• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahapan pengambilan keputusan responden….…

BAB IV HASIL ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Analisa Data Responden

2. Tahapan pengambilan keputusan responden….…

Pengambilan keputusan melibatkan beberapa tahapan. Janis dan Mann (1987) mengemukakan lima tahapan dalam mengambil keputusan, yaitu:

a. Menilai informasi baru

Individu yang dihadapkan pada suatu informasi atau kejadian yang menarik perhatiannya akan membuat dirinya tidak nyaman, akan cenderung menggunakan suatu sikap yang tidak memperdulikan serangkaian kegiatan yang diikuti untuk mendapatkan kepuasan dalam dirinya sendiri. Informasi tersebut menghasilkan krisis sementara jika individu memulai untuk menimbang kebijakan untuk melanjutkan masalah. Pada tahap individu mulai merasa tidak nyaman berada dalam kondisi tertentu dan menyadari adanya kesempatan dan tantangan untuk berubah. Individu mulai memahami tantangan serta apa manfaat tantangan tersebut bagi dirinya. Pemahaman yang baik akan tantangan yang dihadapi penting, agar pengambil keputusan terhindar dari asumsi-asumsi yang salah atau sikap terlalu memandang remeh masalah yang kompleks.

b. Melihat alternatif-alternatif yang ada

Pada tahap ini individu mulai menerima permasalahan yang dimulai dengan mencari pilihan-pilihan tindakan yang dilakukan dalam memorinya, mencari saran dan informasi dari orang lain mengenai bagaimana cara untuk mengatasi masalah tersebut. Individu biasanya mencari saran dari apa yang diketahui orang yang ia kenal baik dan menjadi lebih perhatian pada informasi yang berkaitan pada media massa. Individu lebih menaruh perhatian pada rekomendasi berupa saran-saran untuk menyelesaikan permasalahan, meskipun saran tersebut tidak sesuai dengan keyakinannya sekarang ini.

c. Mempertimbangkan alternatif

Individu yang mengambil keputusan pada tahap ini mulai melakukan proses pencarian dan evaluasi dengan teliti, berfokus pada mendukung atau tidaknya pillihan-pilihan yang ada untuk menghasilkan tindakan terbaik. Individu lebih berhati-hati dengan mempertimbangakan keuntungan dan kerugian dari masing-masing pilihan hingga individu tersebut merasa yakin dalam memilih satu pilihan yang dinilai objektif. Individu berusaha memilih alternatif yang terbaik diantara pilihan alternatif yang tersedia baginya. Ia mempertimbangkan keuntungan, kerugian serta kepraktisan dari tiap-tiap alternatif hingga ia merasa cukup yakin untuk memilih satu alternatif yang menurutnya paling baik dalam upayanya mencapai tujuan tertentu. Adakalanya saat ia mempertimbangkan alternatif-alternatif secara

bergantian, ia merasa tidak puas dengan semua alternatif yang ada. Ia menjadi stress dan dapat kembali ke tahap dua.

d. Membuat komitmen

Setelah memutuskan, individu akan mengambil sebuah perencanaan tindakan tertentu untuk dilaksankannya keputusan tersebut, pengambil keputusan mulai memikirkan cara untuk mengimplementasikannya dan menyampaikan keinginannya tersebut kepada orang lain. Disamping itu, individu juga mempersiapkan argumen-argumen yang akan mendukung pilihannya tersebut khususnya bila individu berhadapan dengan orang-orang yang menentang keputusannya tersebut. Hal ini disebabkan pengambil keputusan menyadari bahwa cepat atau lambat orang-orang pada jaringan sosialnya akan terkena dampaknya seperti keluarga atau teman akan mengetahui tentang keputusan tersebut.

e. Bertahan meskipun ada feedback negatif

Banyak keputusan memasuki periode honeymoon, dimana pengambil keputusan menjadi sangat bahagia dengan pilihan yang ia ambil dan menggunakannya tanpa rasa cemas. Tahapan kelima ini menjadi setara dengan tahapan pertama, dalam rasa dimana masing-masing kejadian atau komunikasi yang tidak diinginkan membangun negative feedback yang merupakan sebuah permasalahan potensial untuk mengambil kebijakan yang baru. Tahap kelima menjadi berbeda dengan tahap pertama dalam kejadian ketika sebuah masalah sangat berpengaruh atau sangat kuat dan memberikan

respon postitif pada pertanyaan pertama, fokus pada resiko serius ketika tidak dibuat perubahan, pengambil keputusan hanya tergoncang sesaat meskipun permasalahan lebih ia pilih diselesaikan dengan keputusan sebelumnya.

