• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Hukum Puskesmas Terhadap Pasien Peserta JKN BPJS Kesehatan di Puskesmas Sidodadi Kabupaten Asahan Provins

PROVINSI SUMATERA UTARA

B. Tanggung Jawab Hukum Puskesmas Terhadap Pasien Peserta JKN BPJS Kesehatan di Puskesmas Sidodadi Kabupaten Asahan Provins

Sumatera Utara

Menurut hukum, setiap pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum seseorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawaban. Tanggung jawab hukum adalah jenistanggung jawab yang melakukan tindak pidana.§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

****************************

Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dibedakan sebagai berikut:

1) prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (lability

based on fault);

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Sunarto Adi Wibowo, Hukum Kontrak

Teraupetik di Indonesia, (Medan; Pustaka Bangsa Press, 2009), hal. 134.

****************************

Titik triwulan dan Shinta Febriana, Op.Cit, hal. 49.

2) prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (presumption of

liability);

3) prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of non liability)

4) prinsip tanggung jawab mutlak ( strict liability);

5) prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability).

Kontrak teraupetik adalah suatu perjanjian/persetujuan antara pasien dengan tenaga kesehatan, dokter atau dokter gigi dan rumah sakit dalam hal pelayanan kesehatan. Puskesmas tidak terlepas tanggung jawab nya dari pada wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum tenaga kesehatan yang ada dalam naungannya.††††††††††††††††††††††††††††

Pelaksanaan pelayanan kesehatan tidak bisa hanya dilihat dari satu pihak pelaku saja. Pelaku usaha dalam bidang pelayanan kesehatan ini harus dilihat secara menyeluruh mulai dari pihak Puskesmas, dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini di perlu diperhatikan mengingat pelayanan kesehatan mencakup semua

Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 1367 KUHPerdata dimana Puskesmas bertanggung jawab terhadap orang-orang yang menjadi tanggunganyayaitu dokter dan tenaga kesehatan lainnya baik medis maupun non medis.

††††††††††††††††††††††††††††

aspek mulai pelayanan administrasi sampai pelayanan lingkungan. Puskesmas dalam hal ini bertanggung jawab secara penuh atas apa yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun tenaga non kesehatan yang dilakukan dalam lingkungan puskesmas dan mendapat izin dari pihak Puskesmas, tetapi agar lebih jelas tanggung jawab ini juga harus tetap melihat tanggung jawab secara pribadi atau personal bukan badan hukum yang menaunginya.

Pertanggungjawaban Puskesmas ini dapat dilihat dari berbagai aspek hukum yaitu:

1. Tanggung Jawab Perdata

Tanggung jawab perdata dokter ataupun puskesmas lahir karena adanya wanprestasi (Pasal 1239 KUHPerdata) dan perbuatan melanggar hukum (onrechmatigdaad) sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata. Wanprestasi dalam pelayanan kesehatan timbul karena tindakan seorang dokter berupa pemberian jasa perawatan yang tidak patut sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Perawatan yang tidak patut ini dapat berupa tindakan kekurang hati-hatian, atau akibat kelalaian dari dokter yang bersangkutan sehingga menyalahi tujuan teraupetik.

Wanprestasi dalam pelayanan kesehatan baru terjadi bila telah terpenuhi unsur-unsur berikut ini:‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

a. Hubungan antara dokter dengan pasien terjadi berdasarkan kontrak teraupetik.

b. Dokter telah memberikan pelayanan kesehatan yang tidak patut yang menyalahi tujuan kontrak teraupetik.

c. Pasien menderita kerugian akibat tindakan dokter yang bersangkutan.

