• Tidak ada hasil yang ditemukan

II METODE PENELITIAN

ALOS PALSAR

2.3 Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan penelitian yaitu: 1) persiapan, 2) pra pengolahan citra ALOS PALSAR, 3) pengolahan citra ALOS PALSAR, 4) desain penarikan contoh, 5) pengambilan data lapangan, 6) pengolahan data lapangan, dan 7) pemilihan peubah tegakan. Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Tahapan penelitian.

2.3.1 Persiapan

Kegiatan pada tahap persiapan adalah pengumpulan data digital berupa data vektor dan data raster, pembuatan tallysheet, dan pengolahan citra ALOS PALSAR agar dapat diolah dan dianalisis untuk keperluan penelitian.

2.3.2 Pra Pengolahan Citra

Tahapan pra pengolahan citra ALOS PALSAR dimaksudkan untuk memperoleh citra ALOS PALSAR yang siap dianalisis. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini terdiri dari pemotongan citra (cropping) dan reduksi noise.

(1) Pemotongan citra (cropping)

Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi citra sesuai dengan wilayah penelitian sehingga analisis dapat lebih fokus pada lokasi penelitian dan pemrosesan citra berlangsung lebih cepat.

(2) Reduksi noise

Noise terjadi akibat adanya interaksi sinyal balik yang beragam dari berbagai objek yang ada di area tersebut. Interaksi gelombang akan membuat

Pra pengolahan citra ALOS PALSAR Clustering Dendrogram evaluasi Merging & labelling Data lapangan Analisis Peubah tegakan yang berpengaruh mulai selesai

sinyal pancar balik tersebut menghilang atau malah diperkuat sehingga akan menghasilkan piksel yang cerah dan gelap yang disebut spekcle noise.

Citra ALOS PALSAR resolusi 6.25 meter dilakukan reduksi noise, sedangkan pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter tidak dilakukan reduksi noise karena tidak mengalami gangguan. Metode yang digunakan pada tahap ini adalah filter frost dengan window size 7 x 7.

Filter frost akan mengganti nilai piksel yang menjadi prioritas dengan bobot dari jumlah nilai dalam window size (moving window) 7 x 7. Faktor bobot akan berkurang menurut jarak piksel dari piksel prioritas. Rumus yang digunakan adalah:

= nxn t e K

α

α DN dimana            

=

2 I 4 2 2

α

σ

σ

n

dan K = Konstanta Ī = rata-rata lokal σ = variance local n = moving window size

σ = image coefficient of avariation value

rata -rata keragaman = σ t = jarak

X0,Y0 = posisi piksel tujuan

X,Y = posisi piksel ke-i terhadap piksel tujuan

2.3.3 Pengolahan Citra (1) Konversi Digital Number

Kegiatan ini mengkonversi digital number menjadi nilai backscatter citra ALOS PALSAR yang dilakukan pada setiap polarisasi HH dan HV baik untuk citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter maupun pada citra ALOS PALSAR

resolusi 6,25 meter. Nilai backscatter tiap piksel dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini (Shimada et al. 2009).

σ° =10 x log10 (DN2

) + CF Keterangan:

σ° = Koefisien backscatter dalam desibel (db) DN = Digital Number

CF = Calibration Factor (-83) (2) Klasifikasi tidak terbimbing

Klasifikasi tidak terbimbing atau klastering (clustering) merupakan suatu teknik klasifikasi yang merupakan serangkaian proses untuk mengelompokkan observasi (piksel) ke dalam suatu kelas atau klaster yang benar dalam suatu set kategori yang disusun (Jaya 2009). Jumlah klaster awal pada penelitian ini ditetapkan sebanyak 20 klaster. Proses klastering selanjutnya menggunakan metode rata-rata bergerak (migrating means) atau dikenal juga dengan istilah metode K-mean clustering. Agar memudahkan melakukan analisis pengkelasan berdasarkan tingkat kemiripan dari masing-masing ukuran klaster yang digunakan, maka diperlukan suatu teknik untuk menyusun urutan pengelompokan klaster, dari jumlah yang banyak sampai dengan jumlah yang kecil. Diagram yang menggambarkan pengelompokan ini dinamakan dendrogram.

(3) Dendrogram

Dendrogram adalah kurva yang menggambarkan pengelompokan klaster, untuk memudahkan analisis pengkelasan. Salah satu metode penggambarannya ialah metode tetangga terdekat (nearest neighbor method) yaitu metode penggambaran klaster berdasarkan pada jarak terdekat dari anggota klaster. Metode ini sering disebut dengan metode “single linkage”.

