• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

15. Tabel uji lanjut Duncan sifat fisis dan mekanis OSB

Kerapatan

Interaksi N Subset

Bambu Tali Kadar perekat 8% 3

1 2

.766667

Bambu Hitam Kadar perekat 6% 3 .773333

Bambu Hitam Kadar perekat 10% 3 .776667

Bambu Tali Kadar perkat 6% 3 .780000

Bambu Hitam Kadar perekat 8% 3 .786667

Bambu Tali Kadar perekat 10% 3 .823333

Sig. .251 1.000

MOR tegak lurus basah

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig, Corrected Model 1909.778a 5 381.956 .459 .799 Intercept 261.605.556 1 261.605.556 314.598 .000 Jenis Bambu 174.222 1 174.222 .210 .655 Kadar Perekat 44.778 2 22.389 .027 .973

Jenis Bambu * Kadar Perekat 1.690.778 2 845.389 1.017 .391

Error 9.978.667 12 831.556

Total 273.494.000 18

Corrected Total 11.888,444 17

MOEs sejajar basah

Interaksi N

Subset

1 2

Bambu Tali Kadar perekat 8% 3 5.94E+10

Bambu Hitam Kadar perekat 6% 3 6.07E+10

Bambu Tali Kadar perkat 6% 3 6.21E+10

Bambu Hitam Kadar perekat 10% 3 6.23E+10

Bambu Hitam Kadar perekat 8%

3 6.50E+10

Bambu Tali Kadar perekat 10% 3 8.75E+10

Sig. .389 1.000

MOR sejajar basah

Interaksi N

Subset

1 2

Bambu Tali Kadar perkat 6% 3 3.86E+08

Bambu Hitam Kadar perekat 6% 3 3.93E+08

Bambu Hitam Kadar perekat 8% 3 4.18E+08

Bambu Hitam Kadar perekat 10% 3 4.49E+08

Bambu Tali Kadar perekat 8% 3 4.53E+08

Bambu Tali Kadar perekat 10% 3 6.28E+08

Kuat Pegang Sekrup

Interaksi N

Subset

1 2 3

Bambu Hitam Kadar perekat 6% 3 1.05E+08

Bambu Tali Kadar perekat 8% 3 1.41E+08

Bambu Hitam Kadar perekat 10% 3 1.47E+08

Bambu Hitam Kadar perekat 8% 3 1.62E+08

Bambu Tali Kadar perkat 6% 3 1.66E+08

Bambu Tali Kadar perekat 10% 3 1.96E+08

ABSTRACT

1

Student of Forest Product Department, Faculty of Forestry IPB

2

Lecturer of Forest Product Department, Faculty of Forestry IPB

INTRODUCTION. Bamboo has been used as raw material for construction, furniture, paper, composite boards including bamboo oriented strand board (BOSB) and others. In order to reduce production cost in manufacturing BOSB, phenol formaldehyde (PF) resin was used in this research. The objectives of this research were to evaluate the physical and mechanical properties of BOSB prepared from various bamboo species and resin content.

MATERIALS AND METHOD. Strands were prepared from tali bamboo (Gigantochloa apus (J.A & J.H. Schultes) Kurz) and hitam bamboo (Gigantocholoa atroviolacea Widjaja). The strands were dried in oven at a temperature of 60 °C to reach the moisture content (MC) around 5%. Commercial phenol formaldehyde (PF) resin was used in amount of 6%, 8% and 10%. Paraffin was used in amount of 1%. The geometry strand, physical properties (i.e., density, MC, water absorption (WA), and thickness swelling (TS)), mechanical properties (i.e., modulus of elasticity static (MOEs), modulus of rupture (MOR), internal bond (IB), and screw holding power (SHP)) were evaluated. Nondestructive test (NDT) of stress wave velocity (SWV) and MOE dynamic (MOEd) parameter was also evaluated. The results were also compared with CSA 0437.0 (grade O-2) standard for OSB.

