KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
A. Tafsir Ibn Kathi<r 1.Biografi Ibn Kathi>r
Beliau merupakan seorang al-H{afi>z}, yakni penghafal hadis yang ulung.3 Nama lengkap beliau ialah ‘Ismail bin Umar bin Kathi>r bin Daud bin Dar‘in dan dijuluki dengan ‘Imaduddin dan dikenal dengan sebutan al-H{afi>z} Ibn Kathi>r.1 al-Imam Ibn Kathi>r ini dikenal dalam berbagai bidang keilmuan pada abad VIII H, di antaranya adalah dalam bidang ilmu tafsir, hadis, sejarah, serta fikih.2 Buah pemikirannya yang tertuang dalam buku maupun kitab menjadi rujukan para cendekiawan maupun ahli agama, dari dulu hingga saat ini.3
Ibn Kathi>r lahir di sebuah desa yang bernama Mijdal daerah Bashra, yang merupakan wilayah bagian Damaskus. pada tahun 700 H/1300 M. Ayahnya meninggal dunia ketika beliau berusia tiga tahun. Dan ayahnya terkenal sebagai seorang khatib di kota itu. Beliau diberi nama ‘Ismail sesuai
1
Muhammad Sa‘id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Sepanjang Sejarah, terj. Khoirul Amru Harap dan Achmad Faozan (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2005), 348.
2 ‘Abdulla>h bin Muhammad bin ‘Abdurrahma>n bin Isha>q Alu Shaikh, Tafsir Ibn Kathi>r, terj. M. Abdul Ghoffar (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2009), XI.
3
Irfan Firdaus, 37 Biografi Tokoh Muslim Dunia Paling Berpengaruh (Yogyakarta: Laras Media Prima, 2014), 42.
48
dengan nama kakaknya yang paling besar yang telah wafat ketika menimba ilmu di kota Damaskus sebelum beliau lahir.4 Sepeninggal ayahnya beliau diasuh oleh kakaknya di Damaskus bernama Kamaluddin ‘Abdul Wahhab. Ia adalah saudara kandung Ibn Kathi>r yang selalu mendampingi dengan penuh kasih sayang.5 Kepadanyalah Ibn Kathi>r mulai menimba ilmu. Ketika itu, Ibn Kathi>r telah hafal al-Qura>n, dan sangat menggandrungi pelajaran hadi>th, tafsi>r, fiqih, maupun tari>kh. Di kota inilah ia pertama kali mengenyam pendidikan. Guru pertama yang membimbingnya ialah Burhanuddin al-Fazari seorang ulama penganut Madhhab Shafi‘i. Kecerdasan dan daya hafal yang kuat menjadi modal utama baginya untuk mengkaji, memahami, dan mengenal berbagai disiplin ilmu.6 Belajar pada Ibn Syahnah, al-Amidi, Ibn Asakir dan Imam lainnya. Ibn Kathi>r mendampingi al-Mizzi dan membaca padanya kitab Tahdzi>b al-Kama>l lalu dinikahkan dengan putrinya. Beliau juga turut menimba ilmu dari Shaikhul Islam Ibn Taimiyah (wafat tahun 728 H), Ibn Qadhi Syuhbah bercerita dalam kitab Thabaqatnya, Ibn Kathi>r
memiliki khususan dengan Ibn Taimiyah. Ia membelanya dan mengikuti banyak pendapatnya. Begitu besar cintanya kepada gurunya tersebut sehingga
4 al-Hafiz}, al-Bida>yah wa al-Niha>yah, XI.
5 al-Ima>m al-Hafiz} ‘Ima>nuddi>n Abu al-Fida>’ Ismai>l Ibn Kathi>r, Mukhta>s}ar Bida>yah wa al-Niha>yah, terj. Asmuni (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013), 15.
6
Saiful Amir Ghofur, Mozaik Mufasir al-Qura>n dari Klasik Hingga Kontemporer (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013), 75.
49
mendapat berbagai macam cobaan dan hal-hal yang menyakitinya demi membela dan mempertahankan gurunya tersebut.7
Pergaulan dengan gurunya tersebut, membuahkan berbagai macam faedah yang turut membentuk keilmuannya, akhlak dan tarbiyah kemandirian dirinya yang begitu mendalam. Karena itulah beliau menjadi seorang yang benar-benar mandiri dalam berpendapat. Beliau akan selalu berjalan sesuai dengan dalil, tidak pernah ta’assub dengan madhabnya, apalagi madhab orang lain, dan karya-karya besarnya menjadi saksi atas sikapnya ini. Beliau selalu berjalan di atas al-Sunnah, konsekuen mengamalkannya, serta selalu memerangi berbagai bentuk bid’ah dan fanatisme madzab.
