• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanah Sebagai Jaminan Utang .1 Pengertian Hukum Jaminan

Mendengar kata Jaminan umumnya selalu dihubungkan dengan pemberian

suatu kredit, dengan kata lain dimana ada kredit disitu pasti ada jaminan. Kredit

biasanya diperoleh dari suatu lembaga keuangan baik bank maupun lembaga

keuangan bukan bank, termasuk lembaga pembiayaan, didalam memberikan kredit

atau pembiayaan umumnya meminta suatu jaminan kepada debitur. Jaminan yang

dimaksud disini bisa jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan.

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda, yaitu

“Zekerheid” atau “Cautie”. Zekerheid atau Cautie mencakup secara umum

cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya suatu tagihan, disamping pertanggung

jawaban umum debitur terhadap hutang-hutang yang dimilikinya

Dalam perkembangan jaminan sampai saat ini, telah banyak ketentuan hukum

tentang jaminan disahkan menjadi undang-undang. Perkembangan hukum jaminan

dilihat dari zaman kemerdekaan sampai saat ini, dapat dibagi menjadi 2 (dua) era,

yaitu pada masa orde lama dan pada masa orde baru.

Pada era orde lama, ketentuan hukum yang mengatur tentang jaminan adalah

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

Agraria. Hal ini terlihat pada konsideran UUPA yang mencabut berlakunya ketentuan

dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik yang masih berlaku sejak

berlakunya Undang-Undang ini.59 Dari bunyi konsideran tersebut, maka pada saat mulai berlakunya UUPA, ketentuan-ketentuan tentang hipotik masih berlaku. Pada

saat berlakunya UUPA, terjadi dualisme hukum dalam pembebanan jaminan terutama

hak atas tanah dengan benda-benda lainya.

Secara formal pembebanan jaminan hak atas tanah berlaku

ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UUPA, sedangkan secara materiil yang berkaitan

dengan hak dan kewajiban para pihak berlaku ketentuan yang terdapat dalam Buku II

KUHPerdata dan Crediet Verband. Semenjak diundangkannya Undang-Undang No.

4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan, maka dualisme dalam pembebanan hak atas

tanah tidak berlaku lagi, karena secara formal dan materiil berlaku ketentuan yang

terdapat dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Pada era orde baru diundangkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

tentang jaminan fidusia . Undang-undang tersebut mengatur tentang benda bergerak

dan benda tidak bergerak, khususnya rumah-rumah susun Walaupun sudah banyak

pemerintah menetapkan Undang-Undang yang berkaitan dengan jaminan, namun

ketentuan-ketentuan hukum yang tercantum dalam Buku II KUHPerdata masih

berlaku yang berkaitan dengan gadai (pand) dan hipotik, terutama yang berkaitan

dengan pembebanan atas hipotek kapal laut yang beratnya 20 m3 dan pesawat udara.

59

Salim, HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 2

Hukum jaminan di Indonesia ruang lingkupnya mencakup berbagai ketentuan

peraturan perundang-undangan, yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan

penjaminan hutang yang terdapat dalam hukum positif di Indonesia. Hukum jaminan

dalam ketentuan KUH Perdata terdapat pada Buku II yang mengatur tentang

prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga-lembaga jaminan (gadai dan hipotik), dan pada

buku ini yang mengatur tentang penanggungan hutang.60

Dari apa yang dipaparkan di atas ini, hukum jaminan seolah-olah hanya

difokuskan pada pengaturan hak-hak kreditur saja, dan tidak memperhatikan hak-hak

debitur. Padahal subyek kajian hukum jaminan tidak hanya menyangkut kreditur saja,

akan tetapi erat kaitannya dengan debitur juga. Karena yang menjadi obyek kajian

hukum jaminan adalah benda jaminan dari debitur. Menurut J. Satrio mengartikan

hukum jaminan sebagai peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang

seorang kreditur terhadap debitur.61 Selanjutnya menurut H. Salim hukum jaminan adalah merupakan "keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan

hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan

jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit".62

60

M. Bahsan, 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, hal. 9.

61 J. Satrio, op.cit., hal. 3

62

Dari apa yang disebutkan sebagai hukum jaminan itu, maka di dalamnya

tercantum unsur-unsur hukum jaminan yaitu:63

1. Adanya kaidah hukum dalam bidang jaminan yaitu:

a. Kaidah hukum jaminan tertulis, adalah kaidah-kaidah hukum yang

terdapat dalam peraturan perundangundangan, traktat dan

yurisprudensi.

b. Kaidah hukum jaminan tidak tertulis, adalah kaidah-kaidah hukum

jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal

ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara

lisan.

