BAB II KAJIAN PUSTAKA
II.3 Tanah Lunak
Tanah lunak adalah tanah-tanah yang jika tidak dikenali dan diselidiki secara seksama dapat menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka panjang yang tidak dapat ditolerir. Tanah tersebut mempunyai kuat geser yang rendah dan kompresibilitas yang tinggi.
Dalam rekayasa geoteknik istilah “lunak” dan “sangat lunak” khusus didefenisikan untuk lempung dengan kuat geser seperti ditunjukkan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Kriteria tanah lunak (Manual Panduan Geoteknik 1, 2002)
Very Soft Soil Soft Soil
c(t/m2) < 2 2 – 4
qc(kg/cm2) < 6 6 – 10
N-SPT < 2 3 – 10
Dimana: c : kohesi tanah dari pengujian tekan tidak terkekang qc : nilai tahanan ujung dari pengujian sondir
N-SPT : nilai N dari pengujian SPT
Problema utama pembangunan infrastruktur pada tanah lunak adalah daya dukung tanah dasarnya yang relatif rendah dan pemampatan tanah dasarnya yang relatif besar serta berlangsung relatif lama. Apabila tanpa dilakukan perbaikan pada tanah dasarnya terlebih dahulu maka infrastruktur yang dibangun berpotensi akan mengalami kerusakan sebelum mencapai umur yang direncanakan. Problema tanah lunak dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Problema tanah lunak (Teknindo Geosistem, 2016)
II.4 Perbaikan Tanah Lunak
Tanah lunak dapat diperbaiki dengan beberapa metode, salah satunya yang paling sederhana adalah dengan preloading. Namun, preloading umumnya memberikan tingkat konsolidasi rata-rata dari peningkatan yang homogen diseluruh lapisan tanah. Selain itu, tidak ada proses percepatan yang terlibat pada saat proses preloading saja digunakan. Alternatif untuk melakukan preloading adalah untuk memperbaiki tanah lunak dan memastikan lebih banyak peningkatan yang homogen.
Metode lain yang sesuai untuk meningkatkan kekuatan geser tanah lunak termasuk preloading vakum, menurunkan muka air tanah, dan proses elektro-omosis. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan, tetapi metode preloading dengan kombinasi dengan PVD diterima dengan baik oleh para insinyur yang berlatih.
Menemukan teknik perbaikan tanah lunak yang efektif dan efisien, mengingat keterbatasan waktu proyek dan biaya konstruksi, telah menjadi tantangan terus menerus untuk perusahaan konstruksi. Berbagai metode perbaikan tanah telah diusulkan untuk meningkatkan kekuatan tanah lunak. Dalam dua dekade terakhir, penggunaan PVD telah diakui sebagai metode perbaikan tanah yang sangat efektif dan efisien membantu preloading pada lokasi dengan endapan tanah lunak yang tebal.
Penggunaan PVD dengan metode preloading dianggap pilihan metode yang paling layak untuk teknik perbaikan tanah pada pekerjaan berdasarkan kedalaman lapisan tanah yang akan diperbaiki, biaya, waktu yang tersedia untuk preloading dan pertimbangan lainnya.
II.4.1 Teknik Preloading
Preloading adalah membebani tanah dasar dengan beban sementara sebelum beban struktur yang sebenarnya bekerja. Beban sementara ini akan menimbulkan tekanan dan penurunan terlebih dahulu kepada tanah. Ketika beban
sebenarnya bekerja, penurunan yang terjadi diharapkan akan kecil dan dapat diabaikan.
Salah satu hal penting yang menentukan keberhasilan metode preloading dengan PVD adalah dalam hal perencanaan timbunan preloading. Preloading harus direncanakan sesuai dengan beban konstruksi (construction load) dan beban kerja (work load) yang akan berada di atas tanah dasar. Output hasil perencanaan preload berupa data berat jenis () dan tinggi timbunan preloading (Kuswanda, 2016) Ilusttrasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Perencanaan timbunan preloading (Kuswanda, 2016)
Preloading merupakan metode yang paling sering digunakan saat ini, Preloading dibagi atas dua bagian umum:
1. Conventional preloading yaitu dengan meletakkan beban preloading di atas lapisan tanah lunak. Air akan mengalir ke atas pori tanah yang permeable.
