• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahun 1855 Pertobatan Dwight L. Moody

Dalam dokumen 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen (Halaman 196-199)

Dwight L. Moody (1837-1899)

Ketika berumur tujuh belas tahun, ia berupaya ke kota besar, Boston. Setelah menjelajahi kota itu berminggu-minggu lamanya, ia menemukan pekerjaan sebagai penjual sepatu di toko pamannya. Ia tinggal di lantai atas. "Saya mendapat kamar di lantai tiga," tulisnya, "saya dapat membuka jendela serta ada tiga buah bangunan yang penuh dengan gadis-gadis tercantik di kota ini – mereka mengoceh seperti burung kakak tua."

Satu dari sembilan orang anak yang dibesarkan oleh seorang janda di pedalaman Northfield, Massachusetts, Dwight L. Moody, tidak pernah mendapatkan pendidikan tinggi, tetapi ia mempunyai cita-cita dan tekad. Namun, Boston tidak ramah kepadanya. "Jika seseorang ingin merasakan bahwa ia seorang diri di dunia ini," tulis Moody, "ia tidak perlu pergi ke hutan tempat ia akan mendapati dirinya sendiri sebagai teman, tetapi biarlah ia pergi ke salah satu kota-kota besar ini, dan biarlah dia melewati jalanan yang ada dan ia akan bertemu ribuan orang dan tidak satu pun yang tabu atau mengenal dia." "Saya ingat ketika saya pergi ke kota itu dan mencari pekerjaan, lalu gagal.

Tampaknya seperti ada tempat bagi orang lain di dunia ini tetapi tidak untuk saya. Selama dua hari saya dihinggapi perasaan mengerikan bahwa saya tidak diingini oleh siapa pun."

Moody mendengarkan pidato para abolisionis di Faneuil Hall yang letaknya tidak jauh. Ia bergabung dengan YMCA, sebuah organisasi yang baru saja diimpor dari Inggris, dan ia mulai mengunjungi Mt. Vernon Congregational Church (Gereja Kongregasional Mt. Vernon) untuk mendengarkan khotbah Edward Norris Kirk yang terkenal itu. Ia menemukan khotbahnya berbobot dan meluap-luap; begitu meluap-luapnya sehingga kadang-kadang ia tertidur. "Seorang mahasiswa muda dari Harvard menyikut saya, dan saya bangun sambil mengusap-usap mata. Saya menatap sang gembala, yang melihat dan memperhatikan. Saya pikir ia sedang berkhotbah langsung kepada saya. Saya berkata kepada diri sendiri, siapa yang mengatakan tentang saya pada Dr. Kirk? ... Pada penutupannya ... saya tank kerah jas saya dan keluar secepat mungkin."

192

Guru sekolah Minggunya, Edward Kimball, mengamati jejak Moody, dan mendesak dia kembali ke gereja apabila ia mangkir. Ia juga menantang Moody membaca Alkitab secara teratur; Moody mencoba membaca tetapi tidak dapat mengerti. "Tidak banyak orang yang pernah saya lihat yang benaknya secara spiritual lebih gelap daripada benak dia ketika dia masuk ke kelas saya," tulis Kimball di kemudian hari.

Pada tanggal 21 April 1855, Kimball merasakan bahwa sudah waktunya menganjurkan Moody berjanji kepada Kristus. Ia menuju ke toko sepatu, berubah pikiran, dan jalan melewati toko itu, kemudian kembali terburu-buru, serta masuk ke toko itu. Ia

menemukan Moody sedang membungkus dan menyemir sepatu. Orang muda itu sudah siap mendengarkannya. Pada hari itu juga D.L. Moody menjadi Kristen.

Moody membutuhkan waktu untuk mengerti implikasi dari iman kepercayaannya itu. Sesungguhnya ia ditolak menjadi anggota gereja karena ia gagal dalam ujian masuk – ia tidak dapat menjelaskan apa yang telah dilakukan Kristus baginya. Tetapi hatinya berubah. Ia tidak malu menjadi orang Kristen dan terus-menerus mempelajari keyakinannya.

