• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TEORITIS

A. Teori-Teori Sosial,Syarat dan Faktor Terjadinya Interaksi Sosial

2. Syarat terjadinya interaksi sosial

Ada dua syarat utama terjadinya interaksi sosial, yaitu

a.Adanya kontak sosial. Makna harfiah kontak sosial adalah ‘bersama-sama menyentuh’.Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi sentuhan badaniah. Berdasarkan subjek pelakunya kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu:

1) Kontak antara orang perorangan;

2) Kontak antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya; dan

3) Kontak antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya; dan

b. Adanya komunikasi (communication), berasal dari bahasa Inggris ‘common’, artinya sama. Apabila kita berkomunikasi, berarti kita berusaha untuk menimbulkan sesuatu persamaan (commonnes) dalam hal pemahaman, penafsiran dan sikap dengan seseorang tentang sesuatu.Misalnya, kita bersama-sama mempelajari suatu ide atau cita-cita dengan seseorang. Ini berarti, bahwa kita mengemukakan sesuatu sikap (attitude) yang sama kepada seseorang yang kita ajak berkomunikasi tadi (Pola. J.B.A.F.Major. 1991; Soekanto S., 2002).

3.Faktor-Faktor Yang Mendasari Proses Interaksi Sosial

Faktor penting yang menjadi dasar proses berlangsungnya interaksi sosial adalah:

a. Nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Apabila individu atau kelompok dalam proses interaksi sosialnya tidak mendasarkan pada nilai, norma yang berlaku, kehidupan sosial akan terjadi disintegrasi atau ketidakteraturan sosial; dan

b. Status dan peranan sosial. Proses interaksi sosial yang dilakukan individu harus memperhatikan status dan peranan yang melekat pada dirinya, juga memperhatikan kewajiban dan hak-haknya.

Menurut para ahli, berlangsungnya proses interaksi sosial dipengaruhi oleh beberapafaktor, antara lain:

a) Faktor Imitasi; b) Faktor Sugesti; c) Faktor Simpati;

d) Faktor Identifikasi e) Faktor Empati; Dan f) Faktor Motivasi.

Keenam faktor tersebut selama proses interaksi sosial bisa terjadi secara sendiri (terpisah) dan juga bisa secara bersama-sama atau integratif.

1) Simpati, yaitu suatu proses psikhis di mana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan (aspek psikhis atau kejiwaan) seseorang memegang peranan yang penting. Dorongan utamanya adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama atau mengikuti untuk melakukan suatu tindakan tertentu

2) Sugesti, yaitu dorongan untuk mengikuti atau menerima sikap orang lain tanpa proses pemikiran yang dalam untuk melakukan sesuatu tindakan. Berlangsungnya sugesti dapat terjadi, karena pihak yang menerima sedang mengalami ketidakstabilan pikiran yang dapat menghambat daya berpikir rasional dan akal sehat.Sugesti ini bisa juga sebagai kelanjuan lebih mendalam dari simpati.

3) Imitasi, yaitu dorongan untuk meniru pola aktifitas orang lain. Faktor ini mempunyai peran penting dalam proses interaksi sosial. Segi positifnya adalah imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah dan nilai yang berlaku.Namun, imitasi dapat pula mengakibatkan hal yang negatif misalnya, meniru tindakan yang menyimpang. Selain itu imitasi juga dapat melemahkan atau mematikan pengembangan daya kreatifitas seseorang

4) Identifikasi, yaitu merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadikan sama (identik atau serupa) atau meniru untuk berperan atau bersikap sama dengan pihak lain. Identifikasi ini Iebih mendalam daripada imitasi, karena pola sikap seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini.

5) Empati,yaitu mirip perasaan simpati, akan tetapi tidak semata-mata perasaan kejiwaan saja, melainkan diikuti dengan tindakan nyata secara positif. Empati dibarengi perasaan organisme tubuh yang sangat dalam. Contohnya kalau kita melihat sahabat dekat atau kerabat dekat mengalami kecelakaan, maka perasaan empati menempatkan kita seolah-olah ikut celaka, dan kita langsung melakukan tindakan nyata untuk menolongnya;

6) Motivasi, yaitu dorongan, rangsangan, pengaruh atau stimulus yang diberikan seorang individu lainnya sedemikian rupa, sehingga orang yang diberi motivasi tersebut menuruti atau melaksanakan apa yang dimotivasikan secara kritis, rasional, dan penuh tanggung jawab (Biesanz, J. and Biesanz, M. 1969; Soekanto, S, 2002).10

4. Pemikiran Hukum Secara Sosiologis

Bertolak dari titik pandang praktisi hukum,telah terjadi perubahan-perubahan yang cepat semenjakperang dunia ke II.Peubahan-perubahn tersebut disebabkan oleh hal dibawah ini.11

10

http://www.anneahira.com/interaksi-sosial-dalam-sosiologi.htm

11

Anwar yesmil dan adang ,pengantar sosiologi hukum.jakarta:Pt.Grasindo,2008. h 102 -104

1. propesi hukum,terutama para pengacara ,ruang lingkup kerjanya kini semakin luas, itu disebabkan karena pihak-pihak yang memerlukan pelayanan hukum semakin membesar jumlahnya,meliputi semua lapisan masyarakat (misalnya dengan badan-badan bantuan hukum).

