num=xlsread('lokasi1.xls'); %load file lokasi1 dari Excel rum=xlsread('lokasi2.xls'); %load file lokasi2 dari Excel tum=xlsread('lokasi3.xls'); %load file lokasi3 dari Excel %Identifikasi tiap kolom untuk file lokasi1.xls
Bujur1=num(:,2); Lintang1=num(:,1); klorofil1=num(:,3); klorofil5=num(:,4); klorofil18i=num(:,5); klorofil25=num(:,6);
%Identifikasi tiap kolom untuk file lokasi2.xls Bujur2=rum(:,2); Lintang2=rum(:,1); klorofil13=rum(:,3); klorofil14=rum(:,4); klorofil17=rum(:,5); klorofil18ii=rum(:,6); klorofil19=rum(:,7);
%Identifikasi tiap kolom untuk file lokasi3.xls Bujur3=tum(:,2);
klorofil21=tum(:,3); %scattering data
58
Penulis dilahirkan di Jakarta, 13 Februari 1989 dari bapak H. Arifan bin Ma’ruf dan ibu Hj. Nani. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Pada tahun 2004- 2007 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Angkasa 1, Halim Perdana Kusuma Jakarta. Tahun 2007 penulis tercatat sebagai mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI).
Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis aktif di berbagai organisasi mahasiswa seperti Himpunan Profesi Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) periode 2009-2010 dan 2010-2011, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB peiode 2010-2011 dan Paduan Suara Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Penulis menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan skripsi yang berjudul Analisis Kecukupan Data untuk Pemetaan Sebaran Klorofil-a di Perairan Barat Sumatera dari Data Inderaan SeaWiFS.
1 1.1.Latar Belakang
Berkembangnya ilmu penginderaan jauh kelautan ocean color memudahkan untuk mendapatkan dan mengolah data karena adanya citra satelit. Salah satu citra satelit tersebut adalah Sea-viewing Wide Field-of-view Sensor (SeaWiFS).
SeaWiFS didisain untuk observasi penginderaan jauh ocean color secara global (Gregg, 1992). SeaWiFS diluncurkan pada 1 Agustus 1997 dibawa dengan menggunakan satelit SeaStar. Data citra SeaWiFS level-3 dapat digunakan untuk menggambarkan sebaran spasial suatu perairan khususnya wilayah oseanic.
Penggunaan data satelit untuk klorofil-a dapat mencakup area yang luas baik pada kondisi waktu yang sama ataupun berbeda. Penggunaan data citra untuk menentukan sebaran klorofil-a di suatu perairan masih dibutuhkan tingkat validitas yang tinggi. Tingkat akurasi data digunakan untuk pendugaan
konsentrasi di area pengamatan. Hal ini akan berpengaruh terhadap perata-rataan data untuk menentukan nilai konsentrasi klorofil-a di perairan tersebut. Dalam proses perekaman, beberapa kendala tersebut berkaitan dengan tutupan awan. Pengaruh awan menjadi salah satu kendala dalam menampilkan hasil sebaran di perairan tersebut. Masalah tutupan awan ini berkaitan dengan penyebaran awan yang tidak merata, awan tipis yang tidak kasat mata serta electronicerror.
Tingginya tutpan awan akan berdampak pada keefektifan dalam melakukan analisis klorofil-a di perairan secara global menjadi tidak maksimal. Hal ini dikarenakan data yang tidak lengkap karena adanya piksel yang kosong pada data SeaWiFS level-3. Data SeaWiFS level-3 merupakan akumulasi dari data level-2,
setiap sel/piksel pada data tersebut berukuran 81 km2. Selain itu data tersebut dimungkinkan terjadinya missing data yang menyebabkan kekosongan data akibat nilai data yang tidak relevan.