2. Adanya pemberi dan penerima jaminan, yang dimaksud pemberi jaminan

adalah orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada

penerima jaminan, yang membutuhkan fasilitas kredit yang lazim disebut

debitur. Sedangkan yang dimaksud penerima jaminan adalah orang atau badan

hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Badan hukum

sebagai penerima jaminan adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit,

dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan non bank

3. Adanya fasilitas kredit, dalam pembebanan jaminan yang dilakukan oleh

pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau

lembaga keuangan non bank. Pemberian kredit merapakan pemberian uang

berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan non bank

percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan

bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan

non bank dapat memberikan kredit kepadanya.

4. Adanya jaminan, pada dasarnya jaminan yang diserahkan kepada kreditur

adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan

yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan

benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan non kebendaan.

Peran Hukum jaminan di Indonesia sangatlah besar terkait dengan kegiatan

pinjam meminjam uang. Berbagai lembaga keuangan sangat berperan dalam

membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberi

pinjaman uang baik dalam bentuk kredit maupun gadai. Peran ini sangat bermanfaat

bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan ekonominya.

Dalam kegiatan pinjam-meminjam uang pada umumnya dipersyaratkan

adanya penyerahan jaminan oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi jaminan.

Jaminan ini dapat berupa barang (benda), dapat berupa jaminan perorangan. Dalam

jaminan kebendaan memberikan hak kebendaan kepada pemegang jaminan,

sedangkan jaminan perorangan berupa janji penanggungan hutang.64

2.3.2 Subyek dan Objek Jaminan. a. Subyek Jaminan

Salah satu prinsip yang dipegang oleh lembaga keuangan bank atau lembaga

keuangan bukan bank dan lembaga pembiayaan yang memberikan kredit adalah

mensyaratkan adanya suatu jaminan yang harus diserahkan oleh debitur. Jaminan

yang dimaksud dalam hal ini adalah baik jaminan kebendaan dan jaminan

perorangan.65

Dalam suatu jaminan yang menjadi subyek dari jaminan adalah perseorangan

dan objek dari jaminan tersebut adalah benda yaitu benda yang bergerak maupun

benda tidak bergerak. Menurut jenisnya jaminan dibagi atas 2 (dua) golongan, yaitu

jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan (zakelijke

zekerheid /security right in rem) adalah jaminan berupa harta benda dengan cara

pemisahan bagian dari harta kekayaan, baik dari debitur maupun pihak ketiga, guna

menjamin pemenuhan kewajiban debitur yang bersangkutan dari cidera janji.

Jaminan kebendaan- kebendaan ini menurut sifatnya dibagi menjadi dua yaitu :66 1. jaminan dengan benda berwujud, berupa benda bergerak dan benda tidak

bergerak dan ;

2. jaminan dengan benda tidak berwujud yang dapat berupa hak tagih.

65

Y. Sogar Simamora, 2000, Tanggung Gugat Penanggung Dalam Lembaga Personal

Guarantiee dan Corporate Guarantiee, Karya Abditama, Surabaya, hal. 67

66

Herowati Poesoko, 2007, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan. Laks Bang Pressindo, Yogyakarta. hal. 34

Sedangkan yang dimaksud jaminan perorangan (Borgtoch/Personal

guarantiee) adalah jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh

seorang pihak ketiga untuk menjamin pemenuhan kewajiban debitur kepada kreditur,

apabila debitur yang bersangkutan wanprestasi.

