• Tidak ada hasil yang ditemukan

Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan (surface tension) suatu medium dan menurunkan tegangan antar muka (interfacial tension) antar dua fasa yang berbeda derajat polaritasnya (Perkins 1988). Istilah antarmuka menunjuk pada sisi antara dua fasa yang tidak saling melarutkan, sedangkan istilah permukaan menunjuk pada antarmuka dimana salah satu fasanya berupa udara (gas) (Rosen 2004).

Surfaktan merupakan senyawa kimia yang memiliki aktivitas pada permukaan yang tinggi. Peranan surfaktan yang begitu berbeda dan beragam disebabkan oleh struktur molekulnya yang tidak seimbang. Molekul surfaktan

terdiri dari bagian kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan sangat polar, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik (benci air/suka minyak), merupakan bagian nonpolar. Kepala dapat berupa anion, kation atau nonion, sedangkan ekor dapat berupa rantai linier atau cabang hidrokarbon. Konfigurasi kepala-ekor tersebut membuat surfaktan memiliki fungsi yang beragam di industri (Hui 1996; Hasenhuettl 1997).

Aplikasi surfaktan pada industri sangat luas, terutama sebagai bahan utama industri deterjen dan pembersih lainnya, bahan pembusaan dan emulsifier pada industri kosmetik dan farmasi, bahan emulsifier pada industri cat, serta bahan

emulsifier dan sanitasi pada industri pangan (Hui 1996). Flider (2001) menyebutkan bahwa pemakaian terbesar surfaktan adalah untuk aplikasi pencucian dan pembersihan (washing and cleaning applications), namun surfaktan banyak pula digunakan untuk produk pangan, pertambangan, cat dan pelapis, kertas, tekstil, serta produk kosmetika dan produk perawatan diri (personal care products).

Surfaktan berbasis bahan alami dapat dibagi ke dalam empat kelompok dasar, yaitu: (a) berbasis minyak-lemak, seperti monogliserida, digliserida, poligliserol ester, MES, dietanolamida, dan sukrosa ester, (b) berbasis karbohidrat, seperti alkil poliglikosida dan N-metil glukomida, (c) ekstrak bahan alami, seperti lesitin dan saponin, serta (d) biosurfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme seperti rhamnolipida, sophorolipida, lipolipida dan threhaloslipida (Flider 2001).

Surfaktan berbasis minyak-lemak (oleokimia) merupakan kelompok surfaktan berbasis bahan alami yang paling banyak dihasilkan. Minyak dan lemak yang biasanya digunakan untuk memproduksi surfaktan diantaranya yaitu tallow, minyak biji bunga matahari, minyak kedelai, minyak kelapa dan minyak sawit. Umumnya bahan baku minyak dan lemak tersebut harus diproses terlebih dahulu menjadi senyawa oleokimia dasar sebelum digunakan untuk memproduksi surfaktan. Oleokimia dasar yang dihasilkan dari minyak dan lemak adalah asam lemak, gliserol, metil ester, dan alkohol lemak.

Berdasarkan muatan ion gugus hidrofiliknya setelah terdisosiasi dalam media cair, surfaktan diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu: (1) anionik,

yaitu surfaktan dengan gugus hidrofiliknya bermuatan negatif, (2) kationik, yaitu surfaktan dengan gugus hidrofiliknya bermuatan positif, (3) nonionik, surfaktan dengan gugus hidrofiliknya hampir tidak bermuatan dan (4) amfoterik, molekul pada gugus hidrofiliknya bermuatan positif atau negatif tergantung pada pH medium (Perkins 1989)

Sifat-sifat surfaktan dipengaruhi oleh adanya bagian hidrofilik dan hidrofobik pada molekul surfaktan. Kehadiran gugus hidrofobik dan hidrofilik yang berada dalam satu molekul, menyebabkan pembagian surfaktan cenderung berada pada antarmuka antara fasa yang berbeda derajat polaritas dan ikatan hidrogen seperti minyak/air atau udara/air. Pembentukan film pada antar muka ini mampu menurunkan energi antarmuka dan menyebabkan sifat-sifat khas pada molekul surfaktan (Georgiou et al. 1992).

Karakteristik utama surfaktan adalah pada aktivitas permukaannya. Surfaktan mampu meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka suatu cairan, meningkatkan kemampuan pembentukan emulsi minyak dalam air, mengubah kecepatan agregasi partikel terdispersi yaitu dengan menghambat dan mereduksi flokulasi dan penggabungan (coalescence) partikel yang terdispersi, sehingga kestabilan partikel yang terdispersi makin meningkat. Surfaktan mampu mempertahankan gelembung atau busa yang terbentuk lebih lama. Sebagai perbandingan gelembung atau busa yang terbentuk pada air yang dikocok hanya bertahan beberapa detik. Namun dengan menambahkan surfaktan maka gelembung atau busa tersebut bertahan lebih lama (Bergenståhl 1997). Ditambahkan oleh Hui (1996) bahwa surfaktan merupakan komponen yang paling penting pada sistem pembersih, sehingga menjadi bahan utama pada deterjen.

Menurut Swern (1979), panjang molekul sangat kritis untuk keseimbangan kebutuhan gugus hidrofilik dan lipofilik. Apabila rantai hidrofobik terlalu panjang, akan terjadi ketidakseimbangan, terlalu besarnya afinitas untuk gugus minyak atau lemak atau terlalu kecilnya afinitas untuk gugus air. Hal ini akan ditunjukkan oleh keterbatasan kelarutan didalam air. Demikian juga sebaliknya, apabila rantai hidrofobiknya terlalu pendek, komponen tidak akan terlalu bersifat aktif permukaan (surface active) karena ketidakcukupan gugus hidrofobik dan akan memiliki keterbatasan kelarutan dalam minyak. Pada umumnya panjang

rantai terbaik untuk surfaktan adalah asam lemak dengan 10-18 atom karbon. Tabel 3 menyajikan karakteristik beberapa metil ester dari asam lemak C12-14, C16,

C18 dan lemak tallow yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan

surfaktan untuk aplikasi sabun dan detergen.

