• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN DAN POLIGAMI

B. Poligami

5. Syarat Poligami

Selain alasan-alasan diatas, untuk berpoligami syarat-syarat ini harus dipenuhi, menurut ketentuan pasal 5 undang-undang perkawinan dijelaskan :

a. Untuk dapat mengajukan permohonan pada pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 (1) Undang-undang ini harus dipenuhi syarat sebagai berikut:

1) Adanya persetujuan dari istri atau istri-istri

2) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka

3) Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.

b. Persetujuan yang dimaksud pada ayat I huruf a pasal ini, tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri atau istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya 2 tahun atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan, melalui prosedur berikut ini: Pasal 40 Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 menyebutkan “apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan”.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) diatur pada pasal 56 yang menyebutkan:

1) Suami yang hendak beristri lebih dari seorang harus mendapat izin dari pengadilan agama (PA)

2) Pengajuan permohonan izin yang dimaksud pada ayat 1 dilakukan menurut tatacara sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975

3) Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga, atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama (PA), tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan: pengadilan agama hanya memberikan izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila: 1) Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri

2) Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan 3) Istri tidak dapat melahirkan keturunan.49

49

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, edisi I, cet.II, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997, hlm. 71-73

6. Hikmah Poligami

Islam adalah hukum Allah yang terakhir yang dibawa oleh Nabi yang terakhir pula. Oleh karena itu, layak kalau Ia datang dengan membawa undang-undang yang komplit, abadi dan universal, yang berlaku untuk seluruh penjuru dunia, semua masa dan semua manusia.

Islam tidak membuat hukum yang hanya berlaku untuk orang kota dan melupakan orang desa, untuk daerah dingin dan melupakan daerah tropis, dan tidak pula untuk suatu abad dengan melupakan abad dan generasi lain.50

Terlepas dari pro dan kontra yang ada, disyari`atkannya poligami juga memiliki hikmah-hikmah didalamnya, antara lain:

a. Keinginan memenuhi kebutuhan biologis. Poligami timbul sebagai pengaruh dari sifat yang ada pada laki-laki terhadap perempuan. Seksualitas dan dominasi kaum laki-laki belumlah cukup menciptakan adat (kebiasaan) poligami. Sifat itu mendorongnya untuk memiliki perempuan sebanyak mungkin.

b. Menginginkan keturunan yang lebih benyak.

c. Mengangkat derajat wanita. Poligami adalah bagian dari hak perempuan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa disyari`atkannya poligami bertujuan untuk menghidupkan dan membela hak-hak perempuan.

d. Islam dalam mengatur syari`at (Undang-undang) tentang poligami juga undang-undang pokok perkawinan, bukanlah membuat hal yang baru yang belum di kenal sebelumnya. Islam hanya menetapkan apa yang diperlukan menurut hukum alam dan

50

perikemanusiaan, dengan mengubah mana yang perlu untuk perbaikan dan dapat menjamin untuk berdiri di garis tengah keadilan.

e. Poligami menuntut adanya metode dan proses yang tidak boleh diabaikan oleh setiap laki-laki yang menginginkannya yakni berlaku adil. Dengan adanya poligami, Islam mendidik pribadi manusia yang diskriminatif dan egois menjaid pribadi yang adil dan dapat menempatkan segala sesuatunya secara proporsional sesuai dengan standar ketuhanan dan sosial kemanusiaan.

f. Dengan adanya poligami menuntut peranan dan perhatian perempuan terhadap suaminya supaya lebih intens lagi. Bagi istri yang tidak ingin dimadu oleh suaminya dengan perempuan lain, maka konsekuensinya ia harus mampu menjadi stabilitas dan control diri terhadap suaminya dengan baik, menumbuhkan dan mengembangkan jatidiri dan citra diri serta potensi kewanitaannya dengan baik dan benar.51

