• Tidak ada hasil yang ditemukan

H. Tanggungjawab akupunkturis jika tejadi kesalahan atau ke lalaian dalam menjalankan praktik pengobatan

2. Tanggung Jawab Akupunkturis Berdasarkan KUH Perdata

Dalam hukum perdata dikenal dua dasar hukum bagi tanggung jawab hukum (liability), yaitu:

1) Tanggung Jawab berdasarkan wanprestasi atau cedera janji atau ingkar janji sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1239 KUH Perdata

2) Tanggung Jawab berdasarkan perbuatan melanggar hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata

Dilihat dari objek perjanjian antara dokter dengan pasien dalam transaksi terapeutik, perjanjian itu dapat digolongkan sebagai Inspanningsverbintenis atau yang dikenal dengan perikatan upaya. Dalam konsep ini tenaga kesehatan berkewajiban melakukan segala daya upaya secara maksimal. Ia tidak berkewajiban untuk menghasilkan sesuatu hasil tertentu seperti pada perjanjian yang disebut dengan perjanjian Resultaatverbintenis. Jadi, disini tenaga kesehatan memberikan jasa pelayanan perawatan medis dengan penuh kesungguhan dan mengerahkan semua kemampuannya sesuai dengan standar pelaksanaan profesi. Jika dilakukan penyimpangan terhadap standar pelaksanaan profesi ini, secara hukum tenaga kesehatan dapat digugat melalui wanprestasi atau perbuatan melanggar hukum.55

55

Ajaran mengenai wanprestasi atau cedera janji dalam hukum perdata dikatakan, bahwa seseorang dianggap melakukan wanprestasi apabila:56

1) Tidak melakukan apa yang disepakati untuk dilakukan; 2) Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat;

3) Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan; 4) Melakukan sesuatu yang menurut hakikat perjanjian tidak boleh dilakukan.

Dari keempat unsur yang ada, yang berkaitan dengan contoh kasus yaitu unsure ketiga, sebab dalam transaksi terapeutik yang harus dipenuhi adalah upaya penyembuhan dengan kesungguhan. Dengan demikian apabila pasien atau keluarganya mengajukan gugatan berdasarkan wanprestasi, pasien harus membuktikan bahwa pelayanan kesehatan yang diterimanya tidak sesuai dengan kesepakatan atau menggunakan teknik pengobatan secara keliru dan atau tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya.

Dasar hukum yang kedua untuk melakukan gugatan adalah perbuatan melawan hukum. Apabila seseorang dirugikan karena perbuatan seseorang lain, sedang diantara mereka itu tidak terdapat sesuatu perjanjian (hubungan hukum perjanjian), maka berdasarkan undang- undang juga timbul atau terjadi hubungan hukum antara orang tersebut yang menimbulkan kerugian itu.57 Hal

tersebut diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, sebagai berikut:

“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

56

Ibid.

57

Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:58

1) Perbuatan melawan hukum karena kesengsajaan

2) Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesenga jaan atau kelalaian)

3) Perbuatan melawan hukum karena kelalaian

Maka model tanggung jawab hukum adalah sebagai berikut:59

1) Tanggung jawab dengan unsur kesalahan sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata yaitu :

“ Tiap perbuatan melanggar hukum, yang memebawa kerugian kepada seorang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian itu.”

2) Tanggung jawab dengan unsur kelalaian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1366 KUHPerdata yaitu:

“ Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan

perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.”

3) Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan atau kelalaian) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1367 KUHPerdata yaitu:

58

Munir Fuady, Perbuatan Melawan Huk um, cetakan pertama , Citra Aditya Ba kti, Bandung, 2002, h lm.3.

59

“ Seorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya

sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya.”

Istilah perbuatan melawan hukum (onrechtmatig daad) sebelum tahun 1919 oleh Hoge Raad diartikan secara sempit, yakni tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang timbul karena undang-undang atau tiap perbuatan yang berte ntangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang timbul karena undang- undang. Menurut ajaran yang sempit sama sekali tidak dapat dijadikan alasan untuk menuntut kerugian karena suatu perbuatan melawan hukum, suatu perbuatan yang tidak bertentangan dengan undang- undang sekalipun perbuatan tersebut adalah bertentangan dengan hal- hal yang diwajubkan oleh moral atau pergaulan masyarakat.

Pengertian perbuatan melawan hukum menjadi lebih luas dengan adanya keputusan Hoge

Raad tanggal 31 Januari 1919, antara lain sebagai berikut:60

“Bahwa dengan perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad) diartikan suatu perbuatan atau kealpaan, yang atau bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau bertentangan, baik dengan kesusilaan, baik pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda, sedang barang siapa karena salahnya sebagai akibat dari perbuatannya itu telah mendatangkan kerugian bagi orang lain, berkewajiban membayar ganti rugi.”

Dengan meninjau perumusan luas dari perbuatan melawan hukum, maka yang termasuk perbuatan melawan hukum adalah setiap tindakan:

1) Bertentangan dengan hak orang lain, atau

2) Bertentangan dengan kewajiban hukum itu sendiri, atau

60

MA Moegni Djojodirdjo, Pe rbuatan Melawan Huk um, Cetakan kedua, Pradnya Para mita, Ja karta, 1982, hlm.25-26.

3) Bertentangan dengan kesusilaan, atau

4) Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat

mengenai orang lain atau benda.

Di dalam contoh kasus yang telah disebutkan, untuk mengetahui apakah kasus tersebut merupakan perbuatan melawan hukum atau tidak dilihat dari tindakan yang dilakukan memenuhi unsur diatas atau tidak. Namun ternyata dalam kasus tersebut tidak memenuhi unsur- unsur perbuatan melawan hukum namun termasuk wanprestasi karena akupunkturis melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan. Karena itu dalam kasus tersebut

akupunkturis dalam hal pertanggungjawaban didasarkan pada wanprestasi.

3. Tanggung Jawab Akupunkturis Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun

Dokumen terkait