Elemen yang patut diperhatikan dalam pemanfaatan data citra level 3 sebagai sumber data untuk menggambar pola sebaran klorofil-a adalah kecukupan data baik secara spasial dan temporal. Hal ini diperlukan untuk menghindari kesalahan interpretasi parameter yang diperiksa, dan selanjutnya dalam menganalisis adanya anomali tahunan. Ketersediaan data Inderaja atau citra satelit dalam bentuk digital memungkinkan penganalisaan dengan komputer secara kuantitatif (Atmawidjaya, 1995).
1.2.Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Memeriksa kecukupan data spasial dan temporal
2. Menyusun pola sebaran klorofil-a yang memadai untuk menggambarkan pola sebaran rata-rata mingguan
3 2.1. Penginderaan Jauh Ocean Color
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Sedangkan penginderaan jauh cahaya tampak (ocean color) menggunakan sensor pada panjang gelombang cahaya tampak (400-700nm) (Gaol, 2003).
Lillsand and Kiefer (1990) menyatakan bahwa gelombang elektromagnetik yang dipantulkan, diserap, dan ditransmisikan akan berbeda untuk objek yang berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini
memungkinkan kita dalam membedakan objek pada suatu citra satelit. Istilah
ocean color atau inderaja warna air laut diartikan sebagai inderaja yang
memanfaatkan radiasi gelombang elektomagnetik yang dipantulkan dari bawah permukaan laut (Hovis et al. dalam Susilo, 2008). Gelombang elektromagnetik yang digunakan berada dalam spekturm sinar tampak (400-700 nm), secara almiah sinar tampak inilah yang mampu menembus permukaan air (Susilo dan Gaol, 2008).
Komponen utama yang mempengaruhi ocean color adalah pigmen-pigmen fitoplankton (khususnya klorofil-a). Pigmen-pigmen klorofil mempunyai karakteristik spektral yang spesifik dan distingtif karena mereka mengabsorpsi sinar biru (dan merah) dan secara kuat merefleksikan sinar hijau, dengan demikian mempengaruhi warna laut (Widodo, 1999).
2.2. Sea-viewing Wide Field-of-view Sensor (SeaWiFS)
SeaWiFS didisain untuk observasi penginderaan jauh ocean color secara global (Gregg, 1992). Selain berperan sebagai percobaan warna laut , SeaWiFS berfungsi sebagai satelit pengadaan percobaan untuk NASA. SeaWiFS adalah satu-satunya penelitian instrumen yang dilakukan oleh seastar. SeaWiFS
dikembangkan oleh Orbital Science Corporation (OSC) dibuat oleh Hudges/Santa Barbara Research Center (SBRC) dibawah National Aeronautics and Space Administration (NASA) (Barnes et al., 1994). Panjang gelombang dan kanal SeaWiFS ditampikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Panjang Gelombang Serta Kanal SeaWiFS (NASA,2011) Kanal (band) Panjang gelombang (nm)
1 402-422 nm 2 433-453 nm 3 480-500 nm 4 500-520 nm 5 545-565 nm 6 660-680 nm 7 745-785 nm 8 845-885 nm
Sensor SeaWiFS memiliki 8 kanal yang terdiri dari 6 kanal pada panjang gelombang sinar tampak dan 2 kanal pada panjang gelombang inframerah. Kanal 1 sampai dengan kanal 6 memiliki lebar kanal 20 nm sedangkan kanal 7 dan kanal 8 memiliki lebar kanal 40 nm. Karakteristik SeaWiFS ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik SeaWiFS (NASA, 2011)
Spesifikasi Keterangan
Tipe Orbit Sun Synchronous Ketinggian Orbit 705 km
Periode Orbit 99 menit
Lebar Sapuan 2801 km LAC/HRPT dan 1502 km GAC Sudut sapuan ±58,3oLAC dan ±45oGAC
Resolusi Spasial 1,1 km LAC dan 4,5 km GAC Data Real-Time 665 kbps
Revisit Time 1 hari Digitasi 10 bits
Menurut Campbell et al., 1995 SeaWiFS local area coverage (LAC) memiliki resolusi spasial 1.1 km, sedangkan global area coverage (GAC)
memiliki resolusi resolusi spasial 4.4 km. SeaWiFS terdiri atas beberapa tipe data antara lain :
1. Data level 0 merupakan data yang direkam dari satelit kemudian dikirim ke statiun penerima. data yang disiarkan langsung (tanpa perekaman) juga termasuk data tingkat 0.