Menurut Janis dan Mann (1987) dalam mengambil keputusan individu tidak selalu melewati kelima tahapan pengambilan keputusan hal ini disebabkan adanya perbedaan proses pembelajaran dan pengalaman yang ikut mempengaruhi.

3. Pertimbangan dalam tahapan pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan melibatkan pertimbangan-pertimbangan. Janis dan Mann (1987) mengelompokkan pertimbangan-pertimbangan dalam tahapan pengambilan keputusan menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Pertimbangan utilitarian, yaitu segala pertimbangan yang berhubungan dengan efek instrumental dari suatu keputusan. Pertimbangan utilitarian meliputi:

1) Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi diri sendiri, meliputi antisipasi pengaruh keputusan terhadap kesejahteraan pribadi dalam pengambilan keputusan.

2) Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi orang lain, termasuk hal-hal yang diantisipasikan akan berpengaruh terhadap pihak lain.

b. Pertimbangan nonutilitarian, yaitu perimbangan-pertimbangan lain diluar efek instrumental dari suatu keputusan. Pertimbangan nonutilitarian meliputi:

1) Penerimaan dan penolakan dari diri sendiri, yang melibatkan emosi atau perasaan dan harga diri seseorang.

2) Penerimaan dan penolakan dari orang lain, yang melibatkan kritik atau penghargaan dari orang lain yang mempengaruhi alternatif yang dipilih.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan serta alternatif yang akan dipilih oleh pengambil keputusan. Selain pertimbangan-pertimbangan di atas, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan (Terry dalam Hendrian, 2012) yaitu:: 1. Fisik

Didasarkan pada rasa yang dialami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman atau kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa tidak senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan kesenangan.

2. Emosional

Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada suatu situasi secara subjektif.

3. Rasional

Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan informasi, memahami situasi dan berbagai konsekuensinya.

4. Praktikal

Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakannya. Seseorang akan menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui kemampuannya dalam bertindak.

5. Interpersonal

Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang ke orang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.

6. Lingkungan

Didasarkan pada lingkup sosial dimana lingkungan dapat memberikan hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu.

B. Pekerja Seks Komersial

1. Pengertian pekerja seks komersial

Pekerja seks komersial adalah wanita yang kelakuannya tidak pantas dan bisa mendatangkan mala/celaka dan penyakit, baik kepada diri sendiri ataupun orang lain yang bergaul dengan dirinya, maupun kepada dirinya sendiri. Pekerja seks komersial merupakan profesi yang berupa tingkah laku bebas lepas tanpa kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan (Kartono, 2009).

Dalam bukunya, Patologi Sosial, Kartono (2009) menuliskan bahwa pekerja seks komersial merupakan peristiwa penjualan diri baik perempuan maupun laki-laki dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak

orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran. Hal ini didukung oleh pernyataan Mudjijiono (2005), pekerja seks komersial adalah wanita yang pekerjaan utamanya sehari-hari memuaskan nafsu seksual laki-laki atau siapa saja yang sanggup memberikan imbalan tertentu yang biasa berupa uang atau benda berharga lainnya.

Menurut Fieldman dan Mac Cullah (dalam Koentjoro, 2004) pekerja seks komersial adalah seseorang yang menggunakan tubuhnya sebagai komoditas untuk menjual seks dalam satuan harga tertentu. Mukherji dan Hantrakul (dalam Koentjoro 2004) mendefinisikan seorang pekerja seks komerisial sebagai seorang perempuan yang menjual dirinya untuk kepentingan seks pada beberapa pria berturut-turut yang dirinya sendiri tidak memiliki kesempatan untuk memilih pria mana yang menjadi langganannya. Defini tersebut sejalan dengan Koentjoro (2004) yang menjelaskan bahwa pekerja seks komersial merupakan bagian dari kegiatan seks di luar nikah yang ditandai oleh kepuasan dari bermacam-macam orang yang melibatkan beberapa pria dilakukan demi uang dan dijadikan sebagai sumber pendapatan.

Pengertian pekerja seks komersial yang digunakan dalam penelitian ini adalah pekerja seks komersial yang dikemukakan oleh Koentjoro (2004) yaitu bahwa pekerja seks komersial adalah bagian dari kegiatan seks di luar nikah yang ditandai oleh kepuasan dari bermacam-macam orang yang melibatkan beberapa pria, dilakukan demi uang dan dijadikan sebagai sumber pendapatan.

