• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYEDIA JASA KEPADA KONSUMEN JASA

C. Tanggung Jawab Penyedia Jasa Kepada Konsumen Jasa Penerbangan

Upaya perlindungan konsumen dalam penyelenggaraan jasa penerbangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang dimaksud dengan perlindungan konsumen menurut undang-undang ini adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen bertujuan untuk :

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha.

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keselamatan konsumen.

Tujuan diadakannya upaya perlindungan konsumen dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang sama antara pelaku usaha dan konsumen, serta memperhatikan hak-hak konsumen. Namun kedudukan konsumen dan pelaku usaha dalam pelaksanaan setiap kontrak di Indonesia tidak seimbang termasuk dalam perjanjian jasa penerbangan. Tata hukum di Indonesia harus memposisikan pada tempat yang adil di mana hubungan konsumen dengan palaku usaha berada pada kedudukan yang saling menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi satu dengan yang lain. Hubungan konsumen dan pelaku usaha menjadi seimbang apabila adanya keadilan dalam pelaksanaan kontrak jual beli, karena setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945.

Tanggung jawab atau kewajiban yang paling mendasar dalam suatu kontrak yaitu adanya itikad baik dalam melaksanakan perjanjian. Kewajiban tersebut harus dimiliki oleh masing-masing pihak yang melakukan perjanjian.Tanggung jawab pelaku usaha selain beritikad baik juga menjamin kualitas suatu produk yang ditawarkan.

Jaminan terhadap kualitas produk dapat dibedakan atas 2 (dua) macam, yaitu expressed warranty dan implied warranty. Expressed warranty atau jaminan secara tegas adalah suatu jaminan atas kualitas produk, yang dinyatakan oleh pelaku usaha secara tegas dan tertuang dalam penawaran atau iklan. Pelaku usaha dalam hal ini bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajibannya dengan menjamin tiket penerbangan yang diperdagangkan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Sedangkan, implied warranty adalah jaminan yang berasal dari undang-undang atau peraturan yang berlaku, dalam hal ini pelaku usaha berkewajiban untuk menanggung adanya kesalahan atau kerugian pada penyelenggaraan jasa penerbangan yang ditawarkan, meskipun kesalahan tersebut tidak diketahuinya.56

Bentuk-bentuk tanggung jawab penyedia jasa penerbangan dalam Undang-Undang Nomor 8 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, antara lain :57

1. Contractual liablity, yaitu tanggung jawab perdata atas dasar perjanjian atau kontrak dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkan.

2. Product liability, yaitu tanggung jawab perdata terhadap produk secara langsung dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat menggunakan produk yang dihasilkan. Pertanggung jawaban produk tersebut didasarkan pada Perbuatan Melawan Hukum (tortius liability). Unsur-unsur dalam tortius liability antara lain adalah unsur perbuatan

56

Dimas Bagus,Skripsi, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Dalam Jual Beli Tiket Maskapai Penerbangan Melalui Internet Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, (Unikomp Guna Darma,2006), Hal.52

melawan hukum, keslahan, kerugian dan hubungan kasualitas antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang timbul.

3. Professional liability, tanggung jawab pelaku usaha sebagai pemberi jasa atas kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat memanfaatkan atau menggunakan jasa yang diberikan.

4. Criminal liability, yaitu pertanggungjawaban pidana dari pelaku usaha sebagai hubungan antara pelaku usaha dengan negara.

Tanggung jawab dari pelaku usaha terhadap permasalahannya dengan konsumen dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :

1. Tanggung jawab atas Informasi

Pelaku usaha wajib memberikan informasi atas semua hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan jasa penerbangan yang ditawarkan kepada konsumen, agar konsumen memahami benar dalam pemanfaatan jasa penerbangan tersebut. Ketentuan umum mengenai informasi yang harus di beritahukan kepada konsumen adalah mengenai harga, Jenis atau Kelas Penerbangan, Jadwal Penerbangan, dan keterangan-keterangan lain yang dapat membantu konsumen dalam memutuskan untuk membeli tiket penerbangan sesuai dengan kebutuhannya.

2. Product Liability;

Tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada pertanggung jawaban produk (product liability), yaitu tanggung jawab perdata secara langsung dari pelaku uasaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat menggunakan produk secara langsung dalam tanggung jawab atas produk

juga terdapat pertanggungjawaban yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum (tortius liability). Unsur yang terdapat dalam tortius liability adalah unsur perbuatan melawan hukum, kesalahan, kerugian, dan hubungan kasualitas antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang timbul.