Diantara guru beliau yang termuka selain Ibnu Taimiyah ialah
al-Muhaddi>th ‘Alamuddin al-Qas}im bin Muh}ammad al-Barzali (wafat tahun 739 H), Abul Hajjaj Yusuf bin az-Zaki al-Mizzi (wafat tahun 742 H), dan
Shamsuddin Ah}mad bin Muh}ammad adh-Dhah}abi (wafat tahun 748 H).
Para ulama zaman beliau maupun yang datang setelah beliau, banyak yang memberikan kata pujian terhadap diri beliau. Di antaranya ialah al-Imam
adh-Dhah}abi yang berkata bahwa, Ibn Kathi>r adalah al-Imam al-Faqih (ahli
fi>qih), (ahli hadi>th) yang menonjol, dan tidak ada bandingannya, seorang ahli fikih yang handal, ahli hadis yang tersohor, serta seorang ahli tafsir yang banyak menukil.
50
Menurut salah satu muridnya yang bernama Ibnu Hajji bahwa Ibn Kathi>r
adalah orang yang kuat hafalannya terhadap matan hadis dari orang-orang yang pernah kami dapatkan, paling paham dengan takhrij dan para perawinya, dapat membedakan hadis yang sahih dengan yang lemah, banyak menghafal di luar kepala berbagai kitab tafsir dan sejarah, jarang sekali pula, dan memiliki pemahaman yang baik serta agama yang sahih.8
Ibn Kathi>r ialah seorang ulama yang beraliran Ahlus Sunnah wal Jama>’ah dan mengikuti manhaj Salafush Shalih dalam beragama, baik itu dalam masalah akidah, ibadah, maupun akhlak.9 Beliau wafat pada pada bulan sya’ban tahun 774 H di Damaskus.10 Dimakamkan di pemakaman sufiah, tepat di samping makam gurunya, Ibn Taimiyah.11
2. Karya-Karya Ibn Kathi>r
Ibn Kathi>r seorang pakar fi>qih yang mumpuni, ahli hadi>th yang cerdas, sejarawan yang ulung dan mufassir yang unggulan. Diantara karya tulisannya:
a. Dalam Bidang Ilmu Hadis
1) Kitab Jami’ al-Masa>nid wa al-Sunnan (kitab penghimpun musnad dan sunan) sebanyak delapan jilid, berisi nama-nama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis.
8
Ibid., XII.
9 Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Alu Shaikh, Lubabut Tafsir Min Ibn Kathi>r, terj. M. ‘Abdul Ghoffar (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Sayafi, 2009), XI.
10
Muhammad, Tokoh-tokoh Besar Sepanjang Sejarah, 348. 11
51
2) al-Kutub al-Sittah (kitab-kitab hadis yang enam) yakni suatu karya hadis: al-Takmilah fi Ma’rifat al-Sighat wa al-Du’afa’ wa al-Mujahal (pelengkap dalam mengetahui perawi-perawi yang dipercaya, lemah dan kurang dikenal).
3) al-Mukhtasa}r (ringkasan) yang merupakan sebuah ringkasan dari
Muqaddimmah-nya Ibn Salah.