RESULT. The average value of slenderness ratio of tali and hitam bamboo strands were 75.24 and 67.74, respectively. The average value of aspect ratio of

tali and hitam bamboo strands was 3.6 and 3.44, respectively. Physical and

mechanical propertes of BOSB were much affected by bamboo species and resin content. BOSB prepared from tali bamboo strands showed better physical and mechanical properties compared to BOSB prepared from hitam bamboo strands. The higher the resin content applied resulted in the better the physical and mechanical properties of BOSB. Based on NDT (i.e., sound waves) the best

relationship was achieved bySWV-MOEs parallel to the grain direction, MOEd-

MOR and MOEd-MOEs from parallel and perpendicular to the grain direction (95% confidence level). BOSB made from tali bamboo strands with 10% PF resin content had excellent physical and mechanical properties. All the parameters measured fulfilled the requirement of CSA 0437.0 (grade 0-2) standard for OSB.

Keywords: Bamboo oriented strand board (BOSB), tali bamboo, hitam bamboo, phenol formaldehyde, resin content

DHH

Physical and Mechanical Properties of Bamboo Oriented Strand Board (BOSB) under Various Bamboo Species and Resin Content

RINGKASAN

DESI ERITA PERANGIN ANGIN. E24080008. Sifat Fisis dan Mekanis

Bambu Oriented Strand Board (BOSB) pada Berbagai Jenis Bambu dan Kadar

Perekat. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS dan Dr. Lina

Karlinasari, S.Hut., M.Sc.F.Trop

Bambu sudah dimanfaatkan sebagai bahan baku konstruksi, furniture,

kertas, papan komposit, termasuk papan OSB bambu dan lain-lain. Perekat fenol formaldehida (PF) digunakan pada penelitian ini dalam rangka untuk menurunkan biaya produksi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sifat fisis-mekanis

OSB, menentukan OSB terbaik dari dua jenis bambu dan tiga kadar perekat dan

menduga sifat mekanis lentur OSB bambu dengan melihat hubungan SWV (stress

wave velocity) dan MOEd (modulus of elasticity dinamyc) dengan MOEs (modulus of elasticity static) dan MOR (modulus of rupture).

Bambu yang digunakan adalah tali (Gigantochloa apus (J.A & J.H.

Schultes) Kurz) dan hitam (Gigantocholoa atroviolacea Widjaja). Strand-strand

dikeringkan di dalam oven pada suhu 60 oC sampai mencapai kadar air (KA) sekitar 5%. Kadar perekat fenol formaldehida yang digunakan yaitu 6%, 8% dan 10% dan penambahan parafin sebanyak 1%. Pengujian yang dilakukan antara lain geometri strand, sifat fisis (kerapatan, kadar air, daya serap air, dan pengembangan tebal) dan sifat mekanis (modulus elastisitas statis (MOEs), modulus patah (MOR), internal bond (IB), dan pegang kuat sekrup (KPS)). Metode pengujian nondestruktif (NDT) juga dilakukan untuk menduga nilai stress

wave velocity (SWV) dan modulus elastisitas dinamis (MOEd). Standar yang

digunakan yaitu CSA 0437.0 (grade 0-2) untuk oriented strand board (OSB). Nilai rata-rata slenderness ratio dari strand bambu tali dan bambu hitam berturut-turut adalah 75,24 dan 67,74. Nilai rata-rata aspect ratio dari strand bambu tali dan bambu hitam berturut-turut adalah 3,6 dan 3,44. Sifat fisis dan mekanis dari OSB bambu dipengaruhi oleh jenis bambu dan kadar perekat. OSB bambu yang dibuat dari strand-strand bambu tali menunjukkan sifat fisis dan mekanis yang lebih baik dibandingkan dengan OSB bambu yang dibuat dari strand-strand bambu hitam. Kadar perekat tertinggi menghasilkan sifat fisis dan mekanis OSB bambu yang lebih baik. Berdasarkan pengujian nondestruktif (gelombang suara), hubungan terbaik dicapai oleh SWV-MOEs sejajar serat, MOEd-MOR dan MOEd-MOEs sejajar serat dan tegak lurus serat (selang kepercayaan 95%). OSB bambu yang dibuat dari strand-strand tali pada kadar perekat 10% memiliki sifat fisis dan mekanis yang unggul. Secara keseluruhan hasil penelitian memenuhi standar CSA 0437.0 (Grade 0-2).

