• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap Perwujudan Karya

H. Desain Produksi

I. Tahap Perwujudan Karya

Proses perwujudan film After One Second membutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan. Dalam waktu tersebut digunakan untuk mengembangkan ide dan konsep karya, riset, pembuatan naskah, hunting lokasi dan narasumber, juga perekrutan kru produksi dalam proses praproduksi, kemudian proses pengambilan gambar atau produksi dan juga penataan suara dan juga gambar dalam pascaproduksi. Ketiga tahapan tersebut dilewati untuk mendapatkan hasil maksimal dari perwujudan karya ini.

Pelaksanaan karya film dokumenter “After One Second” terbagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu tahap praproduksi, produksi, dan pasca produksi. Semua tingkatan yang tertera saling berkaitan erat, hasil dari dari tingkatan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap tingkatan selanjutnya. Demi membuat sebuah karya yang maksimum, dibutuhkan sebuah penelitian (riset) yang lama pada saat langkah praproduksi, sehingga akan mempermudah pada saat langkah produksi dan pascapoduksi dilaksanakan.

A. 1 Praproduksi

Pra produksi adalah tahapan penting dan tidak bisa dianggap mudah dalam setiap produksi. Pra produksi adalah proses persiapan, dimana tahap ini membutuhkan kematangan agar proses produksi berjalan lancar sesuai dengan target pembuat film. Langkah perancangan terbilang penting untuk membuat sebuah karya dokumenter yang baik dan bermanfaat. Kematangan persiapan produksi tersebut menentukan hasil karya yang dibuat. Beberapa poin penting yang harus diperhatikan saat proses pra produksi adalah sebagai berikut:

a. Pengembangan Ide dan Tema

Film dokumenter adalah titik tengah antara realita dengan penonton.

Dokumenter dibuat berdasarkan pengalaman hidup atau peristiwa-peristiwa tertentu yang berkaitan dengan tema dan tujuan yang diambil. Proses mendapatkan ide untuk pembuatan film dokumenter ini melalui pengamatan atau observasi terlebih dahulu dengan lingkungan sekitar dari berbagai aspek yaitu, sosial, budaya, politik, dan lain sebagainya. Kepekaan terhadap hal-hal

tersebut, termasuk kepekaan terhadap tema kemanusiaan sangat menentukan penemuan ide sebuah film dokumenter.

Pemilihan ide dokumenter ini didasari dari dua faktor, yaitu keingintahuan dan pengalaman. Memasuki perkenalan dengan penggiat Industri khususnya Teknik Sipil membawa penulis untuk mengenal dunia yang tidak jauh darinya, yaitu dunia lingkungan dan segala perkembangan didalamnya, sustainable environment, dari sini dimulailah perkenalan dengan beberapa komunitas lingkungan yang kemudian terjadi riset secara alami tahun demi tahun.

Permasalahan lingkungan terutama sampah plastik jarang dibahas di depan publik mengingat hal ini berkaitan dengan banyak hal dan kepentingan yang menjadikannnya isu yang cukup sensitif terutama di negara berkembang seperti Indonesia.

Plastik memiliki keunggulan dibanding bahan kemasan lain diantaranya murah, fleksibel, ringan, dan anti air. Tetapi pada aplikasinya plastik ternyata menimbulkan masalah lingkungan yang kemudian berdampak bagi kesehatan manusia. Permasalahan sampah ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, diperlukan wadah edukasi yang menyenangkan tapi juga edukatif mengenai lingkungan hidup, salah satunya melalui film dokumenter.

Penentuan ide yang sudah difokuskan pada satu objek, kemudian dilanjutkan ke langkah berikutnya yaitu menentukan sudut pandang. Ketika objek utama ini memiliki berbagai cabang permasalahan maka sutradara harus mengerucutkan lagi sudut pandangnya terhadap permasalahan-permasalahan tersebut.

.

b. Proses Riset dan Pembuatan Naskah

Riset menjadi langkah awal untuk melakukan pencarian fakta tentang sebuah cerita lingkungan. Perluasan ide juga masih dilaksankan dilangkah ini memikirkan karakter yang akan diolah masih bisa berkembang sesuai dengan hal yang didapatkan pada langkah riset. Riset dalam dokumenter merupakan langkah pengumpulan data atau informasi melalui penggalian informasi mendalam mengenai subjek, peristiwa, dan lokasi sesuai dengan tema yang ingin diketengahkan (Gerzon R. Ayawaila, 2008 : 38).

Riset pendahuluan (premiliminary research) dimaksudkan untuk mendapat gambaran bagi pengembangan ide. Hal ini dilakukan melalui analisis visi visual.

