• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Calibration test of nitrogen nutrient using leaf tissue analysis of mangosteen) Abstrak

Analisis jaringan daun yang diperoleh dari laboratorium akan mempunyai arti apabila telah dikalibrasikan dengan hasil tanaman yang dapat dipasarkan. Studi untuk memberikan nilai agronomi terhadap hasil analisis jaringan daun dikenal dengan nama uji kalibrasi. Uji ini menentukan hubungan antara nilai analisis jaringan daun dengan respon tanaman di lapangan. Dengan menggunakan model regresi data-data dari analisis jaringan daun dapat diinterpretasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model regresi yang tepat untuk menentukan status hara N, P, K pada tanaman manggis. Sehingga data analisis jaringan daun dapat diinterpretasikan apakah status hara N, P, K kategori sangat rendah, rendah, sedang atau tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa model regresi yang terbaik antara konsentrasi N, P, K daun umur 5 bulan dengan hasil adalah kuadratik. Berdasarkan model kuadratik konsentrasi N daun <0,99% statusnya adalah sangat rendah, 0,99%-<1,35% statusnya adalah rendah, 1,35- <2,10% statusnya adalah sedang. Status konsentrasi P daun <0,11% adalah sangat rendah, 0,11%-<0,21% adalah rendah, dan 0,21-<0,31% adalah sedang. Konsentrasi K daun <0,69% statusnya adalah sangat rendah, 0,69%-<0,90% rendah, dan 0,90-<1,12% adalah sedang.

Katakunci: Uji kalibrasi, Analisis daun, status hara N, P, K

Abstract

Laboratory leaf tissue analysis can be used as a guide to diagnose nutritional status and as a recommendation for fertilizer; if it has been calibrated with marketable plant yield. Study to determine agronomic values on result of tissue analysis is known as calibrating test. This test determines the relationship between the results of leaf tissue analysis and production response and the requirement of plant fertilization. Data of leaf tissue analysis can be interpreted through a regression model which drawn from those types of relationship. The aims of this study were to find out an ideal regression model for estimating nitrogen status on mangosteen plant, so that a given certain leaf tissue analysis value can be interpreted as “very low”, “low”, “medium”, “high”, or “very high”. The results of research showed that the best regression model for describing the relation between concentration of N in leaf of five months age and plant production was quadratic model. According to this model, the status of leaf with concentration of N less than 0.99% was very low, leaf with concentration of N from 0.99 to 1.35% was low, the status of leaf with concentration of N from 1.35 to 2.10% was medium, and leaf with concentration of N >2,10 was very high. The status of leaf with concentration of P less than 0.11% was very low, leaf with concentration of P from 0.11 to 0,.21% was low, and the status of leaf with concentration of P from 0.21 to 0.31% was medium. the status of leaf with concentration of K <0.69% is very low, the status of leaf with concentration of K 0.69-0.90% is low, the status of leaf with concentration of K 0.90-1.12% is medium.

49

Pendahuluan Latar Belakang

Setelah mendapatkan daun umur lima bulan sebagai daun yang tepat untuk mendiagnosis status hara N, P, K pada tanaman manggis, maka nilai indeks analisis daun tersebut perlu dikalibrasikan dengan hasil yang dapat dipasarkan. Nilai analisis daun dari daun yang mempunyai korelasi terbaik dengan respon tanaman, selanjutnya nilai analisis tersebut dikelompokan kedalam beberapa kategori respon tanaman. Pengelompokan ini bertujuan untuk memberi interpretasi angka analisis daun agar lebih bermanfaat. Ketegori respon tanaman biasanya dikelompokan kedalam ‘sangat rendah’ ‘rendah’ ‘sedang’ ‘tinggi’ dan ‘sangat tinggi’. Kategori respon ‘sangat rendah’ menunjukan bahwa tingkat konsentrasi unsur di daun hanya mampu mengsuport tanaman untuk berproduksi lebih kecil dari 50% potensi hasil (50% RY). Kategori ‘rendah’ menghasilkan 50% sampai 75% potensi hasil, ‘sedang’ menghasilkan 75% sampai 100% potensi hasil. ‘Tinggi’ dan ‘sangat tinggi’ dapat menghasilkan 100% potensi hasil tanpa adanya penambahan pupuk (Dannke dan Olson 1990).

