• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data pada tanggal 22 Juli sampai dengan 7 Agustus 2004, di Wilayah I Subanjeriji, HPHTI PT Musi Hutan Persada (MHP), Propinsi Sumatera Selatan. Pengolahan data dan penyusunan skripsi dilakukan pada bulan Agustus 2004 sampai dengan bulan Agustus 2005.

Data, Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Data Citra dan Data Pendukung

1. Citra Landsat 7 ETM+ meliputi areal HPHTI PT MHP, dari dua waktu perekaman, yaitu :

a. Rekaman tanggal 18 September 2002, diperoleh dari Badan Planologi Departemen Kehutanan, Jakarta.

b. Rekaman tanggal 16 Mei 2003, diperoleh dari Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Selatan, Palembang.

2. Peta Kelas Umur Tanaman Wilayah I Subanjeriji, diperoleh dari Bagian Geographical Information System (GIS) HPHTI PT MHP.

3. Data potensi dan hasil inventarisasi tegakan, dari Bagian Perencanaan Wilayah I Subanjeriji, HPHTI PT MHP.

4. Data pertumbuhan dan riap tanaman, dari Bagian Research and Deveopement (R&D) HPHTI PT MHP.

Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Dalam penelitian ini digunakan satu unit komputer, dengan menggunakan perangkat lunak sebagai berikut :

a. Arc/Info 7.2.1, ArcView GIS 3.2, ER Mapper 5.5, dan ERDAS Imagine 8.5 untuk pengolahan dan analisis data citra dan data spasial geografis. b. Stella Research 8 dan Microsoft Excel, 2002 untuk pembuatan model

Tahapan Kegiatan Pengolahan Data Citra

1. Interpretasi Visual

Untuk mempermudah interpretasi citra secara visual, maka dilakukan pemilihan kombinasi band untuk menghasilkan citra komposit yang memiliki informasi optimal. Ukuran kuantitatif yang menyatakan besarnya variasi informasi yang disajikan pada suatu citra komposit adalah nilai OIF (Optimum Index Factor), yang dihitung berdasarkan simpangan baku (standard deviation) dan koefisien korelasi antara band yang digunakan. Secara matematis OIF dapat dihitung dengan rumus berikut :

OIFi,j,k jk ik ij k j i r r r S + + =

, ,

dimana : Si,j,k = simpangan baku dari band i, j, dan k rij , rik , rjk = korelasi antar band i-j, i-k, dan j-k

Rincian statistik citra yang digunakan terdapat dalam Lampiran 1. Dalam citra Landsat 7 yang ada, digunakan tujuh band yaitu band 1, 2, 3, 4, 5, 7, dan 8. Dari tujuh band tersebut dapat dibuat 35 kombinasi band. Nilai OIF pada kombinasi band besarnya berbeda pada setiap citra. Hal ini terjadi karena adanya variasi nilai digital number (DN) yang berbeda pada citra yang direkam pada waktu yang berbeda akibat perbedaan kondisi objek yang direkam dan akibat pengaruh dari kondisi atmosfer. Hasil perhitungan nilai OIF dari berbagai kombinasi band tersebut ditampilkan dalam Tabel 2.

9

Tabel 2. Hasil Perhitungan Nilai OIF

Citra tahun 2002 Citra tahun 2003 Kombinasi Band Nilai OIF Kombinasi Band Nilai OIF Kombinasi Band Nilai OIF Kombinasi Band Nilai OIF 145 44,993 257 18,480 145 34,102 378 15,663 245 40,101 234 18,174 345 33,314 258 15,405 578 30,743 124 17,830 147 31,942 178 14,413 345 30,249 357 17,452 347 31,092 157 13,942 147 30,030 348 17,331 457 28,599 248 13,889 457 29,686 135 16,211 245 26,367 357 13,726 247 28,337 138 15,936 247 25,297 135 13,646 458 28,144 148 15,374 134 23,832 278 13,036 178 27,653 248 15,093 478 21,698 257 12,990 378 26,432 125 14,826 138 20,976 235 12,914 158 26,078 235 14,733 234 20,593 125 12,275 358 25,724 137 14,272 458 20,456 238 11,343 478 24,514 127 13,216 348 20,259 137 10,289 278 23,134 237 13,170 358 18,748 237 10,072 347 22,401 238 12,365 158 17,653 127 9,295 258 21,940 128 7,894 124 17,641 123 7,719 157 20,769 123 7,715 578 17,151 128 7,537 134 18,554 148 16,357