4) Adillah al-Tanbih Ulum al-Hadi>th (buku tentang ilmu hadis) yang lebih dikenal dengan nama al-Baith al-Hadith.12
b. Dalam bidang Ilmu tafsir
1) Tafsir al-Qura>n al-Kari>m sebanyak 10 jilid, masih menjadi bahan rujukan hingga sekarang. Sebuah tafsir dengan mengambil metode penulisan tafsi>r bil ma’tsu>r, sebuah metode penulisan tafsir yang diakui valid, sahih, tepat, dan lurus karena menyadarkan penafsiran ayat-ayat al-Qura>n kepada landasan yang kuat dan valid, yakni penafsiran al-Qura>n dengan al-Qura>n, penafsiran al-Qura>n dengan hadis, serta penafsiran al-Qura>n dengan pendapat para ulama tafsir
sala>fus sa>lih dari kalangan para Sahabat dan Tabi’in. Selain itu, tafsir
ini menggunakan ilmu-ilmu bahasa Arab dan kaidah-kaidahnya yang pantas digunakan dalam penafsiran ayat al-Qura>n al-Kari>m.13
Diantara ciri khas tafsirannya ialah perhatiannya yang sangat besar kepada
12
Ibid., 43-44. 13
52
masalah tafsi>r al-Qura>n bi al-Qura>n (menafsirkan ayat dengan ayat). Memuat atau memaparkan ayat-ayat yang bersesuaian maknanya, kemudian diikuti dengan penafsiran ayat dengan hadis-hadis marfu’
yang relevan, menjelaskan apa yang menjadi dalil ayat tersebut, diikuti dengan atsar para sahabat, pendapat tabi’in dan ulama salaf
sesudahnya.14
2) Fadail al-Qura>n (keutamaan al-Qura>n) berisi ringkasan sejarah al-Qura>n.
c. Dalam Bidang Ilmu Sejarah
1) al-Bida>yah wa al-Niha>yah (permulaan dan akhir) sebanyak 14 jilid. 2) al-Fusul fi Sirah al-Rasul (uraian mengenai sejarah Rasul)
3) Tabaqat al-Shafi’iyah(peringkat-peringkat ulama mazhab Syafi’i)
d. Dalam Bidang Ilmu Fikih
Kitab al-Ijtihad fi Talab al-Jihad (Ijtihad dalam mencari jihad).15
3. Sistematika Tafsi>r Ibn Kathi>r a. Metode Tafsir Ibn Kathi>r
Keberadan metode analisis (tah}lily) telah memberikan sumbangan yang besar dalm melestarikan dan mengembangkan khazanah intelektual Islam khususnya dalam bidang tafsir al-Qura>n. Berkat metode inilah, maka lahirlah karya-karya tafsir yang besar, diantaranya kitab tafsi>r al-Taba>ri,
14
Ibid, 479. 15
53
tafsi>r Ru>h al-Ma’ani, tafsi>r al-Maraghi> dan lain-lain. Metode tafsir Ibn Kathi>r dari segi tafsirnya termasuk dalam katagori tahlili, sesuatu metode analisis yang menafsirkan ayat-ayat al-Qura>n dengan memaparkan segalah aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.16
Ibn Kathi>r dalam metode penafsiran punya kelebihan dalam metode yakni menyebutkan ayat lalu menafsirinya dengan ungkapan yang mudah dan ringkas. Jika satu ayat dapat ditafsiri oleh ayat lain, maka ia menyebutkannya lalu membandingkan kedua ayat dan menjelaskan maksudnya. Metode yang dikenal dengan menafsiri ayat dengan ayat ini sangat mendapat perhatian darinya, kelebihan lainnya Ibn Kathi>r
mengingatkan kita terhadap kisah-kisah israiliyat, mengingatkan secara umum terkadang secara merinci.17
b. Corak Tafsir Ibn Kathi>r
Tafsir Ibn Kathi>r disepakati oleh para ahli termasuk dalam katagori tafsir al-Ma’tsur. Katagori atau corak ma’tsur yaitu penafsiran ayat dengan
ayat, penafsiran ayat dengan hadis Nabi yang menjelaskan makna sebagian
ayat yang dirasakan sulit atau penafsiran dengan hasil Ijtihaj para sahabat, atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihaj para tabi‘i>n. Sistematika yang
16
Nashruddin, Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qura>n (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 31.
17
54
ditempuh Ibn Kathi>r dalam tafsirannya yaitu, menafsirkan seluruh ayat-ayat al-Qura>n sesuai susunannya dalam mushaf al-Qura>n, ayat demi ayat dan surat demi surat, dimulai dengan surat al-Fa>tih}ah dan diakhiri dengan surat al-Na>s. Maka secara sistematis tafsir ini menempuh tartib mushafi.18
c. Sumber Tafsir Ibn Kathi>r
Secara garis besar sumber-sumbernya dapat dibagi dua yaitu: 1) Sumber Riwa>yah
Sumber ini antara lain meliputi: al-Qura>n, Sunnah, pendapat sahabat, pendapat tabi’in. Sumber-sumber tersebut merupakan sumber primer dalam Ibn Kathi>r. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa materi sumber ini berasal dari sumber kedua (dira>yah), karena walaupun Ibn Kathi>r hafiz} dan muhadi>th yang mempunyai periwayatan hadis dan menguasahi periwayat tentang hadis tafsir, dia cenderung mengutip riwayat-riwayat penafsiran dari kitab-kitab kodifikasi dari pada menyampaikan hasil periwayatannya, maka sumber-sumber tersebut adalah sumber riwayah. Sebagai ulama Mutaakhirin yang sudah jauh rentang masanya dengan pemilik sumber riwayah adalah suatu sikap yang berhati-hati dan menjaga diri apabila dia merujukan riwayat tafsir dengan kitab kodifikasi, sekalipun menguasai periwayatan.19
18
Abdul al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu’iy Sebuah Pengantar, (Jakarta: PT raja Grafindo Persada, 1996), 13.