Tabel 3 Karakteristik beberapa metil ester yang dapat dijadikan sebagai bahan baku surfaktan untuk aplikasi sabun dan detergen

Karakteristik Metil Ester

C12-14 C16 C18 Lemak

tallow

Bilangan iod (cg I/g ME) 2,1 5,5 4,8 4,7

Asam karboksilat (% b/b) 0,46 0,18 0,23 0,22

Fraksi tidak tersabunkan (% b/b) 0,10 0,04 0,02 0,02

Bilangan asam (mg KOH/g ME) 14,0 0,7 1,8 1,6

Bilangan penyabunan (mg KOH/ g ME) 2,6 3,2 3,9 2,8

Kadar air (% b/b) 0,16 0,29 0,29 0,29

Komposisi asam lemak (% b/b) 1,99 2,07 2,83 2,85

<C12 0,85 0,00 0,00 0,03 C12 72,59 0,28 0,28 0,16 C14 26,90 2,56 1,55 4,15 C16 0,51 48,36 60,18 25,55 C18 0,00 46,24 35,68 64,45 >C18 0,00 0,74 1,01 1,06

Sumber: Sheats dan MacArthur 2002

Surfaktan metil ester sulfonat (MES) termasuk golongan surfaktan anionik, yaitu surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan (surface-active). Struktur kimia metil ester sulfonat (MES) adalah sebagai berikut (Watkins 2001) :

MES yang merupakan golongan baru dalam kelompok surfaktan anionik telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk pencuci dan pembersih (washing and cleaning products) (Hui 1996; Matheson 1996). Pemanfaatan surfaktan MES sebagai bahan aktif pada deterjen telah banyak dikembangkan karena prosedur produksinya mudah, memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensinya tinggi walaupun pada air dengan tingkat

kesadahan yang tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, mempunyai asam lemak C16 dan C18 yang mampu memberikan tingkat detergensi yang terbaik,

memiliki sifat toleransi terhadap ion Ca yang lebih baik, memiliki tingkat pembusaan yang lebih rendah dan memiliki stabilitas yang baik terhadap pH. Bahkan MES C16-C18 memperlihatkan aktivitas permukaan yang baik, yaitu

sekitar 90 persen dibandingkan linier alkil benzen sulfonat (LABS) (de Groot 1991; Hui 1996b; Matheson 1996). Hal tersebut menyebabkan metil ester sulfonat pada masa mendatang diindikasikan akan menjadi surfaktan anionik yang paling penting (Watkins 2001).

Menurut Matheson (1996), metil ester sulfonat (MES) memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, ester asam lemak C14, C16 dan C18 memberikan tingkat detergensi terbaik, serta bersifat

mudah didegradasi (good biodegradability). Dibandingkan petroleum sulfonat, surfaktan MES menunjukkan beberapa kelebihan diantaranya yaitu pada konsentrasi MES yang lebih rendah daya deterjensinya sama dengan petroleum sulfonat, dapat mempertahankan aktivitas enzim yang lebih baik, toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium, dan kandungan garam (disalt) lebih rendah.

Menurut Hui (1996), MES dari minyak nabati dengan atom C10, C12 dan

C14 biasa digunakan untuk light duty diswashing detergent. Sementara itu MES

dari minyak nabati dengan atom C16-C18 dan tallow biasa digunakan untuk

deterjen bubuk dan deterjen cair (liquid laundry detergent). Pada Tabel 4. disajikan karakteristik surfaktan MES dari metil ester stearin.

Proses produksi surfaktan MES dilakukan dengan mereaksikan metil ester dengan agen sulfonasi. Menurut Bernardini (1983) dan Pore (1976), pereaksi yang dapat dipakai pada proses sulfonasi antara lain asam sulfat (H2SO4), oleum

(larutan SO3 di dalam H2SO4), sulfur trioksida (SO3), NH2SO3H, dan ClSO3H.

Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus dipertimbangkan adalah rasio mol, suhu reaksi, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan, waktu netralisasi, jenis dan konsentrasi katalis, pH dan suhu netralisasi (Foster 1996).

Tabel 4 Karakteristik surfaktan metil ester sulfonat (MES) dari ME stearin

Analisa Nilai

Metil ester sulfonat (MES) (% b/b) 83

Disodium karboksi sulfonat (di-salt) (% b/b) 3,5

Metanol (% b/b) 0,07

Hidrogen Perosida (% b/b) 0,13

Air (% b/b) 2,3

pH 5,3

Klett color 5 % aktif 310

Sodium metil sulfat (%) 7,2

Petroleum ether extractables (PEX) (% b/b) 2,4

Sodium karboksilat (% b/b) 0,3

Sodium sulfat (% b/b) 7,2

Sumber: Sheats dan McArthur (2002)

Menurut Roberts et al. (2008), jika rasio mol SO3 dengan metil ester

secara signifikan lebih rendah dari 1,2 maka konversi ME menjadi MES secara penuh tidak dapat dicapai. Untuk reaktor sistem batch dengan rasio mol 1,2 lama proses 45 menit pada suhu 90 oC atau 3,5 menit pada suhu 120 oC mampu menghasilkan konversi 98 %.

Dokumen terkait