• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lampiran 8. Kadar air kesetimbangan biskuit adonan lunak dan adonan keras berdasarkan model-model persamaan model sorpsi isotermis

B. METODE PENELITIAN

2. Tahapan Penelitian

Mengacu pada kedua pendekatan di atas, maka dilakukanlah suatu rangkaian penelitian secara bertahap. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir metode penelitian

a. Penentuan Kadar Air Awal (SNI 01-2891-1992)

Penentuan kadar air awal perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi awal produk. Pengukuran kadar air dilakukan terhadap sampel segar yang baru saja dibuka dari kemasan aslinya. Kadar air awal produk juga diperlukan untuk mengetahui berat padatan produk biskuit.

Cawan bersih kosong dikeringkan dalam oven bersuhu ± 105 – 110 o

C selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang sebagai (W1). Dua gram sampel (W2) yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam cawan dan dioven pada suhu 105 – 110 oC selama tiga jam sampai mencapai berat konstan. Setelah itu cawan yang berisi sampel didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (W3). Kadar air dihitung dengan rumus:

Kadar air basis kering (g H2O/ g padatan) = (W1 + W2) – W3 (W3 – W1)

Penentuan kadar air awal

Penentuan kadar air kritis

Penentuan pola kurva sorpsi isotermis

Penentuan model persamaan sorpsi isotermis dan uji ketepatan model

Penentuan permeabilitas kemasan

Penentuan berat padatan per kemasan dan luas kemasan

Penentuan perbedaan tekanan luar dan dalam kemasan

Kadar air basis basah (g H2O/ g padatan) = (W1 + W2) – W3 W2

b. Penentuan Parameter Kritis dan Kadar Air Kritis

Penentuan parameter kritis dilakukan dengan survei konsumen tentang penyebab kerusakan produk biskuit. Hal ini dapat diketahui dengan cara menyebarkan kuisioner kepada 35 orang panelis tentang parameter penyebab kerusakan produk biskuit. Panelis diminta memilih atribut yang paling penting dalam menentukan kerusakan produk biskuit. Form untuk survei atribut utama penyebab kerusakan biskuit dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penentuan kadar air kritis diawali dengan menyimpan biskuit di suhu ruang selama 5 jam untuk produk biskuit merk A dan 6 jam untuk produk biskuit merk B. Setiap jam dilakukan pengambilan sampel dan dianalisis kadar air, nilai kerenyahan, dan sifat organoleptik kerenyahannya. Uji organoleptik difokuskan pada nilai kesukaan panelis terhadap kerenyahan produk tersebut, dengan skala kesukaan 1 – 7, dimana satu merupakan skala sangat tidak suka dan tujuh adalah skala sangat suka. Contoh form uji kesukaan dapat dilihat pada Lampiran 3. Sampel diujikan kepada 30 orang panelis tidak terlatih. Kadar air diukur berdasarkan SNI 01- 2891-1992 sedangkan nilai kerenyahan diukur dengan alat texture analyzer, menggunakan cylinder probe (P2/E). Setting alat texture analyzer pada saat pengukuran nilai kerenyahan dapat dilihat di Lampiran 4. Sampel diletakkan di atas meja sampel dan ditekan dengan cylinder probe yang berdiameter 2 mm (P2/E). Hasil pengukuran diperoleh dalam bentuk grafik yang langsung dapat dibaca oleh komputer. Nilai kerenyahan adalah nilai puncak pertama yang signifikan pada grafik dan dinyatakan sebagai gf (gram force).

Data kadar air dan nilai kerenyahan masing-masing sampel yang telah diberi perlakuan waktu penyimpanan, selanjutnya diplotkan dengan nilai kesukaannya masing-masing, sehingga diperoleh grafik yang menunjukkan hubungan antara skor kesukaan dengan kadar air dan hubungan antara skor kesukaan dengan nilai kerenyahan. Hubungan tersebut

dinyatakan dalam persamaan regresi linear. Berdasarkan regresi linear yang diperoleh, kadar air kritis dihitung pada saat skor kesukaan panelis bernilai 3 (skala agak tidak suka) berdasarkan persamaan regresi yang menyatakan hubungan skor kesukaan dengan kadar air. Nilai kerenyahan pada saat kadar air kritis tercapai dapat pula diperoleh dari persamaan regresi yang menyatakan hubungan skor kesukaan dengan nilai kerenyahan, yaitu pada saat skor kesukaan bernilai 3. Selain menentukan hubungan regresi linear antara nilai kerenyahan dan skor kesukaan di atas, ditentukan pula persentase penurunan kerenyahan sampai kadar air kritis tercapai berdasarkan rumus berikut ini:

% penurunan = (kerenyahan awal – kerenyahan kritis) × 100% kerenyahan awal

c. Penentuan Pola Kurva Sorpsi Isotermis (Spiess dan Wolf, 1987)

Penentuan kurva sorpsi isotermis diawali dengan pembuatan larutan garam jenuh yang digunakan untuk mengatur RH ruangan (desikator). Garam yang digunakan dalam penelitian ini adalah MgCl2, NaBr, NaCl, KCl, dan KNO3.

