• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA A.Kajian Pustaka

1. Tanaman Kenari (Canarium indicum, L.)

Kenari merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak tumbuh di daerah Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi Utara, Maluku, dan Pulau Seram. Kenari merupakan tanaman tropik yang tergolong dalam famili Burseraceae, genus Canarium, dan memiliki sekitar 100 spesies yang kebanyakan tumbuh di hutan lembab dataran rendah di daerah Melanesia (Kennedy dan Clarke, 2004dalam Lukmanto, 2015 ; 6). Spesies yang terdapat di Indonesia antara lain, Canarium lamili (Irian Jaya), Canarium vulgare (Sangihe Talaud, Sulawesi, Seram, Morotai, Tanimbar, dan Flores), Canarium indicum (Sulawesi utara, Ambon, Ternate, Seram, dan Kai). Dari sebaran distribusi dan nilai komersial dari tiga spesies tersebut diatas yang paling berpotensi adalah Canarium indicum dan Canarium vulgare (Lukmanto, 2015 ; 6).

Tempat tumbuh tanaman kenari umumnya di hutan primer dengan kondisi tanah bervariasi, berkapur, berpasir maupun tanah liat.Selain itu, tanaman ini tumbuh baik di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 600 meter di atas permukaan laut. Tinggi pohon 40 sampai 50 meter dan diameter batang bagian bawah 1-1,5 meter (Lukmanto, 2015 : 7).

Gambar 1. Gambar daun tanaman kenari (Dokumentasi penelitian, 2016)

Daun kenari merupakan daun majemuk menyirip ganjil terdiri dari 6-8 pasang berhadapan, lonjong, dan pangkal meruncing, berwarna terang sampai hijau gelap. Daun tanaman kenari berukuran panjang daun 7-28 cm dan lebar 3,5-11 cm (Lukmanto, 2015 : 7).

Tanaman ini termasuk tanaman berbunga.Bunganya kecil berwarna putih kekuning-kuningan dengan mahkota berbentuk segitiga. Tanaman ini menghasilkan buah dan biji (kernel) yang biasanya dimanfaatkan sebagai pangan camilan.Biji (kernel) tersebut mengandung lemak protein tinggi. Buah kenari berbentuk lonjong (ovoid) sampai agak bulat, dengan dimensi morfologi 2-4 x 3-6 cm, dan pada umumnya berwarna hijau pada saat masih mentah, berubah menjadi hijau tua agak kegelapan sampai kehitaman pada saat buah matang. Warna hitam terjadi karena degradasi klorofil pada kulit buah.Secara morfologi, buah kenari terdiri dari bagian

kulit luar (exocarp), daging buah (mesocarp), dan bagian tempurung dan isinnya (endocarp), (Lukmanto, 2015 ; 8).

a. Klasifikasi Tanaman Kenari

Tumbuhan Canarium indicum, L. secara taksonomi mempunyai klasifikasi sebagai berikut (USDA, 2014) :

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Klas : Magnoliopsida Subklas : Rosidae Ordo : Sapindales Famili : Burseraceae Genus : Canarium L.

Jenis : Canarium indicum L. b. Kandungan Kimia Daun Kenari

Kandungan kimia dari daun spesies genus Canarium I. lainnya, diantarannya pada C.schweinfurthii (Atile) mengandung saponin, tanin, glikosida jantung, steroid dan flavonoid sedangkan alkaloid dan antrakuinon tidak ada (Ngbede et al., 2008 dalam Lukmanto, 2015 : 38). Canarium odontophyllum mengandung terpenoid, tanin, flavonoid, fenol dan saponin sedangkan alkaloid tidak ada (Basri dan Nor, 2014). Sedangkan menurut Lukmanto (2015;38) ekstrak etanol 96

% daun kenari (Canarium indicum, L.) mengandung senyawa flavonoid, polifenol, tanin dan saponin serta tidak mengandung senyawa alkaloid dan steroid.