3. Tanggung jawab atas keamanan;

Penyelenggaraan jasa penerbangan harus memiliki kemampuan untuk menjamin keamanan dan keandalan dalam pelaksanaannya. Pelaku usaha harus menyediakan jaringan sistem untuk mengontrol keamanan. Sistem keamanan dalam penyelenggaraan jasa penerbangan adalah adanya mekanisme yang aman dan nyaman yang menjamin semua konsumen jasa penerbanagan mendapatkan pelayanan yang maksimal dalam penyelenggaraan jasa penerbangan

Selanjutnya berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerugian konsumen akibat menggunakan barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Undang-Undang ini lebih menitikberatkan pada tanggung jawab dari pelaku usaha daripada konsumen, maksudnya agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan konsumen dan menyeimbangkan kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen. Konsumen juga tetap memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan suatu kontrak. Itikad baik merupakan dasar tanggung jawab dari masing-masing pihak, selain itu juga

konsumen bertanggung jawab untuk menjaga dan mengikuti aturan suatu produk yang dicantumkan dalam label produk atau jasa tersebut.

Dalam kaitanya dengan pembatalan penerbangan secara sepihak seperti pada kasus Mandala Airlines. Prinsip tanggung jawab yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen terhadap masalah tersebut adalah prinsip tanggung jawab mutlak. Penggunaan prinsip tanggung jawab mutlak dalam kasus pembatalan penerbangan sepihak terdapat penerapan yang disebut risk liability yang mempunyai arti kewajiban untuk mengganti kerugian serta beban pembuktian ada pada pelaku usaha dalam hal ini penyedia jasa penerbangan.58

1. Dengan terjadinya pembatalan penerbangan tersebut menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak konsumen.

Pembatalan penerbangan secara sepihak harus memenuhi beberapa kriteria agar dapat dikatakan sebagai suatu pelanggaran hukum yang dapat dimintai pertanggung jawabanya antara lain :

Dalam Bab sebelumnya telah dijelaskan dalam penyelenggaraan jasa penerbangan konsumen mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi, namun dengan terjadinya pembatalan penerbangan secara sepihak telah mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen tersebut. Adapun hak-hak konsumen yang dilanggar pada kasus pembatalan penerbangan antara lain :

a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa, dapat dilihat bahwa konsumen mempunyai hak untuk merasa nyaman dalam mempergunakan jasa

58

Sri syawali Dan Nani Sri Imaniyati, Hukum perlindungan Konsumen,( Bandung : Mandar Maju,2000 ),Hal.95

penerbangan, tetapi dengan terjadinya pembatalan penerbanagan secara sepihak sudah pasti bahwa konsumen tidak akan merasa nyaman karena konsumen mau tidak mau harus merubah janji kedatangan atau bahkan membatalkan janji yang telah mereka buat. b. Hak untuk mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar, kondisi,

jamiann yang telah diperjanjikan. Setelah membayar kompensasi dalam bentuk pembelian tiket, yang merupakan bukti adanya hubungan kontraktual antara penyedia jasa dengan konsume jasa penerbangan. Konsumen berhak untuk mendapatkan semua hal yang tertulis dalam keterangan tiket yaitu waktu keberangkatan, pesawat yang akan digunakan, posisi kursi dan lainya dengan terjadinya pembatalan penerbangan sepihak dapat dipastikan tidak akan mendapatkan satu hal pun yang tertulis dalam tiket tersebut.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa. Pada beberapa kasus pembatalan penerbangan khususnya pada kasus pembatalan penerbangan secara sepihak yang dilakukan oleh Mandala Airlines. Sesungguhnya terjadi karena ketiadaan tranfaransi dari pihak Mandala terhadap keadaan perusahannya. Bagaimana mungkin perusahaan yang sedang dalam kondisi hampir dinyatakan pailit dan telah dicabut izin usahanya masih menjual tiket kepada penumpang. Hal ini jelas telah melanggar hak konsumen dalam memperoleh informasi

2.Dengan terjadinya pembatalan penerbangan secara sepihak menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban dari penyedia jasa penerbangan.