Beban ini biasanya di biasanya diberikan secara bertahap untuk menjaga stabilitas tanah. Selanjutnya, apabila penurunan yang diinginkan telah tercapai maka beban preloading akan dibuang. Surcharging adalah beban preloading yang melebihi beban akhir struktur. Diberikan dengan tujuan untuk menghasilkan tingkat kompresi yang lebih besar pada tanah lunak dan sedikit rebound saat beban dihilangkan. Teknik Preloading dirancang untuk mengurangi penurunan yang akan terjadi setelah beban rencana bekerja.
Preloading bertujuan meningkatkan tegangan vertikal efektif dan mengurangi kompresibilitas tanah yang lunak dengan memaksa tanah lunak untuk
melakukan konsolidasi. Dengan demikian, proses konsolidasi juga meningkatkan kekuatan tanah lunak dilapangan.
2. Vacuum Preloading merupakan salah satu alternatif untuk emperbaiki tanah lempung lunak jenuh air, pertama kali di perkenalkan oleh Kjellman tahun 1952 (Suhendra, et al., 2011) dimana pompa vakum akan menghisap air dan udara di dalam tanah yang sudah di beri lembaran kedap udara diatasnya, dengan begitu penurunan konsolidasi pada tanah akan terjadi dengan waktu yang lebih cepat dibanding metode terdahulunya.
Gambar 2.3 Ilustrasi metode vacuum preloading (Suhendra dan Edwin, 2019)
Preloading dan vertical drain pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kekuatan geser pada tanah, mengurangi kompresibilitas/
kemampumampatan tanah, dan mencegah penurunan (settlement) yang besar serta kemungkinan kerusakan pada struktur bangunan. Preloading dan vertical drain umumnya digunakan pada tanah dengan daya dukung yang rendah seperti pada tanah lempung lembek dan tanah organik. Pada prinsipnya teknik preloading menggunakan vertical drains merupakan metode perkuatan tanah dengan cara mengurangi kadar air dalam tanah (dewatering). Biasanya waktu konsolidasi yang dibutuhkan untuk jenis tanah seperti ini memakan waktu yang lama meski dengan menggunakan beban tambahan yang besar, sehingga teknik preloading mungkin kurang cocok untuk jadwal kontruksi yang singkat. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Preloading pada lapisan tanah dasar (Sakleshpur et. al, 2018)
Gambar 2.5 Hasil penurunan akibat preloading (Sakleshpur et. al, 2018)
Dari grafik di atas, dapat dilihat settlement yang terjadi akibat adanya beban tambahan (surcharge) lebih besar daripada beban rencana (design load) pada selang waktu yang sama. Selain dengan menggunakan teknik preloading dan menggunakan beban tambahan sementara (surcharge), peningkatan mutu tanah dapat juga dilakukan dengan menggunakan vertical drains, selain itu waktu konsolidasi pun juga semakin singkat sebab aliran drainase yang terjadi bukan hanya ke arah vertikal tapi juga ke arah horizontal. Drain-drain vertikal tersebut
dapat diisi dengan dengan pasir atau bahan lain yang memiliki permeabilitas besar. Untuk saat ini pengembangannya pun sudah beragam, ada juga yang menggunakan PVD, berupa bahan geotekstil atau bahan sintetis sejenisnya.
II.4.2 Prefabricated Vertical Drain (PVD)
Pada perbaikan tanah dengan pembebanan awal, masalah yang timbul adalah lamanya proses waktu penurunan. Hal ini sering terjadi pada lapisan tanah yang cukup dalam dan mempunyai permeabilitas yang rendah. Untuk mempercepat konsolidasi dan menghemat waktu penurunan timbunan pada tanah lunak, cara yang digunakan adalah membuat saluran vertikal yang mempunyai permeabilitas tinggi, yaitu drainase vertikal.
Untuk mengatasi timbunan tanah tinggi, konsolidasi atau penurunan pada tanah dasar, perlu adanya perencanaan perbaikan tanah dasar. Penggunaan vertikal drain sangat direkomendasikan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Untuk mengatasi kelongsoran seperti pekerjaan reklamasi pada tanah lempung lunak dan sangat lunak, untuk mempercepat konsolidasi maka praktisi sering menggunakan teknologi PVD. Teknologi ini mempercepat proses konsolidasi dan meningkatkan kuat dukung tanah sehingga permasalahan kelongsoran dapat dicegah.