2. Data level 1 merupakan data mentah yang bentuk nilai digitalnya telah diatur dalam bentuk tabel, merupakan hasil olahan dari data level 0. Data level 1 mengandung seluruh data level 0, data kalibrasi, dan instrumen telemetri yang mengalami format ulang.
3. Data level 2 merupakan hasil proses masukan data level 1 dan mengandung nilai geofisika pada setiap pixel. Nilai tersebut diperoleh dengan melakukan kalibrasi sensor, koreksi atmosferik, dan penerapan logaritma bio-optikal. 4. Data level 3 merupakan data statistika yang diolah dari data level 2. Setiap set
data memiliki area bin 9 x 9 km2. Gambar 1 dibawah ini merupakan sensor SeaWiFS.
5. Data Level 4 merupakan hasil masukan variabel data dari level-3. Hal ini untuk mengantisipasi data level-3 yang menggunakan masukan data
biogeokimia. Sensor SeaWiFS ditampilkan pada Gambar 1 (NASA, 2011).
Gambar 1. Sensor Sea viewing Wide Field of view Sensor (SeaWiFS)
2.3. Fitoplankton dan Klorofil-a
Fitoplankton adalah tumbuhan-tumbuhan air yang berukuran sangat kecil yang terdiri dari sejumlah besar kelas yang berbeda. Mereka mempunyai peranan penting baik di sistem pelagik maupun seperti yang di perankan juga oleh
tumbuh-tumbuhan hijau yang lebih tinggi tingkatannya di ekosistem daratan, mereka adalah produsen utama zat-zat organik (Hutabarat dan Evans, 1986). Lo (1995) menyatakan bahwa fitoplankton mengandung klorofil-a , pigmen
fotosintesis dominan yang mengabsorpsi kuat energi pada wilayah biru dan merah spektrum tampak. Klorofil-a meningkat konsentrasinya di dalam air laut, maka warna air berubah dari biru sampai hijau pada kondisi yang kaya akan klorofil-a.
Fitoplankton yang subur umumnya terdapat di perairan sekitar muara sungai atau perairan lepas pantai dimana terjadi air naik (upwelling). Pada kedua lokasi itu terjadi proses penyuburan karena masuknya zat hara ke dalam lingkungan
tersebut (Nontji, 2007). Menurut Rasyid (2009) selain konsentrasi klorofil-a yang tinggi pada daerah pantai, maka diperairan lepas pantai juga ditemukan daerah yang memiliki konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi, walaupun pada umumnya di daerah tersebut memiliki konsentrasi klorofil-a yang rendah akibat tidak adanya suplai nutrient yang berasal dari daratan. Tingginya konsentrasi klorofil-a pada perairan lepas pantai akibat tingginya konsentrasi nutrient yang dihasilkan melalui proses fisik massa air, dimana massa air dalam terangkat bersama-sama dengan nutrient ke lapisan permukaan dan hal ini disebut dengan proses up- welling.
Peranan fitoplankton dalam ekosistem perairan marine demikian penting, yakni sebagai penyedia energi (Wibisono, 2005). Kandungan klorofil-a digunakan sebagai ukuran jumlah fitoplankton pada suatu perairan dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Melimpahnya nutrien dari runoff dan pendaur ulangan di daerah pantai menyebabkan produktivitasnya tinggi.