Kata kunci : Bambu oriented strand board (BOSB), bambu tali, bambu hitam, fenol formaldehida, kadar perekat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kondisi dan luas hutan Indonesia saat ini yang semakin menurun menyebabkan ketersediaan kayu di hutan semakin berkurang, sementara

kebutuhan masyarakat terhadap kayu untuk bahan bangunan dan furniture terus

meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Oleh karena itu perlu adanya alternatif bahan lain yang dapat mengatasi keadaan tersebut dan kelestarian hutan bisa tetap terjaga. Di Indonesia terdapat 35 jenis bambu, tetapi hanya 13 jenis yang memiliki nilai ekonomi (Yudodibroto 1985). Manfaat lain dari tumbuhan ini antara lain seperti bahan baku industri kertas, pembuatan arang aktif dari bambu, papan partikel bambu dan produk komposit lainnya. Bambu memiliki keunggulan yaitu relatif lebih mudah dibentuk dikerjakan dan usia panen yang relatif lebih cepat dari pada kayu.

Meskipun bambu memiliki banyak keunggulan namun bambu juga memiliki kelemahan. Sebagai bahan bangunan, faktor yang sangat mempengaruhi bahan bambu adalah variasi dimensi, ketidakseragaman panjang ruasnya dan ketidakawetannya sehingga bambu umumnya tidak dipilih sebagai bahan

komponen rumah. Menurut Agus et al. (2006) menyatakan bahwa bambu yang

dikuliti khususnya dalam keadaan basah mudah diserang oleh jamur biru sedangkan bambu bulat utuh dalam keadaan kering dapat diserang oleh serangga bubuk kayu kering dan rayap kayu kering. Oleh karena itu perlu adanya teknologi penggolahan seperti perekatan dan papan komposit (papan partikel, papan serat, papan semen, OSB, dan lain-lain) agar kelemahan tersebut berkurang.

Penggunaan OSB sering digunakan untuk keperluan eksterior yang bersifat

tahan air (waterproof) atau perekat tipe satu atau perekat eksterior, seperti

methylene di-phenil di isocyanate (MDI), fenol formaldehida (PF) dan resosinol

formaldehida (RF). Berdasarkan penelitian Sahroni (2008) tentang oriented strand

board dari bambu betung dengan menggunakan perekat ekterior yaitu perekat MDI telah memenuhi standar. Namun penggunaan perekat MDI dan RF kurang menguntungkan secara ekonomis karena harganya yang relatif mahal. Oleh karena

itu, penelitian ini menggunakan perekat fenol formaldehida yang harganya lebih ekonomis dan menggunakan bambu tali dan bambu hitam.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sifat fisis-mekanis OSB,

menentukan OSB terbaik dari dua jenis bambu dan tiga kadar perekat dan

menduga sifat mekanis lentur OSB bambu dengan melihat hubungan SWV (stress

wave velocity) dan MOEd (modulus of elasticity dinamyc) dengan MOEs (modulus of elasticity static) dan MOR (modulus of rupture).

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tentang OSB bambu dan memberikan alternatif untuk memilih bahan baku hasil hutan non kayu sebagai bahan konstruksi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Oriented Strand Board

Menurut SBA (2004) menyatakan bahwa OSB adalah panel struktural

yang cocok untuk konstruksi. Lembaran panilnya terdiri dari sayatan strand dari

kayu berdiameter kecil atau kayu jenis cepat tumbuh dan diikat dengan perekat tipe eksterior melalui proses pengempaan panas. Kekuatan OSB berasal dari

strand yang diorientasikan pada lembaran. Pada bagian permukaan lapisan, strand

diorientasikan pada arah memanjang panil.