55
2) Sumber Dira>yah
Sumber dirayah adalah pendapat yang telah dikutip oleh Ibn Kathi>r
dalam penafsirannya. Sumber ini selain dari kitab-kitab kodifikasi dari sumber riwayah juga kitab-kitab tafsir dan bidang selainnya dari para mutaakhirin sebelum atau seangkatan dengannya. Terdapat pula pada sumber ini karya ulama Mutaqoddimi>n. Hal ini merupakan bukti keterbukaan Ibn Kathi>r terhadap karya-karya dari ulama mutaakhirin yang berori entasi ra’yi. Maksudnya dia tidak membatasi pada kutipan
karya tafsir ma’tsur saja, namun juga memasukan pendapat para ulama dalam Islam, namun tafsirnya lebih condong atau dominan ke dalam riwayat.20
B. Konsep Pendidikan Islam dalam Surat al-S{affa<t Ayat 102-107 Kajian Tafsir
Ibn Kathi<r
1. Ayat dan Terjemahnya
20Ibid,.
56
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar.” (Q.S. al-S{affa>t 37: 102-107)
2. Tafsir Surat al-S{affa>t Ayat 102-107
يْعَّسلا ُوَعَم َغَلَ ب اَّمَلَ ف
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim. (al-S{affat: 102). Yakni telah tumbuh menjadi dewasa dan dapat pergi dan berjalan bersama ayahnya. Disebutkan bahwa Nabi Ibrahim a.s. setiap waktu pergi menengok anaknya dan ibunya di negeri Faran, lalu melihat keadaan keduanya.21 Disebutkan pula bahwa untuk sampai ke sana Nabi Ibrahim mengendarai buraq yang cepat larinya; hanya Allah-lah Yang Maha mengetahui.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Ata Al-Khurrasani, dan Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, (al-S{affa>t: 102) Maksudnya, telah tumbuh dewasa dan
21 ‘Abdulla>h bin Muh}ammad bin ‘Abdurrahma>n bin Isha>q al- Sheikh, Tafsi>r Ibn Kathi>r terj. M. Abdul Ghoffar E.M jilid 7 (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2004), 28.
57
dapat bepergian serta mampu bekerja dan berusaha sebagaimana yang dilakukan ayahnya.
ىَرَ ت اَذاَم ْرُظْناَف َكَُبَْذَأ ِّنَّأ ِماَنَمْلا ِفِ ىَرَأ ِّنِّإ ََّنَُ ب َيَ َلاَق َيْعَّسلا ُوَعَم َغَلَ ب اَّمَلَ ف
Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, "Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu! " ( al-S{affa>t: 102)
Ubaid ibnu Umair mengatakan bahwa mimpi para nabi itu adalah wahyu, kemudian ia membaca firman-Nya: Ibrahim berkata, "Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!"22 (al-S{affa>t: 102)
كللما ِدْبَع وُبَأ اَنَ ثَّدَح ،ِدْيَ نُْلْا ِنْب ِْيَْسُْلْا ُنْب ُّيِلَع اَنَ ثَّدَح :ٍِتِاَح ِبَِأ ُنْبا َلاَق
ُناَيْفُس
ِنَع ، َةَمِرْكِع ْنَع ،كاَِسِ ْنَع ،َسُنوُي ِنْب َليِئاَرْسِإ ْنَع ،َةَنْ يَ يُع ُنْب انثدح ،يدنركلا
ُلوُسَر َلاَق :َلاَق ٍساَّبَع ِنْبا
"يْحَو ِماَنَمْلا ِفِ ِءاَيِبْنَْلْا َيَْؤُر" :َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnul Junaid, telah menceritakan kepada kami Abu Abdul Malik Al-Karnadi, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Israil ibnu Yunus, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan
22
58
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Mimpi para nabi itu merupakan wahyu. Hadis ini tidak terdapat di dalam kitab-kitab Sittah dengan jalur ini. Dan sesungguhnya Ibrahim memberitahukan mimpinya itu kepada putranya agar putranya tidak terkejut dengan perintah itu, sekaligus untuk menguji kesabaran dan keteguhan serta keyakinannya sejak usia dini terhadap ketaatan kepada Allah Swt. dan baktinya kepada orang tuanya.