2. Hukum,yang bagi kebanyakan orang ,tidaklebih daripada sekumpulan undang-undang atau hanya merupakan suatu bidang studi yang mempelajari tentang undang-undang, kini telah berkembang menjadi suatu ilmu yang dirasakan baru karena ilmu hukum kini telah dikembangkan menjadi lebih sistematis serta memiliki teknik penelitian, penelaahan dan pemahan yang luas dan lebih rumit.

Dalam kehidupan yang mulai banyak mengalami perubahan-perubahan yang amat cepat, erkesa kuat bahwa hukum (positif) tak dapat berfugsi efektif untuk menata perubahan dan perkembanganya.Tak ayal lagi, brbagai cabang ilmu-ilmu social, khususnya sosiologi, yang akhir-akhir ini mulaibanyak mengkaji dan meneliti sebab perubahan-perubahan sosial,dipanggil untuk ikut menyelesakan berbagai masalah dan perubahan sosial yang amat relevan dengan permasalahan hukum12

Ilmu-ilmu sosial yang mulai ditengok dalam kerangka ajaran sociological jurisprudence,mulai banyak pula dimanfaatkan untuk memungkinkan usaha memperbaharui dan memutakhirkan norma-norma hukum .kajian-kajian sociology of law dengan metode sosialnya yang nomologis-induktif,kini dikembangkan dan

12

Soetandyo wignjosoebroto, hukum: paradigm,metode dan pilihan masalahnya,loc.cit,h. 160,diakses pada tanggal 11 januari 2009

dimanfaatkan untuk menganalisis dan memberikan jawaban tentang masalah-masalah keefektifan bekerjanya selurh struktur internasional hukum.

Pemahaman hukum secara legalistik positivistis dan berbasis peraturan (rule bound) ,tidak mampu untuk menangkap kebenaran karena memang tidak mampu melihat dan mengakui hal itu. dalam ilmu hukum yang legalistis-positivistis, hukum sebagai insitusi pengaturan yang konpleks setelah diprediksi menjadi suatu yang ,linear,mekanistik,deterministik,terutama untuk kepentingan rofessional.dalam konteks hukum Indonesia ,doktrin dan ajaran hukum yang demikian masi dominan(yang termasuk kategori legalismenya schyut).legalisme melihat dunia hukum dari teleskop undang-undang belaka, untuk menghakimi peristiwa-peristiwa yang terjadi. Kebiasan yang dominan adalah melihat dan memahami hukum sebagai suatu yang rasional logis,penuh dengan kerapian dan keteraturan rasional

Baik dari pandangan soetandyo maupun satjipto, pemikiran hukum dalam tulisan ini mengantarkan kepada pemikiran yang lebih luas daripada yang lajim dilakukan di kalangan para yuris atau sarjana hukum yang positivistis. Dari kedua pendapat pakar sosiologi hukum tersebut diatas, hukum , dalam tulisan ini hendaknya diantarkan kepada konteks. Maksudnya, menempatkan hukum dalam konteks sosial yang lebih besar.dengan kata lain, hukum itu tidak dipahami sebagai suatu insitusi yang esoteric dan otonom, melainkan sebagai bagian dari proses sosial yang lebih besar.oleh karena itu,dengan tegas,hukum dalam wilayah seperti ini dapat dikatakan sebagai law as a great anthropological document.artinya, untuk mengubah ke arah itu sebaliknya merubah pemahaman

mengenai hukum dari hanya sebagai instrumen profesi semata menjadi suatu dokumen antropologis.

Tentunya,semangat dari satjipto dan soetandyo tersebut diatas senantiasa searc hing for (the social) meaning of law, untuk mendapatkan jalan yang lebih lapang.dan sosiologi(hukum)dalam hal ini,membantu melakukan dekonstruksi terhadap pemikiran hukum yang absolut,dengan membawa hukum ke alam kenyataan sehari-hari. Yang memandang sosiologi hukum merupakan salah satu pintu masuk kedalam apa yang disebut the scientific study of law.

Dalam kajian non-doktrinal,hukum tidak lagi dikonsepkan secara filosofi-moral,sebagai norma ius constituendum atau law as what ought to be dan tidak pula secara positivistis, sebagai norma ius constitutum atau law as what it is in the books, melainkan secara empiris, yang teramati di dalam pengalaman. Dengan dalam suatu sisrem legitimasi yang formal. Penelitian non-doktrinal melihat dari segi subtansinya.hukum dilihat sebagai kekuatan sosial yang empiris wujudnya namun terlihat secara sah.bekerja dengan hasil yang mungkin efektif dan mungkin tidak efektif,untuk membuat pola perilaku-perilaku aktual warga masyarakat.dari segi strukturnya,hukum terlihat sebagai suatu institusi peradilan yang kerjanya mentrasformasikan masukan-masukan (materi hukum in abstacto –uu) menjadi keluaran-keluaran (keputusan in concreto) yang mencoba memengaruhi dan mengarahkan proses interaksi yangsberlangsung dalam masyarakat.

Dokumen terkait