Dari Tabel 2, diketahui bahwa pada citra tahun 2002 dan tahun 2003, kombinasi band dengan nlai OIF terbesar adalah kombinasi band 145. Hal ini berarti kombinasi band yang memiliki informasi yang terbanyak adalah 5-4-1 yang ditempatkan dalam layer Red, Green, Blue (RGB), kombinasi band tersebut juga menghasilkan penampilan visual yang baik. Secara teori, kombinasi band 5-4-1 telah memenuhi syarat yang ideal dalam pemilihan kombinasi band, yaitu terdiri dari satu band sinar tampak, satu band inframerah dekat dan satu band inframerah sedang (Jaya, 2002).

2. Koreksi Geometrik

Koreksi geometrik dilakukan untuk memudahkan fusi citra dengan sumber data lain agar tidak mengalami distorsi ukuran luas, dan memungkinkan dilakukan perbandingan piksel demi piksel (Jaya, 2002). Koreksi geometrik dilakukan dengan rektifikasi citra ke citra (image to image rectification), yang dijadikan acuan adalah citra tahun 2003, yang telah terkoreksi. Koreksi

dilakukan dengan membuat 30 titik kontrol lapangan (Ground Control Point / GCP) yang merata di seluruh areal citra. Titik GCP yang dipilih umumnya berupa persimpangan jalan, yang relatif tidak berubah dalam kurun waktu pendek. Ukuran dalam menilai proses koreksi adalah nilai Root Mean Square Errors (RMSE), yang mencerminkan keakuratan persamaan transformasi. RMSE dianjurkan tidak lebih dari 0,5 piksel dan dinyatakan dalam rumus berikut :

( ) ( )

2 2 ' ' p l l p RMSE= − + −

dimana : p’ = koordinat estimasi kolom p = koordinat asli kolom l’ = koordinat estimasi baris l = koordinat asli baris

Proses koreksi geometrik ini menghasilkan nilai RMSE rata-rata sebesar 0,019 piksel atau terjadi pergeseran posisi sebesar 0,570 meter. Rincian hasil perhitungan nilai RMSE diberikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Nilai RMSE Hasil Koreksi Geometrik

No. GCP RMSE No. GCP RMSE No. GCP RMSE

1 0,0251 11 0,0299 21 0,0167 2 0,0206 12 0,0263 22 0,0165 3 0,0279 13 0,0113 23 0,0262 4 0,0058 14 0,0162 24 0,0212 5 0,0261 15 0,0130 25 0,0256 6 0,0198 16 0,0269 26 0,0047 7 0,0262 17 0,0176 27 0,0254 8 0,0288 18 0,0051 28 0,0126 9 0,0230 19 0,0119 29 0,0155 10 0,0137 20 0,0104 30 0,0239

11

(a)

(b)

Gambar 1. Citra kombinasi band 145 : (a) citra 2002, (b) citra 2003

3. Peningkatan Resolusi Spasial

Tahap ini dilakukan dengan proses fusi (fusion) band 8 yang memiliki resolusi spasial 15 m x 15 m (pankromatik) dengan band multispektral lainnya (band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7). Dengan penggabungan tersebut diperoleh citra yang memiliki resolusi spasial 15 m x 15 m.

4. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kesalahan data citra yang diakibatkan dari gangguan pada saat perekaman, kesalahan tersebut bisa berasal dari respon detektor, dan atau gangguan atmosfer. Proses koreksi radiometrik yang dilakukan adalah penajaman kontras linear (linear contrast stretching), dan penyamaan histogram (histogram matching).

a. Penajaman kontras linear adalah proses penajanam nilai DN piksel-piksel pada citra, yang bertujuan untuk lebih mengontraskan tampilan citra sehingga lebih memperjelas perbedaan-perbedaan visual yang terdapat di antara piksel-piksel yang berdekatan. Proses ini dilakukan dengan meregangkan nilai DN minimum menjadi 0 dan maksimum menjadi 255 pada setiap band masing-masing citra, karena citra satelit Landsat-7 ETM+ memiliki resolusi radiometrik 8 bit, sehingga kisaran nilai kecerahan (brigthness value) setiap piksel berkisar antara 0 - 255. Secara matematis proses tersebut dinyatakan dalam rumus :

