• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. UMPAN BALIK GURU (Guru memberi tugas

2.1.3 Pendekatan Penemuan Terbimbing .1 Ciri pendekatan penemuan terbimbing

2.1.3.2 Tahapan Pembelajaran penemuan terbimbing

Pembelajaran penemuan terbimbing dikembangkan berdasarkan pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. Menurut prinsip ini peserta didik dilatih dan didorong untuk dapat belajar secara mandiri. Dengan kata lain, belajar secara konstruktivis lebih menekankan belajar berpusat pada peserta didik sedangkan peranan guru adalah membantu peserta didik menemukan fakta, konsep atau prinsip untuk diri mereka sendiri bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.

Menurut Ibrahim (Holil, 2008) tahap-tahap pembelajaran dengan pendekatan penemuan terbimbing.

1. Orientasi peserta didik pada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi peserta didik terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang diberikan guru.

2. Mengorganisasikan peserta didik dalam belajar. Guru membantu peserta didik mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas yang berkaitan dengan masalah serta menyediakan alat.

3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

4. Menyajikan / mempresentasikan hasil kegiatan. Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan yang membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

5. Mengevaluasi kegiatan. Guru membantu peserta didik untuk merefleksi pada penyelidikan dan proses penemuan yang digunakan

Carin (1993) memberikan petunjuk dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran penemuan terbimbing sebagai berikut.

1. Menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh peserta didik. 2. Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan. 3. Menentukan lembar pengamatan untuk peserta didik. 4. Menyiapkan alat dan bahan secara lengkap.

5. Menentukan dengan cermat apakah peserta didik akan bekerja secara individu atau secara kelompok yang terdiri dari 2, 3 atau 4 peserta didik.

6. Mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh peserta didik untuk mengetahui kesulitan yang mungkin timbul atau kemungkinan untuk modifikasi.

Selanjutnya, untuk mencapai tujuan di atas Carin (1993) menyarankan hal-hal sebagai berikut.

1. Memberikan bantuan agar peserta didik dapat memahami tujuan kegiatan yang dilakukan.

2. Memeriksa bahwa semua peserta didik memahami tujuan kegiatan prosedur yang harus dilakukan.

3. Sebelum kegiatan dilakukan menjelaskan pada peserta didik tentang cara bekerja yang aman.

4. Mengamati setiap peserta didik selama mereka melakukan kegiatan.

5. Memberikan waktu yang cukup kepada peserta didik untuk mengembalikan alat dan bahan yang digunakan.

6. Melakukan diskusi tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan.

2.1.4 Aktivitas Peserta Didik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aktivitas adalah keaktifan; kegiatan (KBBI, 2002: 20). Aktivitas belajar adalah keaktifan peserta didik yang berhubungan dengan proses pembelajaran (berdiskusi, bertanya, berpendapat) selama dilakukan pembelajaran.

Menurut Rousseau (Sardiman, 2001) bahwa semua pengetahuan harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri,

dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Ini menunjukkan bahwa setiap orang yang belajar harus aktif sendiri, sebab tanpa ada aktivitas maka proses belajar tidak mungkin berlangsung baik.

Prinsip-prinsip aktivitas dalam belajar dapat dilihat dari sudut perkembangan konsep jiwa menurut ilmu jiwa dimana yang menjadi focus perhatian adalah kmponen manusiawi yang melakukan aktivitas belajar mengajar, yaitu peserta didik dan guru. Prinsip aktivitas belajar tersebut secara garis besar dibagi menjadi 2 pandangan yaitu ilmu jiwa lama dan ilmu jiwa modern.

a. Pandangan ilmu jiwa lama.

Menurut pandangan ini, guru senantiasa mendominasi dalam kegiatan belajar mengajar. Peserta didik terlalu pasif sedang guru terlalu aktif dan segala inisiatif datang dari guru. Aktivitas peserta didik terbatas pada mendengarkan, mencatat dan menjawab pertanyaan. Proses proses belajar seperti ini tidak mendorong peserta didik untuk berpikir dan beraktivitas, yang banyak beraktivitas adalah guru dan guru dapat menentukan segala sesuatu yang dikehendaki. Hal ini tentu tidak sesuai dengan hakikat pribadi peserta didik sebagau subjek belajar.

b. Pandangan ilmu jiwa modern.

Menurut pandangan ini, manusia adalah sesuatu yang dinamis, mempunyai potensi dan energi sendiri. Oleh karena itu secara alamiah peserta didik dapat menjadi aktif, karena adanya motivasi yang didorong oleh macam-macam kebutuhan. Disini tugas guru adalah membimbing dan menyiapkan kondisi peserta didik agar peserta

didik dapat mengembangkan bakat dan potensinya, sehingga dalam hal ini peserta didik yang beraktivitas dan berbuat.

Paul B Diedrich (Sardiman a. M., 2001: 99) menggolongkan jenis-jenis aktivitas kegiatan peserta didik dalam belajar sebagai berikut:

1) aktivitas visual, 2) aktivitas lisan, 3) aktivitas mendengarkan, 4) aktivitas menulis, 5) aktivitas mental, 6) aktivitas gerak,

7) aktivitas menggambar, dan 8) aktivitas emosional.