Vertical Drain umumnya berupa tiang-tiang vertikal yang mudah mengalirkan air (berwujud seperti sand drain/tiang pasir atau dari bahan geosynthetics (geosintetik) yang dikenal dengan “wick drain” atau juga dikenal sebagai PVD).
Tiang-tiang atau lubang-lubang tersebut dipasang di dalam tanah pada jarak tertentu sehingga memperpendek jarak aliran drainase air pori (drainage path). Vertical drain sebenarnya merupakan jalur drainase buatan yang dimasukkan kedalam lapisan lempung dan mengkombinasikan preloading, dengan cara air pori diperas keluar selama konsolidasi serta mengalir lebih cepat pada arah horizontal dibanding arah vertikal. Selanjutnya, air pori tersebut mengalir sepanjang jalur drainase vertikal yang telah diinstalasi. Oleh karena itu, PVD berfungsi untuk memperpendek jalur drainase dan sekaligus mempercepat proses konsolidasi. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Fungsi PVD (Teknindo Geosistem, 2016)
II.4.2.1 Material PVD
PVD umumnya berbentuk pita dengan sebuah inti plastik beralur terbuat dari material geosintesis (material polimer) yang dibentuk seperti potongan yang panjang. Material polimer dapat berupa Material PVC dengan lebar 90 sampai 100 mm, ketebalan 2 sampai 6 mm. PVD dibuat dalam bentuk gulungan serta dipasang dengan minyak khusus sehingga dapat terlindung dari tekanan hidrolik tanah. Gambaran lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Material PVD (Kuswanda, 2016)
Jika menggunakan PVD, maka karekteristik hidroliknya harus diperhatikan dengan seksama, misalnya mengenai kapasitas pengeluaran air dan permeabilitas dari filter dan kuat tekuk serta ketahanannya terhadap degradasi fisik dan biokimia dalam berbagai kondisi cuaca dan lingkungan yang tidak ramah. PVD dibuat untuk menggantikan penggunaan sand drain. PVD dipasang dengan tidak dibor, sehingga penginstalan dapat berlangsung dengan cepat.
PVD biasanya dipasang sampai kedalaman hingga 30 m dengan menggunakan rig penetrasi statis. Untuk yang lebih dalam dibutuhkan rig yang lebih besar untuk mempermudah proses penetrasi.
Waktu terjadinya penurunan berlangsung dalam waktu yang cenderung sangat lama. PVD digunakan untuk mem-percepat laju penurunan konsolidasi dengan cara memperpendek lintasan pengaliran dalam lempung. Ukuran PVD yang umum digunakan adalah lebar 100 mm, dengan tebal 3 – 7 mm. Terdiri dari bagian luar sebagai filter jacket dan drain core (bagian inti sebagai tempat air pori mengalir). Fungsi dari filter jacket sebagai filter untuk membatasi masuknya butiran-butiran tanah halus yang akan menghalangi jalannya pengaliran air. Sedangkan fungsi dari drain core adalah sebagai jalannya aliran, memastikan jalannya aliran yang lurus vertikal, dan sifatnya yang kaku memberikan kekuatan terhadap tekanan horizontal dan aliran. Bagian PVD dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Bagian PVD (Zhafirah, 2019)
II.4.2.2 Pengistalan PVD
Sistem vertical drain dengan PVD harus dipasang dengan mandrel yang ujungnya tertutup (closed-end mandrel) yang dimasukkan ke dalam tanah baik dengan penetrasi statis maupun penginstallan dengan vibrator. Tingkat kerusakan atau gangguan pada tanah yang ditimbulkannya bergantung pada bentuk dan ukuran dari mandrel dan sepatu yang dapat dilepaskan (detachable shoe) pada dasar mandrel.