Jaminan semacam ini pada dasarnya adalah penanggungan utang yang diatur

dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUHPerdata. Pada perkembangannya,

jaminan perorangan juga dipraktekkan oleh perusahaa yang menjamin utang

perusahaan lainnya. Lembaga keuangan dalam hal ini sering menerima jaminan

serupa, yang sering disebut corporate guarantee.67 Perbedaan antara jaminan

kebendaan dan jaminan perorangan adalah :

1) Jaminan perorangan terdapat pihak ketiga yang menyanggupi untuk

memenuhi perikatan debitur bila debitur melakukan wanprestasi.

2) Dalam jaminan kebendaan harta kekayaan debitur sajalah yang dapat

dijadikan jaminan bagi pelunasan kredit apabila debitur wanprestasi.

Fungsi dari jaminan sebagaimana telah dikemukakan bahwa, lembaga

keuangan yang memberi fasilitas kredit kepada debitur. Pihak kreditur wajib

meminta jaminan sebagai pengamanan, agar kredit tersebut dapat dilunasi oleh

debitur yang bersangkutan. Selain itu juga jaminan berfungsi sebagai pendorong

motivasi debitur, tentunya debitur juga takut kehilangan hartanya yang menjadi

jaminan. Hal ini otomatis akan mendorong debitur berupaya untuk melunasi

kreditnya, agar harta yang dijadikan jaminan tersebut tidak hilang karena harus

dieksekusi oleh kreditur.68 Namun selain itu fungsi jaminan juga untuk melindungi kepentingan kreditur agar dia mendapat hak preferen dalam pengembalian utang dan

sebagai alat bukti yang sah, maka terhadap jaminan yang diberikan debitur haruslah

dilakukan pengikatan atau pembebanan hak.

b. Objek jaminan.

Obyek jaminan hutang yang lazim digunakan dalam suatu perjanjian hutang

piutang adalah benda bergerak, benda tidak bergerak dan jaminan perorangan. Benda

bergerak biasanya berbentuk barang, perhiasan, surat berharga, kendaraan bermotor,

dan benda tidak bergerak biasanya berupa tanah, rumah, gedung kantor dan jaminan

perseorangan biasanya berupa jaminan pribadi dan jaminan perusahaan. Namun

lazimnya jaminan yang digunakan pada umumnya biasanya berupa benda yang

dimiliki oleh calon debitur.

Benda atau barang yang dijadikan objek jaminan hutang, akan dapat

diketahui apakah benda tersebut milik si debitur atau pihak lain, dengan cara melihat

bukti kepemilikanya. Apabila benda atau barang yang dijadikan sebagai obyek

jaminan hutang bukan milik debitur, dan jaminan tersebut milik pihak lain maka

Lembaga keuangan yang mengeluarkan kredit perlu meneliti keabsahan pengunaanya

sebagai jaminan kredit oleh pihak lain sebagai pemohon kredit.

Sebelum menetapkan suatu benda sebagai obyek jaminan, haruslah dilakukan

penilaian terhadap kelayakan sebagai obyek jaminan. Perlu diperhatikan beberapa

aspek yang penting tentang obyek jaminan tersebut, apakah jaminan tersebut

mempunyai nilai atau harga secara ekonomis. Bila dijadikan jaminan Hutang.

Penelitian tersebut dapat dilakukan dengan cara :69

1) Jenis dan bentuk jaminan , apakah merupakan barang yang bergerak dan apa

jenisnya, barang tidak bergerak dan apa jenisnya, penanggungan hutang dan

apa jenisnya, karena menurut jenisnya mempunyai nilai ekonomis yang

berbeda

2) Kondisi obyek jaminan, akan sangat berpengaruh terhadap nilai ekonomisnya,

karena kondisi obyek jaminan sering berkaitan dengan keadaan fisiknya,

persyaratan teknisnya dan kelengkapan lainnya, yang terkait dengan

kesempurnaanya yang berpengaruh terhadap pemanfaatanya.

3) Kemudahan pengalihan kepemilikan obyek jaminan, hal ini sangat

berpengaruh pada suatu obyek jaminan yang mudah dapat dialihkan atau

dipindahtangankan kepada pihak lain akan mempunyai nilai ekonomi yang

relatif baik. Dan obyek yang bermasalah akan sulit untuk di alihkan dan

mempengaruhi nilai ekonominya.