Penetapan kategori respon mempunyai beberapa manfaat, Yaitu (1) memberikan makna dari nilai indeks analisis, (2) dapat memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk, dan (3) rekomendasi pemupukan dapat dibuat berdasarkan kategori respon dimana nilai indeks analisis dikelompokan (Dahnke dan Olson 1990; Kidder 1993).

Nilai kritis untuk setiap kategori respon dapat ditentukan melalui dua cara. Pertama, metode Cate dan Nelson metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan data hubungan kadar hara dengan hasil relatif. Kumpulan tersebut dibagi menjadi dua cluster (kelompok), kelompok ‘sedang’ dan ‘tinggi’. Pisahan tersebut merupakan titik yang diproyeksikan ke kadar hara, maka didapat batas kritis dari satu kadar hara tanaman. Nilai ini membedakan tanaman yang responsif terhadap pemupukan (kategori ‘sedang’) dengan tanaman yang tidak respon terhadap pemupukan (kategori ‘tinggi’).

Pendekatan yang digunakan oleh Cate dan Nelson adalah menggunakan metode grafik. Cara ini dilakukan dengan memplot titik-titik nilai indeks analisis, kemudian titik tersebut dibagi kedalam empat kuadran dengan memaksimumkan

50 titik-titik di kuadran kiri bawah dan kuadran kanan atas. Nilai indeks analisis daun yang berasosiasi dengan perpotongan kedua garis tegak lurus tersebut merupakan nilai kritis, dimana diatas nilai ini tidak terdapat respon tanaman terhadap pemupukan. Sedangkan dibawah nilai ini kritis ini tanaman akan menunjukan respon dengan adanya penambahan pupuk.

Cara kedua untuk menentukan nilai kritis adalah dengan teknik regresi, dimana teknik ini memungkinkan mengidentifikasi beberapa nilai kritis. Cara ini dilakukan dengan subtitusi %RY (25%, 50%, 75%, 100%) ke dalam model untuk memprediksi nilai indeks analisis. Untuk analisis tanah, sudah banyak model yang dapat digunakan untuk memprediksi nilai kritis, akan tetapi pemilihan model sangat mempengaruhi hasil nilai kritis indeks tanah (Nelson dan Anderson 1977). Pada mentimun model logistik lebih sesuai untuk memprediksi respon tanaman terhadap kandungan K tanah dan pemberian pupuk K dibandingankan model kuadratik dan linier plateau. Menurut Hochmuth et al. (1993) model linear plateau lebih sesuai untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk P pada semangka dibandingkan kuadratik.

Oleh karena itu, untuk menyusun rekomendasi pupuk pada tanaman manggis perlu diketahui kategori status hara pada daun dan model yang sesuai untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk. Sehingga rekomendasi pupuk yang tepat diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil secara maksimum. Walaupun biaya untuk analisis hara cukup tinggi, hal ini dapat ditutupi dengan peningkatan hasil dan kualitas buah serta menghindari pemborosan akibat kelebihan pupuk. Penambahan pupuk hanya diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman, diluar kemampuan tanah untuk menyediakannya (Olson et al. 1982). Berdasarkan pokok-pokok pemikiran tersebut, maka perlu dilakukan penelitian agar diketahui status hara sehingga dapat digunakan dalam membangun rekomendasi pemupukan untuk tanaman manggis.

Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan model regresi yang tepat untuk menenentukan status hara N, P, K pada tanaman manggis

2. Menginterpretasikan status hara N, P, K berdasarkan model yang tepat untuk tanaman manggis

51 3. Memprediksi kebutuhan pupuk N, P, K untuk mendapatkan hasil maksimum

pada tanaman manggis

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat

Penelitian ini dimulai pada bulan April 2004 sampai bulan April 2006. Penelitian dilaksanakan di Kebun Manggis Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Ketinggian lokasi 780 m dpl. Jenis tanah Ultisol. Sedangkan analisis kimia dilakukan di Laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pelaksanaan Percobaan

Percobaan aplikasi pupuk dilakukan di Leuwiliang yang merupakan salah satu sentra produksi dengan tingkat kesuburan tanah dan produksi serta kualitas buah rendah. Percobaan aplikasi pupuk N, P, K masing-masing dilakukan dalam percobaan tunggal. Percobaan terdiri atas lima perlakuan yaitu dosis pupuk N, P, K yang disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK), setiap perlakuan terdiri atas enam ulangan. Dengan demikian, masing-masing (N, P, K) sebanyak 30 tanaman manggis dewasa (umur lebih kurang 20 tahun dan telah berbuah) yang relatif seragam digunakan dalam penelitian ini.

Aplikasi Pupuk Nitrogen (N)

Dosis pupuk N yang digunakan terdiri atas lima taraf yaitu tanpa dipupuk N (No), 300 g N/tanaman/tahun (N1), 600 g N/tanaman/tahun (N2), 900 g

N/tanaman/tahun (N3), 1200 g N/tanaman/tahun (N4), dan pada setiap perlakuan

diberikan pupuk dasar berupa 600 g P205/tanaman/tahun dan 800 g

K2O/tanaman/tahun. Pemupukan diberikan tiga tahap, tahap pertama pada awal

bulan April 2004 saat tanaman selesai dipanen (50%), tahap kedua diberikan pada awal bulan September 2004 saat menjelang berbunga (20%), sedangkan tahap ketiga diberikan pada awal bulan Oktober 2004 disaat buah manggis sebesar kelereng (30%). Pupuk dasar diberikan bersamaan dengan pupuk perlakuan. Persentase pupuk dasar untuk masing-masing tahap I, II dan III adalah 20%; 60%; dan 20% untuk P205 dan 20%; 30%; dan 50% untuk K2O.

52

Aplikasi Pupuk fosfat (P)

Dosis pupuk P terdiri atas lima taraf: (P0) tanpa pupuk; (P1) 300 g.P2O5/tan/thn; (P2) 600 g.P2O5/tan/thn; (P3) 900 g.P2O5/tan/thn; (P4) 1200

g.P2O5/tan/thn. Masing-masing dosis pupuk diberikan dalam tiga tahap yaitu:

Tahap I 20% setelah panen; Tahap II 60% sebelum berbunga dan Tahap III 20% saat pembentukan buah (buah sebesar kelereng). Aplikasi pupuk selain dosis perlakuan juga diberikan pupuk dasar masing-masing: 600 g.N /tan/thn; dan 800 g.K2O/tan/thn.

Aplikasi Pupuk Kalium (K)

Dosis pupuk K terdiri atas lima taraf, yaitu (K0) tanpa pemupukan; (K1) 400 g.K2O/tan/thn; (K2) 800 g.K2O/tan/thn; (K3) 1200 g.K2O/tan/thn; (K4) 1600

g.K2O/tan/thn. Masing-masing dosis pupuk diberikan dalam tiga tahap yaitu:

Tahap I 20% setelah panen; Tahap II 30% sebelum berbunga dan Tahap III 50% saat pembentukan buah (buah sebesar kelereng). Aplikasi pupuk selain dosis perlakuan juga diberikan pupuk dasar masing-masing: 600 g.N /tan/thn; dan 600 g.P2O5/tan/thn.

Cara pemberian dari masing-masing dosis pupuk N, P dan K adalah ditaburkan dalam lobang kedalaman 20 cm di sekeliling batang. Posisi lobang berada ditengah-tengah tajuk atau dengan kata lain, seperempat diameter tajuk dari pangkal batang.

Pengambilan sampel daun

Bahan tanaman yang dijadikan sampel adalah daun umur lima bulan yaitu daun yang mempunyai koefisien korelasi (r) terbaik antara konsentrasi hara N daun dengan hasil. Pengambilan sampel daun dilakukan dari empat arah mata angin (Barat, Timur, Utara dan Selatan) masing-masing dua hingga empat lembar. Pengambilan daun adalah pada cabang bagian tengah. Daun dari empat arah mata angin tersebut digabungkan menjadi satu per setiap pohon, kemudian dianalisis konsentrasi N total dengan mempergunakan metode Semi-mikro Kjeldahl (Lampiran 1).