51

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data yang penulis lakukan, maka dapat diambil kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil penelitian, jumlah kyai yang melakukan poligami di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal sebanyak 10 kyai, sedangkan yang bersedia diwawancarai hanya 9 kyai, dengan demikian peneliti hanya meneliti dan mewawancarai 9 kyai yang melakukan poligami di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal. Dari 9 kyai yang melakukan poligami, sebagian dari para Kyai yang melakukan poligami hanya berpegang atau beracuan pada syari’at hukum Islam dan kurang memperhatikan arti ”adil” yang sesungguhnya yang diajarkan dalam al-Qur`an dan mereka juga kurang paham tentang Undang-Undang No.01 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Mereka juga kurang memperhatikan syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan tentang ijin poligami yang ada dalam Undang-Undang tersebut. 2. Yang menjadi alasan para kyai melakukan poligami yaitu:

a. Ingin mempunyai keturunan laki-laki walaupun dari mereka sudah punya anak perempuan.

b. Istri mendapat cacat tubuh atau sakit yang tidak bisa dsembuhkan. c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

d. Takut terjerumus dalam perzinaan.

e. Untuk mengangkat derajat janda dan anak yatim (kemaslahatan). 3. Pada dasarnya yang menjadi alasan sebagian kyai dalam melakukan

poligami tidak sesui dengan peraturan ijin berpoligami. Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan tersebut bukan ingin mendapatkan anak laki-laki, tapi seharusnya untuk mendapatkan keturunan kalau dalam perkawinan istri yang pertama sudah divonis dokter tidak bisa hamil. Ada beberapa kyai yang ingin mengangkat derajat wanita yang ditinggal mati suaminya dan anak yatim, sedang dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tidak ada peraturan alasan tersebut, karena mengangkat derajat martabat janda dan anak yatim tidak harus dinikahinya akan tetapi bisa dianggap sebagai saudara. Jadi kalau dalam pengadilan, dari sebagian alasan para kyai berpoligami, pasti sudah ditolak dalam pengadilan, sehingga para kyai di Kecamatan Gemuh lebih banyak melakukan poligami secara siri.

B. Saran-Saran

1. Hendaknya para kyai yang ingin melakukan poligami lebih memikirkan perasaan istrinya, karena sebelum mengikatkan diri dalam sebuah perkawinan pasti sudah mempunyai komitmen untuk menerima segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing pihak.

2. Para kyai yang sudah berpoligami hendaknya benar-benar mampu bersikap adil, sehingga tujuan perkawinan untuk membentuk suatu

keluarga yang bahagia dan kekal berdasar ketuhanan Yang Maha Esa dapat diwujudkan.

3. Para istri hendaknya jangan terlalu mudah dalam memberikan persetujuan pada suami yang ingin berpoligami.

4. Para Kyai yang berpoligami hendaknya lebih memahami apa yang menjadi alasan diperbolehkannya poligami yang ada dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, tidak hanya beracuan pada hukum Islam saja.

5. Pengadilan agama sebagai salah satu lembaga keagamaan yang bersangkutan secara langsung tentang proses poligami hendaknya secara pro aktif, terutama dalam memberikan pertimbangan dengan lebih menitik beratkan kemanusiaan, melihat dampak positif atau negatif yang mungkin terjadi demi kepentingan kemaslahatan.

6. Departemen Agama dalam lembaga terkait supaya turun langsung ke lapangan dalam melihat, mengawasi dan bila perlu menindak bagi seorang yang melaksanakan poligami tetapi menyalahi aturan yang telah ditetapkan.

7. Perlunya pensosialisasian yang lebih jelas dari pemerintah atau departemen agama dan terus menerus tentang poligami melalui berbagai bentuk kegiatan baik kegiatan social kemasyarakatan maupun keagamaan. 8. Memperketat pelaksanaan poligami di lingkungan masyarakat, sehingga

mempersempit terjadinya perkawinan poligami secara siri atau perkawinan poligami bawah tangan.

9. Masyarakat hendaknya memahami secara benar-benar esensi hukum Islam yang mengatur tentang poligami secara umum dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 secara khusus sebagai hukum positif, terutam dalam menyikapi ”kebolehan” dalam melakukan poligami sehingga tidak begitu saja melakukan poligami tanpa memperhatikan alasan, persyaratan dan prosedur, karena tindakan demikian pada dasarnya merupakan aniaya dari segi agama (dosa) dan tindak pelanggaran hukum akibat sewenang-wenang.

C. Penutup

Syukur alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya, maka terseselasikan penyusunan skripsi yang sederhana ini.

Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini sudah barang tentu masih banyak kesalahan dan kekurangan, hal demikian disebabkan keterbatasan kemampuan peneliti. Untuk itu penelliti, mengharapkan saran, kritik yang konstruktif dari para pembaca demi perbaikan karya mendatang.

Akhirnya semoga skripsi ini merupakan salah satu amal shaleh peneliti dan dapat bermanfaat bagi pembaca semua. Amin.

BAB IV

ANALISIS POLIGAMI DIKALANGAN KYAI DI

KECAMATAN GEMUH KABUPATEN KENDAL

A. Analisis Alasan Poligami Menurut Kyai di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal

Pada dasarnya Undang-Undang No.1 Tahun 1974 menganut asas monogami, yaitu bahwa seorang pria hanya boleh memiliki satu orang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Akan tetapi pengadilan dapat memberikan izin pada seorang suami untuk berpoligami apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dengan kata lain bahwa perkawinan poligami merupakan bentuk pengecualian dari sistem monogami yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Dari sekian banyak alasan yang menyebabkan para kyai berpoligami di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal, sebenarnya sebagian dari alasan mereka tidak memenuhi syarat dalam pengadilan apabila mereka ingin mendapat pengakuan pernikahannya di mata hukum, karena sebagaian dari mereka mempunyai alasan demi kemaslahatan umat dan dirinya sendiri, sedangkan mereka tidak memperhatikan apa yang menjadi persyaratan yang telah ada dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Sebagian dari alasan kyai dalam melakukan poligami tidak sesui dengan

peraturan ijin berpoligami dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan antara lain sebagian dari kyai yang melakukan poligami ada yang punya alasan ingin mempunyai keturunan laki-laki walaupun dari mereka sudah punya anak perempuan, sedangkan pada dasarnya yang menjadi alasan dalam Undang-Undang tersebut bukan ingin mendapatkan anak laki-laki, tapi seharusnya untuk mendapatkan keturunan kalau dalam perkawinan istri yang pertama sudah divonis dokter tidak bisa hamil. Contoh yang lain ada beberapa kyai yang ingin mengangkat derajat wanita yang ditinggal mati suaminya dan anak yatim, sedang dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tidak ada peraturan alasan tersebut, karena mengangkat derajat martabat janda dan anak yatim tidak harus dinikahinya akan tetapi bisa dianggap sebagai saudara. Jadi kalau dalam pengadilan, dari sebagian alasan para kyai berpoligami, pasti sudah ditolak dalam pengadilan, sehingga para kyai di Kecamatan Gemuh lebih banyak melakukan poligami secara siri.

Selain itu yang menjadi alasan kyai yang berpoligami di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal juga berbeda-beda, ada yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, karena para kyai takut terjerumus dalam perzinaan, dan ada yang beralasan ingin memperoleh keturunan, biasanya mereka lebih banyak mempunyai alasan menginginkan anak laki-laki, dan ada juga yang beralasan untuk mengangkat derajat wanita yang sudah ditinggal mati suaminya (janda) dan anak yatim, demi masa depan anak yatim tersebut.

Dari semua persepsi para kyai yang melakukan poligami di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal, pada dasarnya para kyai di Kecamatan Gemuh

Kabupaten Kendal melakukan poligami hanya beracuan pada apa yang tertulis dalam al-Qur’an yaitu dalam QS An-Nisa’ ayat 3, sedangkan arti yang sesungguhnya yang terkandung dalam ayat tersebut ada sebagian dari kyai yang kurang mengerti atau kurang paham, misalnya arti adil yang ada pada ayat tersebut, sedangkan pada dasarnya arti adil ini yang di tuntut dalam ayat ini, dan adil disini merupakan syarat utama diperbolehkannya poligami.