ُرَمْؤُ ت اَم ْلَعْ فا ِتَبَأ َيَ َلاَق
Ia menjawab, "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu.” (al-S{affa>t: 102). Maksudnya, langsungkanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu untuk menyembelih diriku.
َنيِرِباَّصلا َنِم َُّللَّا َءاَش ْنِإ ِنُّدِجَتَس
Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
sabar.” (al-S{affa>t: 102). Yakni aku akan bersabar dan rela menerimanya demi pahala Allah Swt. Dan memang benarlah, Ismail a.s. selalu menepati apa yang dijanjikannya. Karena itu, dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:
ُوَلْىَأ ُرُمَْيَ َناَكَو اِّيِبَن لاوُسَر َناَكَو ِدْعَوْلا َقِداَص َناَك ُوَّنِإ َليِعاَْسِِإ ِباَتِكْلا ِفِ ْرُكْذاَو
ِةلاَّصلِبِ
اَكَّزلاَو
اِّيِضْرَم ِوِّبَر َدْنِع َناَكَو ِة
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam al-Qura>n. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar
59
janjinya dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh ahlinya untuk salat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridai di sisi Tuhannya. (Q.S. Maryam: 54-55)
Adapun firman Allah Swt.:
ِيِْبَجْلِل ُوَّلَ تَو اَمَلْسَأ اَّمَلَ ف
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). (al-S{affa>t: 103)
Setelah keduanya mengucapkan persaksian dan menyebut nama Allah untuk melakukan penyembelihan itu, yakni persaksian (tasyahhud) untuk mati. Menurut pendapat yang lain, aslama artinya berserah diri dan patuh. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mengerjakan perintah Allah Swt. sebagai rasa taat keduanya kepada Allah, dan bagi Ismail sekaligus berbakti kepada ayahnya. Demikianlah menurut pendapat Mujahid, Ikrimah, Qatadah, As-Saddi, Ibnu Ishaq, dan lain-lainnya.
Makna talla>hu lil jabi>n ialah merebahkannya dengan wajah yang tengkurap dengan tujuan penyembelihan akan dilakukan dari tengkuknya dan agar Ibrahim tidak melihat wajahnya saat menyembelihnya, karena cara ini lebih meringankan bebannya.
Ibnu Abbas r.a., Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, dan Qatadah
60
membaringkan anaknya atas pelipis (nya). (al-S{affa>t: 103) Yakni menengkurapkan wajahnya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih dan Yunus. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Abu Asim Al-Ganawi, dari Abut Tufail, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa ketika Ibrahim a.s. diperintahkan untuk mengerjakan manasik, setan menghadangnya di tempat sa'i, lalu setan menyusulnya, maka Ibrahim menyusulnya. Kemudian Jibril a.s. membawa Ibrahim ke jumrah 'aqabah, dan setan kembali menghadangnya; maka Ibrahim melemparnya dengan tujuh buah batu kerikil hingga setan itu pergi. Kemudian setan menghadangnya lagi di jumrah wusta, maka Ibrahim melemparnya dengan tujuh buah batu kerikil. Kemudian Ibrahim merebahkan Ismail pada keningnya, saat itu Ismail mengenakan kain gamis putih, lalu Ismail berkata kepada ayahnya, "Hai Ayah, sesungguhnya aku tidak mempunyai pakaian untuk kain kafanku selain dari yang kukenakan ini, maka lepaskanlah kain ini agar engkau dapat mengafaniku dengannya." Maka Ibrahim bermaksud menanggalkan baju gamis putranya itu. Tetapi tiba-tiba ada suara yang menyerunya dari arah belakang: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. ( al-S{affa>t: 104-105); Maka Ibrahim menoleh ke belakang, tiba-tiba ia melihat seekor kambing gibasy putih yang bertanduk lagi gemuk. Ibnu Abbas mengatakan bahwa sesungguhnya sampai sekarang kami masih terus mencari
61
