sharh} S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Vol. 4. Bairu>t: Da>r al-Ma‘rifat, 852 H.
‘Ilmi> (al), Kha>lid ibn Muh}ammad al-H{a>fidz. Minah} Ilahiyyah fi> Jam’i Qira>’a>t Sab’i min T{ari>q Shat}ibiyyah, Vol. 9. Madinah al-Munawwarah: Da>r al-Zama>n, 1433 H.
Abdussomad, Muhyiddin. Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Surabaya: Khalista, 2019.
Ahnan. Maftuh DKK, Menghindari Bahaya Riya’. TT: Delta Prima Press, 2011. Alba>ni> (al), Muh}ammad Na>s}ir al-Di>n. al-Ah}a>di>th al-D{a‘i>fat Wal Maud}u>‘at, Vol. 2.
Riya>d}: Maktabat al-Ma‘a>rif, 1992. al-Qur’a>n.
Anshori. Studi Kritis Tafsi>r al-Kashsha>f. Jurnal Sosio-Religi, Vo.8, No.3, Mei 2009. Anshori. Tafsi>r Bi al-Ra‘yi Memahami al-Qur’a>n Berdasarkan Ijtihad. Jakarta:
Gaung Persada Press Jakarta, 2010.
Anwar, Rosihon. ‘Ulum al-Qur’a>n. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999.
Arifin, Zaenal. Dasar-Dasar Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Gramedia, 2008.
Bukha>ri> (al), Abi> Abd Alla>h Muh}ammad ibn Isma>’i>l ibn Ibra>hi>m ibn al-Mughi>rah. S}ah}i>h al-Bukha>ri>. Riya>d: Da>r al-H{adharah, 2015.
Dendy, Sugono. DKK, Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Dhahabi (al), Muh}ammad H}usain. al-Tafsīr Wa al-Mufassirūn, vol. 1. Kuwait: Dār al-Nawādir, 2010.
Dimashqy> (al), Aby> al-Fida>’ Isma>’i>l ibn Kathi>r. Tafsi>r Ibn Kathi>r. terj. Abdullah ibn Muh}ammad ibn Abd Rah}man ibn Ish}aq, Vol. 4. Bogor: Pustaka Imam al-Sha>fi’i>, 2003.
110
Djalal, Abdul. ‘Ulum al-Qur’a>n. Surabaya: Dunia Ilmu, 2000.
Fāḍil, Shaikh Muḥammad ibn ‘Āsyūr. al-Tafsīr wa Rijāluh. t.tp., t.p., 1390.
Fahurrohman, M. Mas’udi. Metode Praktis Sorogan Qira’at Sab’ah. Ciputat: Pusat Studi dan Pengembangan Pesantren, 2012.
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy. Membahas Kitab Tafsi>r Klasik-Modern. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
Faqih, Kamal dan Tim Ulama. Tafsi>r Nu>r al-Qur’a>n. Jilid. VII, Jakarta; Al-Huda, 2005.
Ghazali, (al). Ihya>’ ‘Ulu>m al-Di>n. Terj. Moh. Zuhri, Semarang: al-Shifa’, 2009. H}u>fi> (al), Ah}mad Must}afa. al-Zamakhshari>. Kairo: Da>r al-Fikr al-Arabi, 1966.
Hamid. M. Abdul Manaf, Pengantar Ilmu Shorof Istilahi-Lughowi. Nganjuk: Fathul Mubtadi’in, 1993.
Hasan, ibn. Fath} al-Rah}ma>n Li T{alib A<ya>t al-Qur’a>n. Surabaya: al-Hida>yah, 1322 H. Hosen, Ibrahim DKK. al-Qur’a>n dan Tafsi>rnya. Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
Ja’far, Musa’id Muslim Ali. Manāhij al-Mufassiru>n. t.t : Dār al-Ma’rifah, t.th.
Juwaini (al), Muṣṭafa al-Ṣāwi. Manhaj al-Zamakhshari> Fi Tafsīr al-Qur’ān Wa Bayān I’jāzihī. Mesir: Dār al-Ma’ārif, t.t.
