• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Sosial

Dalam dokumen Pola komunikasi dan model kepemimpinan Islam (Halaman 193-197)

KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN ISLAM

A. Kepemimpinan dan Tanggung Jawab

2. Tanggung Jawab Sosial

Selanjutnya karakter kepemimpinan Islam ditandai dengan adanya tanggung jawab sosial terhadap kekuasaan yang dipegangnya sebagai suatu bentuk perwakilan (trustee) dari masyarakat banyak. Oleh karena itu, pelayanan sosial menjadi sangat penting dalam konteks kepemimpinan Islam yang tujuan jangka panjangnya untuk mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Tindakan setiap pemimpin pada lambat-laun akan dipandang sebagai tindakan sosial. Sikap dan perilaku pemimpin menjadi simbol setiap masyarakat yang dipimpinnya. Dengan demikian, kemuliaan sebuah masyarakat dapat tercermin dari sifat dan karakter yang dimiliki sang pemimpin. Berikut ini ada ilustrasi tentang tanggung jawab sosial.

Pada zaman dahulu terdapat seorang sultan yang sangat adil-bijaksana di Baghdad. Saking bijaksananya, Sang Sultan selalu berusaha untuk menjaga kehormatan seluruh warganya, bahkan terkadang dengan mengorbankan kepentingan dirinya sebagai orang nomor satu di negeri tersebut. Setiap saat, Sultan ini selalu merasa tidak tenang karena khawatir jika masih ada warganya yang tidak merasakan kesejahteraan sebagaimana mestinya.

“Kita adakan open house saja, Baginda,” tukas salah seorang penasehatnya ketika Sang Sultan meminta saran agar ia benar-benar dapat menyaksikan seluruh warganya menikmati kesejahteraan dan kemakmuran kerajaan negeri itu meski satu hari saja.

“Dengan cara bagaimana?” tanya Sultan lagi.

“Kita undang seluruh warga untuk menyantap hidangan dan kemudian bertatap muka dengan Baginda secara langsung agar mereka menceritakan kesulitan-kesulitan hidup yang selama ini mungkin tidak kita ketahui,” penasehat itu kembali

menjelaskan dengan agak panjang-lebar.

“Baik, kita coba usulanmu,” jawab Sultan dengan mata

berbinar penuh harap. Ia memang ingin sekali bertemu langsung dengan seluruh warganya dalam waktu yang hampir bersamaan.

Beberapa minggu kemudian, berita tentang open house di istana kerajaan itu telah tersebar ke seluruh pelosok kerajaan. Seluruh warga dengan berbagai latar belakang ekonomi, profesi, pendidikan, usia dan sebagainya menyambut positif terhadap kebijakan tersebut.

Ketika waktu yang telah ditentukan itu tiba, halaman istana yang demikian luas itu dipenuhi dengan berbagai jenis hidangan yang tentu saja mewah dan mahal. Beratus koki dan seluruh penjuru kerajaan didatangkan, ratusan resep makanan menghiasi meja raksasa yang dipasang di sana. Terlihat kesibukan luar biasa di sana. Sang Sultan

terlihat berseri-seri menyaksikan hasil pekerjaan semua orang yang terlibat dalam perhelatan akbar ini.

Perjamuan pun dimulai setelah Sang Sultan mengucapkan selamat datang kepada seluruh warga yang hadir pada perhelatan itu.

Di salah satu bagian di taman yang telah disulap jadi tempat jamuan makan raksasa itu ada seorang lelaki tua renta dengan pakaian compang-camping yang dengan lahapnya ia memakan hidangan-hidangan yang tersaji di meja itu yang memang langka baginya. Penampilan lelaki ini kelihatan kontras karena memang hampir seluruh warga yang menghadiri jamuan itu mengenakan pakaian yang pantas dan layak karena menghargai pemimpin mereka. Namun kehadiran lelaki kumal ini menyebabkan mereka merasa jijik sambil terus mengejeknya. Tapi lelaki kumal itu seolah tidak mendengar semua sindiran dan ejekan mereka sama sekali.

Saking lahapnya, lelaki kumal itu tidak menyadari bahwa kini Sang Sultan tengah berdiri di sampingnya. Semua mata memandang ke arah lelaki kumal ini sambil memperlihatkan kejijikannya. Sultan membiarkan dan terus memperhatikan gerak-gerik lelaki kumal ini sampai akhirnya ia menyantap sebuah mangkuk berisi air kocokan dan kemudian meminumnya. Kontan saja, hadirin yang ada di sana menertawakan kebodohan dan sikap “kampungan” lelaki kumal ini.

Namun diluar dugaan, tiba-tiba saja, Sang Sultan melakukan hal yang sama. Tindakan Sultan yang “tidak

biasa” ini tentu saja membuat semua hadirin menjadi heran sehingga tawa mereka mendadak terhenti.

Ketika salah seorang penasehatnya bertanya kenapa Sultan melakukan tindakan itu, Sang Sultan menjawab dengan kalem, “Aku tidak ingin merusak suasana hati lelaki

yang kalian anggap kumal dan kampungan itu.”

Sikap sang Sultan dalam ilustrasi di atas merupakan salah satu contoh tanggung jawab sosial yang dimiliki seorang pemimpin. Dalam Islam, tanggung jawab sosial sering dikaitkan dengan manifestasi iman terhadap Allah yang merupakan inti ajaran Islam itu sendiri. Beberapa hadits Rasulullah memberikan penekanan tentang keseimbangan antara dimensi spiritual dan sosial dalam beribadah.

Tindakan Sang Sultan dalam ilustrasi di atas boleh jadi agak berlebihan, namun tindakannya hal itu merupakan shock

therapy untuk menghentikan penghinaan orang-orang terhadap

orang miskin. Hanya dengan cara itu Sang Sultan hendak memberikan pesan bahwa orang-orang miskin harus dilindungi dan dibela.

Kekeliruan kita memahami konsep pemimpin adalah dalam hal hakikat pemimpin itu sendiri. Kebanyakan kita mungkin saja memahami bahwa pemimpin adalah orang yang dielu-elukan dan dipuja-puji orang seraya ditutupi kesalahannya. Namun sesungguhnya, hakikat pemimpin dalam Islam adalah orang yang diserahi serangkaian amanah dan tanggung jawab untuk memperjuangkan kepentingan orang banyak.

Dengan begitu, menjadi pemimpin adalah menjadi orang yang siap dengan tanggung jawab sosial—dalam konteks

membela kepentingan sosial-masyarakat ketimbang kepentingan pribadi dan golongan. Mental ini dijamin akan menciptakan pribadi-pribadi pemimpin sekaliber Umar bin Abd al-Aziz atau Gandhi.

Berikut setelah ini, akan diuraikan tentang beberapa karakteristik ideal dalam konsep kepemimpinan Islam dengan dua pendekatan yakni pendekatan fungsi dan pendekatan praktis yang keduanya akan saling melengkapi satu sama lain. Upaya ini bukanlah membatasi kriteria namun merupakan salah satu upaya untuk mengurai indikator untuk memahami kepemimpinan Islam.

B. Kepemimpinan Islam: Pendekatan Fungsi

Dalam dokumen Pola komunikasi dan model kepemimpinan Islam (Halaman 193-197)