Mendengar kata Jaminan umumnya selalu dihubungkan dengan pemberian
suatu kredit, dengan kata lain dimana ada kredit disitu pasti ada jaminan. Kredit
biasanya diperoleh dari suatu lembaga keuangan baik bank maupun lembaga
keuangan bukan bank, termasuk lembaga pembiayaan, didalam memberikan kredit
atau pembiayaan umumnya meminta suatu jaminan kepada debitur. Jaminan yang
dimaksud disini bisa jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan.
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda, yaitu
“Zekerheid” atau “Cautie”. Zekerheid atau Cautie mencakup secara umum
cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya suatu tagihan, disamping pertanggung
jawaban umum debitur terhadap hutang-hutang yang dimilikinya
Dalam perkembangan jaminan sampai saat ini, telah banyak ketentuan hukum
tentang jaminan disahkan menjadi undang-undang. Perkembangan hukum jaminan
dilihat dari zaman kemerdekaan sampai saat ini, dapat dibagi menjadi 2 (dua) era,
yaitu pada masa orde lama dan pada masa orde baru.
Pada era orde lama, ketentuan hukum yang mengatur tentang jaminan adalah
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria. Hal ini terlihat pada konsideran UUPA yang mencabut berlakunya ketentuan
dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik yang masih berlaku sejak
berlakunya Undang-Undang ini.59 Dari bunyi konsideran tersebut, maka pada saat mulai berlakunya UUPA, ketentuan-ketentuan tentang hipotik masih berlaku. Pada
saat berlakunya UUPA, terjadi dualisme hukum dalam pembebanan jaminan terutama
hak atas tanah dengan benda-benda lainya.
Secara formal pembebanan jaminan hak atas tanah berlaku
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UUPA, sedangkan secara materiil yang berkaitan
dengan hak dan kewajiban para pihak berlaku ketentuan yang terdapat dalam Buku II
KUHPerdata dan Crediet Verband. Semenjak diundangkannya Undang-Undang No.
4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan, maka dualisme dalam pembebanan hak atas
tanah tidak berlaku lagi, karena secara formal dan materiil berlaku ketentuan yang
terdapat dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
Pada era orde baru diundangkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang jaminan fidusia . Undang-undang tersebut mengatur tentang benda bergerak
dan benda tidak bergerak, khususnya rumah-rumah susun Walaupun sudah banyak
pemerintah menetapkan Undang-Undang yang berkaitan dengan jaminan, namun
ketentuan-ketentuan hukum yang tercantum dalam Buku II KUHPerdata masih
berlaku yang berkaitan dengan gadai (pand) dan hipotik, terutama yang berkaitan
dengan pembebanan atas hipotek kapal laut yang beratnya 20 m3 dan pesawat udara.
59
Salim, HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 2
Hukum jaminan di Indonesia ruang lingkupnya mencakup berbagai ketentuan
peraturan perundang-undangan, yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
penjaminan hutang yang terdapat dalam hukum positif di Indonesia. Hukum jaminan
dalam ketentuan KUH Perdata terdapat pada Buku II yang mengatur tentang
prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga-lembaga jaminan (gadai dan hipotik), dan pada
buku ini yang mengatur tentang penanggungan hutang.60
Dari apa yang dipaparkan di atas ini, hukum jaminan seolah-olah hanya
difokuskan pada pengaturan hak-hak kreditur saja, dan tidak memperhatikan hak-hak
debitur. Padahal subyek kajian hukum jaminan tidak hanya menyangkut kreditur saja,
akan tetapi erat kaitannya dengan debitur juga. Karena yang menjadi obyek kajian
hukum jaminan adalah benda jaminan dari debitur. Menurut J. Satrio mengartikan
hukum jaminan sebagai peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang
seorang kreditur terhadap debitur.61 Selanjutnya menurut H. Salim hukum jaminan adalah merupakan "keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan
hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan
jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit".62
60
M. Bahsan, 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, hal. 9.
61 J. Satrio, op.cit., hal. 3
62
Dari apa yang disebutkan sebagai hukum jaminan itu, maka di dalamnya
tercantum unsur-unsur hukum jaminan yaitu:63
1. Adanya kaidah hukum dalam bidang jaminan yaitu:
a. Kaidah hukum jaminan tertulis, adalah kaidah-kaidah hukum yang
terdapat dalam peraturan perundangundangan, traktat dan
yurisprudensi.
b. Kaidah hukum jaminan tidak tertulis, adalah kaidah-kaidah hukum
jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal
ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara
lisan.
