• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ringkasan

Tinggi air pasang surut yang terukur merupakan total amplitudo konstituen harmonik pasang surut yang berkembang saat pengukuran dilakukan. Dalam penentuan nilai tunggang air (tidal range) Suku Sama mempunyai cara sederhana dalam melakukannya. Penelitian ini bertujuan membuktikan persamaan perhitungan tunggang air dari MSS terhadap amplitudo konstituen harmoniknya. Pembuktian dilakukan dengan pendekatan selisih dan rasio 6 amplitude konstituen harmonic pasang surut pada bulan sya’ban terhadap bulan hijriah lainnya. Hasil analisis diperoleh rasio selisih amplitudo bulan syahban dengan bulan hijriah lainnya terhadap total amplitude bulan syahban sebesar 33 % atau setara dengan nilai LB/3 (sepertiga) selisih tinggi air pada persamaan perhitungan tungang air dengan MSS. Dengan pendekatan rasio amplitude maka persamaan empiris dari MSS hanya berlaku untuk perhitungan di bulan Sya’ban dan perhitungan nilai tungang air atau nilai Likkas Silapas (LS) pada MSS dapat dibuktikan dengan penggunaan amplitude konstituen harmonic pasang surut.

Keywords: Tunggang air; Suku Sama; Kosntituen harmonik; Sya’ban; bulan Hijriah

Abstract

Measured tidal high water is the total number of developing tidal constituent harmonic amplitudes when the measurement takes place. In tidal range determination, the Sama tribe has a simple way to do so. Objective of this study was to prove the equation of tidal range calculation of Sama tribe method (MSS) on its harmonic constituent amplitudes. The verification was undertaken by the difference and ratio approach of six harmonic constituent amplitudes of Sya’ban over other Hijri months. The results showed that the ratio of amplitude difference of Sya’ban over other Hijri months on the total amplitudes were 33 % or equivalent with LB/3 of the difference of high water in equation of MSS. Using the approach of amplitude ratio difference, the empirical equation of MSS could only be applied on the tidal range calculation in Sya’ban, and water range or Likkas Silapas (LS) calculation of MSS can be proved by using tidal harmonic constituent amplitude.

Pendahuluan

Pergerakan pasang surut lebih dikontrol oleh peredaran bulan dan matahari terhadap bumi. Pergerakan secara bersamaan benda angkasa tersebut pada lintasannya masing-masing menyebabkan jarak mereka terhadap bumi selalu bervariasi. Variasi jarak matahari dan bulan terhadap bumi menyebabkan resultante gaya pembangkit pasang surut (GPP) yang dihasilkan bervariasi, sekaligus menciptakan karakter khusus di alam. Karakter khusus dimaksud berupa fenomena alam yang dapat menjelaskan posisi matahari dan bulan, hal tersebut dapat dilihat dari tinggi air pasang surut pada fase bulan baru, kuartil dan fase purnama selalu berbeda. Fenomena dari pergerakan matahari dapat diketahui dengan arah terbitnya matahari terhadap garis ekuator, yang mana kondisi tersebut menggambarkan pergerakan marahari bergerak atau berada di sebelah utara, sekitar ekuator atau dibagian selatan. Fenomena lain dari pergerakan matahari menyebabkan panjang hari (siang/malam) disuatu tempat akan berbeda.

Beberapa pola tersebut diatas juga dicermati bahkan dipahami betul oleh Suku Sama (Orang Bajo) sebagai Ethnooceanpography (Gasalla & Diegues 2011). Dalam MSS pengukuran pasang surut dilakukan pada hari ke 15 dibulan Sya’ban (nisfu Sya’ban) disiang hari, perhitungan tunggang air atau nilai Likkas Silapas (LS) dihitung menggunakan persamaan (15). Perhitungannya hanya menggunakan 2 data pengukuran yaitu tinggi air maksimum atau Likkas Boe pasolon (LBp) dan air minimum atau Likkas Boe panggiri (LBn) pada peak ke II pergerakan pasang surut (siang hari). Hasil perhitungan Likkas Silapas (LS) berada diatas nilai mean hight water level (MHWL) yang dihitung merujuk pada persamaan (9) dan (10). Persamaan (15) memperlihatkan bahwa Perhitungan LS menggunakan nilai 1/3 (33%) dari selisih tinggi air (LB). Pada bagian lain falsafah dari Suku Sama dalam menentukan tunggang air (MSS), merujuk pada tiga hal utama; (1) Segala ciptaan sang pencipta di alam ini ada/terdapat pada diri manusia (sifatnya); (2) Sifat dari laut pada diri manusia terdapat pada organ perut; (3) selanjutnya, isi perut manusia merujuk pada hadits Rasulullah SAW (HR At-Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Majah No. 3349). Prinsip dari MSS tersebut, dimaknai oleh :