OSB merupakan perkembangan dari papan wafer (waferboard) dan

memiliki kelebihan dibandingkan dengan plywood, yaitu tidak menuntut

persyaratan bahan baku yang berkualitas tinggi. Dalam pembuatan lapik (mats),

arah serat masing-masing strand diatur sedemikian rupa sehingga arah serat

lapisan permukaan tegak lurus terhadap arah serat lapisan inti. Kandungan zat ekstraktif tinggi dari suatu jenis kayu menyebakan masalah dalam pengerasan

perekat dan menimbulkan blister yaitu bagian tengah papan terdapat ruang kosong

akibat tekanan gas internal zat ekstraktif yang mudah menguap. Umumnya bahan berlignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan OSB. Haygreen dan Bowyer (2003) menyatakan bahwa kayu yang banyak digunakan untuk memproduksi OSB adalah kayu dengan kerapatan rendah sampai sedang karena kayu dengan kerapatan tinggi sukar ditangani dan harganya lebih mahal.

Menurut Tambunan (2000) bahwa kayu yang memiliki berat jenis (BJ) 0,35-0,65 lebih disukai dan disarankan sebagai bahan baku OSB. Menurut

Youngquist (1999) menyatakan bahwa dalam pembuatan OSB, strand-strand

yang dihasilkan disarankan untuk memiliki aspect ratio (perbandingan panjang

dan lebar) strand paling sedikit tiga agar menghasilkan produk papan yang

memiliki kekuatan lengkung (bending) dan kekuatan yang lebih besar. Spesifikasi

sifat-sifat secara kuantitatif OSB berdasarkan standar CSA 0437.0 (Grade 0-2)

Tabel 1 Sifat OSB berdasarkan standar CSA 0437.0 (Grade 0-2)

Sifat Papan CSA 0437.0

a (Grade 0-2) Sifat Fisis 1 Kerapatan - 2 Kadar Air (%) - 3 Pengembangan Tebal (%) ≤ 15

4 Daya Serap Air (%) -

Sifat Mekanis

1 MOE sejajar serat (kg/cm2) 55000

2 MOE tegak lurus serat (kg/cm2) 15000

3 MOR sejajar serat (kg/cm2) 290

4 MOR tegak lurus serat (kg/cm2) 124

5 Internal bond (kg/cm2) 3,45

6 Kuat pegang sekrup (kg) -

keterangan : a = Structural Based Asociation (2005)

Kelebihan dari produk OSB diantaranya sebagai berikut (SBA 2006 dalam Manalu 2007) :

1. Perbandingan beratnya, kayu lebih kuat dibandingkan besi karena kayu

memiliki strength-to weight ratio lebih besar.

2. Berbeda dengan baja atau beton, OSB seluruhnya terbuat dari sumberdaya

terbaharui dengan diameter kecil.

3. Analisis dari kerusakan bencana gempa bumi di California dan Jepang

membuktikan bahwa lembaran papan panil komposit struktural lebih baik dalam hal menahan goncangan dibanding bangunan baja atau beton.

Selain memiliki keunggulan OSB juga memiliki kelemahan antara lain (Nelson dan Kelly 1998 dalam Nuryawan dan Massijaya 2006) :

1. Secara umum OSB tidak dapat dibuat moulding, karena semua sisinya

relatif kasar dan biasanya terdapat lapisan plinkut (bahan penolak air).

2. Faktor pembatas dimensi OSB adalah peralatan proses, sementara pada

kayu lapis adalah ukuran veneer.

3. Pengalaman di USA dan Kanada, sifat-sifat struktural OSB kurang stabil

pada temperatur dan kelembapan yang bervariasi.

4. Industrinya menghasilkan limbah padat berupa partikel halus dan sisa

2.2 Bambu

Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga

giant grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung batang muda dan sudah dewasa pada umur 3-5 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas- ruas, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang.

Lebih dari 1000 spesies bambu dalam 80 genera, sekitar 200 spesies dari 20 genera ditemukan di Asia Tenggara (Dransfield dan Widjaja 1995), sedangkan di Indonesia ditemukan sekitar 60 jenis. Tanaman bambu ditemukan didataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian sekitar 300 mdpl. Menurut

Sutiyono et al. (1996) dalam Ginting (2009) menyatakan bahwa di daerah ruas-

ruas batang bambu tumbuh akar-akar sehingga memungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan ruasnya, selain tunas-tunas rumpunnya. Beberapa hal yang mempengaruhi sifat fisis dan mekanis bambu adalah umur, posisi ketinggian, diameter, tebal daging bambu, posisi beban (pada buku atau ruas), dan kadar air bambu.