2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi seseorang menjadi pekerja seks komersial

Koentjoro (2004) menjelaskan ada lima faktor yang melatarbelakangi seseorang menjadi pekerja seks komersial, yaitu:

a. Materialisme

Materialisme yaitu aspirasi untuk mengumpulkan kekayaan merupakan sebuah orientasi yang mengutamakan hal-hal fisik dalam kehidupan. Orang yang hidupnya berorientasi materi akan menjadikan banyaknya jumlah uang yang bisa dikumpulkan dan kepemilikan materi yang dapat mereka miliki sebagai tolak ukur keberhasilan hidup.

b. Modeling

Modeling adalah salah satu cara sosialisasi pelacuran yang mudah dilakukan dan efektif. Terdapat banyak pelacur yang telah berhasil mengumpulkan kekayaan di komunitas yang menghasilkan pelacur sehingga masyarakat dapat dengan mudah menemukan model.

c. Dukungan orangtua

Dalam beberapa kasus, orangtua atau suami menggunakan anak perempuan/istri mereka sebagai sarana untuk mencapai aspirasi mereka akan materi.

d. Lingkungan yang permisif

Jika sebuah lingkungan sosial bersikap permisif terhadap pelacuran berarti kontrol tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya dan jika suatu komunitas

sudah lemah kontrol lingkungannya maka pelacuran akan berkembang dalam komunitas tersebut.

e. Faktor ekonomi

Lebih menekankan pada uang dan uang memotivasi seseorang menjadi pekerja seks komersial. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, adanya pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk mempertahakan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik.

Menurut penelitiannya, Hutabarat dkk (2004) menambahkan dua faktor yang melatarbelakangi seseorang menjadi pekerja seks komersial yaitu:

a. Faktor pendorong internal

Faktor yang berasal dari individu, seperti rasa sakit hati, marah, dikhianati atau dikecewakan pasangan.

b. Faktor pendorong eksternal

Faktor yang berasal dari luar individu, seperti faktor ekonomi, dan ajakan teman.

C. Remaja

1. Pengertian remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata Belanda, alolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Piaget mengatakan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana

individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak langsung merasa di bawah tingkat orang – orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama (Hurlock, 2004).

Hurlock (2004) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Hurlock (2004), menjelaskan masa remaja berlangsung atara usia 13 tahun sampai dengan 18 tahun dengan pembagian: 13-16 atau 17 tahun sebagai masa remaja awal: 16 atau 17 tahun-18 tahun sebagai masa remaja akhir.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja berlangsung pada usia 13-18 tahun dan merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa yang tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya.

2. Aspek-aspek perkembangan remaja

Hurlock (2004) mengemukakan bahwa pada masa remaja memiliki empat jenis perkembangan yaitu:

a. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan keterampilan motorik (Papalia & Olds, 2008). Perubahan fisik yang

terjadi pada masa remaja terlihat nampak pada saat pubertas yaitu meningkatnya berat badan serta kematangan sosial (Santrock, 2002). Diantara perubahan fisik, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditadai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarwono, 2010).

Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja dipengaruhi oleh berfungsinya hormon – hormon seksual (testosteron untuk laki – laki dan progesteron dan estrogen untuk wanita). Hormon-hormon inilah yang berpengaruh terhadap dorongan seksual remaja. Dorongan seksual ini mengakibatkan perilaku seksual pada remaja baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk dari tingkah laku ini bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Sarwono, 2010).

b. Perkembangan kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2002), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka dimana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Perkembangan kognitif remaja ini dikenal dengan tahap operasional formal (Santrock, 2002).

Tahap operasional formal adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual melainkan pada pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasional formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal.

Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2002).

Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya. Dengan kemampuan tersebut maka remaja semakin yakin akan kemampuannya dalam mengambil keputusan sendiri dan tidak lagi terlalu tergantung kepada orang lain.

Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis (Santrock, 2002).

Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2002). Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang

belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme (Piaget dalam Papalia & Olds, 2008). Yang dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain”.

c. Perkembangan emosi

Pada umumnya remaja bersifat emosional. Emosinya berubah menjadi labil, sehingga sering kali menimbulkan kegundahan diri pada remaja. Hal ini yang kemudian menjadikan kehidupan remaja dipenuhi dengan gejolak kehidupan. Hurlock (2004) menyebut gejolak tersebut dengan istilah ‘badai dan tekanan’, atau dikenal dengan periode storm and stress yang terjadi sebagai akibat dari perubahan fisik, kelenjar, serta munculnya tekanan sosial dan kondisi-kondisi baru yang harus dihadapi remaja. Tidak semua remaja menjalani masa badai dan tekanan, namun sebagian remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi usaha penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial baru (Hurlock, 2004).

d. Perkembangan sosial

Remaja mengalami masa pergolakan remaja yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bemacam-macam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Lingkungan sosial remaja umumnya berada pada kelompok teman

sebaya, dimana remaja menghabiskan lebih banyak waktu dengan kelompok teman sebaya daripada dengan keluarganya (Monks dkk, 2002). Hal ini dikarenakan remaja lebih banyak melakukan kegiatan diluar rumah dengan teman sebaya. Dengan demikian, teman sebaya memberikan pengaruh yang kuat pada diri remaja seperti sikap, pembicaraan, minat, dan perilaku.

Kelompok teman sebaya tidak menjadi hal yang berbahaya, jika remaja dapat mengarahkannya. Dengan adanya kelompok teman sebaya, remaja merasa kebutuhannya dipenuhi, seperti kebutuhan akan pengalaman baru, kebutuhan berprestasi, kebutuhan diperhatikan, kebutuhan harga diri dan kebutuhan rasa aman yang belum tentu diperoleh remaja di rumah maupun di sekolah (Zulkifli, 2005). Namun, kelompok teman sebaya dapat memberikan pengaruh yang tidak baik pada remaja seperti meminum minuman keras, merokok, maupun melakukan seks bebas (Hurlock, 2004). Hal ini disebabkan karena kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seseorang dalam berperilaku (Papalia & Olds, 2008).

D. Tahapan Pengambilan Keputusan menjadi Pekerja Seks Komersial pada Remaja Putri

Dewasa ini, banyak remaja putri yang menjadi pekerja seks komersial. Hal ini disebabkan karena banyak faktor yang melatarbelakanginya, seperti materialisme, modeling, dukungan orangtua, lingkungan yang permisif, dan faktor ekonomi (Koentjoro, 2004). Dalam penelitiannya, Hutabarat dkk (2004) menambahkan dua

faktor seseorang menjadi pekerja seks komersial yaitu faktor pendorong internal seperti rasa sakit hati dan kecewa dari pasangan dan faktor pendorong eksternal termasuk faktor ekonomi dan ajakan teman.

Mengambil sebuah keputusan bukan lah hal yang mudah, apalagi yang menyangkut kehidupan pribadi. Sama hal nya mengambil sebuah keputusan menjadi pekerja seks komersial yang dilakukan oleh remaja putri yang memerlukan banyak waktu serta memilih satu alternatif dari alternatif-alternatif yang ada. Perkembangan remaja juga turut mengambil bagian dalam sebuah keputusan. Remaja yang memiliki emosional yang tinggi yang tidak lepas dari pengaruh lingkungan remaja itu sendiri. Pemikiran dari remaja yang sudah memasuki tahap operasional formal juga ikut berperan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan remaja. Remaja yang sudah mempu memiliki pemikiran yang abstrak, idealistis, dan logis membuat remaja sudah mempu mengambil sebuah keputusan sendiri dan tidak tergantung lagi pada orang lain (Santrock, 2002).

Janis dan Mann (1987) mengemukakan ada lima tahapan dalam pengambilan keputusan yaitu menilai masalah, menilai alternatif-alternatif yang ada, mempertimbangkan alternatif, membuat komitmen, bertahan meskipun ada feedback negatif. Kelima tahapan tersebut tidak selamanya berlangsung secara optimal. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan proses pembelajaran dan pengalaman yang ikut mempengaruhi.

Tahap pertama pengambilan keputusan ini diawali oleh adanya informasi atau kejadian baru yang menarik perhatiannya (Janis dan Mann, 1987). Terkait dengan

pekerja seks komersial, remaja memperoleh informasi atau kejadian baru tersebut dapat mempengaruhi prinsip yang mereka anut sebelumnya. Informasi yang diperoleh berupa cara mudah dalam mendapatkan uang. Akibat adanya informasi yang menarik ini, akan membuat individu merasa kurang nyaman karena ia menyadari adanya kesempatan dan tantangan untuk berubah. Pada remaja, informasi mengenai pekerja seks komersial ini tidak lepas dari lingkungan remaja itu sendiri seperti teman sebaya. Papalia & Olds (2008), mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber refensi utama mengenai banyak hal terutama informasi mengenai pekerja seks komersial.