Responden 1 “Manusia adalah ciptaan Allah SWT yang paling sempurna, menjadi

tingkatan terakhir penciptaan yang terbaik (manusia yang beriman) dari penciptaan tanah, api, air dan udara (Komunikasi Tahun 2000).

Responden 4; menambahkan, “secara “syariat” (makna umum), bahwa organ perut

menjadi sumber energi (tempat makanan) untuk beraktifitas, aktifitas diharapkan berberkah, sehingga diperlukan adab untuk keseimbangan (Komunikasi April 2014).

Uraian diatas menghasilkan dua hal yang mendasar dari penelitian ini. Pertama, nIlai LS dan tunggang air rata-rata (MHWL) yang relatif setara, dapat diartikan bahwa variasi tinggi air penentu tunggang air yang terukur pada bulan Sya’ban pada MSS ditentukan oleh nilai LB/3. Kondisi tersebut dapat juga diartikan sebagai rasio rata-rata tinggi air yang representatif mewakili waktu pengukuran atau memungkinkan diperolehnya rasio baru untuk waktu pengukuran di bulan Hijriah lainnya. Dalam desertasi ini nilai LB/3 selanjutnya disebut dengan Rasio Silapas (RS), sedangkan tunggang air (tidal range) adalah amplitudo

maksimum yang diperoleh dari selisih nilai maksimum dan minimum pergerakan pasang surut yang terbentuk dalam satu siklus jangka panjang.

Kedua, Bulan dalam penanggalan Hijriah senantiasa diawali oleh fase bulan baru, sedangkan pada penanggalan Masehi masuknya awal bulan senantiasa masuk pada fase bulan yang berbeda (lihat bab sebelumnya). Variasi amplitudo dari 10 konstituen harmonik utama pasang surut (Gambar 3.1A) berdeviasi yang kecil jika data dimulai pada fase bulan baru. Hal yang spesifik diperlihatkan jika data awal penanggalan Masehi dimulai selain fase bulan baru, terjadi perubahan urutan posisi nilai Least Mean Square (LMS) konstituen harmonik dari besar ke kecil (Tabel 3.3).

Hal utama diatas dapat dimaknai bahwa nilai LS yang berada diatas nilai MHWL dan deviasi amplitudo konstituen hamonik pasang surut, memungkinkan adanya hubungan antara kedua metode perhitungan tunggang air tersebut. Uraian tersebut, menghasilkan pertanyan 1) Seberapa besar dan bagaimana variasi amplitudo konstituen hamonik dari pengukuran pasang surut yang dikelompokkan dalam penanggalan Hijriah, khususnya pada bulan Sya’ban; 2) Apakah tunggang air pasang surut pada bulan Sya’ban lebih tinggi dibandingkan pada bulan Hijriah lainnya?. 3) Bagiamana kesesuaian falsafah dari MSS dapat dijelaskan secara ilmiah melalui pendekatan Rasio Amplitudo (Rasio Silapas). Dengan pertanyaan tersebut, tujuan yang ingin dicapai pada bab ini adalah 1) Mendeterminasi variasi amplitudo konstituen harmonik pada bulan Sya’ban; 2) mengidentifikasi tunggang air pada bulan Sya’ban; 3) Membuktikan persamaan yang digunakan dalam perhitungan tunggang air dari MSS terhadap amplitudo konstituen harmoniknya.