Kholiq, Abdul. Ilmu Nahwu Nadzam al-‘Imri>thi>. Nganjuk: Da>r al-Sala>m, T. Th. Ma’ru>f (al), al-Sayyid Abi> Bakar. Kifa>yat al-Atqiya>’. Jedah: al-Jirmain, T.Th. Mahmud, Mani’ ‘Abdul Halim. Metodologi Tafsi>r. Jakarta: Raja Grafindo, 2003. Mara>gi (al), Ahmad Must}afa. Tafsi>r al-Mara>gi, Vol. 12. Semarang: Karya Toha
Putra, 1993.
Muhammad, ibn. al-Qabas al-Nu>r al-Mubi>n min Ihya’ ‘Ulumuddi>n. Terj. Yunus ibn Ali, Surabaya: Cahaya Ilmu, 2012.
111
Mustaqim, Abdul. metode Penelitian al-Qur’a>n dan Tafsi>r. Yogyakarta: Idea Prees, 2015.
Musyafa’ah, Sauqiyah. DKK, Studi al-Qur’a>n. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012.
Nahrawi, Izza Rohman. Ikhlas Tanpa Batas. Jakarta: Zaman, 2010.
Najdi (al), Abu Abdillah Muhammad bin Mahmud. al-Qaul al-Mukhtaṣar al-Mubīn Fi Manāhij al-Mufassirīn. t.tp., t.p., t.t.
Nasir, M. Ridlwan. Perspektif Baru Metode Tafsi>r Muqarin dalam Memahami al-Qur’a>n. Surabaya: IMTIYAS, 2011.
Nursiyo. Joko, Manhaji>. Lamongan: Lembaga Penerbit Madrasah Nahwu Matholi’ul Anwar, 2012.
Qa>d}i> (al), Abd al-Fatta>h} Abd al-Ghani>. Wa>fi> Fi> Sharh} Sha>t}ibiyyah. al-Iskandariyyah: Da>r al-Sala>m, 2011.
Qat}t}a>n (al), Manna>’ Khali>l. Maba>h}ith Fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Terj. Mudzakir AS, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2011.
Qat}t}an (al), Mana’ Kali>l. Mabāhith Fi ‘Ulūm al-Qur’a>n. Riyadh: Manshurat al-‘Asr al-Hadith, 1393.
Qaṭṭān (al), Manna’ Khalīl. Mabāḥith Fi ‘Ulūm al-Qur’ān. t.tp., Maktabah al-Ma’ārif li al-Nasyr wa al-Tauzīi, 2000.
Qurt}u>bi> (al), Syaikh Imam. Tafsi>r al-Qurt}u>bi>. terj. Muhyiddin Masridha, Jilid. 9, Jakarta; Pustaka Azzam, 2008.
Qut}ub, Sayyid. Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n. t.t.p.: Mimbar al-Tauhid wa al-Jihad, t.t. Razi> (al), Fakhr. Mafa>tih al-Ghaib, Vol. 26. Bairut: Da>r al-Fikri, 1981. Rofiq, A. DKK. Studi Kitab Tafsi>r. Yogyakarta: Teras, 2004.
S{a>buni> (al), Muhammad Ali. S}afwah al-Tafa>sir; Tafsi>r-tafsi>r Pilihan. terj. KH. Yasin, Jilid. 2, Jakarta; Pustaka al-Kautsar, 2011.
112
Sharaf, Jama>l al-Di>n Muhammad. al-Qira>’ah al-‘Ashra al-Mutawa>tirah. Tantha: Da>r al-S{aha>bah Li Thura>th, 2010.
Shihab, M. Quraish. Tafsi>r al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’a>n. Jakarta; Lentera Hati, 2011.
Sofia, Adib. Metode Penulisan Karya Ilmiah. Yogyakarta: Karya Media, 2012. Sutarman, Maman. ‚Kedudukan Pendidikan Ikhlas dalam Beribadah‛, DPK pada
STAI Muhammadiyah Garut. 07 Agustus, 2017.
Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah Pentafsi>r al-Qur’a>n, 1973.
Zamakhshari> (al), Abi> al-Qo>sim Muhammad ibn ‘Umar. Tafsi>r al-Kashsha>f. Riya>d: Maktabah al-A’bi>ka>n, 1998.