255 min max min × − − = N N N NP NP i o dimana :

NPo = nilai DN piksel output Nmin = nilai DN piksel minimal NPi = nilai DN piksel input Nmax = nilai DN piksel maksimal

b. Penyamaan histogram adalah proses untuk merubah histogram dari suatu citra menjadi sama dengan histogram dari citra acuan, digunakan untuk menyamakan data citra dari daerah yang sama yang direkam dalam waktu yang berbeda, yang memiliki perbedaan akibat perubahan sudut matahari dan atau pengaruh atmosfir. Penyamaan histogram dilakukan untuk menyamakan histogram dari citra 2002 menjadi sama dengan histogram dari citra 2003. Pemilihan citra 2003 sebagai acuan karena citra tersebut memiliki penutupan awan yang lebih sedikit, penampilan visual yang lebih jelas setelah diregangkan, dan memiliki jangkauan (range) nilai DN yang lebih lebar dan variatif. Setelah proses koreksi, kedua data citra memiliki

13

karakteristik yang relatif sama. Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Karakteristik Citra Sebelum Koreksi Radiometrik

Citra 2002 Band 1 Band 2 Band 3 Band 4 Band 5 Band 7 Band 8

Minimum 87 63 47 37 24 1 40

Maximum 255 255 255 186 255 255 205

Mean 99,470 73,876 61,189 86,889 87,291 43,466 67,198 Median 99,000 73,000 58,000 110,000 84,000 39,000 66,000 Std. Deviation 5,407 5,618 9,081 8,000 18,583 15,512 4,826 Citra 2003 Band 1 Band 2 Band 3 Band 4 Band 5 Band 7 Band 8

Minimum 54 33 22 14 12 8 8

Maximum 255 255 255 161 255 255 83

Mean 64,781 49,578 37,081 80,167 69,902 31,409 55,544 Median 63,000 48,000 35,000 79,000 69,000 28,000 55,000 Std. Deviation 5,346 6,214 8,941 8,568 15,039 9,883 5,829

Tabel 5. Karakteristik Citra Setelah Koreksi Radiometrik (Linear Contrast Stretching dan Histogram Matching)

Citra 2002 Band 1 Band 2 Band 3 Band 4 Band 5 Band 7 Band 8

Minimum 0 0 0 0 0 0 0

Maximum 255 255 255 228 241 233 237

Mean 12,388 18,962 17,482 110,187 60,115 29,207 57,624 Median 11,000 17,000 15,000 110,000 58,000 26,000 57,000 Std. Deviation 6,973 7,309 9,930 14,452 15,749 12,932 9,035 Citra 2003 Band 1 Band 2 Band 3 Band 4 Band 5 Band 7 Band 8

Minimum 0 0 0 0 0 0 0

Maximum 255 255 255 255 255 255 255

Mean 12,397 19,027 17,453 110,166 59,909 29,154 57,592 Median 11,000 17,000 15,000 110,000 59,000 26,000 57,000 Std. Deiation 6,853 7,176 9,813 14,742 15,941 12,880 9,187

5. Penyekatan Citra (Cropping)

Penyekatan citra dilakukan untuk mengurangi dimensi data citra yang digunakan sehingga pemrosesan citra dapat berlangsung lebih cepat dan juga untuk memfokuskan pada areal penelitian. Penyekatan citra dilakukan dengan menggunakan peta areal HTI yang telah didigitasi. Setelah proses penyekatan, kedua citra tersebut meliputi areal penelitian yaitu kelompok hutan Subanjeriji, HPHTI PT Musi Hutan Persada (MHP). Dimensi citra hasil cropping ini adalah 2676 x 3533 piksel, dengan luas citra yang memiliki nilai (non-null cells) sebesar 130.375,980 hektar.