Melalui berbagai riset data tertulis baik itu secara online atau melalui buku dan artikel yang sudah lama diarsipkan, objek sampah AMDK ini digali lebih dalam untuk mencari dan mengulik sebab dan permasalahan apa yang berkaitan dengannya. Informasi dari berbagai sumber telah dikumpulkan, maka langkah selanjutnya adalah mencari narasumber yang menjadi kunci utama dalam film ini.

Riset pertama sekaligus pencarian narasumber dilakukan secara selektif.

Narasumber yang pertama kali adalah Prof. Dr. Ir Cahyono Agus, M.Sc yang adalah seorang guru besar di Fakultas Kehutanan UGM, peneliti Site Management dan juga seorang Direktur Eksekutif Green Network Indonesia.Setelah memperoleh satu narasumber yang mewakili dunia lingkungan dan Sustainable Living, kemudian premis yang sudah direncanakan diawal dipecah menjadi beberapa bagian untuk menentukan narasumber lainnya yaitu Kepala Pengurus TPA Piyungan, Kelompok Studi Kelautan dan Profesor Teknik Kimia. Setelah Proses riset cukup, penulis melakukan rapat dengan tim yang telah dipilih. Rapat ini mengemukakan tentang persiapan, pematangan konsep dan jadwal shooting yang akan dilakukan.

Narasumber dalam program ini terbagi menjadi narasumber utama dan narasumber pendukung, narasumber utama adalah orang-orang yang ahli dalam

objek tersebut maupun ahli dalam sains, kemudia narasumber pendukung adalah beberapa orang yang dekat dengan objek. Pada proses praproduksi, sutradara disini juga merangkap sebagai penulis naskah, dengan tujuan apa yang diinginkan oleh sutradara dapat langsung diterjemahkan dalam bentuk lisan. Pembuatan treatment dan naskah dilakukan oleh sutradara untuk digunakan sebagai pedoman pada proses pengambilan gambar/produksi.

Treatment merupakan gambaran yang dapat memberikan benang merah pendekatan dan bagian isi cerita dokumenter. Treatment mutlak diperlukan bagi dokumenter, meskipun tidak ada yang baku dalam bentuk dan penulisan treatment (Ayawaila, 2008 : 38). Treatment merupakan petunjuk serta batas dalam pembuatan dokumenter. Pada langkah produksi, terkadang peristiwa di lapangan tidak sama dengan apa yang telah dibayangkan, banyak sesuatu yang hadir dan seringkali menarik. Tidak semua yang didapatkan di lapangan dapat dimasukan ke bagian cerita dokumenter tersebut, terlalu banyak materi yang disampikan justru akan membuat cerita tidak terfokus pada permasalahan yang hendak diangkat dan menjadi semakin melebar. Sebagai langkah awal terhadap kemungkinan hal tersebut, maka perlu dibuat sebuah batasan atau fokus bahasan.

Selain sebagai naskah awal pembuatan dokumenter, treatment juga berfungsi sebagai panduan pada langkah produksi agar tetap pada pokok bahasan dan tidak melebar. Pada produksi dokumenter After One Second ini, treatment merupakan satu-satunya panduan untuk memvisualisasikan apa yang telah ditulis.

Treatment (storyline) dibuat sebagai acuan dalam pengambilan gambar untuk memudahkan proses produksi film dokumenter, namun pada proses pembuatan film dokumenter, treatment akan selalu mengalami beberapa perubahan dan menyesuaikan kondisi objek yang diangkat. Maka dari itu tidak menutup kemungkinan pembuatan treatment akan berulang-ulang mengalami revisi.

Treatment akan menjadi panduan utama untuk membatasi isu, merangkai alur cerita, dan melakukan proses pengambilan gambar.

Proses pembuatannya mulai dari seleksi statement, kemudian perancangan alur yang dibentuk dari statement yang sudah dipilih, kemudian baru penguatan premis dan konflik dibeberapa titik alurnya.

Pada proses editing, treatment ini menjadi panduan dan memiliki peran penting. Hal ini dipengaruhi oleh tempo bicara narasumber, gambar-gambar yang didapat, dan pengolahan data.

c. Pemilihan Kerabat Kerja

Sebuah film dokumenter memerlukan beberapa tim produksi untuk memperlancar dan memudahkan pengambilan gambar yang diinginkan. Jumlah crew dalam produksi film ini dapat disesuaikan dengan kondisi lokasi dan peristiwa yang terjadi. Kerabat kerja pada karya film ini antara lain produser, sutradara, camera person, animator, editor, dan sound designer.

Produser sebagai pemimpin produksi yang memimpin segala hal yang berhubungan dengan manajerial dan dan menyediakan kebutuhan teknis kerabat kerja yang lain. Penulis berperan sebagai produser dengan tuga memimpin rapat, memesan alat-alat yang dibutuhkan ke persewaan alat, mengurus ijin shooting, membuat cost estimate, mengatur jadwal, menghubungi kerabat kerja lain pada saat shooting dan membuat laporan real cost.