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan, yang dimaksud pemberi jaminan
adalah orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada
penerima jaminan, yang membutuhkan fasilitas kredit yang lazim disebut
debitur. Sedangkan yang dimaksud penerima jaminan adalah orang atau badan
hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Badan hukum
sebagai penerima jaminan adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit,
dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan non bank
3. Adanya fasilitas kredit, dalam pembebanan jaminan yang dilakukan oleh
pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau
lembaga keuangan non bank. Pemberian kredit merapakan pemberian uang
berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan non bank
percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan
bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan
non bank dapat memberikan kredit kepadanya.
4. Adanya jaminan, pada dasarnya jaminan yang diserahkan kepada kreditur
adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan
yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan
benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan non kebendaan.
Peran Hukum jaminan di Indonesia sangatlah besar terkait dengan kegiatan
pinjam meminjam uang. Berbagai lembaga keuangan sangat berperan dalam
membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberi
pinjaman uang baik dalam bentuk kredit maupun gadai. Peran ini sangat bermanfaat
bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan ekonominya.
Dalam kegiatan pinjam-meminjam uang pada umumnya dipersyaratkan
adanya penyerahan jaminan oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi jaminan.
Jaminan ini dapat berupa barang (benda), dapat berupa jaminan perorangan. Dalam
jaminan kebendaan memberikan hak kebendaan kepada pemegang jaminan,
sedangkan jaminan perorangan berupa janji penanggungan hutang.64
2.3.2 Subyek dan Objek Jaminan. a. Subyek Jaminan
Salah satu prinsip yang dipegang oleh lembaga keuangan bank atau lembaga
keuangan bukan bank dan lembaga pembiayaan yang memberikan kredit adalah
mensyaratkan adanya suatu jaminan yang harus diserahkan oleh debitur. Jaminan
yang dimaksud dalam hal ini adalah baik jaminan kebendaan dan jaminan
perorangan.65
Dalam suatu jaminan yang menjadi subyek dari jaminan adalah perseorangan
dan objek dari jaminan tersebut adalah benda yaitu benda yang bergerak maupun
benda tidak bergerak. Menurut jenisnya jaminan dibagi atas 2 (dua) golongan, yaitu
jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan (zakelijke
zekerheid /security right in rem) adalah jaminan berupa harta benda dengan cara
pemisahan bagian dari harta kekayaan, baik dari debitur maupun pihak ketiga, guna
menjamin pemenuhan kewajiban debitur yang bersangkutan dari cidera janji.
Jaminan kebendaan- kebendaan ini menurut sifatnya dibagi menjadi dua yaitu :66 1. jaminan dengan benda berwujud, berupa benda bergerak dan benda tidak
bergerak dan ;
2. jaminan dengan benda tidak berwujud yang dapat berupa hak tagih.
65
Y. Sogar Simamora, 2000, Tanggung Gugat Penanggung Dalam Lembaga Personal
Guarantiee dan Corporate Guarantiee, Karya Abditama, Surabaya, hal. 67
66
Herowati Poesoko, 2007, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan. Laks Bang Pressindo, Yogyakarta. hal. 34
Sedangkan yang dimaksud jaminan perorangan (Borgtoch/Personal
guarantiee) adalah jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh
seorang pihak ketiga untuk menjamin pemenuhan kewajiban debitur kepada kreditur,
apabila debitur yang bersangkutan wanprestasi.