2.3 Bambu Tali

Bambu tali disebut juga dengan bambu apus, awi tali, atau pring tali.

Bambu ini termasuk dalam genus Gigantochloa yang umumnya mempunyai

rumpun rapat. Nama ilmiah bambu tali adalah Gigantochloa apus J.A & J.H.

Schultes Kurz.

Tinggi bambu tali dapat mencapai 20 m dengan warna batang hijau cerah sampai kekuning-kuningan. Batangnya tidak bercabang dibagian bawah berdiameter batang 2,5-15 cm, tebal dinding 3-15 mm, dan panjang ruasnya 45-65 cm. Panjang batang yang dapat dimanfaatkan antara 3-15 m. Pelepah batangnya tidak mudah lepas meskipun umur batang sudah tua. Jenis bambu ini diduga berasal dari Burma dan sekarang tersebar luas di seluruh kepulauan Indonesia. Bambu tali umumnya tumbuh di daratan rendah tetapi dapat juga tumbuh dengan baik di daerah pegunungan sampai ketinggian 1000 mdpl.

Bambu tali berbatang kuat, liat dan lurus. Jenis ini terkenal paling bagus untuk dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya yang panjang, kuat, dan lentur. Ada juga yang menggunakannya untuk alat musik. Menurut

Berlian dan Rahayu (1995) dalam Ginting (2009), menyatakan bahwa rebung bambu tali tidak bisa dimakan oleh karena rasanya pahit.

2.4 Bambu Hitam

Nama ilmiah bambu hitam adalah Gigantochloa atroviolacea Widjaja.

Tinggi bambu hitam mencapai 20 m, batang berbulu tipis/halus dan tebal, dinding batang hingga 8 mm dengan diameter 6-8 cm (jarak buku 40-50 cm). Warna bambu jenis ini hijau-coklat, tua-keunguan atau hitam. Bambu hitam dapat tumbuh di tanah tropis dataran rendah, lembab, dengan curah hujan per tahun mencapai 1500-3700 mm, dengan kelembaban relatif sekitar 70% dan temperatur 20-32 °C. Bambu ini juga dapat tumbuh di tanah kering berbatu atau tanah (vulkanik) merah. Bambu jenis ini banyak digunakan untuk bahan pembuatan instrumen musik seperti angklung, calung, gambang dan celempung. Bambu hitam berfungsi untuk bahan industri kerajinan tangan dan pembuatan mebel. Rebungnya dapat dimanfaatkan sebagai sayuran.

Menurut Berlian dan Rahayu (1995) dalam Ginting (2009) menyatakan bahwa bambu yang digunakan sebagai bahan baku OSB sebelum dikonversi

menjadi strand, harus melewati tahap pembagian setiap ruasnya, kemudian

pengulitan. Hal ini dikarenakan kehadiran kulit tidak digunakan pada produk akhir OSB karena akan mengurangi kekuatan dan menggangu perekatan.

2.5 Perekat Fenol Formaldehida

Perekat fenol formaldehida adalah molekul berbobot rendah yang terbentuk dari phenol dan formaldehid. Perekat ini termasuk ke dalam perekat termoset. Beberapa sifat yang dimiliki oleh perekat termoset yaitu kekuatan kohesif dari termoset melebihi kekuatan tarik kayu, memiliki kepolaran cukup tinggi dan viskositas cukup rendah untuk penetrasi ke dalam pori-pori mikro dalam kayu yang secara mekanis berindak sebagai jangkar. Dalam proses perekatan antara PF dengan kayu terdapat prinsip kohesi dan prinsip adhesi. Hasil ikatan antara kayu dengan perekat dikenal adanya teori adhesi spesifik dan adhesi mekanis. Perekat spesifik terjadi karena adanya ikatan kimia kayu dengan perekat yaitu, melalui ikatan hidrogen. Perekat mekanis terjadi karena bahan perekat masuk ke dalam rongga-rongga yang ada pada kayu lalu mengeras dan terjadi proses penjangkaran.