Tingginya produktivitas (100-160 gO/m-2 thn-1) merupakan penyangga populasi zooplankton dan organisme bentos (Nybakken, 1988). Selain itu, menurut Simbolon et al., 2009 menyatakan bahwa kandungan klorofil-a yang dihasilkan oleh fitoplankton merupakan indikasi kesuburan perairan, dan fitoplankton sangat penting sebagai produser primer dalam proses rantai makanan. Menurut Steeman- Nielsen in Nontji (2006) kurang lebih 95% produktivitas primer di laut
disumbangkan oleh fitoplankton.
Produktivitas primer ialah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer (Nybaken, 1988) antara lain:
1. Cahaya
Fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih besar dari pada suatu intensitas tertentu. Hal ini berarti bahwa fitoplankton yang produktif hanyalah terdapat di lapisan-lapisan air teratas dimana intensitas cahaya dapat berlangsung.
2. Zat Hara
Zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak ialah nitrogen (sebagai nitrat, NO3-) dan Fosfor (sebagai
Fosfat, PO42-). Zat hara lain yang digunakan mungkin kecil pengaruhnya.
3. Turbulensi dan Kedalaman Kritis
Pencampuran vertikal bukan saja menaikkan zat hara mendekati permukaan air, tetapi juga mengangkut sel-sel fitoplankton ke lapisan yang lebih dalam. Kedalaman kritis ialah kedalaman dimana fotosintesis total dalam kolom air sama dengan respirasi total.
Konsentrasi dari pigmen-pigmen klorofil (pigmen fotosintetik dari
fitoplankton) sering ditetapkan sebagai suatu indeks dari produktivitas biologi dan di dalam lingkungan oseanik dapat dikaitkan dengan produksi ikan (Widodo, 1999).
2.4. Interpolasi Pada Citra
Kehadiran awan atau asap mengkontaminasi sebagian data tetapi pengetahuan tentang variasi dari hari ke hari atau adanya berbagai kecenderungan
memungkinkan untuk membuat koreksi dengan interpolasi (Widodo, 1999). Interpolasi pada citra dapat menggunakan Metode resampling yaitu melalui tiga pendekatan (Purwadhi, 2001):
1. Metode tetangga terdekat (Nearest neigborh) merupakan interpolasi orde nol. Metode tetangga terdekat merupakan algoritma paling sederhana, dimana harga interpolasi yang diberikan pada suatu titik adalah sama dengan titik sample
masukan terdekat dengan titik yang diinterpolasi. Keunggulan metode ini adalah perhitungan sederhana dan menghindari pengubahan nilai pixel. 2. Metode interpolasi bilinier (Bilinear interpolation) merupakan interpolasi orde
pertama. Metode interpolasi bilinier pada proses registrasi citra ,menggunakan dua persamaan linier, dimana proses interpolasi dilakukan dengan
memperhitungkan pengaruh distribusi tingkat keabuan pixel tetangga atau perkiraan hitung dari empat pixel dalam proses interpolasi. Teknik ini menghasilkan suatu citra hasil resample dengan ujud halus, namun akan
menimbulkan masalah pada pemakaian analisis pola spektral pada citra. Hal ini dikarenakan akan mengubah nilai digital.
3. Metode kubik konvolusi (Cubic convolution) merupakan interpolasi orde kedua. Metode bilinear mempunyai kecenderungan untuk melakukan proses penghalusan, agar proses penghalusan lebih optimal dapat diatasi dengan menggunakan polinomial dengan derajat yang lebih tinggi , yaitu polinomial kubik. Metode ini lebih baik karena dapat menghindarkan ujud yang tidak bersambungan seperti yang terjadi pada metode tetangga terdekat, dan hasilnya lebih tajam dari interpolasi bilinear.