Pembuktian tentang adanya kontrak teraupetik dapat dilakukan pasien dengan mengajukan rekam medik atau dengan “persetujuan tindakan medik” yang diberikan oleh pasien. Bahkan dalam kontrak teraupetik adanya kartu berobatatau dengan kedatangan pasien menemui dokter untuk meminta pertolongannya, dapat dianggap telah terjadi perjanjian teraupetik. Sedangkan untuk unsur kedua, harus dibuktikan dengan adanya kesalahan dan/atau kelalaian dokter. Untuk membuktikan hal ini pasien harus mengajukan fakta bahwa seorang dokter yang merawatnya, tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan dalam kontrak teraupetik, atau dokter melakukan apa yang diperjanjikan akan tetapiterlambat, atau dokter yang bersangkutan melakukannya tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, atau dokter yang merawatnya melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Agar unsur ketiga dapat terpenuhi, semua

tindakan dokter seperti di atas harus mempunyai hubungan kausal dengan kerugian yang diderita pasien.§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

a. Pasien harus mengalami kerugian

Sedangkan dasar hukum untuk melakukan gugatan yang kedua adalah adanya perbuatan melawan hukum. Suatu perbuatan dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum apabila memenuhi empat syarat sebagaimana diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata yaitu:

b. Ada kesalahan maupun kelalaian (di samping perorangan, rumah sakit juga bisa bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaian pegawainya)

c. Ada hubungan kausal antara kesalahan dan kerugian

d. Perbuatan itu melawan hukum (bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, asas kepatutan serta melanggar hak orang lain ataupun tata susila)

Pertanggungjawaban secara perdata puskesmas ini adalah berupa penggantian biaya, kerugian maupun bunga (Pasal 1239 KUHPerdata), baik akibat yang ditimbulkan karena puskesmas maupun tindakan tenaga kesehatan/dokter yang berada dalam tanggung jawabnya. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga terdapat pertanggungjawaban perdata pihak rumah

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

sakit yaitu terdapat dalam pasal 19 dimana ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.

Pertanggungjawaban perdata dalam bentuk penggantian kerugian juga terdapat dalam ketentuan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dimana setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimannya. Tuntutan ganti rugi tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelematana nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

2. Tanggung Jawab Pidana

Pertanggungjawaban pidana lahir karena adanya kesalahan baik berupa kesengajaan maupun kealpaan. Seorang dokter/tenaga kesehatan atau pusksmas yang melakukan kesalahan/tindak pidana terhadap pasien maka dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara pidana. Dalam pertanggungjawaban pidana seorang dokter atau tenaga kesehatan harus bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaian yang telah dilakukannya terhadap pasien.

Beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan dalam tindak pidana adalah menipu pasien (Pasal 378 KUHP), tindak pelanggaran kesopanan (Pasal 290, 294, 285, dan 286 KUHP), sengaja membiarkan pasien tidak tertolong (Pasal 304 KUHP), membocorkan rahasia medis (Pasal 322 KUHP), lalai sehingga menyebabkan kematian dan luka-luka (Pasal 359, 360, dan 361 KUHP), memberikan atau menjual obat palsu (Pasal 386 KUHP), membuat surat keterangan palsu (Pasal 263 dan 267 KUHP), melakukan euthanasia (Pasal 344 KUHP), dan membocorkan rahasia medis (Pasal 322 KUHP).

Sebagai contoh penolakan yang dilakukan oleh pihak puskesmas terhadap pasien peserta JKN BPJS Kesehatan dengan alasan karena diluar jam kerja pegawai. Penolakan kepada pasien ini dapat juga dituntut secara pidana oleh pasien maupun keluarganya yaitu pasal 304 KUHP yang mengatakan bahwa:

“Barangsiapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

Setiap perbuatan yang melalaikan kewajiban sehingga menyebabkan atau membiarkan orang dalam keadaan sengsara atau dalam keadaan tidak berdaya merupakan perbuatan yang dapat

dihukum. Menyebabkan dalam keadaan tidak berdaya diartikan dalam keadaan bahaya bagi orang yang memerlukan pertolongan, yang dalam hal ini adalah pasien.*****************************

†††††††††††††††††††††††††††††

Dokter atau pihak rumah sakit adalah seseorang atau badan hukum yang mempunyai kewajiban untuk merawat sesorang yang sakit (pasien). Sehingga ketika kewajibannya seperti yang tercantum dalam “Sumpah Hipocrates” yang berbunyi “Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien” dan juga “ Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya tidak akan terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kesukaan, perbedaan kelamin, politik, kepartaian, atau kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien”.