Metode Penelitian

Data pengukuran pasang surut diperoleh dari University Hawaii Sea Level Center (UHSLC) untuk Stasiun Bitung. Perhitungan konsitituen harmonik utama menggunakan aplikasi T_Tide (Pawlowicz et al. 2002) yang selanjutnya digunakan dalam menghitung tunggang air (6 konstituen). Perhitungan tunggang air merujuk persamaan yang dikeluarkan oleh ICSM-PCTMS (2011) sebagaimana persamaan (9) dan (10). Amplitudo konstituen harmonik dari penanggalan Hijriah yang membangun nilai tunggang air (MHWL dan HHWL), selanjutnya dianalisis beda nyata secara statistik untuk mengetahui bulan Hijriah tertinggi (dominan) mempunyai tunggang air optimum. Uji beda nyata dari tunggang air ditiap bulan Hijriah dihitung dengan ANOVA, dimana perhitungan menggunakan aplikasi XLStat. Hasil ANOVA selanjutnya dinilai beda nyatanya dengan membangun hipotesis tidak ada pengaruh (Ho) dan ada pengaruh (H1) dari tunggang air di tiap

bulan Hijriah (Fhit) yang dihasilkan.

Perhitungan tunggang air dengan MSS merujuk pada sistem penanggalan Hijriah, maka untuk membandingkan nilai rasio amplitudo (RS) sebagai pembuktian persamaan (15) menggunakan amplitudo dari susunan data awal saat fase bulan baru atau sesuai dengan penanggalan Hijriah. Pendekatan yang dibangun untuk menjawab tujuan ini yakni;

a) Tinggi air yang terukur adalah akumulasi total dari keseluruhan amplitudo konstituen harmonik pasang surut yang berkembang saat pengukuran.

b) Nilai LBp pada persamaan (15) adalah total amplitudo konstituen harmonik utama pada bulan Sya’ban.

c) Nilai LB/3 atau Rasio Silapas dari persamaan (15) merupakan total variasi amplitudo konstituen harmonik selain bulan Sya’ban.

Pendekatan tersebut, maka variasi amplitudo bulan Sya’ban terhadap bulan lainnya dapat diketahui dengan pendekatan sebagai berikut :

o Tinggi air yang terukur pada metode MSS (LBp) adalah akumulasi total amplitudo konstituen harmonik utama di bulan Sya’ban (6 konstituen utama).

ASya’= AM2+AS2+AK2+AK1+AO1+AP1 (16) o Variasi tinggi air (A) berasal dari tinggi air selain bulan Sya’ban (Ax).

A = Asya’ - Ax (17)

o Variasi amplitudo masing-masing masing-masing konstituen harmonik (Ai)

selain bulan Sya’ban (Ax) adalah selisih amplitudo konstituen yang sama

terhadap amplitudo bulan Sya’ban (Asya’(i)).

A(i) = Asya(i)’ - Ax(i) (18)

o Total selisih amplitudo adalah nilai tinggi air (amplitudo) yang berpengaruh pada tinggi air di bulan Sya’ban.

∑  ∑ (19)

o Rasio variasi tinggi air adalah total selisih tinggi air selain bulan Sya’ban terhadap tinggi air dibulan Sya’ban atau rasio pers (19) terhadap persamaan (16)

  %         (20)

Hasil dan Pembahasan Nilai LBp terhadap bulan Hijriah

Hasil perhitungan nilai tinggi air atau Likkas Boe pasolon (LBp) untuk data pengukuran siang dan malam pada bulan Hijriah diperlihatkan pada Gambar 4.11). Nilai LBp tersebut dihitung hanya pada data tanggal 15 tiap bulan. Perhitungan nilai LBp-s (siang hari) memperlihatkan data pada bulan Sya’ban relatif mendekati nilai MHWL maksimum (tanda lingkaran), sedangkan periode bulan lainnya terdapat nilai yang berada di bawah nilai MHWL. Untuk LBp-m (malam hari) memperlihatkan bahwa data pada bulan Sya’ban juga berada di bawah nilai MHWL maksimum. Kondisi ini menggambarkan bahwa penggunaaan pengukuran data pada bulan Sya’ban berpotensi untuk dikembangkan sebagai metode dalam perhitungan nilai tunggang air. Adapun penyebaran nilai LBp-s terhadap bulan Hijriah lainnya untuk perhitungan data tanggal 15 (tiap bulan berjalan) umumnya nilai LBp berada di bawah nilai MHWL kecuali pada bulan Sya’ban. Hal tersebut dapat diartikan bahwa amplitudo pasang II (peak II) pada tanggal 15 Sya’ban berkontribusi besar dalam menentukan nilai LBp berada di atas nilai MHWL.