(a)

(b)

Gambar 2. Citra kombinasi band 145 setelah koreksi radiometrik (a) citra 2002, (b) citra 2003

6. Deskripsi Penutupan Lahan

Dari hasil pengecekan lapangan, secara umum terdapat beberapa penutupan lahan yang terdapat di areal HPHTI PT MHP. Jenis-jenis penutupan lahan yang dapat dibedakan pada citra dan digunakan sebagai kelas dalam klasifikasi citra yaitu tanaman HTI Acacia mangium, vegetasi non Acacia

15

mangium, kebun karet, badan air, dan tanah terbuka. Deskripsi kelas-kelas penutupan lahan di areal penelitian adalah sebagai berikut.

1) Tanaman Acacia mangium muda, adalah tanaman HTI yang berumur 1 sampai 3 tahun yang ditanam dengan jarak tanam 3 x 3 meter. Tinggi dan diameter rata-rata adalah 7,18 m dan 7,113 cm. Jumlah batang dan volume per hektar adalah 1132 batang/ha dan 79,41 m³/ha.

Gambar 3. Tanaman Acacia mangium muda

2) Tanaman Acacia mangium sedang, adalah tanaman HTI yang berumur 4 sampai 6 tahun, yang telah dijarangi pada umur 4 tahun. Tinggi dan diameter rata-rata adalah 15,33 m dan 13,243 cm. Jumlah batang dan volume per hektar adalah 746 batang/ha dan 210,70 m³/ha

Gambar 4. Tanaman Acacia mangium sedang

3) Tanaman Acacia mangium tua, adalah tanaman HTI yang berumur 7 tahun ke atas. Tinggi dan diameter rata-rata adalah 20,06 m dan 13,243 cm. Jumlah batang dan volume per hektar adalah 525 batang/ha dan 265,40 m³/ha.

Gambar 5. Tanaman Acacia mangium tua

4) Vegetasi non-Acacia mangium, kelas ini terdiri dari areal dengan penutupan lahan berupa vegetasi yang ada di dalam areal HPHTI PT MHP yang belum digunakan sebagai hutan tanaman dan dimanfaatkan hasil kayunya. Jenis penutupan lahan yang ada dalam kelas ini terdiri dari belukar, alang-alang, dan hutan campuran yang ditumbuhi oleh jenis Pinus merkusii, Accacia auriculiformis, Eucalyptus sp., Alstonia scholaris, dan Paraserianthes falcataria.

(a) (b)

(c)

Gambar 6. Vegetasi non-Acacia mangium : (a) belukar, (b) hutan campuran, (c) alang-alang

17

5) Lahan terbuka sarana dan prasarana, kelas ini terdiri dari penutupan lahan berupa jalan, bangunan dan pemukiman penduduk. Jalan tersebut digunakan untuk sarana transportasi. Penampilan areal pemukiman pada citra sulit dibedakan dengan tanah terbuka, karena luasan areal pemukiman sangat kecil, tidak padat, dan menyebar di lokasi areal penelitian.

(a) (b)

Gambar 7. Lahan terbuka sarana dan prasarana : (a) jalan,

(b) pemukiman penduduk

6) Lahan terbuka bekas tebangan, kelas ini terdiri dari areal terbuka yang masih terdapat sisa kayu bekas penebangan dan juga tumbuhan bawah.

Gambar 8. Lahan terbuka bekas tebangan

7) Badan air, merupakan genangan air berupa danau dan sungai yang tampak pada citra.

8) Kebun karet, adalah kebun yang berada di dalam areal HPHTI PT MHP yang ditanam oleh penduduk sekitar

7. Pembuatan Areal Contoh (Training Area)

Training area digunakan untuk menghitung nilai-nilai dasar penciri kelas. Jumlah piksel masing-masing kelas disesuaikan dengan masing-masing luas penampakan. Secara teoritis jumlah piksel yang perlu diambil untuk mewakili setiap kelas adalah N+1 (N= jumlah band yang digunakan), namun pada prakteknya jumlah piksel yang dianjurkan adalah 10 N sampai 100 N (Swain dan Davis, 1978 dalam Jaya, 2002).

Areal contoh dibuat berdasarkan pada peta kelas umur HPHTI PT MHP, koordinat GPS yang diambil saat pengecekan lapangan, dan berdasarkan penampakan objek pada citra. Training area dibuat sesuai dengan kelas-kelas penutupan lahan yang telah diperoleh dari kegiatan pengecekan lapangan, selain itu juga terdapat kelas tambahan yang tidak ditemukan di lapangan tetapi tampak pada citra, yaitu kelas awan dan kelas bayangan awan.