B. Analisis Prosedur Hukum Perkawinan Poligami Di Kalangan Kyai Di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal

Jumlah perkawinan poligami yang dilakukan oleh para kyai di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal sebanyak 10 Kyai yang masing-masing mempunyai dua istri. Meskipun keberadaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah memperketat syarat-syarat dan prosedurnya, akan tetapi Undang-Undang tersebut belum dikenal betul oleh masyarakat, khususnya dikalagan kyai. Dengan kata lain bahwa pihak pengadilan dan instansi terkait belum berhasil dalam memasyarakatkan atau belum berhasil mensosialisasikan Undang-Undang tersebut kepada masyarakat, sehingga perkawinan poligami dikalanagan kyai tergolong banyak. Karena pada dasarnya poligami hanya dapat dilakukan oleh seorang suami apabila hukum dan agamanya memperbolehkan poligami, dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, dipenuhinya alasan-alasan dan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang No.1 Tahun 1974.

Selain itu, sebagian kyai di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal hanya berpegang pada syari`at Islam, sedang pengetahuan pada Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaian kyai kurang begitu paham atau kurang memperhatikan peraturan yang ada pada Undang-Undang tersebut.

Dengan demikian, meskipun Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan hukum Islam memperbolehkan perkawinan poligami, namun dalam pelaksanaannya diperketat. Dengan diperketatnya pelaksanaan poligami sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 maka hal itu dapat menimbulkan kecenderungan masyarakat melakukan poligami secara siri, artinya bahwa masyarakat dalam melakukan poligami hanya menurut ketentuan hukum agama dan mengesampingkan hukum positif yang berlaku. Padahal pada dasarnya perkawinan poligami secara siri justru akan menimbulkan masalah antara lain anak yang dilahirkan tidak mempunyai hubungan dalam hukum positif dengan bapaknya tetapi hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya, adanya kesulitan pembagian harta waris bapak kepada anak yang dilahirkan.

C. Analisis Dampak Poligami Di Kalangan Kyai Di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal

Sebagaimana dipaparkan di depan bahwa poligami merupakan sistem perkawinan antara seorang suami dengan lebih dari seorang istri. Sistem pekawinan ini merupakan bentuk pengecualian dari sistem perkawinan

bagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974. Namun demikian tujuan poligami pada dasarnya sama dengan tujuan monogami, yaitu mengacu pada pencapaian tujuan perkawinan yaitu untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

Oleh karena poligami merupakan bentuk pengecualian, artinya bahwa poligami merupakan salah satu alternatif penyelesaian bagi seorang suami yang dalam hal-hal tertentu mempunyai masalah, maka tidak semua suami yang mempunyai masalah dapat melakukan poligami.

Jumlah perkawinan poligami yang dilakukan oleh kyai di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal dapat dianalisis bahwa sembilan pasang atau sembilan orang Kyai yang masing-masing mempunyai dua orang istri. Adapun poligami yang dilakukan merupakan poligami yang pertama artinya bahwa seorang suami satu mempunyai seorang istri. Mengenai jumlah perkawinan poligami yang dilakukan oleh para kyai di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal karena dipengaruhi oleh mudahnya syarat-syarat dari perkawinan poligami itu sendiri. Disamping itu istri yang ingin dimadu dapat menerima alasan yang diajukan oleh suami karena sesuai dengan kenyataan yang dialami oleh sang istri.

Dari semua kyai yang melakukan poligami di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal mempunyai persepsi yang berbeda tentang poligami. Sebagian dari kyai menganggap poligami syah-syah saja selama tidak melanggar apa yang disyari’atkan dalam hukum Islam dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tetapi juga ada yang beranggapan

bahwa poligami hukumnya syah selama tidak melanggar apa yang disyari’atkan dalam hukum Islam yaitu tidak melebihi batas apa yang ada dalam al-Qur’an yaitu memiliki istri lebih dari empat orang.

Perkawinan poligami memberi manfa’at (dampak positif) dan juga memberi dampak negatif bagi para pelaku poligami, khususnya dikalangan para kyai. Adapun dampak negatif bagi para kyai yang melakukan perkawinan poligami yaitu suami bersikap tidak jujur, kecemburuan dan rasa tidak percaya istri terhadap suami, kurang bijaksana dll. Sedangkan dampak positifnya dari perkawinan poligami yaitu terpeliharanya syahwat sehingga perzinaan dapat terhindari, terpenuhinya kebutuhan biologis bagi suami yang istrinya tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan tersebut, bisa mendapatkan keturunan yang sah yang jelas nasabnya, terpenuhinya hak cinta kasih bagi kaum wanita.