Pengistalan PVD dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Pengistalan PVD (Dokumentasi Proyek, 2018)
Pelaksanaan Pengistalan PVD adalah dengan diawali dengan pememasangan sepatu pelat dengan ketebalan yang cukup yang dapat mendukung beban peralatan dan dilanjutkan dengan pengistalan PVD ke dalam tanah sesuai dengan elevasi rencana, proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Urutan pengistalan PVD (Teknindo Geosistem, 2016)
II.5 Konsolidasi
Konsolidasi (consolidation) adalah suatu proses pengecilan volume secara perlahan-lahan pada tanah jenuh sempurna dengan permeabilitas rendah akibat pengaliran sebagian air pori. Dengan kata lain, pengertian konsolidasi adalah proses terperasnya air tanah akibat bekerjanya beban statis, yang terjadi sebagai fungsi waktu karena kecilnya permeabilitas tanah. Proses ini berlangsung terus sampai kelebihan tekanan air pori yang disebabkan oleh kenaikan tegangan total telah benar-benar hilang. Kasus yang paling sederhana adalah konsolidasi satu dimensi, di mana kondisi regangan lateral nol mutlak ada. Proses konsolidasi dapat diamati dengan pemasangan piezometer, untuk mencatat perubahan tekanan air pori dengan waktunya. Besarnya penurunan dapat diukur dengan berpedoman pada titik referensi ketinggian pada tempat tertentu. (Darwis, 2018)
Secara umum, konsolidasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 tahap, yaitu :
1. Immediate settlement (penurunan seketika), diakibatkan dari deformasi elastis tanah kering, basah, dan jenuh air, tanpa adanya perubahan kadar air.
Umumnya, penurunan ini diturunkan dari teori elastisitas. Immediate settlement ini biasanya terjadi selama proses konstruksi berlangsung. Parameter tanah yang dibutuhkan untuk perhitungan adalah undrained modulus dengan uji coba tanah yang diperlukan seperti SPT, sondir (dutch cone penetration test), dan pressuremeter test. Penurunan seketika/penurunan elastis terjadi dalam kondisi undrained (tidak ada perubahan volume). Penurunan ini terjadi dalam waktu yang sangat singkat saat dibebani secara cepat. Besarnya penurunan elastis ini tergantung dari besarnya modulus elastisitas kekakuan tanah dan beban timbunan diatas tanah.
Gambar 2.11 Immediate settlement profile dan contact pressure (a) Pondasi Fleksibel (b) Pondasi Beton (Aryansah, 2011)
Perhitungan Immediate settlement dapat menggunakan rumus persamaan 2.1 yaitu:
(2.1)
Dimana :
Sc = Immediate settlement Δσ = Beban timbunan (kN/m2) Es = Modulus elastisitas tanah μs = Poisson’s Ratio
B = Lebar/diameter timbunan (m) Ip = non-dimensional influence factor
Schleicher (1926) mendefinisikan factor Ip ini sebagai :
[ ( √ ) . √ /] (2.2) Untuk m1 = L/B (panjang/lebar beban yang bekerja)
2. Primary consolidation settlement (penurunan konsolidasi primer), yaitu penurunan yang disebabkan perubahan volume tanah selama periode keluarnya air pori dari tanah. Pada penurunan ini, tegangan air pori secara kontinyu berpindah ke dalam tegangan efektif sebagai akibat dari keluarnya air pori.
Penurunan konsolidasi ini umumnya terjadi pada lapisan tanah kohesif (clay/
lempung). Pada tanah lempung jenuh air, penambahan total tegangan akan diteruskan ke air pori dan butiran tanah. Hal ini berarti penambahan tegangan total (Δσ) akan terbagi ke tegangan efektif dan tegangan air pori. Dari prinsip tegangan efektif, dapat diambil korelasi :
Δσ = Δσ‟ + Δu (2.3)
Dimana :
Δσ‟ = penambahan tegangan efektif Δu = penambahan tegangan air pori
Karena lempung mempunyai daya rembes yang sangat rendah dan air adalah tidak termampatkan (incompressible) dibandingkan butiran tanah, maka pada saat t = 0, seluruh penambahan tegangan (Δσ) akan dipikul oleh air (Δu = Δσ)
pada seluruh kedalaman lapisan tanah. Penambahan tegangan tersebut tidak dipikul oleh butiran tanah (Δσ‟ = 0). Sesaat setelah pemberian penambahan tegangan (Δσ) pada lapisan lempung, air dalam pori mulai tertekan dan akan mengalir keluar. Dengan proses ini tekanan air pori pada tiap-tiap kedalaman pada lapisan lempung akan berkurang secara perlahan-lahan dan tegangan yang dipikul oleh butiran tanah keseluruhan (tegangan efektif) akan bertambah. Jadi pada saat 0 < t < ∞
Δσ = Δσ‟+ Δu (Δσ‟ > 0 dan Δu < Δσ)
Tetapi, besarnya Δσ‟ dan Δu pada setiap kedalaman tidak sama, tergantung pada jarak minimum yang harus ditempuh air pori untuk mengalir keluar lapisan pasir yang berada di bawah atau di atas lapisan lempung. Pada saat t =
∞, seluruh kelebihan air pori sudah hilang dari lapisan lempung, jadi Δu = 0.