Aktivitas peserta didik yang diamati diantaranya adalah. 1) Aktivitas Visual

1. Membaca buku paket atau LKS. 2. Memperhatikan gambar demontrasi. 3. Memperhatikan penjelasan guru.

4. Memperhatikan presentasi teman yang maju. 2) Aktivitas Lisan

1. Berani bertanya

2. Menjawab pertanyaan yang diberikan. 3. Mengungkapkan pendapat atau saran.

4. Menanggapi pendapat. 3) Aktivitas Mendengarkan

1. Mendengarkan saat guru menerangkan. 2. Mendengarkan penyajian presentasi. 4) Aktivitas menulis

1. Membuat rangkuman materi.

2. Berani mengerjakan di depan kelas atau di papan tulis. 3. Mengerjakan soal-soal yang diberikan guru.

5) Aktivitas mental

1. Mengingat kembali materi.

2. Memecahkan masalah dengan konsep yang ada. 6) Aktivitas gerak

1. Mengacungkan tangan saat bertanya. 2. Melakukan gerakan sesuai perintah guru. 7) Aktivitas menggambar

1. Menggambar jajargenjang dan belahketupat. 8) Aktivitas Emosi

1. Menaruh minat pada pelajaran. 2. Gembira.

2.1.5 Pemahaman Konsep

Paham berarti mengerti benar (akan), tahu benar (akan); pemahaman berarti proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan (KBBI, 2002: 636). Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh (Suherman, 2003: 33). Pemahaman konsep dalam penelitian ini adalah kesanggupan atau kecakapan peserta didik kelas VII SMP dalam menyelesaaikan soal-soal tes pemahaman konsep.

Menurut Gagne (Suherman, 2003: 33) dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh peserta didik yaitu objek tak langsung dan objek langsung. Objek tak langsung yaitu kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana mestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta keterampilan, konsep dan aturan. Jadi, berdasarkan uraian diatas, konsep merupakan objek langsung dari matematika yang diperoleh peserta didik

Menurut Firdaus (2006: 1), salah satu mitos sesat seputar matematika menyatakan bahwa matematika selalu berhubungan dengan kecepatan menghitung. Memang berhitung adalah bagian tak terpisahkan dari matematika, terutama pada tingkat SD. Tetapi kemampuan menghitung secara cepat bukanlah hal terpenting dalam matematika. Yang terpenting adalah pemahaman konsep, kita akan mampu mengadakan analisis (penalaran) terhadap pemecahan soal untuk kemudian mentransformasikan ke dalam dan bentuk persamaan matematika, baru kemampuan menghitung diperlukan. Itu pun bukan sesuatu yang mutlak, sebab pada saat ini telah

banyak beredar alat bantu menghitung seperti kalkulator dan komputer. Jadi mitos yang lebih tepat bahwa matematika sekali berhubungan dengan pemahaman dan penalaran.

Matematika adalah mata pelajaran yang diajarkan dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan menengah. Selain mempunyai sifat yang abstrak, pemahaman konsep matematika yang baik sangatlah penting karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasyarat pemahaman konsep sebelumnya.

Pada kurikulum 2004 Standar Kompetensi Pembelajaran Matematika SMP/MTS (Tim PPPG Matematika, 2005: 86) dinyatakan bahwa kemampuan yang perlu diperhatikan dalam penilaian pembelajaran matematika antara lain adalah pemahaman konsep dan prosedur (algoritma). Lebih jauh dinyatakan bahwa peserta didik dikatakan memahami konsep bila peserta didik mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep. Sedang peserta didik dikatakan memahami prosedur jika mampu mengenali prosedur atau proses menghitung yang benar dan tidak benar.

Pada petunjuk teknis peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 506/C/PP/2004 tanggal 11 November 2004 (Tim PPPG Matematika, 2005: 86) tentang penilaian perkembangan anak didik SMP dicantumkan indikator dari kemampuan pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika, indikator tersebut adalah.

1. menyatakan ulang sebuah konsep;

3. memberi contoh dan non contoh dari konsep;

4. menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis; 5. mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari sebuah konsep; 6. menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur tertentu; 7. mengaplikasi konsep atau algoritma ke pemecahan masalah.

Pemahaman konsep merupakan salah satu kecakapan matematika. Dalam pemahaman konsep, peserta didik mampu menguasai konsep, operasi dan relasi matematis. Pembelajaran matematika dengan pendekatan penemuan terbimbing memberikan bimbingan atau arahan kepada peserta didik untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika.

2.1.6 Pembelajaran Ekspositori

Ekspositori berasal dari kata ekspo atau eksposisi yang berarti menjelaskan atau menyampaikan ide gagasan. Beberapa pendapat yang disampaikan oleh ahli pendidikan tentang pengertian pembelajaran ekspositori antara lain: pembelajaran ekspositori sama dengan metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan kepada guru sebagai pemberi informasi (Suherman, 2003: 203). Pembelajaran ekspositori adalah cara penyampaian pembelajaran dari seorang guru kepada peserta didik di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab (Suyitno, 2004: 4). Dalam pembelajaran ekspositori bahan pengajaran sudah disusun oleh guru secara hierarkis atau sistematis. Sehingga dalam

proses belajar mengajar yang terjadi adalah guru menerangkan peserta didik menerima, akan tetapi didominasi guru dalam menerangkan materi pelajaran.

Dokumen terkait