Amplitudo konstituen harmonik bulan Syah’ban

Perhitungan amplitudo konstituen harmonik pasang surut dilakukan untuk data sebanyak 83 bulan Hijriah diperoleh nilai deviasi amplitudo terkecil (Tabel 4.1, Tabel 5.1 dan Gambar 5.1) terjadi pada konstituen P1, M2 dan K2 (0.01 m),

disusul oleh O1 dan K1 (0.02 m). Tunggang air (HHWL) maksimum sebesar 2.65

m (italic bold) yang menunjukkan bahwa amplitudo konstituen harmonik penyusun persamaan (9) berada pada nilai maksimum. Nilai maksimum tersebut berasal dari konstituen S2 (0.30 m) dan K2 (0.08 m) atau masing-masing lebih besar 2 kali lipat

dari nilai deviasinnya terjadi pada bulan Jumadil akhir 1407 H (Februari 1987). Konstituen harmonik lainnya pada bulan tersebut berada diatas nilai amplitudo rata- rata yakni M2 (0.35 m), K1 (0.22 m), P1 (0.08 m) dan O1 (0.14 m).

Tabel 5.1 Rekapitulasi amplitudo konstituen harmonik pasang surut. Nilai

(m)**

Amplitudo konstituen harmonik  Tunggang air*** 

*O1  *P1  *K1  *M2  *S2  *K2  HHWL  MHWL 

Maksimum  0.17  0.08  0.24  0.38 0.30  0.08 2.65  2.22 

Minimum  0.09  0.05  0.16  0.33 0.17  0.05 2.39  2.09 

Rata‐rata  0.12  0.07  0.20  0.35 0.24  0.06 2.53  2.16 

Deviasi  0.02  0.01 0.02 0.01 0.03 0.01 0.06  0.03 

Keterangan : data berdasarkan penaggalan Hijriah; * = signifikan; ** = Jumlah 83 bulan data; *** dengan nilai MSL (1.48 m)

Fluktuasi nilai amplitudo rata-rata bulanan diperoleh nilai konstituen S2 dan

K1 yang saling terpisah pada penanggalan Hijriah dibandingkan pada nilai

konstituen yang sama pada penanggalan Masehi (Gambar 5.2). Amplitudo M2 dan

O1 sebagai amplitudo dari pengaruh posisi bulan memberikan nilai yang saling

terpisah di kedua sistem penanggalan, akibat pengaruh dari susunan data awal perbulan terhadap fase bulan, dimana dalam penanggalan Hijriah semua data yang dianalisis tersusun dengan data awal saat fase bulan baru (lihat bab sebelumnya).

Amplitudo konstituen M2 pada bulan Sya’ban memberikan nilai amplitudo

rata-rata tertinggi (0.361 m) dibandingkan dengan bulan Hijriah lainnya (Gambar 5.2A). Fluktuasi amplitudo konstituen lainnya menunjukkan nilai lebih kecil dibandingkan dengan amplitudo M2, fenomena ini merupakan fenomena umum

amplitudo pembangkit utama untuk pergerakan pasang surut di sekitar ekuator sebagaimana hasil penelitian Li et al. (2004); Najibi et al. (2013) dan Rampengan (2013). Dengan karakter amplitudo konstituen dengan penanggalan Hijriah dibulan Sya’ban M2 maksimum (Gambar 5.1A).

Gambar 5.1 Distribusi nilai amplitudo rata-rata konstituen harmonik utama berdasarkan penanggalan Hijriah [A] dan Masehi [B] untuk perhitungan tunggang air di Stasiun Bitung.

