• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

4. Tahap-Tahap Manajemen Kasus

Adapun tahap-tahap dalam manajemen kasus yaitu: 1. Penilaian (Assessment)

Sebelum melakukan tahap penilaian ini, tim manajemen kasus mengadakan prescreening terhadap klien, untuk menentukan klien mana yang dapat ikut dalam program manajemen kasus yang akan dilakukan. Hal-hal mendasar dalam penentuanprescreening(penyeleksian):

a. Keadaan medis psikiatri klien, dalam hal ini klien yang masih dalam kondisi akut tidak dapat diikutsertakan dalam program ini.

b. Ada tidaknya dukungan keluarga terhadap program ini dapat berpengaruh pada keikutsertaan klien. Keluarga yang tidak mendukung akan dapat mengurangi kesempatan klien untuk dapat mengikuti program manajemen kasus.

Assesment yang bersifat komprehensif menjadi sangat penting dalam manajemen kasus, yakni asesment diperoleh dari hasil observasi dan evaluasi perkembangan tingkah laku klien selama masa perawatan, informasi dari keluarga atau orang yang dekat dengan klien, hasil masukan atau pendapat dari klien tentang hal-hal yang menjadi masalah bagi dirinya.9

8

Kementerian Sosial RI, “Modul Diklat Dasar Pekerjaan Sosial dengan Lanjut Usia”, (Bandung: Balai Besar Badan Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), t.t), h. 86.

9

Lambert Maguire, “Pekerjaan Sosial Klinis”. Penerjemah Tim STKS Bandung dan Biro Humas-Departemen Sosial RI, (Jakarta: PT. Erdino Mutiara Agung, 2008), h. 113

2. Perencanaan (Planning)

Perencanaan yaitu tahap untuk menyusun dan mengembangkan layanan yang menyeluruh untuk klien sesuai dengan hasil assesment.Hasil-hasil identifikasi masalah yang didapatkan dari tahap asesmen (sesuai keinginan klien, masalah kebutuhannya, serta sumber daya yang tersedia), kemudian disusun menjadi suatu formulasi masalah, dan selanjutnya dapat ditetapkan prioritas masalah yg digunakan untuk menyusun perencanaan.

Penetapan tujuan harus individual dan harus realistis berdasarkan hasil yang didapat dari asesmen, serta tujuan yang tercapai. Contoh: klien yang memiliki masalah disabilitas psikososial atau sulit berkomunikasi dengan orang sekitarnya atau tidak ada keterampilan untuk melakukan pekerjaan, maka perlu direncanakan intervensi dengan menghubungkan klien pada program day care. Selanjutnya harus ditentukan tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang akan dicapai oleh klien.

Berdasarkan contoh di atas maka dapat ditetapkan tujuan jangka pendek dan panjang yaitu tujuan jangka pendek yang ditetapkan pada klien ini adalah meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan mandiri, sedangkan tujuan jangka panjang mengurangi stresor yang dapat menyebabkan depresi dan kekambuhan penyakit, sehingga dapat mengurangi terjadinya penurunan kondisi fisik dan psikis serta memperbaiki kualitas hidup.

Dalam upaya penetapan tujuan ini tentunya harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan tim multidisiplin berkaitan dengan penyusunan, yaitu seperti jenis pelayanan yang akan diberikan, sumber-sumber pelayanan yang mudah didapat klien dan penentuan anggota staf tim yang bertanggung jawab terhadap pelayanan yang diberikan. Perencanaan intervensi mencakup perencanaan penanganan dalam arti pemberian konseling langsung dan terapi, serta perencanaan pelayanan yang mencakup upaya mengkaitkan klien dengan dukungan eksternal formal dan informal dalam pemberian bantuan. Perencanaan pelayanan inervensi biasanya melibatkan metode-metode pencapaian tujuan jangka pendek dan panjang.