Sekitar dua gram produk biskuit diletakkan pada cawan alumunium kering kosong yang telah diketahui beratnya. Cawan yang berisi sampel tersebut diletakkan dalam desikator yang berisi larutan garam jenuh yang mempunyai nilai RH berbeda-beda. Desikator kemudian disimpan dalam inkubator dengan suhu 30oC. Sampel dalam cawan kemudian ditimbang bobotnya secara periodik setiap hari sampai diperoleh bobot yang konstan yang berarti kadar air kesetimbangan telah tercapai. Bobot yang konstan ditandai oleh selisih antara 3 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 2 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di bawah 90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di atas 90% (Liovonen dan Ross, 2000 diacu dalam Adawiyah, 2006). Sampel yang telah mencapai berat konstan kemudian diukur kadar airnya dengan menggunakan metode oven (SNI 01-2891-1992) dan dinyatakan dalam basis kering. Kadar air ini merupakan kadar air kesetimbangan pada RH tertentu. Kurva sorpsi

isotermis dibuat dengan cara memplotkan kadar air kesetimbangan dengan nilai kelembaban relatif (RH) atau aktivitas air (aw).

d. Penentuan Model Persamaan Sorpsi Isotermis  dan Uji Ketepatan Model 

Penentuan model sorpsi isotermis perlu dilakukan untuk mendapatkan kurva sorpsi isotermis yang mulus. Dari sekian banyak model persamaan sorpsi isotermis, dipilih beberapa model persamaan yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan. Persamaan yang dipilih adalah persamaan-persamaan sederhana yang mempunyai parameter tidak lebih dari tiga serta dapat digunakan pada kisaran nilai aw yang luas sehingga dapat mewakili ketiga daerah sorpsi isotermis. Model persamaan yang digunakan ditentukan berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dan penggunaan model ini ditujukan untuk mendapatkan kemulusan kurva (curve fitting). Dalam penelitian ini digunakan enam model, yaitu model GAB, Hasley, Henderson, Caurie, Oswin, dan Chen Clayton.

Persamaan non linear (Hasley, Henderson, Caurie, Oswin, dan Chen Clayton) yang digunakan diubah ke dalam bentuk persamaan linear, sehingga dapat ditentukan nilai-nilai konstanta dalam persamaannya dengan metode kuadrat terkecil (Walpole, 1995). Lain halnya dengan model GAB, persamaan ini diubah ke dalam bentuk persamaan regeresi kuadratik sehingga nilai-nilai konstanta dalam persamaan juga dapat ditentukan.

Uji ketepatan model dilakukan untuk mengetahui ketepatan model persamaan sorpsi isotermis untuk menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis hasil percobaan. Uji ketepatan model ini dilakukan dengan menggunakan perhitungan Mean Relative Determination (MRD) (Walpole, 1990). Rumus MRD tersebut adalah sebagai berikut:

1 100 / n i MRD Mi Mpi Mi n = =

− ……….Pers 3 dimana : Mi = kadar air percobaan

Mpi = kadar air hasil perhitungan n = jumlah data

Jika nilai MRD < 5 maka model sorpsi isotermis tersebut dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dengan sangat tepat. Jika 5 < MRD < 10 maka model tersebut agak tepat menggambarkan keadaan yang sebenarnya, dan jika MRD > 10 maka model tersebut tidak tepat untuk menggambarkan kondisi yang sebenarnya.

Dari model persamaan yang terpilih, ditentukan nilai b (kemiringan kurva sorpsi isotermis) untuk dimasukkan dalam perhitungan umur simpan berdasarkan persamaan Labuza. Slope (kemiringan) kurva sorpsi isotermis ditentukan pada tiga daerah untuk melihat pengaruh nilai b terhadap umur simpan yang diperoleh. Daerah yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Slope 1 ditentukan sebagai hasil perbandingan antara selisih kadar air awal dan kadar air kritis dengan selisih antara nilai aktivitas air awal dengan aktivitas air pada saat kadar air kritis tercapai.