Tabel 5.2. Nilai tunggang air MHWL dan HHWL di Stasiun Bitung Bulan

Hijriah

MHWL (m) HHWL (m)  Data

(Tahun) Rata Max Min Dev Rata Max Min Dev

Muharram 2.16 2.22 2.09 0.04 2.56 2.61 2.49 0.05 7 Safar 2.15 2.20 2.10 0.04 2.55 2.60 2.52 0.03 6 R_awal 2.15 2.20 2.10 0.04 2.52 2.55 2.46 0.04 5 R_akhir 2.16 2.21 2.09 0.04 2.49 2.53 2.42 0.04 6 J_awal 2.15 2.19 2.09 0.03 2.51 2.63 2.39 0.09 7 J_akhir 2.17 2.21 2.13 0.03 2.54 2.65 2.43 0.09 8 Rajab 2.17 2.20 2.15 0.02 2.57 2.61 2.53 0.03 8 Sya’ban 2.17 2.20 2.15 0.02 2.56 2.60 2.52 0.03 8 Ramadhan 2.17 2.20 2.14 0.03 2.52 2.59 2.46 0.06 6 Syawal 2.16 2.18 2.13 0.02 2.50 2.54 2.44 0.04 6 Dzulkaidah 2.16 2.19 2.13 0.02 2.49 2.57 2.45 0.04 8 Dzulhijjah 2.16 2.19 2.13 0.02 2.53 2.60 2.44 0.06 8 Rata-Rata 2.16 2.20 2.12 0.03 2.53 2.59 2.46 0.05

Variasi tinggi air terukur dan Tunggang air dari MSS

Dari 92 bulan data pasang surut terukur pada tanggal 15 tiap bulan Hijriah, diperoleh tinggi air maksimum (Hmax) perbulan Hijriah berkisar 2.49 - 2.62 m (line

pada Gambar 5.2) dan tinggi minimumnya (Hmin) berkisar 0.49 – 0.68 m dengan

nilai Mean Sea Level (MSL) sebesar 1.48 m, sedangkan rata-rata tinggi air perbulan Hijriah berkisar 1.46 – 1.50 m atau mempunyai nilai yang relatif sama dengan nilai MSL (±0.02 m). Kisaran rata-rata tinggi air terukur perbulan tersebut menunjukkan bahwa nilai MSL dapat dihitung hanya dengan data terukur selama satu bulan Hijriah. Nilai Hmax (LBp) terukur pada tanggal 15 Sya’ban sebesar 2.32 m dan nilai tunggang air maksimum sebesar 2.57 m (bold italic pada Tabel 5.2), maka diperoleh selisih tinggi air Hmax terhadap HHWL sebesar 0.32 m. Selisih tersebut

berarti masih membutuhkan 0.32 m dari nilai LBp, dimana pada MSS nilai tersebut berasal dari nilai rasio silapas (LB/3) pada persamaan (15).

Gambar 5.2 Variasi tinggi pada 15 Sya’ban terhadap nilai tunggang air (HHWL). Pada prinsipnya nilai yang terukur dari pergerakan pasang surut adalah total amplitudo konstituen harmonik yang berkembang disaat pengukuran, dimana analisis harmonik menghasilkan nilai amplitudo dengan jumlah data pengukuran minimal selama 15 – 29 hari (NOAA 2001, NOAA 2003, IHO 2005). Oleh karena itu nilai amplitudo yang dihasikan oleh masing-masing konstituen harmonik adalah nilai optimum masing-masing konstituen dalam menghasilkan nilai tunggang air dalam satu periode siklus bulanan (periode pengukuran). Hasil perhitungan amplitudo konstituen harmonik diperlihatkan pada Gambar 5.1A) dan Tabel 5.3), dimana total amplitudo tertinggi (6 konstituen) terjadi pada bulan Rajab (1.09 m) sedangkan untuk bulan Sya’ban sebesar 1.07 m yang keduanya di atas nilai MSL. Nilai tersebut menunjukkan nilai tinggi air maksimum berada diatas nilai MSL.