Dapat dilihat di dalam UU Perlindungan Konsumen terdapat ketentuan mengenai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha termasuk penyedia jasa penerbangan. Namun dengan terjadinya pembatalan penerbangan secara sepihak secara langsung menyebabkan penyedia jasa tidak melaksanakan kewajibannya tersebut. Adapun kewajiban penyedia jasa antara lain :

a. Kewajiban penyedia jasa untuk beriktikad baik dalam menjalankan usahanya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penyedia jasa penerbangan mempunyai kewajiban untuk selalu beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Namun pada kasus pembatalan penerbangan pembatalan penerbangan secara sepihak oleh Mandala Airlines terjadi karena adanya iktikad buruk dari pihak Mandala untuk menyembunyikan informasi yang sebenarnya mengenai keadaan perusahaannya.

b. Memberikan informasi yang benar, jujur dan jelas mengenai kondisi dan jaminan jasa. Pada kasus pembatalan penerbangan oleh Mandala airlines terlihat jelas bahwa pihak Mandala tidak memberikan informasi yang jelas dan jujur mengenai kondisi jasa penerbangan yang mereka tawarkan.

c. Memberikan kompensasi dalam bentuk ganti kerugian jika barang/jasa yang diterima/dimanfaatkan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Pada kewajiban ini lebih ditekankan kepada kewajiban penyedia jasa

setelah terjadinya pembatalan penerbangan secara sepihak, pada ketentuan ini jelas terlihat bahwa pembatalan penerbangan sepihak yang merupakan tindakan ingkar janji dari penyedia jasa, mewajibkan penyedia jasa untuk memberikan ganti kerugian kepada konsumen yang dirugikannya.

3. Pembatalan penerbangan secara sepihak mengakibatkan pelaku usaha/penyedia jasa penerbangan melakukan perbuatan yang dilarang dalam UU Perlindungan konsumen.

Didalam BAB X UU Perlindungan Konsumen diatur mengenai perbuatan yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha. Dalam kaitannya dengan pembatalan penerbangan secara sepihak yang dilakukan oleh Mandala Airlines telah menyebabkan Mandala melakukan perbuatan yang dilarang tersebut antara lain :

a. Ketentuan yang diatur dalam Pasal 8 Ayat 1 huruf c dan f : Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut serta tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.

b. Ketentuan yang diatur dalam Pasal 9 Ayat 1 huruf d : Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah barang dan/atau

jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi.

Dengan kepailitan yang dialami oleh Mandala Airlines mengakibatkan pemerintah mencabut izin dan persetujuan kepada Mandala untuk tetap melakukan kegiatan jasa penerbangan. Hal tersebut jelas bertentangan dengan apa yang diatur dalam pasal diatas.

Dengan adanya hak yang dilanggar, kewajiban yang yang tidak terpenuhi, serta melakukan tindakan yang dilarang. Maka diperlukan adanya tanggung jawab atas tindakan pembatalan penerbangan sepihak tersebut yang diatur dalam :

a. Pasal 19 Ayat 1 : Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

b. Pasal 19 Ayat 2 : Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari ketentuan diatas dapat dilihat bahwa pertanggung jawaban yang diwajibkan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen kepada penyedia jasa (Mandala airlines) atas tindakan pembatalan penerbangan secara sepihak hanyalah sebatas refund (pengembalian uang), hal ini sama dengan yang diatur di dalam UU Penerbangan.

Tetapi pada kenyataannya pembatalan penerbangan secara sepihak yang dilakukan terkadang menimbulkan kerugian lain baik materil maupun non materil, jelas pertanggung jawaban dalam bentuk refund dirasa belum cukup/tidak sepadan untuk mengganti kerugian yang dialami oleh konsumen. Seperti pada kasus pembatalan penerbangan oleh Mandala Airlines salah seorang penumpang ada yang mengaku kehilangan tender besar akibat pembatalan penerbangan tersebut. Oleh sebab itulah mengapa didalam Pasal 19 Ayat 4 dijelaskan bahwa pemberian ganti rugi tidak menghapuskan gugatan perdata maupun tuntutan pidana. Sehingga jelas bagi konsumen yang masih merasa belum puas dapat mengajukan gugatan perdata maupun tuntutan pidana kepada Mandala Airlines.

BAB VI

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA PENYEDIA JASA DENGAN KONSUMEN JASA PENERBANGAN JIKA TERJADI PEMBATALAN

PENERBANGAN SEPIHAK

A.Penyelesaian Sengketa Antara Penyedia Jasa dengan Konsumen Jasa Penerbangan di Luar Pengadilan

Asas hukum yang berbunyi point d’interet,point d actiont (tiada kepentingan maka tidak ada aksi). Menggambarkan bahwa gugatan diajukan untuk mempertahankan hak (kepentingan) orang atau badan hukum yang dilanggar. Pada umumnya, suatu gugatan diajukan oleh seseorang atau beberapa orang pribadi untuk kepentingan mereka,atau juga oleh salah satu atau beberapa badan hukum untuk kepentingan badan hukum itu sendiri,yang dapat diwakili oleh seseorang atau beberapa orang kuasa.59

59

Az Nasution I, Op cit,Hal 89.

