• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II FIKIH WAKAF TANAH PRODUKTIF DAN MANAJEMENNYA

6. Syarat-Syarat Nazhir Wakaf Produktif

Untuk menjadi nazhir wakaf produktif, seseorang harus memenuhi 5 (lima) syarat, yaitu Islam, baligh, berakal, adil (‘ada>lah), dan memiliki kemampuan (kifa>yah) (al-Ama>nah al-‘A>mah li al-Auqa>f, 1995:12). Dua syarat terakhir merupakan hal yang penting yang harus menjadi perhatian dalam memilih dan mengangkat nazhir. Adil secara bahasa berarti lawan dari ju>r (curang),

57

memutuskan dengan benar, adil diantara manusia artinya perkataan dan keputusannya diterima. Secara istilah adil adalah menjauhi dosa-dosa besar dan tidak terus-terusan melakukan dosa-dosa kecil (asy-Syu’aib, 2006:96). Sedangkan kifa>yah secara bahasa berarti tidak membutuhkan yang lain, sedangkan secara istilah berarti kekuatan dan kemampuan seseorang dalam mengemban tugas sebagai nazhir (asy-Syu’aib, 2006:101).

Sebagian fukaha seperti mazhab Hanafiyah menggunakan kata amanah sebagai ganti dari kata adil, sedangkan menurut Syafi’iyah, amanah lebih khusus dari pada adil. Mazhab Hanafiah mensyaratkan nazhir harus memiliki sifat amanah dan adil. Sedangkan Malikiyah mensyaratkan nazhir adalah orang yang dapat dipercaya agamanya, dan amanah. Sedangkan Syafi’iyah mensyaratkan nazhir memiliki sifat adil, tidak hanya pada zahirnya saja pada akan tetapi juga pada batinnya. Selain itu nazhir memiliki kifa>yah, yang mereka tafsirkan sebagai kekuatan induvidu dalam mengemban tugasnya sebagai nazhir, jika salah satu dari dua syarat tersebut tidak terpenuhi atau hilang, maka hakim dapat mencabut nazhir tersebut.

Imam Nawawi mensyaratkan syarat tambahan, yaitu ihtida’ ila al-tas}arruf (dapat memahami tindakan yang dilakukan). Akan tetapi, menurut asy-Syarbini al-Khati>b, syarat tersebut telah masuk dalam syarat kifa>yah. Sedangkan mazhab Hanbali mensyaratkan nazhir beragama Islam, mukalaf, memiliki kompetensi, pengalaman, dan kekuatan fisik. Mazhab Hanbali tidak mensyaratkan nazhir harus laki-laki atau harus memiliki sifat adil. Karena nazhir yang fasik dapat didampingi oleh nazhir yang adil (Wiza>rat al-Awqa>f wa Syu’un al-Isla>miyah, 1996:99-101-102).

58

Menurut Qurrahda>ghi (2004:15), syarat amanah dan kifa<yah disebutkan oleh Allah SWT dalam kisah Nabi Musa mengajukan diri untuk bekerja kepada Nabi Syu’aib, AS, yaitu dalam firman Allah SWT:

نيمالأ يىللا ثسحإخطا ًم ريخ نب

"sesungguhnya yang paling baik engkau pekerjakan adalah yang kuat lagi amanah"(Q.S. al-Qas}as}:26).

Ayat ini menyebutkan perpaduan antara amanah dalam kata al-ami>n dan ikhtis}as} (spesialisasi) dalam kata "al-qawiy" sebagai syarat wajib bagi pekerja.

Kata amanah dimaknai juga dengan al-H}ifz (menjaga) sedangkan kuat dengan ilmu (al-'Ilm), sebagaimana firman Allah SWT: "Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan" (Q.S.Yusuf:55).

Imam an-Nawawi (1991:11/97) mengatakan:

بظيلا تًاغز ًم ى وؤ ىلخلاو ملػلا تًاغز

artinya:‛Memperhatikan kapasitas ilmu dan ketakwaannya lebih utama dari pada melihat nasabnya‛.

Pernyataan Imam Nawawi ini juga menunjukkan tentang dua aspek yang harus dikedepankan dalam memilih nazhir yaitu aspek keilmuannya atau kompetensinya, dan aspek ketakwaannya. Kedua aspek ini lebih diutamakan dari pada aspek nasab atau keturunan

a). Syarat Amanah

Seorang nazhir harus amanah, amanah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, juga amanah dalam menjaga harta wakaf yang dikelolanya. Dalam sebuah hadis riwayat Uday bin Umairah, ia berkata:

59

غ الله ىلص الله ٌىطز ذػمط

اعُخم اىمخىف لمغ ىلغ مىىم هاىلمػخطا ًم :ٌىلً ملطو هُل

تماُللا مىً هب يحإً )تهاُخ( لىلغ ناو هكىف امف )غُخ ةسبؤ(

Artinya: "Aku mendengar Rasulullah SAW berkata: "barang siapa yang kami pekerjakan, kemudian ia menyembunyikan jarum jahit atau yang lebih dari itu, maka ia telah korupsi (khianat), ia akan datang pada hari kiamat dengan benang yang disembunyikannya tersebut".

