• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang ada di atas maka penulis dapat memberikan saran dalam hal – hal sebagai berikut :

1. Bagi para pihak harus melihat isi dari perjanjian terlebih dahulu untuk mengetahui jenis kontrak yang terdapat dalam perjanjian tersebut.

2. Bagi para pihak disarankan harus membaca dan mengerti akan perjanjian yang akan ditandatanganinya sehingga jelas hak dan kewajiban kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian tersebut.

3. Bagi para pihak yang akan membuat atau mengadakan suatu perjanjian hendaklah memperhatikan terlebih dahulu memahami dan mengerti mengenai dasar – dasar suatu perjanjian yang berlaku dalam perjanjian tersebut sebelum menandatangani perjanjian sehingga terhindar dari peselisihan atau sengketa.

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian Perjanjian

Para Sarjana Hukum di Indonesia memakai istilah yang berbeda - beda untuk perjanjian. Menurut Munir Fuady, istilah perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah overeenkomst dalam bahasa Belanda atau agreement dalam bahasa Inggris.3Achmad Ichsan memakai istilahverbintenis untuk perjanjian, sedangkan Utrecht dalam bukunya Pengantar dalam Hukum Indonesia memakai istilah

overeenkomst untuk perjanjian.4

KUH Perdata memberi keleluasaan bagi para pihak yang mengadakan perjanjian untuk membentuk kesepakatan di dalam maupun di luar KUH Perdata itu sendiri.Peraturan ini berlaku untuk semua pihak yang mengadakan kesepakatan, yang tidak bertentangan dengan undang-undang, norma-normakesusilaan yang berlaku. Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, harus dapat Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari.Hal ini disebabkan adanya tujuan dan kepentingan yang sangat beraneka ragam.Dalam hal adanya tujuan dan kepentingan yang ingin dicapai maka untuk mewujudkan kebutuhan para pihak tersebut, terlebih dahulu harus dipertemukan kehendak yang mereka inginkan.Hal inilah yang menjadi dasar utama untuk terjadinya suatu perjanjian.

3

Munir Fuady., Hukum Kontrak “Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis”, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 2

4Titik Triwulan Tutik., Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: kencana, 2008), hlm.197

menumbuhkan kepercayaan di antara para pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya dikemudian hari. Dengan adanya kepercayaan ini, kedua pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.5

Definisi perjanjian yang terdapat dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata adalah tidak lengkap dan terlalu luas, tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan - perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III, perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III kriterianya dapat dinilai secara materil, dengan kata lain dinilai dengan uang.

Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, yang selanjutnya disebut KUH Perdata dinyatakan bahwa : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Ada beberapa kelemahan dari pengertian perjanjian yang diatur dalam ketentuan di atas, seperti yang dinyatakan oleh Mariam Darus Badrulzaman (et.all) dalam bukunya Kompilasi Hukum Perikatan bahwa:

6

Abdul Kadir Muhammad Menyatakan kelemahan Pasal tersebut adalah sebagai berikut:7

1. Hanya menyangkut sepihak saja.

Hal tersebut dapat diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang atau lebih”.Kata “mengikatkan

5

Mariam Darus Badrulzaman (1).,Aneka Hukum Bisnis,(Bandung : Alumni, 1994), Hlm.42

6Mariam Darus Badrulzaman, et.all.,Kompilasi Hukum Perikatan, (Jakarta : Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 65

7Abdul Kadir Muhammad., Hukum Perikatan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1990), hlm.78

diri”sifatnya hanya datang dari satu pihak saja,tidak dari kedua belah pihak seharusnya dirumuskan saling mengikatkan diri, jadi ada consensus antara pihak-pihak.

2. Kata “perbuatan”mencakup juga tanpa consensus.

Pengertian perbuatan termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa, tindakan melawan hukum yang tidak mengandung consensus, seharusnya digunakan kata persetujuan.

3. Pengertian perjanjian terlalu luas.

Pengertian perjanjian dalam Pasal tersebut terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, yaitu janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga.Padahal yang dimaksudkan adalah hubungan antara kreditur dengan debitor dalam lapangan harta kekayaan saja.Perjanjian yang dikehendaki oleh buku III KUH Perdata sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal.

4. Tanpa menyebutkan tujuan mangadakan perjanjian.

Tanpa menyebut tujuan mangadakan perjanjian sehingga pihak - pihak yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa. Perjanjian memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan yang lain. Secara umum, perjanjian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah persetujuan (baik lisan maupun tulisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing berjanji akan mentaati apa yang disebut dalam persetujuan itu.

Menurut Sri Soedewi Masychon Sofwan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih.8

Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah :9

Subekti mengatakan bahwa, “Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana 2 (dua) orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.

Suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.Dalam defenisi tersebut, secara jelas terdapat consensus antara para pihak, yaitu persetujuan antara pihak satu dengan pihak lainnya.Selain itu juga, perjanjian yang dilaksanakan terletak pada lapangan harta kekayaan.

10

Menurut M. Yahya Harahap,

Dari perjanjian tersebut maka timbul perikatan. Perikatan menurut Subekti merupakan suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kewajiban itu.

11

8

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan., Hukum Perjanjian, (Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada ,1982), hlm. 8

9 Abdul Kadir Muhammad, Op.cit., hlm.4

10 R. Subekti.,Hukum Perjanjian. (Jakarta :Pembimbing Masa, 1980), hlm 1.

11

M. Yahya Harahap., Segi-segi Hukum Perjanjian. (Bandung :Alumni, 1986) , hlm 6

perjanjian atau verbintenis adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak yang lain untuk menunaikan prestasi. Unsur dari wujud pengertian perjanjian tersebut di atas adalah hubungan hukum yang menyangkut hukum harta kekayaan antara dua orang (person) atau lebih, yang memberikan hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.

Menurut Setiawan , perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.12

Menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai benda antara dua pihak dalam mana salah satu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.13

Menurut Syahmin AK, dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji - janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.14

a. Adanya pihak - pihak yang sekurang-kurangnya dua orang.

Dari beberapa pengertian di atas, tergambar adanya beberapa unsur perjanjian, antara lain:

Pihak - pihak yang dimaksudkan di sini adalah subyek perjanjian yang dapat berupa badan hukum dan manusia yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum menurut undang - undang. Dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Masing - masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu orang atau lebih orang,

12

Setiawan.,Pokok- Pokok Hukum Perikatan, (Bandung : Alumni, 1979), hlm. 4 13

Wirjono Prodjodikoro (1).,Hukum Perdata tentang Persetujuan - Persetujuan Tertentu, (Jakarta : Sumur Bandung, 1981), hlm. 11

14Syahmin AK., Hukum Kontrak Internasional, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006),hlm .140

bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut juga dapat terdiri dari satu atau lebih badan hukum.15

b. Adanya persetujuan atau kata sepakat.

Persetujuan atau kata sepakat yang dimaksudkan adalah consensus antara para pihak terhadap syarat - syarat dan obyek yang diperjanjikan.

c. Adanya tujuan yang ingin dicapai.16

Tujuan yang ingin dicapai dimaksudkan di sini sebagai kepentingan para pihak yang akan diwujudkan melalui perjanjian.

d. Adanya prestasi atau kewajiban yang akan dilaksanakan.

Dengan membuat perjanjian, pihak yang mengadakan perjanjian, secara “sukarela” mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu guna kepentingan dan keuntungandari pihak terhadap siapa ia telah berjanji atau mengikatkan diri, dengan jaminan atau tanggungan berupa harta kekayaan yang dimiliki dan akan dimiliki oleh pihak yang membuat perjanjian atau yang telah mengikatkan diri tersebut. Dengan sifat sukarela, perjanjian harus lahir dari kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak yang membuat perjanjian.Prestasi yang dimaksud adalah sebagai kewajiban bagi pihak - pihak untuk melaksanakannya sesuai dengan apa yang disepakati. Perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya dari suatu perjanjian lahirlah

15

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja.,Seri Hukum Perikatan “Perikatan yang Lahir

dari Perjanjian” ,(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 92

16Wirjono Prodjodikoro (2).,Asas - asas Hukum Perjanjian, (Jakarta : Sumur Bandung, 1979),hlm. 84

kewajiban atau prestasi dari satu orang atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya yang berhak atas prestasi tersebut.17

e. Adanya bentuk tertentu.

Bentuk tertentu yang dimaksudkan adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus jelas bentuknya agar dapat menjadi alat pembuktian yang sah bagi pihak - pihak yang mengadakan perjanjian.Untuk beberapa perjanjian tertentu, undang - undang menentukan suatu bentuk tertentu, yaitu bentuk tertulis sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah.Dengan demikian, bentuk tertulis tidaklah hanya semata - mata hanya merupakan pembuktian saja, tetapi juga syarat untuk adanya perjanjian itu.18 f. Adanya syarat - syarat tertentu.

Syarat - syarat tertentu yang dimaksud adalah substansi perjanjian sebagaimana yang telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian.19

B. Jenis – Jenis Perjanjian

Ada beberapa jenis-jenis perjanjian menurut Mariam Darus adalah sebagai berikut :20

1. Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.Misalnya perjanjian jual beli.

2. Perjanjian Cuma-Cuma dan Perjanjian atas Beban

17

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja., Op.cit., hlm. 2 18

Mariam Darus Badrulzaman et.all.,Op.cit., hlm 66

19

Wirjono Prodjodikoro (2)., op.cit., hlm 84 20

Perjanjian dengan Cuma-Cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja.Misalnya hibah. Sedangkan perjanjian atas beban adalah perjanjian terhadap prestasi dari pihak yang satu dan selalu terdapat kontrak prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungan hukum.