53

Pengamatan produksi

Pengamatan saat bunga, ditetapkan saat tanaman mengeluarkan bunga telah mencapai 50%. Jumlah bunga, yaitu banyaknya bunga yang muncul, sedangkan jumlah bunga gugur adalah banyaknya bunga yang jatuh. Pengamatan buah terdiri dari jumlah buah per pohon, bobot per buah, diameter buah dan bobot buah total per pohon. Kualitas buah, diukur kadar kemanisannya dengan mempergunakan refraktometer (TSS dalam brix), kandungan hara N pada masing- masing bagian buah (kelopak + tangkai buah, kulit buah, daging buah, dan biji).

Analisis data

Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam. Apabila didapatkan pengaruh yang nyata antar perlakuan, dilanjutkan dengan uji ortogonal polinomial. Untuk mengetahui status hara N, P, K dilakukan tahapan kegiatan sebagai berikut:

1. Menghitung hasil relatif (Relative Yield = % RY) (rata-rata dari setiap ulangan) sebagai berikut:

Hasil relatif = x100% Y

Yi maks

Yi = hasil pada perlakuan hara N, P, K ke-i Ymaks= hasil maksimum pada status hara N, P, K

2. Selanjutnya nilai hasil relatif sebagai dependent variable (Y) dihubungkan dengan nilai kandungan hara N, P, K daun sebagai independent variable (X) untuk dianalisis dengan beberapa model regresi (Kuadratik, logistik, linier dan exsponensial). Model yang mempunyai kriteria terbaik secara statistik akan dipakai untuk menentukan status hara N, P, K untuk tanaman manggis.

Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk menghubungkan antara kadar hara N, P, K daun dengan hasil relatif untuk menentukan status hara. Kidder (1993) membagi ke dalam lima kategori berdasarkan persentase hasil relatif yaitu: (1) kategori sangat rendah (kurang dari 50% RY), (2) rendah (50-75% RY), (3) cukup (75-100% RY), (4) tinggi (100% RY) dan (5) sangat tinggi (kurang dari 100% RY).

54

Hasil dan Pembahasan Respon Tanaman Terhadap Pemupukan N, P, K

Nitrogen tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah bunga, jumlah bunga dan buah rontok, dan jumlah buah panen per pohon (Tabel 12). Walaupun tidak memberikan pengaruh yang nyata, pemberian nitrogen cenderung meningkatkan hasil pada semua parameter pengamatan dibandingkan dengan kontrol. Semua parameter pengamatan mengalami peningkatan dari tahun pertama hingga tahun ke kedua. Perlakuan 600 g N/tanaman/tahun pada tahun pertama dan perlakuan 900 g N/tanaman/tahun pada tahun kedua memberikan jumlah bunga yang paling tinggi dibandingkan dengan kontrol. Jumlah bunga perlakuan 600 g N/tanaman/tahun tahun pertama adalah 47,67, sedangkan perlakuan 900 g N/tanaman/tahun pada tahun kedua adalah 96,39. Jumlah bunga kontrol tahun pertama adalah 30,00, sedangkan pada tahun kedua adalah 69,19.

Tabel 12 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap jumlah bunga, jumlah bunga & buah rontok dan jumlah buah panen per pohon pada tanaman manggis

Jumlah bunga Bunga dan buah rontok Jumlah buah

panen Perlakuan

nitrogen

Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II

0 g 30,00 69,19 8,67 11,53 21,33 57,66

300 g 39,33 73,16 7,34 11,16 32,00 62,00

600 g 47,67 87,78 9,66 12,12 38,01 75,66

900 g 37,00 96,39 7,33 15,39 29,67 81,00

1200 g 41,33 71,84 10,51 10,41 30,82 61,33

Jumlah bunga dan buah yang rontok meningkat pada tahun kedua daripada tahun pertama pada semua perlakuan nitrogen. Banyaknya bunga dan buah yang rontok pada tahun kedua disebabkan jumlah bunga dan buah pada tahun kedua juga lebih banyak daripada tahun pertama. Walaupun jumlah bunga dan buah yang rontok pada tahun kedua lebih banyak daripada tahun pertama, akan tetapi persentase jumlah bunga dan buah yang rontok lebih kecil yaitu berkisar hanya 13,15-16,66% sedangkan pada tahun pertama berkisar 18,66-28,90% (Tabel 12).

