• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTUK-BENTUK TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PRAKTEK PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

B. Penyimpangan dari Prosedur dan Ketentuan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang Telah Ditetapkan

14. Tahap Penandatanganan Kontrak

Pada tahap Penandatanganan Kontrak penyimpangan yang mungkin timbul di antaranya:

a. Penandatanganan kontrak yang kolutif secara sistemik Gejala-gejala yang dijumpai biasanya dapat dilihat:

1) Kontrak diatur rapi dan lengkap, namun dengan mengkaji agak, mendalam, akan dijumpai adanya kejanggalan.

2) Tidak terdapatnya jaminan pelaksanaan, jaminan untuk penarikan uang muka belum ada.

3) Dan jadwal mobilisasi juga belum ada (kalau ada belum tentu tepat).

4) Kontrak fiktif mengandung banyak kekurangan dalam dokumen pendukung. b. Penandatanganan kontrak yang ditunda-tunda.

Gejala-gejala yang dijumpai biasanya dapat dilihat:

1) Jaminan pelaksanaan belum ada sehingga kontrak belum dapat ditandatangani, (ini terjadi pada mitra kerja yang kurang memiliki, kemampuan, ini merupakan produk prakualifikasi yang kurang credible).

2) Mitra kerja tidak saja melaksanakan tugas karena kemampuan keuangannya terbatas.

3) Akhirnya, mereka sulit memenuhi persyaratan yang diminta seperti jaminan pelaksanaan, jaminan uang muka, dan mobilisasi pengadaan.

c. Penandatanganan kontrak tidak sah

Gejala-gejala yang dijumpai biasanya dapat dilihat:

1) Kontrak ditandatangani tanpa adanya dukungan yang disyaratkan.

2) Atau data pendukung yang kurang dipercaya (kemungkinan fiktif/ palsu). 15. Tahap Penyerahan Barang dan Jasa

a. Tahap Penyerahan barang dan jasa dibagi menjadi:

Untuk Penyerahan Barang penyimpangan yang mungkin timbul di antaranya: 1) Kualifikasi Barang tidak sama dengan yang di dalam spesifikasi. Hal ini

terkait dengan peraturan Perundang-Undangan:

a) Keppres 18/2000 Pasal 34 tentang Serah Terima Pekerjaan dan;

b) Petunjuk Teknis Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional No. 42/A/2000, No.

S-2262/D.2/05/2000, No.S-42/A/2000, No. S2262/ D.2/05/2000 Bab V C.2.g, Bab V.C.3 g, Bab V C.4 h.i tentang Pelaksanaan Kontrak.

Gejala ini dapat dilihat pada:

a) Serah terima pekerjaan pada dasarnya baru dapat terjadi apabila semua pekerjaan telah diselesaikan sesuai dengan volume, mutu, dan waktu, sebagaimana tertuang dalam dokumen kontrak.

b) Namun dalam pelaksanaannya penyerahan dapat dilakukan secara partial

atau secara menyeluruh.

c) Penyerahan barang/peralatan dilakukan sesuai dengan prosedur meJaJui dua tahap sebagaimana diungkap pada bab di depan (sebelum test run,

dan sesudah test run yang diannggap memenuhi syarat.

d) Kinerja dari barang dengan kuaJitas yang rendah tidak akan memenuhi kriteria sernpurna (seperti komputer hang, mesin fotokopi macet, otomotif menemukan banyak hambatan, dan kuaJitas peralatan kantor dan produk kurang prima), namun dalam serah terima kedua, nyatanya diterima.

2) Kriteria penerimaan barang bias Gejala ini dapat dilihatpada:

a) Serah terima barang pada dasarnya baru dapat terjadi apabila semua barang telah dilakukan checking sesuai dengan volume, mutu, dan waktu, sebagaimana tertuang dalam dokumen kontrak. Namun karena kriteria penerimaan menyimpang, barang yang diterima ternyata di bawah mutu.

b) Panitia serah terima barang bersekongkol dengan panitia pelelangan tentang kolusi yang diatur dengan mitra kerja". Hal ini terbaca pada kriteria penerimaan barang.

c) Civil society/stakeholder/masyatakat akan dirugikan akibat deviasi kualitas tersebut sebagai akibat penerapan kriteria yang bias yang mengarah pada KKN.