(4) Merging

Kelas yang memiliki jarak dekat dengan kelas lainnya digabungkan (merge) menjadi satu kelas yang sama.

2.3.4 Desain Penarikan Contoh

Penentuan plot contoh dilakukan secara systematic sampling dengan area prioritas (area of interest) mempertimbangkan kemudahan aksesibilitas dan ketersebaran plot contoh di lokasi penelitian. Bentuk plot contoh berupa persegi

empat berukuran 50 m x 50 m dengan jumlah 45 plot contoh. Peta sebaran plot contoh disajikan pada Gambar 7.

2.3.5 Pengambilan Data Lapangan

Pengambilan data di lapangan dimulai dengan tahapan sebagai berikut: (1) Penentuan Titik Pusat Plot

Posisi titik pusat plot di lapangan ditentukan atas dasar gambaran titik pusat plot dipeta/citra. Titik pusat plot ditentukan koordinatnya dengan menggunakan GPS.

(2) Pembuatan plot contoh

Plot contoh berbentuk persegi empat dengan ukuran 50 m x 50 m untuk pengukuran pohon dengan diameter 20 cm ke atas, di dalamnya plot contoh dibuat sub plot contoh berukuran 10 m x 10 m untuk pengukuran tiang dengan diameter 10 cm sampai dengan diameter kurang dari 20 cm dan sub plot contoh berukuran 5 m x 5 m untuk pengukuran pancang dengan diameter 5 cm sampai dengan diameter kurang dari 10 cm. Gambar plot contoh disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Plot contoh. (3) Pengambilan data lapangan

Data lapangan yang dikumpulkan pada setiap plot contoh merupakan dimensi tegakan yang dapat mempengaruhi nilai backscatter citra ALOS PALSAR. Data-data plot contoh yang dikumpulkan adalah:

a Titik koordinat pusat plot contoh; diambil dengan menggunakan GPS untuk mendapatkan posisi koordinat x dan y pusat plot di lapangan.

b Diameter; diameter diukur pada setinggi dada (130 cm).

(1) Tingkat pancang, diukur diameter 5 cm sampai dengan diameter < 10 cm, sub plot untuk pengukuran pancang berukuran 5 x 5 meter pada kuadran I.

Titik Pusat Plot

50 m 10m 5 5 10m Kuadran IV Kuadran I Kuadran II Kuadran III 50 m

(2) Tingkat tiang diukur diameter 10 cm sampai dengan diameter < 20 cm, sub plot untuk pengukuran pancang berukuran 10 x 10 meter pada kuadran I. (3) Pohon diukur pada diameter ≥ 20 cm, diukur pada plot contoh 50 x 50 m.

c Tinggi total; diukur dari pangkal batang sampai ujung tajuk tanaman.

d Diameter tajuk; merupakan diameter rata-rata tajuk yang diukur dua kali pada arah Utara-Selatan dan Timur-Barat.

e Tebal tajuk; diukur dari pangkal bebas cabang sampai ujung tajuk.

f Kemiringan lapangan (slope); merupakan beda tinggi pada pusat plot dengan kondisi di sekitarnya.

g Arah kemiringan lapangan (Aspect) yang ditentukan dari pusat plot sampel. h LAI (leaf area index); diambil menggunakan kamera dengan lensa fish eye. i Gambar dokumentasi plot contoh.

2.3.6 Pengolahan Data Lapangan

Data lapangan yang telah tercatat di tallysheet selanjutnya direkapitulasi dan dilakukan perhitungan untuk mengetahui data setiap plot contoh.

(1) Posisi koordinat plot contoh dari GPS.

(2) Nilai rata diameter, rata tinggi pohon, rata lebar tajuk, dan rata-rata tebal tajuk setiap plot.

(3) Kerapatan pancang, tiang dan pohon setiap plot dalam hektar (ha). Rumus kerapatan sebagai berikut:

keterangan:

K = Kerapatan (pancang, tiang dan pohon setiap plot/sub plot dalam ha) (4) Luas bidang dasar per hektar (m2/ha) setiap plot contoh.