55 Sebagian besar bunga dan buah gugur saat 1-8 MSA (Minggu setelah Anthesis). Kerontokan bunga dan buah ini diduga tidak dipengaruhi oleh perlakuan nitrogen tetapi dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi pada bulan pembungaan dan awal perkembangan buah yaitu 480 mm pada bulan November 2004 dan 227 mm pada bulan Desember 2004 (Lampiran 4). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Rai (2004) bahwa konsentrasi N pada daun tidak mempengaruhi gugurnya bunga atau buah. Poerwanto (2003) juga menyatakan, kerontokan buah dan bunga disebabkan oleh pengaruh hujan, kering, panas ekstrim dan kompetisi di antara organ yang berkembang.

Jumlah buah lebih banyak pada tahun kedua daripada tahun pertama pada semua perlakuan nitrogen. Banyaknya buah pada tahun kedua disebabkan jumlah bunga pada tahun kedua juga lebih banyak daripada tahun pertama dan rendahnya persentase bunga yang rontok. Rata-rata jumlah buah panen pada tahun pertama adalah 21,33-38,01 buah, atau dengan kata lain 71,10-81,36% buah jadi. Pada tahun kedua, jumlah buah panen adalah 57,66-81,00 buah yaitu sama dengan 83,33-86,19% buah jadi. Persentase buah jadi tertinggi tahun pertama diperoleh pada perlakuan 300 g N/tanaman/tahun sedangkan tahun kedua didapatkan pada perlakuan 600 g N/tanaman/tahun (Tabel 12). Menurut Ryugo (1988) produksi buah per musim dibatasi oleh (1) jumlah kuncup bunga yang berdiferensiasi; (2) kuncup yang mengembang dan menuju anthesis (3) bunga yang kemudian mekar dan mengalami perkembangan menjadi buah matang.

Nitrogen memberikan pengaruh nyata terhadap Total Padatan Terlarut (TPT)/Total Souble Solid (TSS), sedangkan terhadap bobot buah, dan persentase edibel tidak nyata. Meskipun demikian, baik perlakuan 900 g N/tanaman/tahun maupun perlakuan 1200 g N/tanaman/tahun memberikan hasil cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol pada semua parameter pengamatan. Perlakuan 900 g N/tanaman/tahun memberikan hasil yang lebih tinggi daripada perlakuan 1200 g N/tanaman/tahun (Tabel 13).

Peningkatan bobot buah dan bagian buah yang dapat dimakan (edibel) pada tahun kedua, hal ini disebabkan adanya kemungkinan efek residu pemupukan tahun pertama. Tanaman manggis yang digunakan tidak dipelihara secara intensif dan usaha pemupukan jarang dilakukan. Karena tanaman manggis

56 ini tidak pernah mendapatkan hara di sekitar top soil menyebabkan sistem perakaran menjadi terlalu dalam. Akibatnya sebagian hara yang diberikan pada daerah top soil (berkisar 20-30 cm saja dari permukaan tanah) tidak dapat langsung digunakan oleh tanaman karena belum mencapai perakaran. Peningkatan bobot buah dan bagian buah yang dapat dimakan (edibel) pada tanaman kontrol tahun kedua disebabkan tanaman ini mendapat pupuk dasar P dan K baik tahun pertama maupun tahun kedua. Dengan demikian, peningkatan ini berarti telah tergolong pada mutu I berdasarkan standar SNI dengan diameter berkisar 55-65 mm atau mutu sedang menurut standar mutu Malaysia dengan bobot 100-119 g/buah.