Dengan maraknya kegiatan penyediaan jasa penerbangan, terkadang sering terjadi sengketa antara para pihak yang terlibat, yaitu pihak penyedia jasa penerbangan dengan konsumen jasa penerbangan, dimana penyelesaiannya dilakukan melalui proses peradilan (litigasi). Namun seringkali penyelesaian sengketa melalui proses litigasi menyebabkan kekecewaan pada pihak yang kalah, oleh sebab itu maka saat ini peraturan perundang-undangan telah mengatur masalah penyelesaian sengketa diluar pengadilan (nonlitigasi) atau dikenal dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)

Melalui proses tersebut diharapkan tidak terjadi prinsip lose-win tetapi win-win, dimana para pihak merasa menang sehingga menghindarkan terjadinya hard feeling dan loosing face. Di Indonesia, APS (alternatif penyelesaian sengketa) mempunyai daya tarik khusus karena keserasiannya dengan sistem sosial budaya tradisisonal berdasarkan musyawarah mufaakat. Beberapa hal dibawah ini merupakan keuntungan yang sering muncul dalam APS ,yaitu :

1. sifat kesukarelaan dalam proses 2. prosedur yang cepat :

a. keputusan non yudisial

b. control tentang kebutuhan organisasi c. prosedur rahasia (confidential)

d. fleksibel dalam merancang syarat – syarat penyelesaian masalah e. hemat waktu

f. hemat biaya

g. pemeliharaan hubuingan

h. tingginya kemiungkinan untuk menyelesaikan kesepakatan i. control dan lebih mudah memperlihatkan hasil

j. keputusan bertahan sepanjang waktu

Adapun alternatif penyelesaian sengketa menurut Pasal 1 ayat 1 UU No.30 Tahun 1999 berbunyi :

“Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,yakni

penyelesaian diluar pengadilan secara konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 UU No.30 Tahun 1999 maka alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara berikut.

1.Konsultasi

Pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara tertentu yang disebut klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan yang memberikan pendapat kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya. Pendapat tersebut tidak mengikat sehingga klien bebas untuk memilih menerima saran tersebut atau tidak.

2. Negoisasi

Negoisasi adalah proses konsensus yang digunakan para pihak untuk memperoleh kesepakatan di antara mereka.negoisasi biasanya dipergunakan dalam sengketa yang tidak terlalu pelik, dimana para pihak masih beritikad baik untuk duduk bersamadan memecahkan masalah secara bersama..negoisasi dilakukan apabila komunikasi antar pihak yang bersengketa masih terjalin dengan baik, masih ada rasa saling percaya, dan ada keinginan untuk cepat mendapatkan kesepakatan dan meneruskan hubungan baik.

3.Mediasi

Mediasi merupakan proses negosiasi pemecah masalah dimana pihak luar yang tidak berkepentingan ikut dalam proses mediasi tersebut dan bekerjasama dengan pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan masalah. Pihak ketiga

tersebut sering juga disebut dengan mediator peran utama mediator adalah ia harus mampu merangsang para pihak untuk menciptakan solusi yang kreatif, dan hal ini hanya dapat dilakukan apabila ia benar – benar memahami kepentingan dari masing-masing pihak yang bersengketa, sehingga para pihak dapat menemukan solusi yang dapat memenuhi kepentingan para pihak yang bersifat fundamental. Hasil dari suatu mediasi dapat dirumuskan secara lisan maupun tertulis yang dapat dianggap sebagai suatu perjanjian baru atau dapat juga dijadikan sebagai suatu perdamaian di muka hakim yang akan menunda proses penyelesaian sengketa di pengadilan.60

4. Konsiliasi

Konsiliasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan adalah suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian diluar pengadilan. Untuk mencegah dilaksanakannya proses pengadilan,melainkan juga dalam setiap tingkatan peradilan yang sedang berlangsung baik didalam maupun diluar peradilan.hasil dari kesepakatan para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa konsiliasi harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani secara bersama oleh para pihak yang bersengketa dan didaftarkan di pengadilan negeri. Kesepakatan tertulis dari konsiliasi ini bersifat final dan mengikat para pihak.