3. Tanggung Jawab Administrasi

Maka dari itu unsur membiarkan seseorang dalam keadaan sengsara dan unsur tidak dilaksanakannya kewajiban dokter sudah terpenuhi, untuk itu Pasal ini dapat dikenakan terhadap para dokter atau pihak Puskesmas yang melantarkan atau membiarkan pasiennya khususnya pasien JKN BPJS Kesehatan.

Kesalahan yang terjadi dalam melakukan perawatan kesalahan yang kemudian menimbulkan kerugian bagi pasien,

*****************************

H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian

Khusus (KUHP Buku II) Jilid I, (Bandung: Alumni, 1982), hal. 113.

†††††††††††††††††††††††††††††

Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Etika

Kedokteran dan Hukum Kesehatan, (Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2008), hal.

maka tindakan tersebut juga menimbulkan adanya pertanggungjawaban di bidang hukum administrasi. Sanksi administrasi yang biasa di berikan kepada tenaga kesehatan/dokter yang melakukan kesalahan misalnya berupan pencabutan izin ataupun tindakan disiplin.

Puskesmas Sidodadi Kabupaten Asahan selain bertanggungjawab kepada pasien, juga memiliki tanggungjawab dengan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan dan BPJS Kesehatan Kota Tanjung Balai. Hal ini karena berdasarkan adanya perjanjian kerjasama di antara mereka. Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan merupakan perpanjangan tangan bagi Fasiitas Kesehatan Tingkat Pertama seperti Puskesmas dalam melakukan perjanjian kerjasama dengan pihak BPJS Kesehatan Kota Tanjung Balai. Jadi, apabila pihak Puskesmas Sidodadi tidak melakukan kewajiban sebagai penyelenggara JKN BPJS Kesehatan, maka sebagai badan hukum publik Puskesmas Sidodi Kabupaten Asahan bertanggung jawab secara langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan akan bertanggung jawab secara langsung kepada pihak BPJS Kesehatan Kota Tanjung Balai.

Perjanjian kerja sama tersebut memuat sanksi (pasal 9) yang diberikan kepada pihak Puskesmas Sidodadi Kabupaten

Asahan apabila pihak Puskesmas Sidodadi Kabupaten Asahan secara nyata terbukti melakukakn hal-hal sebagai berikut:

a. Dalam hal Pihak Kedua terbukti secara nyata melakukan hal-hal sebagai berikut:

1) tidak melayani Peserta sesuai dengan kewajibannya;

2) tidak memberikan fasilitas dan pelayanan kesehatan kepada Peserta sesuai haknya.;

3) memungut biaya tambahan kepada Peserta; dan atau

4) melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Perjanjian ini, maka pihak Pertama berhak menegur Pihak Kedua secara tertulis.

BPJS Kesehatan Kota Tanjung Balai sebagai PIHAK PERTAMA berhak untuk menyampaikan teguran secara tertuis sebanyak 3(tiga) kali dengan tenggang waktu masing-masing surat peringatan/teguran tertulis minimal 7 (tujuh) hari kerja apabila perbuatan diatas dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan perpanjangan tangan Puskesmas Sidodadi sebagai PIHAK KEDUA. Dan apabila tidak ada tanggapan atau perbaikan dari pihak Puskesmas maka pihak BPJS Kesehatan berhak meninjau kembali Perjanjian tersebut setelah BPJS Kesehatan melakukan teguran sebanyak naksimal 3 (tiga) kali sebagaimana dimaksud di atas.

C. Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Oleh Pasien Peserta JKN BPJS