Karakteristik perekat fenol formaldehida (PF) dapat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik perekat fenol formaldehida (PF)

Parameter Sifat

Penampakan Larutan (merah)

pH (pH meter/25°C) 10,0-13,6

Viskositas (Poise/25°C) 1,5-3,0

Berat Jenis (25°C) 1,180-1,200

Resin Content (%/135°C) 41,0-43,0

Cure Time (min/135°C) 6-16

Water Solubility (x/25°C) lebih dari 20

Sumber: PT. Pamolite Adhesive Industry (2005) Kelebihan Fenol Formaldehida :

1 Tahan terhadap perlakuan air panas maupun dingin. 2. Tahan terhadap kelembaban dan temperatur tinggi.

3. Tahan terhadap bakteri, fungi, rayap dan mikro-organisme.

4. Tahan terhadap banyak bahan kimia seperti minyak, basa dan bahan pengawet kayu.

Penggunaan PF merupakan metode yang efektif untuk mengurangi sifat

higroskopis kayu (Hill 2006). Menurut Furuno et al. (2004) bahwa PF memiliki

berat molekul rendah (BM) 290-480 mampu berpenetrasi ke dalam dinding sel dan mampu meningkatkan stabilitas dimensi kayu, sedangkan PF dengan BM 820

sebagian besar berada di sel lumen sedikit meningkatkan stabilitas kayu. Anwar et

al. (2009) mengemukakan bahwa impregnasi PF mampu meningkatkan stabilitas

dimensi pada bambu strip.

2.6 Pengujian Destruktif

Pengujian destruktif meliputi pengujian sifat mekanis dan fisis diantaranya adalah pengujian modulus lentur (MOE), modulus patah (MOR), keteguhan rekat internal (IB), kadar air, kerapatan, daya serap air dan pengembangan tebal.

Elastisitas adalah suatu sifat benda yang mampu kembali kekondisi semula dalam bentuk dan ukurannya ketika beban yang menanganinya dihilangkan (Tsoumis 1991). Semakin besar nilai modulus elastisitasnya maka bahan tersebut

semakin kaku. Nilai MOE merupakan pengujian untuk pengendalian kualitas

karena menunjukan kemampuan blending, pembentukan lembaran dan

pengempaan (Bowyer dan Haygreen 2003). Pengujian menjadi pengujian sejajar serat dan pengujian tegak lurus serat. Keteguhan rekat internal merupakan tarik tegak permukaan papan.

2.7 Pengujian Nondestruktif

Menurut Ross (1992), evaluasi nondestruktif didefinisikan sebagai metode

mengidentifikasikan sifat fisis dan mekanis bahan tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti yang dapat mengubah kemampuan pemanfaatan akhir dari bahan

tersebut. Untuk bahan kayu, pengujian nondestruktif digunakan untuk menilai

cacat yang muncul akibat diskontinuitas, adanya rongga (voids) serta

kemungkinan adanya pembesaran (inclusions) selama proses pembuatan yang

dapat berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis produknya. Terdapat beberapa

tipe pengujian nondestruktif kayu yang dikembangkan antara lain teknik mekanis,

vibrasi, akustik/gelombang tegangan (stress waves), gelombang ultrasonik,

gelombang elektromagnetik, dan nuklir (IUFRO 2006 dalam Karlinasari et al

2006)

Kecepatan gelombang ultrasonik berkaitan dengan struktur kayu, sementara itu atenuasi berhubungan dengan komposisi atau kandungan suatu bahan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan rambatan gelombang ultrasonik pada kayu antara lain karakteristik mikrostruktural kayu (ukuran, frekuensi, komposisi dan kondisi ultrastuktur sel penyusun kayu), komposisi kimia kayu (selulosa, hemiselulosa, dan lignin), asal tempat tumbuh pohon, tingkat tegangan kayu, kadar air, temperatur, kelembaban serta arah rambatan

gelombang (longitudinal, radial, dan tangensial) (Smith 1989 dan Curtu et al.