AbuYusuf dalam kitab karangannya al-Khara>j sebagaimana yang dikutip oleh al-Qard}a>wy (1994: 38), menasehati Khalifah Harun al-Rasyid untuk memilih amil yang amanah dan iffah, ia berkata:

"Dan perintahkanlah wahai Amirul Mukminin, untuk memilih seseorang yang amanah, iffah, mencintai dan memberi rasa aman pada dirimu dan rakyatmu. Angkatlah ia untuk mengurus semua sedekah di negeri ini, dan suruhlah ia untuk mendatangi kaum-kaum yang memberikan sedekah dan agar ia menanyakan kepada kaum-kaum tersebut tentang mazhab-mazhab mereka, adat kebiasaaan mereka dan kepercayaan mereka mengumpulkan sedekah mereka kepadanya‛.

Dalam Bahasa Arab, kalimat amanah dapat diartikan sebagai titipan, kewajiban, ketenangan, kepercayaan, kejujuran, dan kesetiaan (Ibn Manzu>r, 13/21). Dalam al Qur'an, amanah disebut dalam beberapa konteks, pertama: sebagai tanggung jawab pengelolaan (Q.S. al-Ahzab/33:72)10, sebagai utang atau janji yang harus ditunaikan (Q.S.al-Baqarah/2:283)11, sebagai tanggung jawab keadilan pemegang kekuasaan (Q.S. an-Nisa/4:58)12, sebagai kesetiaan kepada tugas yang diemban (Q.S. al-Anfal/8:27)13, sebagai karakter pribadi yang penuh

10 . اَهْن ِم ًَ ْل َف ْشؤَو اَهَنْل ِم ْدًَ ْنَ ؤ َنْيَبَ إَف ٌِاَب ِجَ ْلاَو ِضْزَ ْالأَو ِثاَواَم َظلا ىَلَغ َتَهاَمَْالأ اَىْضَسَغ اَهِب ا ًمىُلظ َناَو ُهَهِب َ ُنا َظْو ِْالإ اَهَلَمَخَو ًلىُه َح 11 . َلا ِّدَاُُْلَف اًضْػَب ْمُىُضْػَب ًَِمَؤ ْنِةَف ٌتَضىُبْلَم ٌناَهِسَف اًبِجاَو اوُد ِجَج ْمَلَو ٍسَف َط ىَلَغ ْمُخْىُه ْنِبَو َهَللا ِمَخَُْلَو ُهَخَهاَمَؤ ًَِمُجْئا يِر ٌمُِلَغ َنىُلَمْػَح اَمِب ُهَللاَو ُهُبْلَك ٌمِزآ ُهَهِةَف اَهْمُخْىًَ ًَْمَو َةَداَه َشلا اىُمُخْىَج لَو ُهَبَز 12 نب الله مهسمإً نؤ اوداج ثاهامالأ ى ب اهلهؤ اذبو مخمىخ نيب ضاىلا نؤ اىمىدج ٌدػلاب نب الله امػو مىظػٌ هب نب الله ناو اػُمط اريصب 13 . اً اهيؤ ًًرلا اىىمآ ل اىهىخج الله ٌىطسلاو اىهىخجو مىجاهامؤ مخهؤو نىملػح

60

kejujuran dan tanggungjawab (Q.S. al-Mu’minu>n/23:8)14. Kata dasar amanah mempunyai pertalian dengan kata iman dan aman. Hal ini menunjukkan bahwa amanah bersumber dari keimanan yang apabila diterapkan akan mendatangkan keamanan batin maupun keamanan bagi harta yang diamanatkan kepadanya.

Dari pengertian bahasa dan pemahaman tematik al Qur'an dan hadis terhadap kata amanah, amanah dapat difahami sebagai sikap mental yang

di dalamnya

terkandung unsur kepatuhan kepada hukum, tanggung jawab kepada tugas, kesetiaan kepada komitmen, keteguhan dalam memegang janji, kesucian dalam tekad dan kejujuran kepada diri sendiri.