Tabel 13 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap bobot buah, bagian buah yang dapat dimakan (edibel) dan total padatan terlarut (TSS) pada tanaman manggis

Bobot buah (g)

Edibel (%)

Total padatan terlarut (TSS) (Brix) Perlakuan

N

Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II

0 g 72,28 104,82 29,31 35,57 15,96 14,87

300 g 83,20 107,75 33,21 40,07 16,42 15,43

600 g 69,64 108,36 27,01 34,75 17,01 15,92

900 g 97,69 112,96 27,06 35,21 15,50 15,26

1200 g 95,89 101,46 32,08 40,21 15,46 14,89

Secara umum produktivitas dan kualitas buah manggis di Leuwiliang Bogor tergolong rendah bila dibandingkan dengan sentra produksi manggis lainnya di Jawa Barat seperti Purwakarta dan Tasikmalaya. Hal ini juga dibenarkan oleh Setiawan et al. (2006) bahwa manggis asal Leuwiliang Bogor produktivitasnya rendah dan sebagian besar berkualitas jelek atau afkir. Rendahnya produktivitas dan kualitas buah ini salah satunya berhubungan dengan status hara daun. Status hara N, P dan K daun manggis asal Leuwiliang tergolong sangat rendah.

Fosfor

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian pupuk fosfor secara nyata meningkatkan jumlah bunga dan jumlah buah pada tahun kedua, sedangkan

57 pada tahun pertama belum terlihat responnya. Jumlah bunga dan jumlah buah tahun kedua meningkat secara linear. Banyaknya jumlah bunga yang rontok pada tahun kedua disebabkan jumlah bunga yang terbentuk juga banyak, padahal secara persentase peningkatan dosis pupuk fosfor menurunkan kerontokan bunga manggis (Tabel 14).

Bila dibandingkan antar perlakuan maka pemberian 600, 900, dan 1200 g P2O5/tanaman/tahun nyata meningkatkan jumlah bunga dan jumlah buah

dibanding kontrol dan perlakuan 300 g P2O5/tanaman/tahun pada tahun kedua.

Pemberian 900 g P2O5/tanaman/tahun memberikan hasil paling tinggi terhadap

jumlah bunga baik tahun pertama maupun tahun kedua yaitu masing-masing sebanyak 138,5 dan 151 kuncup bunga. Jumlah buah terbanyak pada tahun pertama didapatkan pada perlakuan 1200 g P2O5/tanaman/tahun, sedangkan pada

tahun kedua pada perlakuan 900 g P2O5/tanaman/tahun yaitu masing-masing 105

buah dan 128 buah (Tabel 14).

Tabel 14 Pengaruh pemberian fosfor terhadap jumlah bunga, jumlah bunga & buah rontok dan jumlah buah panen per pohon pada tanaman manggis

Jumlah bunga Bunga & buah rontok Jumlah buah

Perlakuan

P2O5 Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II

0 g 73,50 90,00 16,00 20,00 57,50 70,00 300 g 75,50 101,00 17,75 20,75 62,00 80,25 600 g 108,25 123,25 17,75 29,25 90,50 94,00 900 g 138,5 151,00 23,50 32,25 100,00 128,00 1200 g 127,50 139,00 22,50 31,00 105,00 118,00 F test: ns * ns ** ns ** Pola respon: - L* - L* - L*

Keterangan: Uji F untuk melihat respon tanaman manggis akibat pemupukan P; Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata

Jumlah bunga dan buah yang rontok tidak berbeda nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya pada tahun pertama. Namun demikian ada peningkatan pada tahun kedua dibandingkan tahun pertama dan peningkatan juga terjadi dengan meningkatnya dosis perlakuan fosfor. Meningkatnya jumlah bunga dan buah yang rontok lebih disebabkan karena lebih banyaknya bunga yang

58 terbentuk. Padahal persentase bunga dan buah yang rontok berkurang dengan pemberian pupuk P. Dengan demikian pemberian pupuk P dapat menghambat terjadinya peningkatan jumlah bunga dan buah rontok.