Jaminan semacam ini pada dasarnya adalah penanggungan utang yang diatur
dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUHPerdata. Pada perkembangannya,
jaminan perorangan juga dipraktekkan oleh perusahaa yang menjamin utang
perusahaan lainnya. Lembaga keuangan dalam hal ini sering menerima jaminan
serupa, yang sering disebut corporate guarantee.67 Perbedaan antara jaminan
kebendaan dan jaminan perorangan adalah :
1) Jaminan perorangan terdapat pihak ketiga yang menyanggupi untuk
memenuhi perikatan debitur bila debitur melakukan wanprestasi.
2) Dalam jaminan kebendaan harta kekayaan debitur sajalah yang dapat
dijadikan jaminan bagi pelunasan kredit apabila debitur wanprestasi.
Fungsi dari jaminan sebagaimana telah dikemukakan bahwa, lembaga
keuangan yang memberi fasilitas kredit kepada debitur. Pihak kreditur wajib
meminta jaminan sebagai pengamanan, agar kredit tersebut dapat dilunasi oleh
debitur yang bersangkutan. Selain itu juga jaminan berfungsi sebagai pendorong
motivasi debitur, tentunya debitur juga takut kehilangan hartanya yang menjadi
jaminan. Hal ini otomatis akan mendorong debitur berupaya untuk melunasi
kreditnya, agar harta yang dijadikan jaminan tersebut tidak hilang karena harus
dieksekusi oleh kreditur.68 Namun selain itu fungsi jaminan juga untuk melindungi kepentingan kreditur agar dia mendapat hak preferen dalam pengembalian utang dan
sebagai alat bukti yang sah, maka terhadap jaminan yang diberikan debitur haruslah
dilakukan pengikatan atau pembebanan hak.
b. Objek jaminan.
Obyek jaminan hutang yang lazim digunakan dalam suatu perjanjian hutang
piutang adalah benda bergerak, benda tidak bergerak dan jaminan perorangan. Benda
bergerak biasanya berbentuk barang, perhiasan, surat berharga, kendaraan bermotor,
dan benda tidak bergerak biasanya berupa tanah, rumah, gedung kantor dan jaminan
perseorangan biasanya berupa jaminan pribadi dan jaminan perusahaan. Namun
lazimnya jaminan yang digunakan pada umumnya biasanya berupa benda yang
dimiliki oleh calon debitur.
Benda atau barang yang dijadikan objek jaminan hutang, akan dapat
diketahui apakah benda tersebut milik si debitur atau pihak lain, dengan cara melihat
bukti kepemilikanya. Apabila benda atau barang yang dijadikan sebagai obyek
jaminan hutang bukan milik debitur, dan jaminan tersebut milik pihak lain maka
Lembaga keuangan yang mengeluarkan kredit perlu meneliti keabsahan pengunaanya
sebagai jaminan kredit oleh pihak lain sebagai pemohon kredit.
Sebelum menetapkan suatu benda sebagai obyek jaminan, haruslah dilakukan
penilaian terhadap kelayakan sebagai obyek jaminan. Perlu diperhatikan beberapa
aspek yang penting tentang obyek jaminan tersebut, apakah jaminan tersebut
mempunyai nilai atau harga secara ekonomis. Bila dijadikan jaminan Hutang.
Penelitian tersebut dapat dilakukan dengan cara :69
1) Jenis dan bentuk jaminan , apakah merupakan barang yang bergerak dan apa
jenisnya, barang tidak bergerak dan apa jenisnya, penanggungan hutang dan
apa jenisnya, karena menurut jenisnya mempunyai nilai ekonomis yang
berbeda
2) Kondisi obyek jaminan, akan sangat berpengaruh terhadap nilai ekonomisnya,
karena kondisi obyek jaminan sering berkaitan dengan keadaan fisiknya,
persyaratan teknisnya dan kelengkapan lainnya, yang terkait dengan
kesempurnaanya yang berpengaruh terhadap pemanfaatanya.
3) Kemudahan pengalihan kepemilikan obyek jaminan, hal ini sangat
berpengaruh pada suatu obyek jaminan yang mudah dapat dialihkan atau
dipindahtangankan kepada pihak lain akan mempunyai nilai ekonomi yang
relatif baik. Dan obyek yang bermasalah akan sulit untuk di alihkan dan
mempengaruhi nilai ekonominya.