Ketika individu yakin pada informasi yang diperolehnya maka, ia akan menentukan pilihannya dan mulai memfokuskan perhatian pada satu atau lebih pilihan. Individu akan mulai mencari informasi dari orang lain yang berhubungan dengan masalahnya (Janis dan Mann, 1987). Remaja yang mendapat informasi mengenai pekerja seks komersial akan mencari informasi lainnya, dan biasanya remaja akan mencari informasi dari teman-teman di lingkungannya. Hal ini disebabkan karena adanya kedekatan yang tinggi pada kelompok teman sebaya remaja (Paplia & Olds, 2008). Selain dari teman sebaya, remaja juga melihat media masa sebagai sumber pencarian informasi (Janis dan Mann, 1987).

Setelah melihat alternatif selanjutnya individu akan memasuki tahapan ketiga yaitu mempertimbangkan alternatif. Individu akan memilih alternatif yang terbaik diantara yang tersedia baginya mulai mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari tiap-tiap alternatif. Setelah ia merasa cukup yakin untuk memilih satu alternatif

yang menurutnya paling baik dalam mencapai tujuan tertentu (Janis dan Mann, 1987). Remaja sebelum mengambil keputusan menjadi pekerja seks komersial, akan mempertimbangan keuntungan dan kerugian akan keputusannya.

Janis dan Mann (1987) mengelompokkan pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan keputusan menjadi dua kelompok, yaitu: pertimbangan utilitarian, yaitu segala pertimbangan yang melibatkan efek instrumental atau efek yang dirasakan secara langsung dari suatu keputusan. Selanjutnya pertimbangan non-utilitarian yaitu pertimbangan-pertimbangan lain di luar efek instrumental dari suatu keputusan. Pertimbangan-pertimbangan ini meliputi keuntungan dan kerugian yang akan dirasakan oleh diri sendiri dan orang-orang yang ada di sekitar individu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Setelah melakukan pertimbangan-pertimbangan, individu ada yang mulai merasa yakin dan ada yang kembali ragu-ragu dengan informasi-informasi yang telah dikumpulkannya pada tahap kedua. Keragu-raguan ini membuat individu kembali ke tahap kedua. Individu akan mengumpulkan informasi lebih lanjut untuk menyakinkan individu dalam mengambil suatu keputusan.

Individu yang telah yakin dengan keputusannya, akan mengambil sebuah perencanaan tindakan tertentu untuk dilaksanakan. Pengambil keputusan mulai memikirkan cara untuk mengimplementasikannya dan menyampaikan keinginannya tersebut kepada orang lain. Remaja yang memutuskan menjadi pekerja seks komersial akan memberitahu keputusannya pada teman sebaya, biasanya pada teman yang juga sebagai pekerja seks komersial karena mereka tidak akan menentang keputusan yang

telah diambil oleh remaja tersebut (Janis dan Mann, 1987). Namun individu juga mempersiapkan argumen-argumen yang akan mendukung pilihannya tersebut khususnya bila ia berhadapan dengan orang-orang yang menentang keputusannya tersebut dikarenakan pengambil keputusan menyadari bahwa cepat atau lambat orang-orang pada jaringan sosialnya yang tidak secara langsung terkena dampaknya seperti keluarga atau teman akan mengetahui tentang keputusan tersebut. Perencanaan dan persiapan ini merupakan tahapan keempat dari pengambilan keputusan yaitu membuat komitmen (Janis dan Mann, 1987).

Setelah mengambil sebuah keputusan, individu memasuki tahap honeymoon, dimana ia akan merasa bahagia dengan keputusannya tanpa ada rasa cemas. Remaja pekerja seks komersial merasa senang dengan keputusannya dimana mereka umumnya bahagia karena uang yang mereka peroleh. Namun pandangan negatif orang lain mengenai pekerja seks komersial ataupun hal-hal yang menjadi hambatan pada keputusan remaja, tidak menjadi halangan baginya. Hal ini dikarenakan kebahagiaan yang diperoleh remaja dengan keputusannya yang mengakibatkan

Dokumen terkait