2. Slope 2 merupakan slope garis lurus pada daerah linear yang melewati kadar air awal .

3. Slope 3 adalah slope garis lurus pada daerah linear yang melewati kadar air awal dan kadar air kesetimbangan masing-masing RH penyimpanan.

e. Penentuan Permeabilitas Kemasan (ASTM, F1249-01)

Penentuan permeabilitas dilakukan dengan menggunakan alat Permatran Mocon W*3/31 di Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jakarta. Kemasan sampel dipotong sesuai cetakan kemudian diukur ketebalannya. Kemasan sampel dikondisikan terlebih dahulu selama 24 jam dalam ruangan uji. Kemasan sampel ditempel pada tempat uji. Nilai ketebalan kemasan, luas kemasan, suhu uji, lamanya uji, laju alir udara, dan kelembaban udara yang digunakan dimasukkan pada program komputer yang telah disediakan. Gas nitrogen kering dilewatkan pada sebuah chamber dimana terdapat sampel uji (plastik) yang memisahkan aliran gas nitrogen kering dari aliran nitrogen basah. Adanya perbedaan tekanan menyebabkan uap air berdifusi menuju daerah dengan tekanan lebih rendah. Uap air yang berdifusi melalui plastik dibawa oleh gas pembawa (nitrogen kering) menuju sensor infra merah untuk selanjutnya terdeteksi sebagai jumlah uap air yang dilewatkan

melalui plastik. Pengujian dianggap selesai bila kondisi kesetimbangan telah tercapai (steady state). Kondisi dianggap setimbang bila laju uap air yang terdeteksi sensor infra merah telah tetap. Prinsip kerja alat dapat dilihat pada Gambar 4. Pada akhir pengujian, alat akan menunjukkan nilai WVTR. Nilai permeabilitas kemasan (k/x) selanjutnya ditentukan dengan membagi nilai WVTR dengan hasil kali Po dan RH.

Gambar 4. Prinsip kerja Permatran W*3/31

Jika kemasan sampel mempunyai pori-pori yang cukup besar, maka pengujian dilakukan secara manual sesuai (ASTM E-96,1995) yaitu dengan cara potong kemasan plastik yang digunakan sesuai mulut wadah yang digunakan. Hitung luas permukaan mulut wadah. Masukkan desikan (silika gel) secukupnya ke dalam tiap wadah. Letakkan kemasan plastik di mulut wadah dan rekatkan dengan lem silikon dan seal dengan rapat. Letakkan wadah ke dalam chamber tertutup yang telah berisi larutan garam jenuh. Wadah ditimbang tiap hari pada jam yang hampir sama selama satu minggu dan ditentukan pertambahan berat dari tiap cawan. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara pertambahan berat (g) dan waktu (jam). Laju permeabillitas uap air dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

WVTR = slope × 100 × 100 m2 luas kemasan yang dilalui udara

WVTR = g/ m2/ hari/ RH, suhu

Nilai permeabilitas kemasan (k/x) selanjutnya ditentukan dengan membagi nilai WVTR dengan hasil kali Po dan RH.

f. Penentuan Berat Padatan per Kemasan dan Luas Kemasan

Luas kemasan primer yang digunakan dihitung dengan mengalikan panjang dengan lebar kemasan dan dinyatakan dalam m2. Berat produk awal (Wo) dalam satu kemasan ditimbang dan dikoreksi dengan kadar air awalnya (mo) dan selanjutnya dinyatakan sebagai berat padatan per kemasan (Ws).

Ws = W × (%solid/ 100) % solid = (1 - (mo/ (1+mo)) × 100

g. Penentuan Perbedaan Tekanan Luar dan Dalam Kemasan

Tekanan uap di luar kemasan pada suhu tertentu dihitung dari perkalian tekanan uap air murni pada suhu tertentu (Po) dengan kelembaban udara (RH). Tekanan uap di dalam kemasan dihitung dari perkalian tekanan uap air murni pada suhu tertentu (Po) dengan aktivitas air (aw). Nilai Po pada suhu tertentu dapat dilihat dari tabel uap air (Labuza, 1982). Nilai ΔP dinyatakan sebagai berikut:

ΔP = P out – P in Pout = Po × (RH/100)

Pin = Po × aw

h. Penentuan Umur Simpan Biskuit (Labuza, 1982)

Umur simpan produk biskuit dihitung dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Umur simpan akan ditentukan pada 3 nilai RH, yaitu 75%, 80%, dan 85%. Umur simpan berdasarkan pendekatan kurva sorpsi isotermis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Labuza (persamaan 1). Penentuan umur simpan berdasarkan pendekatan kadar air kritis termodifikasi dapat dihitung dengan persamaan 2.

Dokumen terkait