60

Teti Marsulina, “Berbagai Persoalan yuridis Seputar Asuransi dan Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Asuransi dan Konsumen Asuransi Berdasarkan UU No 8 Tahun

5. Penilaian Ahli

Yang dimaksud dengan penilaian ahli adalah pendapat hukum lembaga arbitrase. Dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang menyatakan lembaga arbitrase adalah badan hukum yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan putusan mengenai sengketa tertentu,lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hokum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.

Dalam suatu bentuk kelembagaan arbitrase tidak hanya bertugas untuk menyelesaikan perselisihan pendapat maupun sengketa antara para pihak dalam suatu perjanjian pokok, melainkan juga dapat memberikan konsultasi dalam bentuk opini atau pendapat hukum atas permintaan para pihak yang melakukanya. oleh karena itu pandapat tersebut harus diberikan atas permintaan dari para pihak bersama-sama dengan melalui mekanisme sebagaimana halnya suatu penunjukkan lembaga arbitrase untuk menyelesaikan suatu perselisihan atau sengketa, maka bisa dikatakan bahwa pendapat hukum tersebut dinyatakan final. Karena sebenarnya sifat dari pendapat hukum merupakan putusan dari lembaga arbitrase itu sendiri.

Dalam kaitannya dengan kasus pembatalan penerbangan secara sepihak yang dilakukan oleh Mandala Airlines. Didalam hukum perlindungan konsumen dikenal 2 lembaga yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan melalui jalur non litigasi/ diluar pengadilan. Dan dalam lembaga-lembaga inilah mekanisme penyelesaian sengketa dengan metode konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi maupun penilaian ahli dipergunakan

Adapun lembaga-lembaga tersebut tersebut antara lain :

a. Penyelesaian sengketa pembatalan penerbangan sepihak melalui YLKI

YLKI merupakan lembaga swadaya masyarakat yang diakui oleh pemerintah yang dapat berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. YLKI menyediakan sarana dengan bentuk pengaduan terhadap transaksi yang bermasalah yaitu dengan membuka pengaduan dari empat saluran yang ada yaitu telepon, surat, dengan datang langsung ke kantor YLKI, dan email.

Adapun sistem yang digunakan adalah pertama, sistem full up atau secara tertulis. Bentuk pengaduan yang dilakukan oleh konsumen harus dalam bentuk tertulis dengan disertai bukti-bukti yang cukup dan identitas konsumen yang bersangkutan. Misalnya dalam kasus kegagalan pembayaran melalui ATM, maka konsumen dapat melampirkan “slip” tanda pembayaran dalam aduannya. Kemudian YLKI akan mempelajari berkas perkara tersebut, selanjutnya YLKI akan melayangkan surat kepada pelaku usaha untuk dimintai keterangannya. Pihak YLKI kemudian melakukan surat-menyurat apabila pihak konsumen tidak puas atas tanggapan dari pelaku usaha, dan YLKI juga dapat mengundang kedua belah pihak yang bermasalah untuk didengar pendapatnya. Dalam hal ini, YLKI bertindak sebagai mediator. Sistem kedua yakni sistem non-full up, dalam sistem ini YLKI akan memberikan konsultasi dan saran-saran yang dapat

dilakukan konsumen, jika konsumen merasa yakin dan perlu kasusnya untuk ditindaklanjuti, maka dapat dilakukan sistem full up. 61

b. Penyelesaian sengketa pembatalan penerbangan sepihak melalui Direktorat Perlindungan Konsumen Disperindag

Dalam kaitannya dengan kasus pembatalan penerbangan sepihak yang dilakukan oleh Mandala Airlines, konsumen jasa penerbangan yang merasa dirugikan dapat mengajukan pengaduan dalam bentuk tertulis kepada YLKI disertai bukti-bukti yang dalam hal ini berupa tiket penerbangan yang merupakan bukti adanya hubungan kontraktual antara penyedia jasa dengan konsumen jasa penerbangan, lalu YLKI akan meminta penjelasan kepada Mandala Airlines terkait masalah pembatalan penerbangan secara sepihak tersebut. Kemudian YLKI menyampaikan penjelasan tersebut kepada konsumen dalam bentuk surat.

Namun disini YLKI hanya bertindak sebagai mediator atau sebagai pihak ketiga yang hanya menjembatani hubungan antara pihak Mandala dengan pihak konsumen. YLKI tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi dan kewenangan untuk memberikan keputusan. Keputusan terhadap permasalahan pembatalan penerbangan tersebut merupakan hasil kesepakatan kedua belah pihak

Dokumen terkait