10 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian berada di wilayah perairan barat Sumatera yang secara geografis terletak pada 8o LU-10 o LS dan 90o BT-108o BT. Namun pengamatan sebaran konsentrasi klorofil-a serta kelengkapan data citra secara spasial dibagi kedalam tiga lokasi pengamatan, yaitu lokasi pertama pada koordinat 2o-4o LU dan 92o - 98o BT, lokasi kedua pada koordinat 0o -2o LS dan 94o -101o BT dan lokasi ketiga pada kordinat 4o-6o LS dan 97o-105o BT.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi seperangkat komputer/laptop yang dilengkapi dengan perangkat lunak seperti: Surfer digunakan untuk menampilkan pola kontur sebaran klorofil-a
mingguan
Microsoft word 2007 Microsoft Excel 2007 Matlab
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
Citra SeaWiFS level 3, 8-harian dari 29 Agustus 1997 sampai dengan 9 Februari 2009.
Peta Rupa Bumi (Sumber: BAKOSURTANAL)
3.3. Pengolahan Data
Pengolahan data adalah penanganan data yang direkam oleh sensor
penginderaan jauh hingga menjadi bentuk data yang dapat diinterpretasi, dan atau bentuk informasi yang dapat dipergunakan oleh pengguna (Purwadhi, 2001). Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap yaitu input data, cropping, penapisan data, persentase data, visualisasi. Data klorofil-a diperoleh dari situs
http://reason.gsfc.nasa.gov/giovanni, data yang digunakan berupa data rataan 8 harian, sehingga perekaman data berjumlah 46 minggu. Pemotongan data citra klorofil-a dilakukan langsung pada saat mengakses data pada situs
http://reason.gsfc.nasa. gov/giovanni.Output yang didapat berupa data ASCII (*asc) dengan variabel data format tersebut terdiri dari variabel lintang, bujur dan nilai estimasi konsentrasi klorofil-a. Hasil dari data ASCII dilanjutkan dengan
mengestimasi jumlah data tersebut. Setelah itu, dilakukan proses persentase ≥75% data spasial mingguan dan pemilihan ≥ 5 tahun data temporal dari 11 tahun yang terwakili. Sebelum melakukan visualisasi pada surfer, data yang telah di pilih kemudian di rata-ratakan, untuk menentukan kisaran data, nilai maksimum, dan nilai minimum. Selanjutnya melakukan analisis ragam (variance) dan pola sebaran klorofil-a rata-rata mingguan pada tiap lokasi berbeda. Proses berikutnya adalah penentuat plot data klorofil citra SeaWiFS tanpa persentase data. Skema proses pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3. Flowchart Proses Pengolahan Data Mulai
Download data klorofil-a (Sensor SeaWiFS) di http://reason.gsfc.nasa.gov/
dalam bentuk ASCII file
Versi data : Reprocessing 5.2
Penutupan spasial: Global 90oS-90oN Resolusi spasial : 0.083o x 0.083o (9km x 9km di ekuator)
Resolusi temporal : 8-harian
Microsoft Excel 2007 1. Filter data
2. Perata-rataan konsentrasi klorofil-a 3. Estimasi jumlah data (lokasi 1,2,3) 4. Persentase ≥ 75% data spasial 5. Pemilihan Pemilihan ≥ 5 tahun data
temporal
Surfer 1. Pola sebaran klorofil-a mingguan 2. Ragam (variance)
Matlab 1. Fluktuasi nilai rataan klorofil-a 2. Plot data klorofil citra SeaWiFS
3.3.1. Pengumpulan Data
Data kloorofil-a diperoleh dengan mengakses data dari situs
http://reason.gsfc.nasa.gov/geovani. Data American Standard Code for Information Interchange (ASCII ) yang berformat *.txt.Variabel data format tersebut terdiri dari variabel lintang, bujur dan nilai estimasi konsentrasi klorofil- a. Proses selanjutnya dilakukan pengolahan data di MicrosoftExcel 2007.
3.3.2. Penapisan (filter) Data
Data 8 harian hasil perekaman citra SeaWIFS terdapat nilai estimasi
konsentrasi klorofil 6.5535 mg/m3. Nilai tersebut merupakan undefined/missing
value perekaman disetiap minggunya. Nilai tersebut kemudian dihilangkan atau di
filter pada Microsoft Excel dengan menggunakan persamaan rumus berdasarkan Madiun (2010) yaitu:
Filter: =IF(Logical_test;[value_if_true];[value_if_false])...(1) Keterangan :
Logica, diisi nilai yang dapat diuji untuk menghasilkan nilai true atau false. Dalam pengisian logika ini antara kondisi dan syarat harus menggunakan pembanding.