kambing gibasy jenis itu. Hisyam menyebutkan hadis ini dengan panjang lebar di dalam Kitabul Manasik.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula dengan panjang lebar dari Yunus, dari Hammad ibnu Salamah, dari Ata ibnus Sa'ib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas. Hanya dalam riwayat ini disebutkan Ishaq. Menurut riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas r.a. tentang nama anak yang disembelih, ada dua riwayat. Tetapi riwayat yang terkuat adalah yang menyebutnya Ismail, karena alasan yang akan kami sebutkan, insya Allah.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Al-Hasan ibnu Dinar, dari Qatadah, dari Ja'far ibnu Iyas, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (al-Saffa>t: 107) Bahwa dikeluarkan untuknya seekor kambing gibasy dari surga yang telah digembalakan sebelum itu selama empat puluh musim gugur (tahun). Maka Ibrahim melepaskan putranya dan mengejar kambing gibasy itu. Kambing gibasy itu membawa Ibrahim ke jumrah ula, lalu Ibrahim melemparnya dengan tujuh buah batu kerikil. Dan kambing itu luput darinya, lalu lari ke jumrah wusta dan Ibrahim mengeluarkannya dari jumrah itu dengan melemparinya dengan tujuh buah batu kerikil. Kambing itu lari dan ditemuinya ada di jumrah kubra, maka ia melemparinya dengan tujuh buah batu kerikil. Pada saat itulah kambing itu keluar dari jumrah, dan Ibrahim menangkapnya, lalu membawanya ke tempat penyembelihan di Mina dan menyembelihnya.
62
Ibnu Abbas melanjutkan, "Demi Tuhan yang jiwa Ibnu Abbas berada di tangan kekuasaan-Nya, sesungguhnya sembelihan itu merupakan kurban yang pertama dalam Islam, dan sesungguhnya kepala kambing itu benar-benar digantungkan dengan kedua tanduknya di talang Ka'bah hingga kering."
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepada kami al-Qasim yang mengatakan bahwa Abu Hurairah r.a. berkumpul bersama Ka'b, lalu Abu Hurairah menceritakan hadis dari Nabi Saw., sedangkan Ka'b menceritakan tentang kisah-kisah dari kitab-kitab terdahulu. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
ِةَماَيِقْلا َمْوَ ي ِتَِّمُِلْ ًةَعاَفَش ِتَِوْعَد ُتأَبَخ ْدَق ِّنِّإَو ،ًةَباَجَتْسُم ًةَوْعَد ٍِّبَن ِّلُكِل َّنِإ
Sesungguhnya masing-masing Nabi mempunyai doa yang mustajab, dan sesungguhnya aku menyimpan doaku sebagai syafaat buat umatku kelak di hari kiamat.
Maka Ka'b bertanya kepadanya, "Apakah engkau mendengar ini dari Rasulullah Saw.?" Abu Hurairah menjawab, "Ya." Ka'b berkata, "Semoga ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, atau semoga ayah dan ibuku menjadi tebusannya, maukah kuceritakan kepadamu tentang perihal Ibrahim a.s.?" Ka'b melanjutkan perkataannya, bahwa sesungguhnya ketika Ibrahim bermimpi
menyembelih putranya Ishaq, setan berkata.”Sesungguhnya jika tidak kugoda
63
Ibrahim a.s. berangkat bersama anaknya dengan tujuan akan menyembelihnya, maka setan pergi dan masuk menemui Sarah, lalu berkata, "Ke manakah Ibrahim pergi bersama anakmu?" Sarah menjawab, "Ia pergi membawanya untuk suatu keperluan." Setan berkata, "Sesungguhnya Ibrahim pergi bukan untuk suatu keperluan, melainkan ia pergi untuk menyembelih anaknya." Sarah bertanya, "Mengapa dia menyembelih anaknya?" Setan berkata, "Ibrahim mengira bahwa Tuhannya telah memerintahkan kepadanya hal tersebut." Sarah menjawab, "Sesungguhnya lebih baik baginya bila menaati Tuhannya."
Lalu setan pergi menyusul keduanya. Setan berkata kepada anak Ibrahim, "Ke manakah ayahmu membawamu pergi?" Ia menjawab," Untuk suatu