3. Perjanjian Bernama (benoemd, specified) dan Perjanjian Tidak Bernama(onvenoemd, unspecified).

Perjanjian bernama (Khusus) merupakan perjanjian yang mempunyai namasendiri. Maksudnya ialah perjanjian-perjanjian tersebut di atur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai dengan XVIII KUH Perdata.Di luar perjanjian bernama tumbuh perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi terdapat pada masyarakat.Pada dasarnya jumlah perjanjian ini tidak terbatas. 4. Perjanjian campuran

Perjanjian campuran merupakan perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa menyewa), tetapi juga menyajikan makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan lainnya.Terhadap perjanjian campuran ini terdapat berbagai paham, yaitu :

a. Paham pertama mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian Khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian Khusus tetap ada .

b. Paham kedua mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan-ketentuan dari perjanjian-perjanjian yang paling menentukan (teori absorbsi).

c. Paham ketiga mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undang-undang yang diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang yang berlaku untuk itu (teori kombinasi).

5. Perjanjian Obligatoir

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian antara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain. Dapat dikatakan bahwa perjanjian itu merupakan perjanjian yang menimbulkan perikatan misalnya perjanjian jual beli benda bergerak. Menurut KUH Perdata, perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli. Untuk beralihnya hak milik jual beli seperti itu dinamakan perjanjian

obligatoir karena membebankan kewajiban (obligatoir) kepada para pihak

untuk melakukan penyerahan. Penyerahan sendiri merupakan perjanjian kebendaan.

6. Perjanjian Kebendaan

Perjanjian kebendaan merupakan perjanjian hak atas benda dialihkan atau diserahkan kepada pihak lain.

7. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Riil

Perjanjian Konsensual adalah perjanjian di antara kedua belah pihak yang telah tercapainya suatu persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUH Perdata, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUH Perdata),

Perjanjian pinjam pakai (Pasal 1740 KUH Perdata). Perjanjian yang terakhir ini dinamakan juga sebagai perjanjian riil.

8. Perjanjian-perjanjian yang Istimewa sifatnya Jenis perjanjian yang istimewa sifatnya adalah :

a. Perjanjian liberatoir, yaitu perjanjian para pihak yang membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutang (kwijschelding) pada Pasal 1438 KUH Perdata.

b. Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian antara para pihak untuk menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.

c. Perjanjian untung-untungan, misalnya perjanjian asuransi, Pasal 1774 KUH Perdata.

d. Perjanjian Publik, yaitu perjanjian yang sebagaian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah). Misalnya perjanjian ikatan dinas dan perjanjian pengadaan barang pemerintah.

Anser berpendapat bahwa : “Setiap perjanjian mempunyai bagian inti dan bagian yang bukan inti”.21

Bagian inti disebut essensialia dan bagian yang bukan inti terdiri dari

naturaliadan aksidentalia. Essensialia adalah bagian-bagian yang harus ada

dalam suatu perjanjian karena bagian ini menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta. Seperti persetujuan antara pihak dan objek perjanjian diam-diam melekat pada perjanjian, akan tetapi hal ini dapat diperjanjikan secara tegas untuk dihapuskan. Misalnya menjamin tidak ada cacat dalam benda yang

21Mariam Darus Badrulzaman (2)., KUH Perdata Buku II Hukum Perikatan dengan

dijual.Aksidentalia merupakan sifat yang melekat pada perjanjian yaitu secara tegas diperjanjikan oleh para pihak seperti ketentuan mengenai domisili para pihak.

C. Asas – Asas Perjanjian

Ada beberapa asas yang terdapat dalam hukum perjanjian, yaitu :

1. Asas Kebebasan Mengadakan Perjanjian (Asas Kebebasan Berkontrak)

Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak yang bebas pancaran hak asasi manusia . Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata disebutkan bahwa:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.Secara langsung telah tampak pengertian bahwa orang bebas untuk membuat perjanjian.Janji mana justru berlaku sebagai undang-undang bagi mereka.

Mariam Darus berpendapat bahwa :

“Di dalam Hukum Perjanjian Nasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab dan mampu memelihara keseimbangan antara pengguna hak asasi dengan kewajiban asasi ini perlu tetap dipertahankan yaitu dengan cara pengembangan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin yang serasi, selaras, dan seimbang dengan kepentingan masyarakat”.22

Dapat dikatakan bahwa hukum perjanjian menganut sistem terbuka,yang berarti bahwa setiap orang bebas untuk menyatakan keinginan dan mengadakan perjanjian-perjanjian dengan bentuk tertentu dan bebas memilih undang-undang mana yang dipakainya untuk perjanjian itu. Berarti bahwa setiap orang bebas

22

untuk menentukan keinginan yang dituangkan dan diatur sebagai isi perjanjian. Lebih jauh berarti bahwa karena berlaku sebagai undang-undang maka wajib dilaksanakan dan bila perlu menggunakan alat paksa kepentingan umum. Asas ini berkaitan erat dengan asas konsensualisme.