Value_if_true, diisi dengan nilai yang dihasilkan apabila logika bernilai benar. Value_if_false, diisi dengan nilai yang dihasilkan apabila logika bernilai salah.
Setelah itu dilakukan perata-rataan nilai klorofil pada setiap pixelnya selama kurang lebih sebelas tahun. Kemudian dilakukan penghapusan data yang memiliki frekuensi kemunculan kurang dari 1/2n+1 (n=11, yang merupakan banyaknya tahun).
3.3.3. Estimasi Jumlah Data
Penentuan jumlah data dilakukan pada ketiga lokasi. Hal ini bertujuan untuk melihat total keseluruhan jumlah data di lokasi pertama, kedua, dan ketiga. Selain itu untuk melihat data yang berbeda di tiap lokasi dan melihat area pengamatan. Metode ini dilakukan dengan menghitung jumlah data hasil perekaman citra SeaWiFS yang telah diformat ASCII pada Microsoft Excel. Sedangkan penentuan area dilakukan dengan membandingkan data yang berbeda di tiap minggu tertentu yaitu mencari selisih jumlah data. Hal ini bertujuan sebgai penentuan spacing griiding pada Surfer.
3.3.4. Persentase Data Spasial ≥75%
Persentase data dilakukan untuk melihat bahwa nilai yang digunakan pada saat melakukan perata-rataan memenuhi persyaratan untuk digunakan. Persentase tersebut dilakukan ≥ 75% data terisi dari masing-masing total data di tiap
minggunya (8 harian) selama lebih kurang (±) 11 tahun di lokasi pertama , lokasi kedua dan lokasi ketiga. Proses persentase data diawali dengan menjumlah data terisi, kemudian dilakukan persentase pada Microsoft Excel dengan persamaan rumus yaitu:
(%) Data = A / B x 100...(2)
Dimana:
(%) = Persentase Data
A = Jumlah data per tahun pada tiap minggu (8 harian) B = Total data pada tiap lokasi
Setelah itu dilakukan pembulatan nilai pada Microsoft Excel. Pembulatan data tersebut sebesar 2 point dengan menggunakan rumus yaitu :
Pembulatan nilai = CEILING (number;significant)...(3) Keterangan :
Number = Banyaknya data yang disortir
Significant = Pembulatan nilai, misalnya dua angka dibelakang koma
Selanjutnya adalah tahap persentase data spasial ≥ 75% menggunakan rumus yang dilakukan di Microsoft Excel dari hasil data terisi yaitu;
Data Spasial ≥ 75% = COUNTIF (range;criteria)...(4) Keterangan :
Range = Kisaran data
Criteria = “≥ 75”
Fungsi IF merupakan rumus fungsi yang digunakan untuk menguji suatu syarat tertentu apakah syarat tersebut terpenuhi atau tidak terpenuhi sedangkan count number berfungsi untuk menghitung jumlah sel dalam range sel yang berisi data (Madiun, 2010)
3.3.5. Data Temporal ≥ 5 Tahun Terwakili
Penghitungan hasil persentase ≥ 75% selama ± 11 tahun kemudian dipilih ≥ 5 tahun yang digunakan untuk menentukan minggu-minggu yang memiliki kecukupan data. Data yang terpilih kemudian dilakukan tahapan gridding data, setelah itu dilakukan perata-rataan nilai klorofil. Selain menentukan nilai klorofil- a, perata-rataan dilakukan untuk mengetahui range nilai klorofil-a tersebut.
Gridding data menggunakan metode Nearest Neigborh pada surfer lalu data disimpan dalam format DAT (*.dat) untuk mendapatkan interpolasi data terisi.