Tabel 6. Jumlah Piksel Training Area pada Citra

Jumlah Piksel pada Citra No. Kelas

2002 2003

1 Kebun Karet 200 200

2 Vegetasi non-mangium 203 130

3 Lahan terbuka bekas tebangan 197 251

4 Lahan terbuka sarana dan prasarana 204 132

5 Badan air 157 68 6 Awan 44 139 7 Bayangan awan 106 250 8 Mangium tua 200 200 9 Mangium sedang 200 200 10 Mangium muda 200 200 Jumlah 1711 1770

Areal contoh yang diambil sejumlah kelas yang diklasifikasikan, yaitu ke dalam 10 kelas. Jumlah piksel yang diambil sebagai training area untuk setiap kelas berbeda-beda, berkisar antara 44 sampai 250 piksel. Banyaknya jumlah piksel yang diambil sebagai penciri kelas dipengaruhi oleh luas dan persebaran kelas penutupan lahan yang tampak pada citra.

19

8. Evaluasi Separabilitas

Separabilitas adalah suatu ukuran statistik yang menggambarkan keterpisahan antara dua kelas yang dibuat. Ukuran separabilitas yang digunakan adalah dengan perhitungan nilai Transformed Divergence (TD). Ukuran ini digunakan untuk menguji keterpisahan antar kelas dalam satu kombinasi band (Jaya, 2002). Secara matematis perhitungan nilai separabilitas dituliskan dengan rumus :

( )( )

[ ] [

( )( )( )

T

]

j i j i 1 j 1 i 2 1 1 j 1 i j i 2 1 ij tr C C C C tr C C D = + µ µ µ µ − =2000 1 exp D 8 TD ij ij dimana :

TDij = separabilitas antar kelas i dan j Dij = divergence

Ci = matriks peragam kelas i µi = matriks vektor rata-rata kelas i Cj = matriks peragam kelas j µj = matriks vektor rata-rata kelas j Ci -1 = matriks kebalikan kelas i tr = fungsi trace

Cj -1 = matriks kebalikan kelas j T = fungsi transpose

Tabel 7. Kriteria Nilai Keterpisahan Nilai

Transformed Divergence (TDij) Keterangan

≤ 1600 Tidak terpisahkan (inseparable)

1601 – 1699 Keterpisahan jelek (poor)

1700 – 1899 Keterpisahan sedang (fair)

1900 – 1999 Keterpisahan baik (good)

2000 Keterpisahan sangat baik (excellent)

9. Evaluasi Akurasi

Evaluasi ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar kesalahan klasifikasi. Ketelitian tersebut meliputi jumlah piksel area contoh yang diklasifikasikan dengan benar atau salah, pemberian nama kelas secara benar, persentase banyaknya piksel dalam masing-masing kelas, serta persentase kesalahan total. Akurasi pengklasifikasian diukur dengan membuat matriks kesalahan (confussion matrix).

Tabel 8. Matriks Kesalahan (Confussion Matrix) Diklasifikasikan Sebagai Kelas Data Acuan (Training Area) A B C … D Total Baris Producer's Accuracy A Xii Xk+ Xkk Xk+ B C D Xkk Total Kolom X+k N User's Accuracy Xkk X+k

Ukuran akurasi yang paling banyak digunakan adalah nilai akurasi Kappa (Kappa Accuracy), karena nilai ini memperhitungkan semua elemen (kolom) dari matriks (Jaya, 2002). Nilai Akurasi Kappa dihitung dengan rumus :

% 100 ) ( 2 =

+ + + + r k k k r k k k r k kk X X N X X X N Kappa κ dimana :

N = jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan r = jumlah baris/lajur pada matriks kesalahan ( = jumlah kelas) Xi+ = Σ Xij (Jumlah semua kolom pada baris ke-i)

X+k = Σ Xij (Jumlah semua baris pada kolom ke-j)