Penulis juga berperan sebagai sutradara, dalam hal ini berperan mengarahkan camera person untuk mengambil gambar sesuai dengan shot list yang telah dibuat.

Sutradara bersama dengan editor ikut mengawasi proses editing sesuai dengan editing script yang telah dibuat oleh sutradara. Sutradara juga memiliki tugas pada proses raw editing. Sutradara memiliki peran sebagai penata suara yang bertanggungjawab pada setiap wawancara.

Camera person pada produksi film ini berjumlah dua orang camera person yang aktif dan seorang camera person cadangan. Camera person cadangan bertugas menggantikan camera person aktif yang berhalangan hadir.

Animator pada film ini berjumlah dua orang. Animator pertama bertugas untuk membuat assets 2D dan melakukan proses rendering dan animator kedua

yaitu penulis bertugas membantu animator pertama dalam proses rigging pada software animasi 3D.

Editor bertugas dalam proses editing offline membantu sutradara pada proses raw editing. Setelah proses editing offline selesai, editor bertanggungjawab melakukan grading, coloring, memasukkan animasi, dan memasukkan latar belakang suara.

Sound designer bertugas mengisi latar belakang music sesuai dengan mood yang ingin dicapai dalam film ini.

e. Rapat Produksi

Rapat produksi dibutuhkan untuk menyatukan ide dan gagasan dari semua kerabat kerja. Konsep film dijelaskan dengan sejelas mungkin oleh sutradara dan penulis naskah bersama dengan produser dan camera person, kemudian tugas-tugas mulai dibagikan kepada setiap kerabat kerja sesuai dengan keahliannya masing-masing. Penulis selain berperan sebagai sutradara, juga berperan sebagai produser. Tugas produser adalah membuat jadwal dan perizinan, sedangkan tugas sutradara dan DOP melakukan hunting lokasi dan blocking kamera. Setelah sutradara dan DOP mendapatkan konsep untuk blocking dan lokasi sudah ditentukan, kru yang lain mengikuti. Namun kru dalam produksi ini termasuk kru kecil, maka dari itu setiap kerabat kerja diminta untuk selalu merespon apa yang kurang pada saat produksi. Cara ini sangat efektif karena waktu untuk produksi karya tidak banyak dan film ini harus selesai dalam waktu yang singkat, ini merupakan salah satu cara agar produksi tetap berjalan sesuai dengan rencana tanpa adanya suatu hambatan yang berarti. Rapat produksi dilakukan beberapa kali untuk kematangan persiapan sebelum produksi.

f. Persiapan Alat

Peralatan teknis adalah suatu hal yang sangat penting untuk menciptakan sebuah karya audio visual. Kamera, tripod, dan wireless clip on merupakan alat utama yang paling dibutuhkan. Untuk menjaga kualitas dari visual dan audio

tersebut maka perlu juga menyiapkan alat bantu seperti tripod, lampu untuk sumber cahaya buatan, audio recorder, dan lain sebagainya. Persiapan alat diatur sesuai jadwal yang telah disusun oleh produser, hal ini dikarenakan langkah produksi yang cukup panjang dan memiliki jeda hari.

A.2 Produksi

Langkah produksi dilaksanakan setelah treatment sudah selesai disusun dan mendapatkan persetujuan dari dosen pembimbing. Dalam dokumenter ini ada dua tahapan produksi, yakni wawancara dan pengambilan stock shot atau footage.

a. Wawancara

Wawancara adalah langkah pencarian fakta melalui seorang narasumber atau seseorang yang berkompeten dalam bidangnya. Wawancara merupakan jantung dari sebuah film dokumenter dalam memberikan informasi yang tidak bisa divisualkan karena memang beberapa kondisi tertentu seperti ketika narasumber mengungkapkan mengenai perasaan atau masa lalu yang tidak ada arsip visualnya, serta hal-hal lain yang tidak dapat dijangkau secara visual.

Wawancara adalah langkah yang mutlak dibutuhkan. Langkah wawancara dilaksanakan setelah melakukan langkah pendekatan yang cukup dengan narasumber, namun terdapat beberapa wawancara yang kurang persiapan, mengingat situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan sehingga hasilnya dapat dibilang kurang maksimal.

Wawancara dilakukan sesuai dengan daftar wawancara yang telah ditulis oleh sutradara. Proses riset dengan narasumber memberi kesimpulan tentang statement-statement yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dari film ini.

b. Pengambilan Stock Shot

Pengambilan footage atau stock shot, tak lepas dari mengikuti kondisi dan keadaan dari obyek. Stock shot di TPA Piyungan, ternak sapi liar, kolam air lindi, sungai, laut menjadi orientasi pengambilan stock shot. Footage-footage

penting merupakan pendukung visual dari penjelasan yang disampaikan oleh narasumber-narasumber.

Dokumen terkait