2. Asas Konsensualisme

Asas ini berkenaan dengan adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang mengadakan perjanjian sehingga dicapai suatu kesepakatan membuat perjanjian. Pesan yang terkandung dalam asas ini adalah bahwa setiap orang yang sepakat berjanji tentang suatu hal, berkewajiban untuk memenuhinya.Secara

implisit asas ini lebih menekankan pada moral para pelaku.Pada perkembangannya asas ini dijelmakan dalam klausa perjanjian yang berisi tentang hak dan kewajiban para pihak yang berjanji.Apabila salah satu pihak ingkar maka pihak yang diingkari dapat memohon kepada hakim agar klausa tersebut mengikat dan dapat dipaksanakan berlakunya.Selain berkaitan erat dengan asas kebebasan berkontrak, asas ini juga berkaitan dengan asas kepercayaan, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1334 KUH Perdata, yang mengatur bahwa barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu persetujuan. Dalam hal ini, subjek hukum diberikan kesempatan menyatakan keinginannya yang dianggap baik untuk mengadakan perjanjian. Maka ia harus memegang teguh kesepakatan yang diberikan kepadanya.

Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuh kembangkan kepercayaan di antara kedua belah pihak, yang menunjukkan bahwa satu sama lain akan memegang janjinya. Dengan kata lain, akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu maka perjanjian tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak.

Asas kepercayaan dinyatakan dalam Pasal 1338 jo 1334 KUH Perdata. Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, harus dapat menumbuhkan kepercayaan di antara para pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Dengan adanya kepercayaan ini, kedua pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.23

4. Asas Perjanjian Mengikat (Pacta Sunt Servanda)

Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Artinya bahwa kedua belah pihak wajib mentaati dan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana mentaati undang-undang. Oleh karena itu, akibat dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lain. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau alasan oleh undang – undang yang dinyatakan cukup untuk itu .

5. Asas Persamaan Hak

23

Asas ini terdapat dalam Pasal 1341 KUH Perdata. Dalam asas ini, para pihak diletakkan pada posisi yang sama. Dalam perjanjian sudah selayaknya tidak ada pihak yang bersifat dominan dan tidak ada pihak yang tertekan sehingga tidak terpaksa untuk menyetujui syarat yang diajukan karena tidak ada pilihan lain. Mereka melakukannya walaupun secara formal hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai paksaan.Dalam perjanjian, para pihak harus menghormati pihak lainnya.Jika prinsip sama-sama menang tidak dapat diwujudkan secara murni, namun harus diupayakan agar mendekati perimbangan di mana segala sesuatu yang merupakan hak para pihak tidaklah dikesampingkan begitu saja.

6. Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian, asas ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan, kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad baik, dapat dilihat bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

7. Asas Kepentingan Umum

Asas ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata.Ditegaskan agar dalam menyusun dan melaksanakan suatu perjanjian kedua belah pihak, baik kreditur maupun debitur memperhatikan kepentingan umum. Asas ini juga mencakup suatu pesan bahwa walaupun subjek hukum diberikan kebebasan berkontrak, akan tetapi mereka harus berbuat bahwa apa yang mereka lakukan tidak mengganggu kepentingan umum.

8. Asas Kepatutan

Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUH Perdata.Dalam hal ini, asas kepatutan berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.Akan tetapi dalam prakteknya, asas kepatutan ini selalu dibandingkan dengan kesadaran hukum masyarakat itu sendiri.Mariam Darus mengatakan bahwa :

“Asas kepatutan ini harus dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat”.24

9. Asas Moral

Dapat dikatakan bahwa ukuran kepatutan dalam masyarakat, pedoman utamanya adalah rasa keadilan dalam masyarakat.Asas ini terlihat dalam perikatan biasa, artinya bahwa suatu perbuatan suka rela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontrak prestasi dari debitur. Hal ini terlihat juga di dalam zaakwaarneming, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan sukarela (moral) maka yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya.

Asas ini terdapat di dalam Pasal 1339 KUH Perdata.Faktor-faktor yang memberi motivasi pada orang yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum adalah berdasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.

10. Asas Kebiasaan

Asas ini terdapat dalam Pasal 1339 jo 1347 KUH Perdata yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang diatur secara tegas dalam perjanjian tersebut, akan tetapi juga pada hal-hal yang

Dokumen terkait