Ekstrak kental daun kenari sebanyak 15 gr dilarutkan dalam etanol 96% memiliki aktivitas antioksidan dengan IC50adalah 2,624 µg/ml. Kandungan flavonoid total ekstrak dan fraksi daun kenari korelasi aktifitas antioksidan di peroleh r2 = 0,632. Hasil ini menunjukkan bahwa 63,2 % aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi daun kenari merupakan kontribusi dari senyawa flavonoid dan 36,8 % karena kehadiran metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas antioksidan lainnya (Lukmanto 2015;47).

Gambar 2. Struktur dasar flavonoid (Lukmanto 2015;23)

Senyawa-senyawa yang berperan sebagai antioksidan dalam tanaman ini adalah flavonoid yang bersifat semipolar sehingga cenderung berada dalam etil asetat, seperti katekin dan proantosianidin (Robinson, 1995 dalam Lukmanto, 2015 :44)

2. Fitoestrogen

Fitoestrogen adalah senyawa yang terdapat pada kelompok tanaman biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan yang memiliki khasiat hampir sama dengan hormon estrogen endogen atau dapat juga berinteraksi dengan reseptor estrogen endogen. Fitoestrogen dapat diserap ke dalam tubuh dan mengalami berbagaiperubahan dengan cara diekskresikan atau dipecah menjadi komponen-komponen lain yang berbeda di dalam tubuh dan masih mengandung khasiat seperti estrogen endogen. Aktivitas dari khasiat yang mirip dengan estrogen endogen ini hanya beberapa saat, dan pada umumnya tidak dapat disimpan oleh jaringan tubuh dalam waktu yang lama (Biben, 2012:1-2).

Gambar 3. Struktur kimia estrogen (Guyton, 1995)

Fitoestrogen memiliki dua gugus hidroksil (OH) yang berjarak 11,0 – 11,5 pada intinya, sama persis dengan estrogen. Jarak 11 Ao dan gugus OH inilah yang menjadi struktur pokok suatu subtrat agar

mempunyai efek estrogenik, sehingga mampu berikatan dengan reseptor estrogen (Achadiat, 2003:3).

Daun kenari mengandung salah satu fitoestrogen, yaitu flavonoid. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga pasti ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan (Pricilia, 2013:3). Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik dengan strukur kimia C6-C3-C6. Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya. Sistem penomoran digunakan untuk membedakan posisi karbon di sekitar molekulnya (Abdi Redha, 2010:197)

3. Uterus

Uterus merupakan tempat implantasi konseptus (zigot yang telah berkembang menjadi embrio). Selanjutnya uterus mengalami serangkaian perubahan selama birahi (estrus) dan daur reproduksi. (Brown dan Dellmann, 1992:512).

a. Struktur Anatomi

Uterus merupakan salah satu organ reproduksi betina yang berfungsi sebagai penerima dan tempat perkembangan ovum yang

telah dibuahi. Dinding uterus menurut Burkitt, et al (Sitasiwi, 2009:3) terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu lapisan endometrium, miometrium,dan perimetrium.

Lapisan endometrium merupakan lapisan yang responsif terhadap perubahan hormon reproduksi, sehingga perubahan lapisan ini bervariasi sepanjang siklus estrus dan dapat dijadikan indiktor terjadinya fluktuasi hormon yang sedang terjadi pada hewan tersebut (Sitasiwi, 2009:40)

Gambar 4.Uterus Tikus Putih Betina (Dokumentai Penelitian, 2016)

Uterus memiliki tiga bagian yang melebar disebut korpus, dibagian atas berbentuk bulat yang melintang di atas tuba uterina disebut fundus, servik atau leher rahim merupakan bagian bawah yang silindris dan bermuara kedalam vagina (Soewolo, dkk., 2005: 342).

b. Struktur Histologik

Dinding uterus terdiri dari tiga lapis, yaitu mukosa-submukosaatau endometrium, tunika muskularisatau miometrium, dan tunikaserosaatau perimetrium (Sugiyanto,1996:10)

Endometrium adalah suatu struktur glandular yang terdiri dari lapisan epitel yang membatasi rongga uterus, lapisan glandular, dan jaringan ikat. Variasi tebal dan vaskularis endometrium tergantung pada perubahan-perubahan hormonal ovarial dan kebuntingan (Feradis, 2010:51)