Selain itu ukuran akurasi lain yang bisa dihitung dari matriks kesalahan yaitu User’s accuracy adalah ukuran akurasi yang dihasilkan dari pengguna, Producer’s accuracy adalah ukuran akurasi yang dihasilkan dari pembuat klasifikasi (perangkat lunak pengklasifikasi), dan juga Overall Accuracy, yang memperhitungkan nilai akurasi keseluruhan dari hasil klasifikasi oleh pengguna dan perangkat lunak pengklasifikasi. Rumus yang digunakan adalah :

( )

100% 'sAccuracy= Xkk X+kUser

( )

⋅100% = Xkk Xk+ Accuracy Producer's % 100 ⋅       =

X N Accuracy Overall r k kk

21

10.Klasifikasi Citra

Klasifikasi merupakan proses pengelompokan piksel ke dalam kelas-kelas atau kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan piksel yang bersangkutan (Jaya, 2002). Klasifikasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (supervised), yaitu menggunakan piksel-piksel yang mewakili masing-masing kelas atau kategori berdasarkan data lapangan dan rujukan lain. Metode klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi peluang maksimum (maximum likelihood classification). Pada klasifikasi ini, informasi dalam setiap piksel diperoleh dengan bantuan komputer, dan dikelompokkan ke dalam kelas-kelas yang telah dibuat areal contohnya.

11.Analisa Perubahan Penutupan Lahan

Analisa dilakukan untuk mengetahui perubahan penutupan lahan yang dterjadi pada daerah yang diamati. Analisa dilakukan dengan tool Thematic Change yang ada pada extension Image Analyst perangkat lunak ArcView GIS 3.2.

12.Konversi Format Citra

Citra hasil klasifikasi kemudian diubah ke dalam format grid. Konversi ini dilakukan untuk memanfaatkan variabel luas hasil klasifikasi citra sebagai input untuk tahapan penyusunan model. Format grid dipilih karena memiliki tabel (theme table) yang dapat dibaca dan diolah lebih lanjut dengan perangkat lunak ArcView GIS 3.2 menggunakan extension Spatial Analyst.

Penyusunan Model Perhitungan Etat

Model ini digunakan untuk mengetahui besarnya hasil hutan yang dapat diambil (etat). Model disusun dengan menggunakan software Stella Research 8. Tahapan pemodelan dilakukan berdasarkan Grant et al (1997), dengan tahapan sebagai berikut :

1. Formulasi Model Konseptual

Tahapan ini bertujuan untuk membangun model konseptual yang menggambarkan hubungan antar komponen. Hubungan tersebut disajikan dalam bentuk diagram yang mengindikasikan adanya keterkaitan tersebut. 2. Spesifikasi Model Kuantitatif

Pada tahapan ini dilakukan penyusunan serangkaian persamaan matematik yang menggambarkan hubungan antar komponen dalam model. Persamaan matematik disusun berdasarkan data dan informasi mengenai potensi dan pertumbuhan tegakan hutan.

3. Evaluasi Model

Tahapan ini bertujuan untuk mengevaluasi kegunaan dari model yang dibuat untuk mendeskripsikan keadaan sebenarnya di dunia nyata. Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan prediksi model dengan data dari sistem nyata

Kaidah statistik untuk membandingkan hasil prediksi model dengan keadaan nyata dilakukan dengan uji Khi-kuadrat (χ²). Model dianggap dapat menjelaskan kondisi nyata jika keragaman pada hasil simulasi model tidak berbeda nyata dengan keragaman dari sistem nyata.

Persamaan uji tersebut adalah :

dimana: Ymodel = data hasil simulasi model Ynyata = data dari sistem nyata

dengan hipotesis uji : H0 : Ymodel = Ynyata H1 : Ymodel≠ Ynyata

dengan wilayah kritik : χ²hitung < χ²tabel Î terima H0

χ²hitung ≥χ²tabel Î tolak H0

( )

= el el nyata hitung Y Y Y mod 2 mod 2

χ

23

4. Penggunaan Model

Tahapan ini dilakukan dengan menjalankan (mengeksekusi) model yang telah disususun untuk mendapatkan jawaban terhadap permasalahan yang ingin dipecahkan, dan juga dengan melakukan analisa dan interpretasi terhadap hasil simulasi.