Rata-rata fluktuasi 6 amplitudo konstituen harmonik tiap bulan Hijriah (Tabel 5.3 dan Gambar 3.1B) relatif sama sebesar 0.01 m kecuali pada konstituen S2 dengan kisaran rata-rata amplitudo 0.21 – 0.26 m. Kondisi tersebut menunjukkan

bahwa dalam perhitungan tunggang air dengan merujuk pada penanggalan Hijriah, menghasilkan tunggang air yang sangat dipengaruhi oleh amplitudo konstituen S2,

sedangkan jika perhitungan tunggang air (HHWL) dengan merujuk pada penanggalan Masehi sangat tergantung pada amplitudo konstituen K1, S2, P1 dan

K2, hal tersebut diakibatkan pada penanggalan Hijriah variasi amplitudo konstituen

S2 sangat bervariasi dibandingkan dengan konstituen lainnya. Adapun pada

penanggalan Masehi, 4 konstituen tersebut mempunyai nilai amplitudo yang bervariasi akibat struktur data bervariasi ditiap awal bulan terhadap fase bulan. Tabel 5.3 Rata-rata dan selisih amplitudo konstutien harmonik pasang surut

perbulan Hijriah di Stasiun Bitung

Amplitudo (m) *O1 *P1 *K1 *M2 *S2 *K2 Jum (m) Muharram (7) 0.12 0.07 0.21 0.35 0.26 0.07 1.08 Safar (6) 0.12 0.07 0.20 0.35 0.26 0.07 1.07 Rabiul awal (5) 0.12 0.07 0.20 0.35 0.24 0.06 1.04 Rabiul akhir (6) 0.12 0.07 0.20 0.35 0.21 0.06 1.00 Jumadil awal (7) 0.12 0.07 0.20 0.35 0.23 0.06 1.03 Jumadil akhir (8) 0.12 0.07 0.21 0.35 0.24 0.07 1.06 Rajab (8) 0.12 0.07 0.21 0.35 0.26 0.07 1.09 Sya’ban (8) 0.12 0.07 0.21 0.36 0.25 0.07 1.07 Ramadhan (6) 0.13 0.07 0.21 0.35 0.22 0.06 1.04 Syawal (6) 0.12 0.07 0.20 0.35 0.21 0.06 1.01 Dzulkaidah (8) 0.13 0.06 0.20 0.35 0.21 0.06 1.00 Dzulhidjah (8) 0.12 0.07 0.20 0.35 0.23 0.06 1.04 Keterangan : nilai dalam satuan meter * nilai signifikan; angka dalam kurung pada bulan Hijriah

adalah jumlah tahun data

Selisih Amplitudo dan Rasio amplitudo

Selisih amplitudo bulan Sya’ban terhadap bulan Hijriah lainnya untuk 6 konstituen penentun tunggang air (Tabel 5.3), memperlihatkan selisih tertinggi diatas amplitudo bulan Sya’ban dijumpai pada bulan Rabiul akhir dan Dzulkaidah (0.072 m dan 0.071 m). Umumnya nilai selisih amplitudo bernilai positif dan hanya dijumpai 2 bulan dengan nilai selisih negatif atau nilai total 6 amplitudo konstituennya lebih kecil dibandingkan dengan total amplitudo di bulan Sya’ban. Total amplitudo masing-masing konstituen selain bulan Sya’ban memperlihatkan konstituen S2 dan M2 lebih tinggi dibandingkan dengan konstituen lainnya (0.177

m dan 0.095 m). Kondisi ini juga menggambarkan bahwa penerapan MSS hanya dapat diterapkan saat bulan Sya’ban.

Total selisih amplitudo selain bulan Sya’ban diperoleh nilai 0.351 m. nilai tersebut menjelaskan bahwa terdapat 0.352 m amplitudo yang tidak terdapat pada pengukuran di bulan Sya’ban untuk mencapai nilai tunggang air. Dari nilai total amplitudo di bulan Sya’ban sebesar 1.07 m (Tabel 5.3) dan dari total selisih amplitudo konstutuen harmonik yang berfluktuasi terhadap bulan Sya’ban sebesar 0.352 m (Tabel 5.4), maka diperoleh persentase kekurangan tinggi air bulan Sya’ban untuk mencapai tunggang air sebesar;

Presentase rasio amplitudo memperlihatkan adanya kesesuaian nilai dengan pembagi pada perhitungan tunggang air atau dengan nilai Rasio Silapas (LB/3) dalam MSS. Nilai total selisih amplitudo sebesar 0.352 m (Tabel 5.4) mempunyai nilai yang hampir sama dengan nilai pada selisih Hmax 15 Sya’ban sebesar 0.32 m (Gambar 5.2), ini menggambarkan bahwa nilai rasio silapas merupakan representatif tinggi air yang berasal diluar waktu pengukuran (selain bulan Sya’ban) dari MSS untuk mencapai nilai tungggang air (HHWL). Presentase selisih amplitudo konstituen harmonik terhadap total amplitudo di bulan Sya’ban sebesar 0.33 % merupakan besarnya nilai representatif kurangnya tinggi air yang terukur pada saat tanggal 15 sya’ban untuk mencapai nilai HHWL dengan MSS. Dengan demikian pula bahwa nilai LBP pada persamaan (15) merupakan akumulasi total maksimum amplitudo yang terjadi di bulan Sya’ban.