Miometrium terdiri dari lapis otot dalam tebal yang umumnya tersusun melingkar dan lapis luar memanjang terdiri dari sel-sel otot polos yang mampu meningkatkan jumlah serta ukurannya selama kebuntingan berlangsung. Di antara kedua lapis tersebut, atau bagian dalam dari lapis dalam, terdapat lapis vaskular yang mengandung arteria besar, vena serta pembuluh limfe. Pembuluh darah tersebut memberikan darah pada endometrium (Brown dan Dellmann, 1992:515). Selama kebuntingan, jumlah jaringan otot yang terdapat pada dinding uterus bertambah banyak karena perbesaran sel dan penambahan jumlah sel (Feradis, 2010:51).

Perimetrium, atau tunika serosa, terdiri dari jaringan ikat longgar yang dibalut oleh mesotel atau peritoneum. Sel-sel otot polos terdapat dalam perimetrium.Banyak pembuluh darah,

memanjang dari miometrium dan lapis vaskular dari miometrium, seluruhnya berlanjut dngan bangun ligamamentum uterus (Brown dan Dellmann, 1992:515).

Peningkatan kandungan estrogen dapat merangsang pertumbuhan serta percabangan kelenjar endometrium, tetapi uliran serta ekskresi kelenjar tersebut tidak dapat terjadi sebelum ada rangsangan dari progesteron (Brown, 1992:514). Estrogen pada uterus berperan untuk meningkatkan massa endometrium dan miometrium.

c. Pengaruh hormon terhadap endometrium

Ovarium memiliki fungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon kelamin betina yaitu estrogen dan progesteron. Estrogen terutama dihasilkan oleh sel-sel granulosa yang mengubah androgen yang dihasilkan oleh sel-sel teka interna menjadi estrogen.Progesteron terutama dihasilkan oleh sel-sel lutein besar selama metestrus, diestrus, kebuntingan, di samping dihasilkan pula oleh plasenta (Brown dan Dellmann, 1992:506). Pertumbuhan dan pemasakan folikel ovarium dan sekresi estrogen dikendalikan oleh hormon gonadotropin hipofise, yakni FSH dan LH. Sebaliknya, sekresi estrogen oleh ovarium memicu pelepasan gelombang LH untuk ovulasi, biasanya pada masa birahi. (Brown dan Dellmann, 1992:506).

Kadar estrogen yang menurun dalam darah akan menimbulkan feed back positif untuk hipotalamus dalam mensekresikan FSH-RH sehingga FSH hipofisa terjadi peningkatan. FSH berfungsi untuk merangsang pembentukan folikel tersebut masak tetapi tidak menyebabkan sel telur untuk ovulasi. Folikel tersebut mensintesis dan mensekresi pembentukan estrogen. Saat fase folikel ini bertepatan dengan fase proliferasi pada uterus, peningkatan kadar estrogen merangsang endometrium untuk menebal dan mempunyai banyak pembuluh darah. Kadar estrogen yang meningkat menyebabkan penghambatan sekresi FSH dan secara langsung merangsang peningkatan sekresi LH selama fase folikel (Sherwood, 2001:713-714)

Estrogen bekerja dalam merangsang pertumbuhan miometrium dan endometrium.Peningkatan dalam sintesis reseptor progesteron di dalam endometrium dipengaruhi oleh hormon estrogen sehingga progesteron mampu merangsang endometrium tetapi setelah endometrium tersebut di rangsang oleh estrogen.

Apabila hormon estrogen berlebih didalam darah dapat bertindak sebagai umpan balik terhadap hipotalamus, bersifat sebagai inhibitor releasing factor sehingga produksi FSH dan LH terhambat (Wildan Yatim, 1994:111). Terhambatnya produksi FSH akan menghambat pula sekresi estrogen oleh sel-sel folikel. Kadar estrogen yang mengalami penurunan berimbas pada uterus,

pertumbuhan endometrium dan terhambatnya kelenjar endometrium.

Dokumen terkait