Penyusunan Aplikasi Model

Tahapan ini bertujuan untuk membuat aplikasi yang dapat memanfaatkan data hasil klasifikasi citra untuk mengetahui besar etat yang dapat diambil. Aplikasi tersebut dibuat dengan membangun hubungan antarperangkat lunak dengan memanfaatkan fitur DDE (Dynamic Data Exchange) yang ada di sistem operasi Microsoft Windows. Dengan menggunakan DDE, dapat dilakukan komunikasi pertukaran data antar perangkat lunak yang memiliki dukungan terhadap fitur tersebut.

Gambar 10. Diagram Alir Pengolahan Citra

Citra Landsat 7 tahun 2002 & 2003

Penyekatan citra (cropping) Koreksi geometrik

Koreksi radiometrik : - Penajaman kontras linear - Penyamaan histogram

Peningkatan resolusi spasial

Pembuatan area contoh (training area)

Klasifikasi peluang maksimum

Evaluasi akurasi Evaluasi separabilitas

Akurasi diterima ?

Citra 2002 & 2003 terklasifikasi (format img)

Analisa perubahan penutupan lahan

Selesai Separabilitas diterima ? Ya Ya Tidak Tidak Mulai

Peta Kelas Umur HTI Wilayah Subanjeriji

Digitizing

Editing

Peta Digital Wilayah Subanjeriji

Konversi format citra

25

Gambar 11. Diagram Alir Penyusunan Model Perhitungan Etat

Gambar 12. Diagram Alir Penyusunan Aplikasi Model

Selesai

Mulai Data potensi dan

pertumbuhan tegakan Formulasi model

Spesifikasi model

Model Perhitungan Etat Citra terklasifikasi

Evaluasi model

Selesai Aplikasi Model Perhitungan Etat Hasil klasifikasi format

grid (ArcView GIS 3.2)

Mulai

Periksa dukungan terhadap DDE

Kompilasi (compile)

script

Penulisan Sript Avenue

Ya Tidak

Model Perhitungan Etat (Stella Research 8)

Pembuatan GUI (Graphical User Interface) Pengikatan (embedding) GUI

Letak dan Luas Wilayah

Areal HPHTI PT Musi Hutan Persada (MHP) terletak di Propinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. 38/Kpts-II/1996 tanggal 29 Januari 1996, luas areal yang dikelola oleh PT MHP adalah sebesar 296.400 ha. Terbagi ke dalam tiga kelompok hutan yaitu: Benakat, Subanjeriji, dan Martapura. Luas dan letak geografis ketiga kelompok hutan tersebut adalah :

a. Benakat (198.741 ha), 103°10’ BT - 104°00’ BT dan 3°30’ LS - 4°00’ LS

b. Subanjeriji (87.354 ha), 103°50 BT - 104°15’ BT dan 3°30’ LS - 4°00’ LS c. Martapura (10.305 ha), 104°15’ BT - 104°25’ BT dan 4°05’ LS - 4°28’ LS

Sumber : PT MHP, 2004 (dengan perubahan)

Gambar 13. Lokasi HPHTI PT Musi Hutan Persada (MHP)

Secara administratif areal HPHTI PT MHP termasuk ke dalam wilayah kabupaten : Muara Enim, Ogan Komering Ulu (OKU), Lahat, Musi Rawas, dan Musi Banyuasin. Setelah dilakukan penataan organisasi lapangan, wilayah kerja HPHTI PT MHP dipisahkan menjadi tiga wilayah kerja, yaitu : Wilayah I Subanjeriji, Wilayah II Benakat, dan Wilayah III Lematang. Selanjutnya tiap

27

wilayah dibagi menjadi 4-5 unit kerja. Tiap unit dibagi menjadi sekitar empat blok dan kemudian tiap blok dibagi menjadi sekitar empat sub-blok.