Sikap mental amanah

harus berdiri di atas pondasi keimanan, dan dengan itu akan tumbuh rasa aman, baik bagi yang bersangkutan maupun bagi orang lain. Budaya amanah adalah perilaku yang bersendikan kepatuhan kepada moralitas agama, kepada moralitas hukum, tanggung jawab vertikal dan horizontal dan kejujuran kepada diri sendiri, serta kesadaran atas implikasi dari suatu keputusan.

b). Syarat Kifa>yah

Kifayah adalah kekuatan dan kemampuan seseorang dalam melakukan tugas selaku nazhir dan memberikan kemaslahatan harta wakaf (al-Bahuty,2003: 6/2058). Terkait dengan syarat kifa>yah atau kompetensi, maka seorang nazhir harus memiliki pengetahuan terkait dengan bidang yang digelutinya. Dalam hal

14 . ًًرلاو مه مهتاهاملأ مهدهغو نىغاز

61

ini ia harus mengetahui fikih wakaf dari berbagai mazhab. Imam as-Suyut}i (1983: 416) menyatakan bahwa orang yang mengeluti bidang tertentu harus mengetahui keseluruhan hukum yang terkait dengan bidang tersebut. Ia mengatakan:

،ثلاماػلما مايخؤ ملػح همصلً يرتشَو ؼُبً ًمو ،ةاوصلا مايخؤ سهاىظ همصلً يواوش ٌام هل ًم

ءاظيلا ةسشغ مايخؤ ملػح همصلً تحوصلا هل ًمو

Artinya:‛Barangsiapa yang memiliki harta zakat, maka ia harus mengetahui hukum-hukum zakat, dan siapa yang melakukan jual beli, maka ia harus belajar hukum-hukum mu’a>mala>t, dan siapa yang memiliki istri, ia harus belajar cara memperlakukan istri‛.

Nazhir membutuhkan dua macam keilmuan, yaitu ilmu hukum wakaf , waka>lah, dan wasiat, dan ilmu khusus yang berhubungan dengan bidang yang sedang dikelola oleh nazhir. Informasi terkini tentang pengelolaan wakaf, cara menjaga keberlanjutan pengelolaan wakaf, dan cara menghasilkan keuntungan wakaf, yang mendatangkan kebaikan bagi masyarakat muslim, menjadi hal yang harus dimiliki oleh nazhir (Qa>ru>t, tt: 14).

Menurut Dafterdar (tt:659-660) karena sifat wakaf adalah pesan keagamaan dan sosial, maka sangat logis bila yang dipercaya dalam mengelola wakaf adalah orang yang memiliki kesadaran beragama yang baik, yang menggunakan keimananya dalam melaksanakan tugasnya. Akan tetapi perkembangan pengelolaan wakaf telah berubah secara cepat, dan sebagai hasilnya, nazhir dituntut untuk melakukan perubahan diri. Seorang nazhir tidak hanya dituntut untuk bertindak berdasarkan keimanan yang baik akan tetapi juga dituntut untuk mengembangkan kompetensi dan karakter diri dengan memiliki level kemampuan bisnis tertentu, dan pengetahuan tentang investasi untuk mendukung perannya dalam mengamankan dan mengembangkan aset wakaf dalam rangka

62

membangun kepercayaan dengan pihak lain, dan merubah image nazhir tradisional. Nazhir harus memiliki tanggung jawab menjaga dan mengembangkan aset yang dikelolanya, dan menghasilkan keuntungan.

Dalam pengelolaan wakaf produktif, nazhir dituntut untuk memiliki kemampuan manajemen dan wirausaha atau entrepreneurship, karena pengelolaan wakaf produktif identik dengan usaha nazhir dalam mengembangkan atau menginvestasikan modal pokok atau harta wakaf yang dikelola.

Menurut Arie Sudewo sebagaimana yang dikutip oleh Jaih Mubarok (2008;161), selain syarat moral, nazhir harus memiliki syarat-syarat manajemen dan syarat–syarat bisnis. Syarat-syarat manajemen nazhir adalah (1) mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam kepemimpinan; (2) visioner; (3) mempunyai kecerdasan yang baik secara intelektual, sosial, dan pemberdayaan; (4) professional dalam bidang pengelolaan harta. Sedangkan syarat-syarat bisnis adalah (1) berkeinginan; (2) berpengalaman dan atau siap dimagangkan; dan (3) mempunyai ketajaman melihat peluang usaha seperti layaknya entrepreneur (Mubarok, 2008:161).

Kompetensi merupakan bagian dari indikator organisasi yang kapabel, yaitu kemampuan organisasi untuk menunjuk orang-orang yang memiliki kompetensi (orang yang tepat, pekerjaan yang tepat, dan pada waktu yang tepat), dan orang yang memiliki komitmen terhadap organisasi. Adanya orang-orang yang kompeten memberikan keyakinan bahwa organisasi mengetahui bagaimana menyelesaikan masalah (know how) .

63

Dokumen terkait