Tidak lama kemudian ia merasa jenuh dengan Boston dan memboyong cita-citanya ke barat, ke Chicago. Sikap lantangnya lebih diterima di sana, dan ia berhasil dalam penjualan sepatunya. Ia juga terlibat dalam berbagai upaya penginjilan. Suatu ketika ia mengembara dalam suatu misi di North Wells Street dan bertanya apakah ia dapat diterima mengajar sekolah Minggu. Jawaban yang diterima adalah bahwa misi di situ punya cukup banyak guru, namun murid-muridnya tidak ada. Jika ia dapat

mengumpulkan murid-murid, maka ia dapat mengajar mereka. Hal ini bukanlah masalah bagi Moody yang memiliki keterampilan penjualan. Tidak lama kemudian ia mengajar sejumlah anak jalanan.

Memasuki tahun 1861 ia sudah bekerja penuh waktu dalam pelayanan, baik di sekolah Minggunya maupun YMCA. la mendapat dukungan dari pengusaha setempat seperti John Farwell dan Cyrus McCormick. Pada tahun 1864, misinya menjadi sebuah gereja. Menjelang tahun 1871 pelayanan Moody di Chicago sudah nyaman, aman, dan

bertumbuh. Ia pernah berpikir mengadakan perjalanan sebagai penginjil, tetapi mengapa harus meninggalkan keadaan yang sehat seperti itu? Bagaimanapun kebakaran besar di Chicago telah mengubah pikirannya. Gereja, rumah dan YMCA semuanya telah menjadi abu, sama nasibnya dengan usaha-usaha para pendukung terbaiknya. Karena sukar mengumpulkan dana dari kota-kota lain untuk membangun kembali pelayanan Chicago itu, Moody pun mulai berkelana.

Pada tahun 1873 ia berangkat ke Inggris. Pertemuan-pertemuan penginjilannya bagaikan badai bagi Kepulauan Britania. Setelah dua tahun ia kembali ke Amerika Serikat sebagai seorang selebriti bertaraf internasional. Ia diundang berkhotbah di banyak kota di Amerika.

Sambil membangun tradisi revivalis yang didirikan Charles Finney, Moody membawa penginjilan ke zaman industri. la mengkhotbahkan Injil yang sederhana, bebas dari bermacammacam denominasi. Hal itu memperbesar daya tarik serta dukungannya. Ia bersekutu dengan para pengusaha. Merekalah para pemimpin generasi baru, bukan para pengkhotbah. Ia menekankan supaya mereka menggunakan harta mereka untuk hal-hal baik seperti peduli kepada orang-orang miskin perkotaan. Moody menerapkan teknik

usahanya pada perencanaan penginjilannya. Musik, konseling dan follow-upnya adalah bagian-bagian dari pendekatan terorganisasi untuk mengambil hati orang.

Pada tahun 1879, Moody mengalihkan perhatiannya kepada pendidikan dengan

mendirikan Northfield Seminary bagi para gadis, dan kemudian Mount Hermon School bagi anakanak lelaki. Ia memulai konferensi-konferensi Alkitab musim panas dan sebuah institut Alkitab yang sekarang memakai namanya. Pada awalnya, ia takut bersaing dengan seminariseminari yang ada, tetapi ia melihat kebutuhan yang lebih besar untuk latihan-latihan praktik dalam pelayanan. Bukannya tren liberal di seminari Amerika yang menjadi masalah baginya, tetapi pengasingan seminari-seminari itu dari orang banyak. la bermaksud melatih para komunikator yang akan membawa firman Allah yang sederhana kepada mereka yang membutuhkannya.

Cara-cara praktis ini telah berlanjut dalam lingkungan yang menyandang namanya. Moody Bible Institute, umpamanya, terus melatih para pendeta, misionaris dan pekerja gereja lainnya. Namun pengaruh Moody telah melampaui halhal itu. Ia merupakan pendahulu bagi para penginjil seperti Billy Sunday dan Billy Graham. Aspek sosial penginjilannya juga telah mengilhami komitmen yang dalam pada pelayanan sosial di kalangan evangelikal.

194

Dalam dokumen 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen (Halaman 196-199)