Terjadinya peningkatan jumlah buah akibat pemberian fosfor tidak terlepas dari peranan fosfor itu sendiri. Fosfor adalah hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses seperti, fotosintesis, asimilasi, dan respirasi oleh karena itu ketersediannya sangat menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman. Fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting, molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADH, dan senyawa sistem informasi genetik DNA dan RNA (Gardner et al. 1985). Thompson dan Troeh (1978) juga melaporkan bahwa fosfat dibutuhkan oleh tanaman untuk pembentukan sel pada jaringan akar dan tunas yang sedang tumbuh, memperkuat batang sehingga tidak mudah rebah, mempercepat umur berbunga, membantu dalam pembentukan bunga, memperkuat ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit.

Tabel 15 Pengaruh pemberian fosfor terhadap bobot buah, kemulusan dan total larutan terlarut (TSS) pada tanaman manggis

Bobot buah (g) Kemulusan (%) TSS (Brix) Perlakuan P2O5

Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II

0 g 83,10 99,06 78,75 92,50 16,25 14,83 300 g 87,25 104,83 91,25 96,25 16,72 15,40 600 g 90,30 119,76 85,00 93,75 16,75 14,75 900 g 89,50 134,47 85,00 91,25 16,95 15,50 1200 g 91,43 149,15 85,83 93,75 16,30 15,50 F test: ns ** * Ns ns ns Pola respon: - L* L* - - -

Keterangan: Uji F untuk melihat respon tanaman manggis akibat pemupukan P; Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata

Fosfor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot buah pada tahun pertama, sedangkan pada tahun kedua sangat nyata meningkatkan bobot buah. Pola peningkatan bobot buah adalah secara linear. Pada tahun pertama walaupun tidak berbeda nyata tetapi ada kecenderungan bobot meningkat dengan

59 meningkatnya pemberian fosfor. Bobot buah berkisar 83.10 sampai 91.43 g pada tahun pertama dan 99,06 hingga 149,15 g pada tahun kedua. Pemupukan 1200 g P2O5/tanaman/tahun memberikan bobot buah terberat baik tahun pertama maupun

tahun kedua yaitu masing-masing 91,43 dan 149,15 (Tabel 15).

Bobot buah manggis pada tahun pertama yang berkisar 83,10 hingga 91,43 g belum memenuhi standar mutu buah manggis. Menurut Yuniarti dan Purnomo (1999) standar mutu buah manggis menurut minat konsumen adalah berukuran besar (100 g/buah), warna kulit merah hitam mengkilap, daging buah tebal dan putih bersih, porsi buah enak dimakan 55,5%, rasanya manis (kadar gula 8,5%), sedikit asam (kadar asam 0,4%) dengan getah dan air sedikit. Sedangkan pada tahun kedua peningkatan bobot buah yang berkisar 100 g/buah ini berarti telah terjadi peningkatan mutu menjadi golongan mutu I berdasarkan standar SNI dengan diameter berkisar 55-65 mm atau mutu sedang menurut standar mutu Malaysia dengan berat 100-119 g/buah.

Kalium

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian pupuk kalium pada tanaman manggis secara nyata meningkatkan jumlah bunga dan jumlah buah, baik pada tahun pertama maupun pada tahun kedua. Jumlah bunga tanaman manggis meningkat dengan meningkatnya penambahan pupuk kalium secara kuadratik pada tahun pertama dan linear pada tahun kedua. Pola yang sama juga ditemukan pada peningkatan buah baik tahun pertama maupun tahun kedua. Sementara itu, kerontokan bunga dan buah tidak dipengaruhi oleh pemberian pupuk kalium, baik pada tahun pertama maupun pada tahun kedua. (Tabel 16).

Bila dibandingkan antar perlakuan maka pemberian 800, dan 1200 g K2O/tanaman nyata meningkatkan jumlah bunga dibanding kontrol pada tahun

pertama. Pada tahun kedua hanya pemberian kalium 1200 g K2O/tanaman/tahun

Dokumen terkait