Tabel 5.4 Selisih amplitudo konstituen harmonik bulan Sya’ban

Bulan Hijriah *O1 *P1 *K1 *M2 *S2 *K2 Jumlah

Muharram (7) 0.004 -0.001 -0.004 0.010 -0.006 -0.002 -0.001 Safar (6) 0.006 0.000 0.001 0.010 -0.011 -0.003 0.004 Rabiul awal (5) 0.004 0.002 0.007 0.007 0.011 0.003 0.035 Rabiul akhir (6) -0.001 0.002 0.007 0.007 0.044 0.012 0.072 Jumadil awal (7) 0.001 0.003 0.008 0.012 0.020 0.006 0.049 Jumadil akhir (8) -0.003 -0.001 -0.003 0.009 0.008 0.002 0.013 Rajab (8) -0.001 -0.002 -0.006 0.010 -0.013 -0.004 -0.017 Sya’ban (8)* 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 Ramadhan (6) -0.003 -0.002 -0.006 0.006 0.030 0.008 0.034 Syawal (6) 0.000 0.001 0.003 0.008 0.037 0.010 0.060 Dzulkaidah (8) -0.003 0.003 0.010 0.008 0.041 0.011 0.071 Dzulhijjah (8) -0.001 0.001 0.004 0.008 0.015 0.004 0.032 Total (absolut) 0.003 0.007 0.021 0.095 0.177 0.048

0.352

Keterangan : nilai dalam satuan meter; * amplitudo rujukan (referensi) dan Tanda (-) amplitudo

bulan X < Amplitudo bulan Sya’ban

Tunggang air HHWL dan MHWL

Tunggang air adalah suatu nilai prediksi pergerakan pasang surut tertinggi yang dapat dicapainya dalam siklus jangka panjang 18.6 tahun (Doodson (1921); Hess (2003) dan Gratiot et al. (2008)), hal ini berarti akan terdapat satu nilai tunggang air maksimum di periode tertentu. Variasi amplitudo yang lebih besar pada penanggalan Masehi (deviasi amplitudo), maka sulit mendapatkan tunggang air maksimum tersebut (lihat Gambar 3.5 dan Gambar 5.1) dengan merujuk penanggalan Masehi, dimana rata-rata tunggang air (MHWL) perbulan (Tabel 5.2) mempunyai nilai lebih kecil dibandingkan dengan nilai tungang air tertinggi (HHWL). Nilai MHWL rata-rata tertinggi dijumpai pada bulan Sya’ban, Jumadil akhir, Rajab dan Ramadhan. Dari empat bulan tersebut secara terpisah tunggang air rata-rata tertinggi (MHWL) terjadi saat bulan Sya’ban.

Variasi tunggang air dalam siklus tahunan (data series) menunjukkan nilai MHWL berfluktuasi dengan pola yang tidak tetap (Gambar 5.3). Pola tersebut diperlihatkan pada data series I (dot line) cenderung bergerak naik sejak bulan Syawal hingga mencapai puncak garis pada bulan Muharram sedangkan pada data series II dan III pada bulan Muharram bergerak turun. Pada bagian lain tinggi air MHWL pada bulan Sya’ban relatif berada pada nilai yang sama dari tiga data series (Diamond marker) dan berbeda dengan bulan Syawal (Box marker).

