a. Definisi Tanah Lempung
terdiri dari tiga fase yaitu padat, cair, dan udara. Bagian yang padat merupakan polyamorphous terdiri dari mineral inorganis dan organis. Mineral-mineral lempung merupakan subtansi-subtansi kristal yang sangat tipis yang pembentukan utamanya berasal dari perubahan kimia pada pembentukan mineral-mineral batuan dasar. Semua mineral lempung sangat tipis kelompok-kelompok partikel kristalnya berukuran koloid (<0,002 mm) dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.
Mitchel (1976) memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan ukuran butir lempung adalah partikel tanah yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm, sedangkan mineral lempung adalah kelompok-kelompok partikel kristal berukuran koloid (<0,002 mm) yang terjadi akibat proses pelapukan batuan.
Menurut Craig (1987), tanah lempung adalah mineral tanah sebagai kelompok-kelompok partikel kristal koloid berukuran kurang dari 0,002 mm yang terjadi akibat proses pelapukan kimia pada batuan yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam ataupun alkali, dan karbondioksida.
Warna tanah pada tanah lempung tidak dipengaruhi oleh unsur kimia yang terkandung di dalamnya, karena tidak adanya perbedaan yang dominan dimana kesemuanya hanya dipengaruhi oleh unsur Natrium saja yang paling mendominasi. Semakin tinggi plastisitas, grafik yang dihasilkan pada masing-masing unsur kimia belum tentu sama. Hal ini
19
disebabkan karena unsur-unsur warna tanah dipengaruhi oleh nilai
Liquid Limit (LL) yang berbeda-beda (Marindo, 2005 dalam Afryana, 2009).
b. Jenis Mineral Lempung a. Kaolinite
Kaolinite merupakan anggota kelompok kaolinite serpentin, yaitu
hidrus alumino silikat. Kekokohan sifat struktur dari partikel
kaolinite menyebabkan sifat-sifat plastisitas dan daya pengembangan atau menyusut kaolinite menjadi rendah.
b. Montmorilonite
Mineral ini memiliki potensi plastisitas dan mengembang atau menyusut yang tinggi sehingga bersifat plastis pada keadaan basah dan keras pada keadaan kering.
c. Illite
Illite adalah mineral bermika yang sering dikenal sebagai mika tanha dan merupakan mika yang berukuran lempung. Istilah illite
dipakai untuk tanah berbutir halus, sedangkan tanah berbutir kasar disebut mika hidrus.
c. Sifat Tanah Lempung
Tanah lempung adalah tanah yang mempunyai partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim, 1953 dalam Darmady, 2009).
Tanah lempung lunak merupakan tanha kohesif yang yang terdiri dari tanha yang sebagian besar terdiri dari butir-butir yang sangat kecil seperti lempung atau lanau. Sifat lapisan tanah lempung lunak adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan yang besar, koefisien permeabilitas yang kecil dan mempunyai daya dukung rendanh dibandingkan tanah lempung lainnya.
Tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Sifat pengembangan tanah lempung yang dipadatkan akan lebih besar pada lempung yang dipadatkan pada kering optimum daripada yang dipadatkan pada basah optimum. Lempung yang dipadatkan pada kering optimum relatif kekurangan air, oleh karena itu lempung ini mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk meresap air sebagai hasilnya adalah sifat mudah mengembang (Hardiyatmo, 1999).
Mineral lempung merupakan senyawa alumunium silikat yang kompleks yang terdiri dari satu atau dua unit dasar, yaitu silica tetrahedral dan alumunium octahedral. Silicon dan alumunium
mungkin juga diganti sebagian dengan unsur lain yang disebut dengan substitusi isomorfis.
C. Semen
Semen adalah suatu campuran senyawa kimia yang bersifat hidrolisis, artinya jika dicampur dengan air dalam jumlah tertentu akan mengikat bahan-bahan
21
lain menjadi satu kesatuan massa yang dapat memadat dan mengeras. Secara umum semen dapat didefinisikan sebagai bahan perekat yang dapat merekatkan bagian-bagian benda padat menjadi bentuk yang kuat, kompak, dan keras.
Semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu : a) Semen non-hidrolik
Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama adalah kapur. b) Semen hidrolik
Semen hidrolik mempuyai kemampuan mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik adalah sebagai berikut :
Kapur hidrolik, sebagian besar (65%-75%) bahan kapur hidrolik terbuat dari batu gamping, yaitu kalsium karbonat beserta bahan pengikutnya berupa silika, alumina, magnesia, dan oksida besi. Semen pozzolan, sejenis bahan yang mengandung silisium
aluminium yang tidak mempunyai sifat penyemenan. Butirannya halus dan dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu ruang serta membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai sifat-sifat semen.
Semen terak, semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi dan kapur tohor.
Semen alam, dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang mengandung lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan.
Semen portland, merupakan material konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Semen portland adalah semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.
Semen portland pozollan, merupakan campuran semen portland dan bahan-bahan yang bersifat pozollan seperti terak tanur tinggi dan hasil residu.
Semen putih, semen portland yang kadar oksida besinya rendah, kurang dari 0,5%.
Semen alumnia, dihasilkan melalui pembakaran batu kapur dan bauksit yang telah digiling halus pada temperatur 16000C. Hasil pembakaran tersebut berbentuk klinker dan selanjutnya dihaluskan hingga menyerupai bubuk. Jadilah semen alumnia yang berwarna abu-abu.
Tabel 6. Jenis-Jenis Semen Portland
Jenis Penggunaan I II III IV V
Konstruksi biasa dimana sifat yang khusus tidak diperlukan Konstruksi biasa dimana diinginkan perlawanan terhadap sulfat atau panas dari hidrasi yang sedang.
Jika kekuatan permulaan yang tinggi diperlukan Jika panas yang rendah dari hidrasi diinginkan
Jika daya tahan yang tinggi terhadap sulfat diinginkan (Wang Salmon, 1993)
23