Perencanaan berkaitan erat dengan identifikasi sumber daya dan hubungan-hubungan yang saling terkait. Dalam menyusun rencana banyak manejer kasus mempertimbangkan hambatan-hambatan yang mungkin terjadi bagi klien dan tingkat sistem dan mulai mempertimbangkan langkah-langkah lain untuk menangani hal tersebut. Klien harus terlibat semaksimal mungkin dalam perencanaan intervensi, mengingat mereka biasanya lebih mampu mengidentifikasi kebutuhannya dan karena itu mendukung hasil pelayanan yang lebih efektif.10

10

Albert R. Roberts dan Gilbert J. Greene, “Buku Pintar Pekerja Sosial”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), Cet. 1, h. 283.

3. Pelaksanaan (Implementation)

Menjamin terpenuhinya kebutuhan klien sesuai perencanaan yang telah dibuat. Mulai dari perencanaan hingga melakukan pelaksanaan, dilihat sejauh mana manajamen kasus memberikan pelayanan kepada klien untuk memenuhi kebutuhannya. Contoh konseling, bimbingan mental dan ketrampilan, dan sebagainya. Apakah dukungan ini dapat disediakan sendiri atau harus bekerja sama dengan agensi lainnya. Bila terjadi keadan krisis yang tidak terduga, maka harus dijamin tersedianya jasa pelayanan yang sesuai untuk mengatasinya.

Tahap pelaksanaan ini merupakan salah satu yang paling krusial (penting) karena sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik akan tidak sesuai dalam pelaksanaan di lapangan bila tidak ada kerja sama antara petugas, pertentangan antar kelompok juga dapat menghambat pelaksanaan suatu program atau kegiatan.11

4. Pengawasan (Monitoring)

mengevaluasi dan memantau jasa pelayanan yang telah diberikan kepada klien. Faktor-faktor yang di evaluasi meliputi kuantitas dan kualitas pelayanan, termasuk efektivitas penggunaan biaya dan kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan tujuan yang ditetapkan. Selain itu harus diketahui ada tidaknya kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi atau adanya kesenjangan antara kebutuhan dengan sumber daya dan pelayanan

11

Isbandi Rukminto, “Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas”, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001), h. 176.

yang ada. Pada tahap ini juga dilakukan stabilisasi terhadap perubahan yang sudah diharapkan terjadi.12

5. Pendampingan

Mendampingi dan memberikan bimbingan lanjutan kepada klien. Tahap pendampingan terhadap klien berlangsung terus-menerus selama program manajamen kasus, bertujuan agar dapat diketahui apakah pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya. Contoh: klien yang telah direncanakan mendapat pelayanan day care ternyata tidak dilakukan oleh agen pelayanan, sehingga manajer kasus dapat mempertanyakan hal tersebut atas nama klien. Tahap pendampingan terhadap klien berlangsung terus-menerus saat melakukan manajemen kasus karena bertujuan agar dapat diketahui apakah pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya.13

6. Pengakhiran (Termination)

Mengambil tindakan untuk menyelesaikan atau meneruskan suatu program manajemen kasus pada seorang klien, dimana klien dipersiapkan untuk mengakhiri program, disiapkan melalui masa transisi dan kemudian dilepaskan untuk mengikuti program tanpa pendampingan, setelah itu baru klien benar-benar dapat keluar dari program. Pada masa transisi manajer kasus mengajak klien untuk berperan aktif merencanakan kegiatan dan

12

Isbandi Rukminto, “Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas”, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001), h. 176.

13

Kementerian Sosial RI, “Modul Diklat Dasar Pekerjaan Sosial dengan Lanjut Usia”, (Bandung: Balai Besar Badan Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), t.t), h. 88.

pemenuhan kebutuhannya secara mandiri. Akan tetapi selain proses yang diakhiri atas dasar kesepakan bersama karena sudah tercapainya suatu kemampuan tertentu dari klien, terminasi juga dapat terjadi secara sepihak, misalnya saja karena tidak terbentuknya relasi yang baik antara manajer kasus dengan kliennyamaka dalam hal ini terminasi yang terjadi adalah terminasi tanpa tercapainya bentuk perilaku yang diharapkan akan dapat membantu klien untuk mengatasi permasalahan yang ada. Dalam kasus ini biasanya mekanisme untuk menangani permasalahan yang muncul pada diri klien tidak terbentuk dengan baik.14

Dokumen terkait