Pada saat ini tegangan total akan dipikul seluruhnya oleh butiran tanah (tegangan efektif), sehingga Δσ = Δσ‟. Berikut adalah variasi tegangan total, tegangan air pori, dan tegangan efektif pada suatu lapisan lempung dimana air dapat mengalir keluar struktur tanah akibat penambahan tegangan (Δσ), yang ditunjukan Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Variasi tegangan pada lapisan lempung (Aryansah, 2011)
Proses terdisipasinya air pori secara perlahan, sebagai akibat pembebanan yang disertai dengan pemindahan kelebihan tegangan air pori ke tegangan efektif, akan menyebabkan terjadinya penurunan yang merupakan fungsi dari waktu (time-dependent settlement) pada lapisan lempung. Suatu tanah di lapangan pada kedalaman tertentu telah mengalami tegangan efektif maksimum akibat beban tanah diatasnya (maximum effective overburden pressure) dalam sejarah geologisnya. Tegangan ini mungkin sama, atau lebih kecil dari tegangan overburden pada saat pengambilan sample. Berkurangnya tegangan di lapangan tersebut bisa diakibatkan oleh beban hidup. Pada saat diambil, contoh tanah tersebut terlepas dari tegangan overburden yang telah membebani selama ini. Sebagai akibatnya, tanah tersebut akang mengalami pengembangan.
Pada saat dilakukan uji konsolidasi pada tanah tersebut, suatu pemampatan yang kecil (perubahan angka pori yang kecil) akan terjadi bila beban total yang diberikan pada saat percobaan adalah lebih kecil dari tegangan efektif overburden maksimum (maximum effective overburden pressure) yang pernah dialami sebelumnya. Apabila beban total yang dialami pada saat
percobaan lebih besar dari maximum effective overburden pressure, maka perubahan angka pori yang terjadi akan lebih besar. Ada 3 definisi dasar yang didasarkan pada riwayat geologis dan sejarah tegangan pada tanah, yaitu :
a. Normally consolidated (Terkonsolidasi secara normal), dimana tegangan efektif overburden saat ini merupakan tegangan maksimum yang pernah dialami oleh tanah selama dia ada.
b. Overconsolidated, dimana tegangan efektif overburden saat ini lebih kecil daripada tegangan yang pernah dialami oleh tanah tersebut. Tegangan efektif overburden maksimum yang pernah dialami sebelumnya dinamakan tegangan prakonsolidasi (preconsolidation pressure/PC).
c. Underconsolidated, dimana tegangan efektif overburden saat ini belum mencapai maksimum, sehingga peristiwa konsolidasi masih berlangsung pada saat sample tanah diambil.
3. Secondary Consolidation Settlement (penurunan konsolidasi sekunder) adalah penurunan setelah tekanan air pori hilang seluruhnya. Hal ini lebih disebabkan oleh proses pemampatan akibat penyesuaian yang bersifat plastis dari butir-butir tanah. Pada akhir konsolidasi primer (setelah tegangan air pori U = 0), penurunan pada tanah masih tetap terjadi sebagai akibat dari penyesuaian plastis butiran tanah. Tahapan konsolidasi ini dinamakan konsolidasi sekunder.