4) Tingkat harga yang jelas dan prospek pemasaran, suatu barang yang dijadikan

sebagai obyek jaminan. tingkat harga tidak hanya didasarkan kepada

permintaan dan penawaran, tetapi juga kepada kestabilan dan prospek

perkembangan harganya, tingkat harga ini merujuk kepada harga pasar yang

berlaku.

5) Penggunaan obyek jaminan, dapat mempengaruhi tingkat harga atau nilai

ekonominya dari pemanfaatan obyek jaminan tersebut.

Adapun ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai hukum jaminan di

Indonesia, antara lain terdapat dalam KUHPerdata , KUH Dagang yang mengatur

mengenai penjaminan hutang. Di samping itu terdapat Undang-Undang tersendiri

yaitu Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta

benda-benda yang berkatian dengan tanah dan Undang-Undang No. 42 tahun 1999

tentang jaminan fidusia, yang masing-masing mengatur tentang lembaga jaminan

dalam rangka penjaminan hutang.

2.3.3 Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan.

Tanah merupakan suatu harta yang berharga bagi setiap orang saat ini, karena

tanah memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. orang-orang rela melakukan apa

saja demi mendapatkan sebidang tanah yang diinginkan baik itu dengan cara

menabung atau dengan cara meminjam uang pada bank maupun lembaga keuangan,

untuk dapat memperoleh uang dan membeli tanah tersebut. Selain itu tanah juga

sering dijadikan sebagai jaminan dalam peminjaman sejumlah uang yang biasanya

uang tersebut digunakan untuk keperluan ekonominya. Menurut Paul Stepen Latimer

tanah adalah : in everyday language “land” means the solid parts of the earth’s

hidden or moved. It can be improved or degraded but I cannot be destroyed. Land is the opposite of sea, water, and air.70 Dapat diterjemahkan dalam sehari-hari tanah merupakan bagian padat dari bumi dan termasuk rumah, peternakan dan

semak-semak. Tanah adalah permanen dan tidak dapat disembunyikan atau

dipindahtangankan. Tanah dapat ditingkatkan atau diturunkan tetapi tidak dapat

dihancurkan. Tanah adalah kebalikan dari, laut, air, dan udara.

Berdasarkan UUPA tanah yang dikuasai oleh perseorangan maupun badan

hukum haruslah memiliki sertipikat hak milik, sertipikat itu merupakan bukti otentik

yang menyatakan suatu bukti kepemilikan atas sebidang tanah, sesuai dengan

keterangan yang tercantum dalam sertipikat. Dalam UUPA disebut juga hak milik

merupakan hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dimiliki dengan

mengikat fungsi sosial yang dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain

berdasarkan ketentuan pasal 20 UUPA “hak milik adalah hak turun temurun, terkuat

dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan

Pasal 6 UUPA. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain” adapun

jenis jenis hak milik sesuai dengan ketentuan Pasal 16 UUPA adalah :

a) Hak milik. b) Hak guna usaha. c) Hak guna bangunan. d) Hak pakai

e) Hak sewa

f) Hak membuka tanah. g) Hak memungut hasil hutan

h) Hak-hak yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

Dari ketentuan diatas, hak yang dapat dijadikan sebagai jaminan adalah, hak

milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan sesuai dengan Pasal 4 UUHT. Dengan

demikian, pada dasarnya yang dijadikan jaminan bukanlah fisik dan objek dari benda

tersebut melainkan hak atas penguasaan benda yang dijadikan jaminan.

Hak atas tanah yang dapat dinilai dengan uang dan mempunyai nilai ekonomis

serta dapat diperalihkan. Untuk menjamin pelunasan dari debitur maka hak atas tanah

itulah yang digunakan sebagai jaminan. Sebagai jaminan kredit tanah mempunyai

kelebihan antara lain adalah harganya yang tidak pernah turun.

2.4 Bentuk Bentuk Akta Jaminan dan Eksekusi jaminan

Dokumen terkait