Fanomena yang terjadi pada tunggang air MHWL dari data series, dijumpai juga pada profil tunggang air HHWL (Gambar 5.3B). Dengan memperhatikan persamaan dalam perhitungan tunggang air HHWL, maka perubahan tinggi air pada HHWL adalah perubahan tunggan air MHWL oleh pengaruh konstituen S2, K2 dan

P1. Dengan nilai konstituen tersebut maka perubahan pola grafik MHWL untuk data

series I nilai tunggang air HHWL lebih merapat ke garis lainnya dengan bergerak turun saat dibulan Syawal hingga Rabiul akhir. Fenomena yang berbeda (bergerak naik) dijumpai pada profil data series II dan ke III. Perubahan tunggang air perbulan tersebut juga terjadi pada bulan Sya’ban, dimana pada profil MHWL tingi air di bulan tersebut membentuk satu titik (nilai berimpit) namun pada profil HHWL relatif terbuka dengan selisih yang kecil. Nilai perhitungan tunggang air dari data series melalui nilai konstituen harmonik diperoleh nilai tunggang air yang berbeda. Tunggang air HHWL dan MHWL pada data series I relatif lebih tinggi dibandingkan dua data series lainnya dengan nilai yang hampir sama.

ANOVA tunggang air

Uji statistik terhadap nilai tunggang air MHWL dan HHWL dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nyata antara nilai rata-rata dari tunggang air untuk tiap bulan Hijriah yang berbeda. Uji beda tersebut dilakukan untuk dua macam perlakuan. Hasil perhitungan diperoleh nilai Jumlah kuadrat rata-rata (LS- means) untuk tunggang air MHWL berkisar 2.15 – 2.18 dengan nilai rata-rata 2.17 ± 0.009, sedangkan untuk tunggang air HHWL berkisar 2.49 – 2.61 dan rata-ratanya sebesar 2.54 ± 0.037. Perhitungan pengaruh tunggang air MHWL terhadap bulan Hijriah menujukkan nilai yang tidak nyata (Fhit < Ftab), dengan nilai Fhit 0.4753 (R2=

0.0982). Hal tersebut berarti perlakuan tunggang air MHWL relatif sama dan merata ditiap bulan Hijriah (Tabel 5.5) sebagaimana notasi A pada Gambar 5.4). Perhitungan pengaruh tunggang air (HHWL) memberi pengaruh yang nyata pada bulan Hijriah (Tabel 5.5). Nilai Fhit yang dihasilkan sebesar 2.8382 (R2 = 0.3941)

dan lebih besar dari kritis (Ftab) sebesar 0.0061.

Tabel 5.5 Anova untuk Variabel MHWL dan HHWL

Keterangan : SS = Sum of squares; MS = Mean squares; CT = Corrected Total; *signifikan

Gambar 5.4 Sebaran nilai least square mean dari nilai MHHWL dan HHWL Stasiun Bitung.

Nilai kuadrat rata-rata dari pengaruh tunggang air HHWL pada bulan Sya’ban, Dzulhijjah dan Jumadil awal mempunyai nilai 2.54 – 2.55 yang menujukkan nilai nyata tertinggi kelompok A, B, C, D dan E. Nilai kuadrat rata- rata pada bulan lainnya mempunyai notasi lebih sedikit dibandingkan dengan notasi pada 3 bulan sebelumnya. Hasil ANOVA menunjukkan tidak ada perbedaaan yang besar dari variabel tunggang air MHWL dalam bulan Hijriah, yang diperlihatkan

dari nilai Fhit < Ftab (Tolak H1). Kondisi ini merupakan dampak dari nilai tunggang

air MHWL (M2, K2 dan O1) relatif sama disepanjang bulan Hijriah atau dengan

katalain bahwa konstituen penyusun nilai MHWL merupakan komponen harmonik dari pergerakan pasang surut yang relatif merata disepanjang tahun. Hasil analisis untuk variabel HHWL menunjukkan nilai beda nyata pada bulan Sya’ban, Dzulhijjah dan Jumadil awal.

Simpulan

Keseluruhan uraian hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan; 1). Nilai tunggang air pasang surut pada bulan Sya’ban relatif lebih stabil dengan nilai deviasi paling kecil dari bulan lainnya; 2).Nilai tunggang air pada bulan Sya’ban relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bulan lainnya; 3) Tinggi air rata-rata tiap bulan Hijriah mempunyai nilai yang relatif sama dengan nilai MSL (± 2 cm); 4) adanya kesamaan penggunaan nilai 1/3 (33 %) dari perhitungan tunggang air

Dokumen terkait