Variasi angka pori dan waktu untuk penambahan beban akan sama seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Hubungan air pori terhadap waktu (Aryansah, 2011)
II.5.1 Besar Penurunan Konsolidasi
Persamaan penurunan konsolidasi 1-D dari Terzaghi digunakan untuk menghitung penurunan ultimit untuk pekerjaan timbunan sampai pada level rencana. Penurunan konsolidasi dihitung secara terpisah untuk masing-masing lapisan tanah dan dijumlahkan untuk mendapatkan penurunan ultimate konsolidasi untuk setiap pembebanan. Penurunan ultimate untuk tanah lepung yang normal konsolidasi dihitung dengan menggunakan persamaan:
. / (2.4)
Untuk tanah yang berlapis lapis digunakan persamaan:
∑ ( ) ( )
( ( ) ( )
( ) ) (2.5)
Untuk perhitungan Tegangan vertikal efektif akibat berat sendiri tanah dapat dihitung dengan cara :
(2.6)
( ) ( ) (2.7)
Penurunan ultimate untuk tanah lempung yang overkonsolidasi adalah : Apabila ( ) digunakan persamaan:
. / (2.8)
Apabila ( ) digunakan persamaan:
. / (2.9)
dimana:
= Besar penurunan konsolidasi primer,
= Indeks pemanpatan tanah,
= Indeks pengembangan tanah,
H = Tebal lapisan tanah yang akan mampat,
= Tegangan vertikal efektif akibat berat sendiri tanah,
= Penambahan tegangan vertikal efektif,
= Angka pori awal.
II.5.2 Waktu Penurunan Konsolidasi
Waktu penurunan merupakan parameter penting dalam memprediksi penurunan konsolidasi dan yang mempengaruhi waktu penurunan adalah panjang aliran yang dilalui air pori untuk terdisipasi. Dikarenakan permeabilitas tanah lunak kecil, penurunan konsolidasi akan selesai dalam jangka waktu yang lama dan bisa lebih lama dari umur rencana konstruksi. Untuk menghitung waktu penurunan menggunakan Persamaan di bawah ini (Terzaghi, 1996).
Tanah lunak yang distabilisasi dengan PVD akan memberikan waktu penurunan yang lebih cepat dari pada stabilitas tanah lunak yang tidak di PVD.
Ketika tanah lunak di PVD aliran air pori yang akan terjadi yaitu kearah vertikal dan horizontal. Dalam kasus ideal dianggap bahwa pengaruh pemasangan PVD terhadap permeabilitas tanah dan sifat-sifat konsolidasinya tidak terganggu.
Dalam kenyataannya, khususnya zona tanah di dekat dinding mandrel, dan
kadang-kadang juga pada jarak lumayan jauh telah terjadi gangguan susunan tanah. Lama waktu penurunan konsolidasi dengan vertikal drain dapat dihitung berdasarkan Persamaan (2.12) dibawah ini.
(2.12)
Th : faktor waktu untuk drainase arah radial
D : diameter zona pengaruh satu drain (Gambar 2.14) Ch : koefisien konsolidasi dengan drainase arah radial tc : waktu konsolidasi dengan PVD
Gambar 2.14 Skema dan pola pemasangan PVD (Ariza, 2014)
II.6 Smear Zone
Smear Zone adalah daerah yang terganggu akibat pengistalan PVD. PVD dimasukkan kedalam ke dalam tanah dengan menggunakan mandrel dan diberikan sepatu pada ujungnya. Akibat pemancangan tersebut lapisan tanah yang ditusuk mandrel akan terganggu. Efek smear zone yaitu berkurangnya nilai koefisien permeabilitas tanah arah radial akibat proses peremasan (remoulding) selama pengistalan. Kondisi smear zone dapat dilihat pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15 Smear Zone (Dokumentasi Proyek, 2018)
Pembentukan kembali susunan tanah membuat koefisien konsolidasi radial menjadi berkurang, yang memperlambat proses konsolidasi. Sehingga solusi yang mungkin dilakukan untuk mengatasi efek smear zone akibat instalasi PVD adalah dengan memperkecil luas penampang mandrel akan tetapi, kekakuan mandrel tetap dipertahankan. Barron (1948) dan Hansbo (1979, 1981) menganalisa besar smear zone pada tanah lunak dengan cara mengasumsikan diameter smear zone yang mengalami efek smear di sekitar drainase (Pasaribu et al. 2012). Beberapa peneliti merekomendasikan besar diameter smear zone diantaranya (Sathananthan, 2005).