Lp d LBDSj n i

= = 1 2 . ). 4 / 1 ( π keterangan:

LBDSj = Luas Bidang Dasar (m2/ha) dari plot ke j

π = 3.14

d = DBH (m)

(5) Luas tajuk per hektar (m2/ha) setiap plot contoh LTjk = Lp .D ¼. 1 2 tjk

= = n i Tjk L π keterangan:

LTjk = Luas tajuk (m2/ha)

π

= 3.14

Dtjk = diameter tajuk pohon (m) Lp = luas plot/sub plot (ha) (6) Penghitungan biomasa

Pendugaan biomasa pohon di atas permukaan tanah pada hutan hujan tropis dengan ketinggian 1600 m di atas permukaan laut menggunakan allometric yang dikembangkan oleh Basuki et al. (2009)

ln(TAGB) = c + αln(d)

keterangan:

TAGB = total above-ground biomass c = -1.201

α = 2.196 d = diameter (7) Pengukuran LAI

Pengukuran LAI dilakukan dengan menggunakan kamera berlensa fisheye. Pengambilan foto dilakukan di tengah plot mengarah ke atas dari lantai hutan. Posisi kamera foto pada tripot dengan ketinggian 150 cm. Penghitungan nilai LAI menggunakan softwareHemiview 2.1

2.3.7 Pemilihan Peubah Tegakan

Pada penelitian ini, analisis diskriminan digunakan sebagai alat analisis untuk mengetahui peubah tegakan yang menjadi faktor pembeda kelas pada hutan hujan tropis. Peubah-peubah tegakan yang menjadi variabel independen dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap nilai backscatter.

Analisis diskriminan merupakan metode statistik untuk mengelompokkan atau mengklasifikasi sejumlah obyek ke dalam beberapa kelompok, berdasarkan beberapa peubah. Pada prinsipnya analisis diskriminan bertujuan untuk mengelompokkan setiap obyek ke dalam dua atau lebih kelompok berdasar pada

kriteria sejumlah peubah bebas. Pengelompokkan ini bersifat mutually exclusive, dalam artian jika obyek A sudah masuk kelompok 1, maka ia tidak mungkin juga dapat menjadi anggota kelompok 2. Analisis kemudian dapat dikembangkan pada peubah mana saja yang membuat kelompok 1 berbeda dengan kelompok 2, berapa persen yang masuk ke kelompok 1, berapa persen yang masuk ke kelompok 2. Ciri analisis diskriminan adalah jenis data dari peubah dependent bertipe nominal (kategori), seperti kode 0 dan 1, atau kode 1, 2 dan 3 serta kombinasi lainnya (Santoso et al. 2001).

Model analisis diskriminan yang digunakan bentuknya sebagai berikut: D = b0 + b1X1 + b2X2+ b3X3+ ….. + bnXn

dimana X1 ~ Xn prediktor atau peubah tegakan secara berturut-turut terdiri dari kerapatan pancang, kerapatan tiang, kerapatan pohon, diameter batang pancang, diameter batang tiang, diameter batang pohon, tinggi pancang, tinggi tiang, tinggi pohon, LBDS pancang, LBDS tiang, LBDS pohon, biomasa pancang, biomasa tiang, biomasa pohon, tebal tajuk pancang, tebal tajuk tiang, tebal tajuk pohon, diameter tajuk pancang, diameter tajuk tiang, diameter tajuk pohon, persentasi tutupan tajuk, dan Leaf Area Index (LAI).

Metode analisis fungsi diskriminan pada penelitian ini adalah metode stepwise, yaitu dengan memasukkan semua peubah tegakan dalam analisis untuk menentukan peubah tegakan mana saja yang dapat membedakan kelas pada hutan hujan tropis. Setelah semua peubah tegakan dimasukkan dalam fungsi diskriminan, kemudian dilakukan evaluasi kontribusi dari masing-masing peubah tegakan dimana peubah tegakan yang tidak memberikan kontribusi dihilangkan, dan peubah tegakan yang memberikan kontribusi paling besar dalam membedakan kelas merupakan peubah tegakan yang mempengaruhi backscatter. Peubah tegakan yang memberikan kontribusi besar adalah peubah-peubah tegakan yang memiliki nilai F hitung yang lebih lebih besar.

Untuk evaluasi keakuratan fungsi diskriminan dilakukan penghitungan hit ratio. Hit ratio merupakan persentase jumlah contoh yang kelasnya dapat diprediksi secara tepat keanggotaanya dengan menggunakan fungsi diskriminan.

Dokumen terkait