Selain dampak positif pekawinan poligami, ternyata keberadaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berpengaruh terhadap para kyai yang ada di Kecamatan Gemuh, terbukti banyak terjadi poligami dengan mencapai jumlah 10 orang kyai yang melakukan poligami, sedangkan pada hakekatnya seorang kyai lebih memahami batasan-batasan atau hukum yang ada pada suatu agama, karena pada dasarnya mereka menjadi panutan dalam masyarakat, sedangkan dalam hukum Islam dan Undang-Undang tersebut ditentukan alasan dan syarat-syarat pekawinan poligami yang harus dipenuhi oleh seorang suami yang ingin berpoligami. Hanya saja dalam pelaksanaan prosedurnya dipersulit karena harus ada izin dari pihak pengadilan dan juga istri lama atau istri pertama.

Adi, Riyanto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta : Granit, 2004 Ali, Syeh Ahmad Jurjawi, Falsafah dan Hikmah Hukum Islam, cet.I, Semarang:

CV. Assyifa, 1992

Al-Qur`an Dan Terjemah, Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur`an, 1971

Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian: suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 1998

Depag RI, Bahan Penyuluhan Hukum, Jakarta, 1999/2000

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Jilid I. Yogyakarta: Off Set, 2000 Hilmi, Karam Farhat, Poligami Dalam Pandangan Islam: Nasrani dan Yahudi,

Jakarta: Darul Haq, 2007

Imron, Ali, Kedudukan Wanita dalam Hukum Keluarga (Perspektif Al-qur`an

melalui Pendekatan Ilmu Tafsir), Semarang: BP. UNDIP, 2007

Inpres No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

Kamil, Syaih Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita (edisi lengkap), Cet.21, Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2006

Koran Harian Seputar Indonesia, Jum`at 31 Oktober 2008.

Mulia, Musdah, Pandangan Islam Tentang Poligami, cet.I, Jakarta: LKAJ. Solidaritas Perempuan The Asia Foundation. 1999

Qardhawi, Yusuf, Halal dan Haram dalam Islam, Surakarta: Era Intermedia, 2000 Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, edisi I, cet.II, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 1997

, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997 Rosyid, Ibnu, Bidayatul Mujtahid, Analisis Fiqh Para Mujtahid, Jakarta: Pustaka

Amani, 2007

Ruslan, Rusady, Metodologi Penelitian: Public Relation dan Komunikasi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2006

Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1994

Supardi Mursalin, Menolak Poligami, Studi Tentang UU Perkawinan Dan Hukum

Islam. Cet.I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007

Syihab, Quraish, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur`an

vol.II, Jakarta: Lentera Hati. 2000

Triwulan, Titik Tutik dan Triyanto, Poligami Perspektif Perikatan Pernikahan,

Telaah Konstektual Menurut Hukum Islam dan UU Perkawinan No.1 Tahun 1974, Jakarta

Tuwu, Alimudin, Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: UI Press, 1995 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Siti Mahmudah

Tempat, Tanggal lahir : Kendal, 25 Nopember 1985

Alamat Asal : Jl. Kemangi No. 25,Desa Tlahab Rt.04 Rw.II Kecamatan Gemuh

Kabupaten Kendal 51356

Nama Orang Tua :

1. Slamet SN 2. Sri Bandiyah

Pendidikan :

1. TK Fajar Indah Lulus tahun 1992 2. SDN Tlahab lulus tahun 1998

3. MTS NU 04 Mu`allimin weleri lulus tahun 2001

4. MAN Kendal lulus tahun 2004 Pengalaman Organisasi : 1. BEMJ AS 2. PMII 3. IPPNU 4. IMAKEN Semarang, 15 Januari 2009 Penulis, Siti Mahmudah NIM.0421111131 3 x 4

I. Pedoman Dokumentasi 1. Luas dan batas wilayah 2. Data Penduduk

3. Catatan-catatan lain yang berkaitan dengan materi II. Pedoman Interview

1. Mengapa Bapak melakukan poligami?

2. Bagaimana persepsi Bapak tentang hokum poligami?

3. Apa yang menjadi alasan Bapak dalam melakukan poligami? 4. Bagaimana hubungan Bapak dengan istri-istri Bapak?

Dokumen terkait