II.6.1 Perhitungan Efek Smear Zone
Koefisien permeabilitas (k) merupakan salah satu parameter yang penting pada analisis konsolidasi. Umumnya tanah lempung mempunyai koefisien permeabilitas yang relatif kecil dibanding dengan tanah pasir, sehingga proses konsolidasi pada tanah lempung relatif lebih lama
dibanding tanah pasir. Konsolidasi pada tanah lempung relatif lebih lama dibanding tanah pasir. besarnya koefisien permeabilitas tanah akibat efek smear dapat diekuivalen.Ada beberapa macam perhitungan efek smear zone diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Metode Hird et al
Dengan metode Hird et al. (1995), koefisien permeabilitas tanah dapat dihitung dengan menggunakan rumusan sebagai berikut:
kax : koefisien permeabilitas horizontal kondisi tanah tidak terganggu ks : koefisien permeabilitas horizontal kondisi tanah terganggu
kondisi axysimmetric.
Menurut Hird et al. proses ekuivalen PVD dapat dilakukan dengan bebarapa cara, yaitu:
- Jarak antar vertikal drain pada kondisi plane strain dapat diubah (perubahan geometri) dengan permeabilitas yang dibuat tetap pada kondisi axisymetris dan plane strain (kax = kpl).
- Koefisien permeabilitas pada kondisi plane strain dapat diubah, dengan geometri yang dibuat sama.
- Mengkombinasi perubahan geometri dan permeabilitas.
Kondisi axisymetris dan plane strain dapat dilihat pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16 Kondisi (a) axisymetris, (b) plane strain (Hird, 1995)
2. Metode Indraratna dan Redana
[ . / (
) ( ) ]
(2.14)
kh = permeabilitas horizontal kondisi tidak terganggu k’h = permeabilitas horizontal kondisi terganggu
n = re/rw, s = rs/rw (2.15)
p mewakili kondisi plane strain
rw = (w + t)/π (2.16)
R = 0.5 de= 0.515S (2.17)
( )
( ) (2.18)
( )
( ) , ( ) ( )- (2.19)
khp= 0,67 kh/(ln (n) – 0,75) (2.20)
Verifikasi bentuk penampang PVD dalam permodelan axisymetris dan plane strain dapat dilihat pada Gambar 2.17 di bawah ini:
Gambar 2.17 Konversi axisymetris menjadi plane strain (a) axisymetris arah radial (b) plane strain (Indraratna and Redana, 1997)
3. Metode Chai et al.
Menurut Chai et al. (2001) metode sederhana dalam pemodelan PVD adalah mengubah nilai koefisien permeabilitas vertikal ekivalen tanah pada area vertikal drain sebagai kinerja dari PVD. Adapun besar nilai koefisien permeabilitas tersebut adalah:
.
/ (2.21)
dengan : 𝑣 : koefisien permeabilitas vertical ekivalen, : koefisien permeabilitas horizontal tanah, dan : koefisien permeabilitas vertikal tanah
( )
(2.22)
l = Panjang drainase De = Diameter
qw = kapasitas PVD
Gambar 2.18 Parameter smear zone (Bahan ajar metode elemen hingga dalam rekayasa geoteknik USU, 2019)
II.7 Metode Elemen Hingga Pada Geoteknik
Metode Elemen Hingga digunakan untuk menentukan nilai pendekatan dari persamaan Differensial Parsial dan juga persamaan integral. Ketertarikan untuk mengevaluasi akibat-akibat perubahan bentuk (deformasi, tegangan, temperature, tekanan dan kecepatan fluida) yang diakibatkan gaya seperti beban, tekanan,
Metode Elemen Hingga digunakan untuk menentukan nilai pendekatan dari persamaan Differensial Parsial dan juga persamaan integral. Ketertarikan untuk mengevaluasi akibat-akibat perubahan bentuk (deformasi, tegangan, temperature, tekanan dan kecepatan fluida) yang diakibatkan gaya seperti beban, tekanan,