3) Jaminan pasca jual palsu

Hal ini terkait dengan peraturan Perundang-Undangan: Keppres IS/ 2000 Pasal 34 tentang Serah Terima Pekerjaan dan;

Gejala ini dapat dilihat pada:

a) Penelitian tanggung jawab mitra kerja saat serah terima barang mencakup pemeliharaan pasca jual ternyata kemampuan layanan pemeliharaan peralatan tidak terdukung dengan kondisi saat ini (tidak ada kemampuan sama sekali).

b) Surat-surat jaminan pemeliharaan dikirim keluar negeri. Hal ini kemampuan setempat/dalam negeri tidak ada.

c) Panitia serah terima barang dari awal tidak memperhatikan jaminan pt-meliharaan (sedangkan jaminan pept-meliharaan tersebut merupakan hal yang pokok). Walaupun dalam spesifikasi teknik tertuang kriteria barang yang harus diterima, termasuk program pemeliharaannya.

Gejala ini dapat dilihat pada:

a) Serah terima barang pada dasarnya baru dapat terjadi apabila semua barang telah diserahkan sesuai dengan volume, mutu, dan waktu sebagaimana tertuang dalam dokumen kontrak.

b) Serah terima barang tetap terjadi walaupun volume barang tidak sesuai (antara de facto dan de jure lain dan ada sebagian fiktif).

c) Panitia penerima barang mempunyai hubungan dalam rangka kolusi dengan panitia pengadaan (yang seharusnya tidak boleh ada hubungan, sehingga kolusi/persekongkolan tidak terjadi).

b. Penyerahan Hasil Jasa Konsultasi

Untuk Penyerahan Hasil Jasa KonsuMnsi penyimpangan yang mungkin timbul di antaranya:

1) Rekomendasi palsu

Gejala ini dapat dilihat pada:

a) Serah terima pekerjaan pada dasarnya baru dapat terjadi apabila semua pekerjaan telah diselesaikan sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK), sebagaimana tertuang dalam dokumen kontrak.

b) Namun dalarn pelaksanaannya penyerahan dilakukan tanpa menghiraukan kesesuaian hasil kerja konsultan dengan term of reference/kerangka acuan kerja.

c) Penyerahan hasil karya konsultan tanpa ada penelitian sampling yang

d) Hasil rekomendasi terlihat seperti "sesuai dengan pesanan". 2) Kriteria penerimaan karya konsultan bias

Gejala ini dapat dilihat pada:

a) Serah terima karya konsultan baru diterima setelah dilakukan

seminar/workshop, apakah masukan dari pakar akan tertuang dalam diskusi. Namun proses ini tidak dilakukan, panitia menentukan lain.

b) Panitia serah terima karya konsultan bersekongkol dengan panitia pengadaan agar pengaturan sebelumnya dengan mitra kerja dapat terjadi. Hal ini terbaca pada kriteria penerimaan hasil karya konsultan.

c) Hasil kerja konsultan dimasukkan dalam bookshelf saja, karena penerima karya itu sendiri merasa bahwa produk tersebut bias (cenderung proforma). 3) Data lapangan dipalsukan

Gejala ini dapat dilihat pada:

a) Hasil rekomendasi sesuai dengan pesanan pemberi kerja, yang didasarkan pada data lapangan yang dikumpulkan secara "komprehensif" sehingga seolah-olah data pendukung dapat dipertanggungjawabkan.

b) Serah terima hasil karya dilakukan dengan cepat, tanpa adanya kajian yang "komprehensif, semua data seolah telah teruji dan rekomendasi merupakan yang paling baik.

c) Panitia serah terima karya konsultan dari awal tidak begitu memperhatikan detail dari dokumentasi lengkap termasuk data lapangan yang rnerupakan

kunci pokok rekomendasi, tanpa adanya kajian. (yang penting rekomendasi cocok dengan yang diinginkan).

4) Design Plagiate (tanpa dukungan design Note)

Gejala ini dapat dilihat pada:

a) Serah terima karya konsultan (dalam hal ini terkait dengan design)

tanpa/tidak dilengkapi data pendukung berupa design Note. Panitia penerima meng "ia "kan hasil tersebut karena desakan pihak mitra kerja yang sudah terlibat KKN sejak awal.

b) Serah terima karya konsultan tetap dilaksanakan oleh panitia penerima hasil karya konsultan dengan catatan design Note dilengkapi di kemudian hari.

c) Panitia penerima karya konsultan mempunyai hubungan dalam rangka kolusi dengan panitia pengadaan (yang seharusnya tidak boleh ada hubungan, sehingga kolusi/persekongkolan tidak terjadi).

c. Penyerahan Hasil Jasa Pemborongan

Untuk penyerahan hasil jasa konstruksi penyimpangan yang mungkin timbul di antaranya:

1) Volume konstruksi tidak sama dengan yang diminta dalam spesifikasi/BOQ. Gejala ini dapat dilihat pada:

a) Manipulasi atau kegiatan legal resmi yakni perintah perubahan kontrak

penyediaan barang, tidak demikian sebaliknya pada pekerjaan fisik serta konsultansi.