4) Tingkat harga yang jelas dan prospek pemasaran, suatu barang yang dijadikan
sebagai obyek jaminan. tingkat harga tidak hanya didasarkan kepada
permintaan dan penawaran, tetapi juga kepada kestabilan dan prospek
perkembangan harganya, tingkat harga ini merujuk kepada harga pasar yang
berlaku.
5) Penggunaan obyek jaminan, dapat mempengaruhi tingkat harga atau nilai
ekonominya dari pemanfaatan obyek jaminan tersebut.
Adapun ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai hukum jaminan di
Indonesia, antara lain terdapat dalam KUHPerdata , KUH Dagang yang mengatur
mengenai penjaminan hutang. Di samping itu terdapat Undang-Undang tersendiri
yaitu Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta
benda-benda yang berkatian dengan tanah dan Undang-Undang No. 42 tahun 1999
tentang jaminan fidusia, yang masing-masing mengatur tentang lembaga jaminan
dalam rangka penjaminan hutang.
2.3.3 Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan.
Tanah merupakan suatu harta yang berharga bagi setiap orang saat ini, karena
tanah memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. orang-orang rela melakukan apa
saja demi mendapatkan sebidang tanah yang diinginkan baik itu dengan cara
menabung atau dengan cara meminjam uang pada bank maupun lembaga keuangan,
untuk dapat memperoleh uang dan membeli tanah tersebut. Selain itu tanah juga
sering dijadikan sebagai jaminan dalam peminjaman sejumlah uang yang biasanya
uang tersebut digunakan untuk keperluan ekonominya. Menurut Paul Stepen Latimer
tanah adalah : in everyday language “land” means the solid parts of the earth’s
hidden or moved. It can be improved or degraded but I cannot be destroyed. Land is the opposite of sea, water, and air.70 Dapat diterjemahkan dalam sehari-hari tanah merupakan bagian padat dari bumi dan termasuk rumah, peternakan dan
semak-semak. Tanah adalah permanen dan tidak dapat disembunyikan atau
dipindahtangankan. Tanah dapat ditingkatkan atau diturunkan tetapi tidak dapat
dihancurkan. Tanah adalah kebalikan dari, laut, air, dan udara.
Berdasarkan UUPA tanah yang dikuasai oleh perseorangan maupun badan
hukum haruslah memiliki sertipikat hak milik, sertipikat itu merupakan bukti otentik
yang menyatakan suatu bukti kepemilikan atas sebidang tanah, sesuai dengan
keterangan yang tercantum dalam sertipikat. Dalam UUPA disebut juga hak milik
merupakan hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dimiliki dengan
mengikat fungsi sosial yang dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain
berdasarkan ketentuan pasal 20 UUPA “hak milik adalah hak turun temurun, terkuat
dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan
Pasal 6 UUPA. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain” adapun
jenis jenis hak milik sesuai dengan ketentuan Pasal 16 UUPA adalah :
a) Hak milik. b) Hak guna usaha. c) Hak guna bangunan. d) Hak pakai
e) Hak sewa
f) Hak membuka tanah. g) Hak memungut hasil hutan
h) Hak-hak yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
Dari ketentuan diatas, hak yang dapat dijadikan sebagai jaminan adalah, hak
milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan sesuai dengan Pasal 4 UUHT. Dengan
demikian, pada dasarnya yang dijadikan jaminan bukanlah fisik dan objek dari benda
tersebut melainkan hak atas penguasaan benda yang dijadikan jaminan.
Hak atas tanah yang dapat dinilai dengan uang dan mempunyai nilai ekonomis
serta dapat diperalihkan. Untuk menjamin pelunasan dari debitur maka hak atas tanah
itulah yang digunakan sebagai jaminan. Sebagai jaminan kredit tanah mempunyai
kelebihan antara lain adalah harganya yang tidak pernah turun.
2.4 Bentuk Bentuk Akta Jaminan dan Eksekusi jaminan