3.4. Fluktuasi Nilai Rataan Klorofil-a
Fluktuasi nilai klorofil-a dihasilkan dari data yang telah di filter dan data yang termasuk kedalam count > 6. Data hasil rata-rata klorofil-a tersebut dimulai dari minggu pertama hingga minggu ke-46. Masing-masing data mingguan dilakukan proses penentuan nilai minimum dan maksimum. Proses selanjutnya dilakukan pada Matlab untuk menggambarkan hasil fluktuasi dari data klorofil-a.
3.5. Pola Kontur Sebaran Klorofil-a Mingguan
Pola sebaran klorofil-a rata-rata mingguan merupakan tahapan akhir pada penelitian ini. Pola sebaran klorofil-a ini dihasilkan dari ≥ 5 tahun data temporal yang terwakili di tiap minggunya. Data-data yang terwakili tersebut diakumulasi dan dirata-ratakan untuk selanjutnya dilakukan gridding data. Gridding data menggunakan metode interpolasi Nearest Neigborh. Metode Nearest Neigborh
merupakan salah satu fasilitas interpolasi pada Surfer untuk mengisi kekosongan data. Pola hasil sebaran dilakukan dengan melakukan inputbase map dan contour layer. Contour layer di input dari format data GRD (*.grd) average data. Hasil pola sebaran klorofil-a rata-rata mingguan selanjutnya di export dalam file data TIFF (*.tif).
3.6. Plot Data Klorofil-a Citra SeaWiFS
Plot data klorofil-a dari hasil rekaman citra SeaWiFS dilakukan untuk melihat gambaran data tanpa dilakukan proses persentase ≥75% data spasial dan ≥ 5 tahun data temporal. Plot data ini menunjukkan pola data selama 11 tahun dan sesuai dengan minggu yang tercukupi. Proses pengolahan datanya dilakukan
menggunakan Matlab. Hasil plot data klorofil-a di export dalam file data TIFF (*.tif).
3.7. Analisis Data
3.7.1. Analisis spasial dan temporal
Analisis data secara spasial menggambarkan pola kontur sebaran dari data 8- harian klorofil-a (29 Agustus 1997 sampai 9 Februari 2009). Pola kontur sebaran klorofil-a dihasilkan dari data yang memenuhi ≥75% data spasial dan ≥ 5 tahun data temporal yang terwakili di tiap minggunya. Analisis secara visual ini dilakukan untuk melihat kecukupan data hasil rekaman citra SeaWiFS.
3.7.2. Ragam (variance)
Ragam (variance) dilakukan untuk mengetahui keragaman nilai konsentrasi klorofil-a di tiap minggu yang terwakili (yang memenuhi ≥75% data spasial dan ≥ 5 tahun data temporal). Ragam dilakukan dengan menggunakan rumus pada
Microsoft Excel 2007 sebagai berikut :
Ragam = VAR(number1;[number2];...)...(5) Keterangan:
18 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS
Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data pada masing-masing lokasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Data Selama 46 Minggu
Jumlah Data Selama 46 Minggu (Area)
Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3
1.302 1.512 1.722
Total data 8- harian di lokasi pertama, lokasi kedua, dan lokasi ketiga memiliki nilai jumlah yang berbeda. Pada lokasi pertama selama 46 minggu jumlah datanya sebesar 1.302, jumlah data pada lokasi kedua selama 46 minggu sebesar 1.517, sedangkan jumlah data pada lokasi ketiga selama 46 minggu sebesar 1.722. Selain itu, terdapat jumlah data yang berbeda selama 46 minggu tersebut. Total nilai data berbeda selama 46 minggu ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4.Total Nilai Data Berbeda
Minggu Ke-
Lokasi 1 s.d 8 20 21 46
1 - 1.281 1.281 -
2 - 1.491 1.491 -
3 1.701 1.701 1.701 1.265
Pada lokasi pertama terjadi perbedaan jumlah data yaitu sebesar 1.281.