b) Proses perhitungan volume dilakukan oleh orang-orang atau petugas tertentu yang sudah dilatih untuk itu, tentu saja dengan imbalan khusus (mereka berasal dari konsultan supervisi, petugas proyek, dan staf mitra kerja itu sendiri).

c) Untuk pekerjaan yang terpendam, tersembunyi, seperti pembetonan, atau pekerjaan survei untuk pekerjaan konsultansi, manipulasi volume dilakukan melalui pengelabuan frekuensi di lapangan dan pengurangan ukuran lewat pabrik (di mana pengusaha besi beton telah mengantisipasi hal ini dengan mencamtumkan label tertentu dengan volume yang tidak tepat.

d) Untuk pekerjaan lapisan-lapisan, mereka menyediakan khusus untuk tempat pemeriksaan, sehingga apabila dilakukan pengeboran di tempat tersebut akan dijumpai ketebalan yang sesuai dengan spesifikasi teknik. e) Apabila terj adi pemeriksaan mendadak untuk kebenaran volume, para

mitra kerja akan dengan sigap menyediakan orang-orang yang dilatih khusus untuk keperluan itu.

2) Kriteria penerimaan hasil kerja konstruksi bisa Gejala ini dapat dilihat pada:

a) Pengawas lapangan bekerja tidak profesional. Mengekor hasil laporan uji mutu pengawas internal mitra kerja.

b) Direksi lapangan kurang memperhatikan produk dan mereka cenderung mempercayai sepenuhnya data yang diberikan oleh inspektor lapangan.

c) Ada kesengaj aan untuk pekerj aan yang tersembunyi, sengaja tidak melaporkan setiap perkembangan pekerjaan agar tidak mengundang pertanyaan (kemajuan tidak diexpose secara rinci, namun digambar secara global dalam barcharf).

d) Dalam progres report bulanan juga tidak diungkapkan pekerjaan secara detail. Upaya tersebut dilakukan agar di kemudian hari bila ada bagian pekerjaan yang tidak dilaksanakan, hasilnya tidak terlalu terlihat.

3) Perintah perubahan volume dalam rangka KKN Gejala ini dapat dilihat pada:

a) Terjadinya CCO dalam pelaksanaan kontrak adalah sesuatu yang umum terjadi, karena tidak mungkin suatu design dapat merepresentasikan rupa/kenampakan topografi. Terlebih tentang apa-apa yang terkandung di dalamnya. CCO merupakan perangkat legal untuk melakukan penyesuaian kontrak agar kontrak dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.

b) Namun dalam hal terjadi deviasi pelaksanaan pekerjaan sebagai akibat adanya komitmen dalam KKN, CCO merupakan tempat yang paling populer untuk menempatkan dana yang susah dipertanggungjawabkan; dalam ini CCO dapat dilakukan terhadap pergautian volume material yang

murah (dikurangi) ke volume material yanp bernilai tinggi, sehingga terjadi kenaikan harga (volume material yang mahal diperbesar).

c) CCO terjadi pula pada pekerjaan konstruksi tambahan sebagai sesuatu hal yang memang harus dilakukan karena pada awal pekerjaan volume jenis pekerjaan tersebut dipasang kecil.

d) CCO terjadi juga pada pekerjaan yang sederhana, namun pelaksananya akan memperoleh benefit yang lebih besar.

e) Dalam CCO, memang mungkin terjadi penyesuaian akan tetapi mungkin ditujukan untuk rnengakomodasi volume fiktif yang tidak mudah dibuktikan (bila sudah tertimbun oleh lapisan yang lain).

4) Volume Konstruksi Tidak Sesuai Dalam Rangka KKN Gejala ini dapat dilihat pada:

a) Panitia serah terima barang dan jasa menerima kasil karya konstruksi tanpa melakukan uji mutu dan volume secara komprehensif, namun percaya hasil yang disampaikan oleh mitra kerja/konsultan pengawas. b) Kenampakan dari ketidaksesuaian pekerjaan untuk sementara berwujud

deformasi bentuk permukaan dari pekerjaan yang diserahkan, deformasi tersebut kadang-kadang tidak tampak, dan adakalanya kenampakan tersebut baru terlihat setelah kurun waktu tertentu sehingga sulit untuk melakukan deteksi pada dampak penyimpangan kualitas dalam waktu singkat (kecuali dilakukan tes uji mutu secara komprehensif) kenampakan tersebut tidak menjadi perhatian panitia serah terima pekerjaan.

BAB III

TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN PIHAK CV DALAM