Tabel 9. Luas areal HPHTI PT MHP Menurut Peruntukan Lahan dan Wilayah Administratif

Wilayah Administratif (ha) No Peruntukan Lahan Muara

Enim OKU Lahat Musi Rawas Musi Banyuasin Total (ha) Persentase (%)

1 Luas Lahan Efektif

(HTI Produktif) 96.840 8.624 27.225 44.161 16.650 193.500 65,30 2 Kawasan Lindung : a. Sempadan Sungai b. Hutan Konservasi 50.415 3.824 5.236 315 - 136 20.519 1.470 4.202 331 80.372 6.067 2,10 27,10

3 Sarana dan Prasarana 5.599 465 367 2.170 551 9.152 3,10

4 Tanaman Kehidupan 2.741 210 192 980 177 177 1,40 5 Tanaman Unggulan Lokal 1.981 150 80 700 89 89 1,00 Jumlah 161.400 15.000 28.000 70.000 22.000 296.400 100,00 Sumber : PT MHP, 2004

Tabel 10. Nama, Jumlah, dan Luas Unit Tiap Wilayah HPHTI PT MHP

Wilayah Luas (ha) Unit Luas (ha)

I. Martapura 7.915 II. Merbau 23.060 III. Gemawang 26.650 IV. Caban 17.465 I. Subanjeriji 97.480 V. Sodong 22.390

VI. Lubuk Lingau 25.150

VII. Sungai Baung 13.980

VIII. Tebing Indah 25.045

II. Benakat 86.780 IX. Deras 22.695 X. Keruh Dua 25.370 XI. Medak 23.390 XIII. Lantingan 19.545 XIV. Lagan 20.355 III. Lematang 112.140 XV. Keruh Satu 23.480 Jumlah 296.400 14 Unit 296.400 Sumber : PT MHP, 2004

Areal penelitian ini adalah kelompok hutan Subanjeriji, yang terdiri dari empat unit, yaitu : Unit II Merbau, Unit III Gemawang, Unit IV Caban, dan Unit V Sodong, dengan total luas 89.565 ha. Alasan pemilihan lokasi adalah karena areal ini memiliki kesatuan geografis, dan merupakan wilayah yang telah dikelola secara intensif sejak awal pembentukan HPHTI PT MHP.

Kondisi Topografi dan Iklim

Kondisi topografi Wilayah I Subanjeriji relatif landai dengan kemiringan 8 - 15 %. Wilayah ini memiliki ketinggian ± 280 mdpl. Suhu udara rata-rata tertinggi pada bulan Juni sebesar 33,8 °C, dan suhu udara rata-rata terendah pada bulan Oktober sebesar 22,8 °C.

Hari hujan rata-rata per tahun adalah 14 hari, dan rata-rata per bulan adalah 11,8 hari. Curah hujan relatif rendah (<100 mm per bulan) terjadi pada bulan Juni, sedangkan pada bulan yang lain rata-rata curah hujan > 100 mm per bulan. Rata-rata curah hujan tahunan sebesar 2.080 mm dan curah hujan bulanan rata-rata 173,5 mm.

Iklim di lokasi penelitian adalah iklim A (menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson), dengan nilai Q berkisar 0 - 14,2 %. Sedangkan berdasarkan sistem klasifikasi Koppen, termasuk tipe iklim Alfa. Dan menurut sistem klasifikasi Oldeman termasuk ke dalam zone agroklimat D2 yang dicirikan oleh bulan basah (curah hujan > 200 mm) berturut-turut 3 - 4 bulan dengan periode bulan kering (curah hujan < 100 mm) berturut-turut 2 - 3 bulan.

Kondisi Tanah

Jenis tanah di wilayah Subanjeriji umumnya terdiri dari podsolik merah kuning (Ultisol) dan sebagian kecil Oxisol. Berasal dari batuan induk sedimen tuf, tuf pasir, batu pasir, dan batu lempung. Tekstur tanah tergolong berat dengan kandungan lempung (clay) dapat mencapai 70 %. Nilai pH H2O tanah berkisar antara 4,0 - 4,5. Kandungan unsur hara seperti P, K, dan Ca umumnya rendah. Drainase pada umumnya baik. Sebagian besar tanah di wilayah ini berwarna merah kekuningan dengan kondisi tanahnya berupa liat dan debu.

29

Kondisi Geologi dan Hidrologi

Kelompok hutan Subanjeriji termasuk ke dalam formasi Muara Enim dengan jenis batuan diorit kwarsa dan aluvium. Wilayah Subanjeriji termasuk ke dalam daerah aliran sungai (DAS) Musi, dan termasuk sub-DAS Ogan Komering yang memiliki luas 935.882 ha.

Vegetasi

HPHTI PT MHP menanam jenis tanaman utama Acacia mangium Willd.

Dokumen terkait