1996). Ross dan Pellerin (2002) menyatakan ada beberapa metode yang dapat dikategorikan sebagai evaluasi nondestruktif pada kayu yaitu:

1. Evaluasi secara visual: warna dan cacat kayu

2. Tes kimia: komposisi (melalui kehilangan berat, contohnya akibat serangan

jamur atau cendawan perusak pada kayu teras Douglas–fir yang berkaitan dengan

degradasi komponen hemiselulosa), adanya perlakuan pengawetan dan ketahanan terhadap api

3. Tes fisis: kecepatan rambat gelombang (stress wave velocity), emisi akustik,

sinar x serta microwave ground penetration radar

4. Tes mekanis: metode defleksi (Machine-Stress-Rated/MSR)

2.8 Kecepatan Rambatan Gelombang Suara

Gelombang mekanik terdiri dari dua jenis, yakni gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Jika partikel-partikel bergerak ke atas dan ke bawah dalam arah tegak lurus terhadap gelombang maka gelombang ini dinamakan gelombang transversal, contoh untuk gelombang ini adalah gelombang yang terjadi pada tali jika digerakkan. Berbeda dengan gelombang transversal, gelombang longitudinal merupakan gelombang yang arah getaran medium sejajar dengan rambat gelombang. Salah satu contoh gelombang longitudinal adalah gelombang yang dihasilkan dari suara. Gelombang suara dapat merambat melalui gas, cairan atau benda padat.

Salah satu metode nondestruktif yang banyak digunakan pada saat ini

adalah metode pengujian dengan menggunakan gelombang tegangan (stress wave

velocity). Gelombang tegangan dihasilkan berdasarkan kecepatan suara yang bekerja pada suatu bahan dan dapat terefleksi pada permukaan bahan, cacat-cacat dalam dan batas-batas pada bagian bahan yang menyatu. Kecepatan rambatan gelombang suara merupakan perbandingan jarak tempuh suatu gelombang suara per satuan waktu. Kecepatan suara yang melewati medium memiliki kecepatan yang berbeda seperti pada udara sebesar 340 m/t, gabus 430-530 m/t, air 1440 m/t, besi 5000 m/t dan kaca 5000-6000 m/t (Tsoumis 1991). Prinsip dari metode ini adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang tegangan mencapai jarak tertentu dari suatu bahan. Karlinasari (2003) dalam Ikhsan (2011) menyatakan bahwa jika dimensi suatu bahan diketahui, maka waktu dari gelombang tegangan yang bekerja dapat dihitung dan digunakan untuk mengetahui lokasi diskontinuitas pada kayu atau produk kayu lainnya. Betchel (1986) menambahkan semakin tinggi waktu yang dibutuhkan gelombang untuk merambat suatu medium maka produk tersebut mempunyai kualitas yang rendah begitu juga sebaliknya, jika waktu perambatan gelombang cepat pada medium maka produk tersebut mempunyai kualitas yang baik. Metode gelombang tegangan atau gelombang suara digunakan untuk menentukan modulus elastisitas dinamis (MOEd) dari

komponen struktural. Dengan penentuan waktu rambat gelombang suara dan diketahuinya jarak dari dua buah tranduser atau sensor yang digunakan maka dapat ditentukan kecepatannya sehingga kemudian dapat digunakan untuk menghitung MOE dinamis (MOEd) dari bahan. Nilai MOEd ini berguna untuk memperkirakan kekuatan bahan tersebut melalui pendekatan korelasi statistik terhadap nilai MOE sebenarnya atau MOE statis (Karlinasari 2003 dalam Ikhsan 2011).

BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 sampai Juli 2012, Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu, Laboratorium Bio Komposit Departemen Hasil Hutan, Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Departemen Hasil Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Pekerjaan Umum (Puslitbang Permukiman PU), Cileunyi, Bandung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan caliper, oven, desikator, timbangan digital,

cetakan 30 cm x 30 cm, hot press, sprayer, rotary blender, bak plastik, kain

teflon, alat tulis, circular saw, alat uji UTM (Universal Testing Machine) merk

Instron, alat uji kecepatan rambatan gelombang (stress wave velocity) merk

Metriguard.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini bambu tali (Gigantochloa apus

J.A & J.H. Schultes Kurz) dan bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea Widjaja)

Dokumen terkait