• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Roya secara umum adalah pencoretan Hak Tanggungan yang melekat pada buku tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan karena hapusnya Hak Tanggungan yang membebani atas tanah. Permohonan Roya diajukan kepada instansi yang berwenang yaitu Badan Pertanahan Nasional.

Menurut Pasal 22 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, setelah Hak Tanggungan hapus, Kantor Badan Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. Prosedur Pelaksanaan Roya sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah adalah sebagai berikut :

“Permohonan pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertifikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditur bahwa Hak Tanggungan Hapus karea piutang jang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan tertulis dari kreditur bahwa Hak Tanggungan telah

hapus karea piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tangggungan itu telah lunas atau karena kreditur melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan”

Apabila kreditur tidak bersedia memberikan pernyataan sebagaimana dimaksud, maka pihak yang berkepentingan dapat meminta turut campurnya pengadilan dengan cara mengajukan permohonan perintah pencoretan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat Hak Tanggungan didaftar (Pasal 22 ayat (5) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah).

F. Peranan Bank Sebagai Kreditur Hak Tanggungan

Di dunia modern, peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha yang meliputi sektor industri, perdagangan, pertanian, perkebenan, jasa, dan perumahan sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi keuangan. Peran bank bagi masyarakat individu, maupun masyarakat bisnis sangat penting bahkan bagi suatu negara, karena bank sebagai suatu lembaga yang sangat berperan dan berpengaruh dalam perekonomian suatu negara.38

Bank mempunyai peran dalam menghimpun dana masyarakat, karena merupakan lembaga yang dipercaya oleh masyarakat dari berbagai macam kalangan dalam menempatkan dananya secara aman. Di sisi lain

38

Ismail, Manajemen Perbankan:Dari Teori Menuju Aplikasi, Cet. I, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hal. 2.

bank berperan dalam menyalurkandana kepada masyarakat. Bank merupakan lembaga yang dapat memberikan pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Masyarakat dapat secara langsung mendapat pinjaman dari bank, sepanjang masyarakat pengguna dana tersebut dapat memenuhi persyaratan yang diberika oleh bank. Dengan demikian pada dasarnya peran bank dalam dua sisi, yaitu menghimpun dana yang berasal dari masyarakat yang sedang kelebihan dana, dan menyalurkan dana kepda masyarakat yang membutuhkan dana.39 Hal ini tersirat dalam ketentuan Pasal 1 butir 2 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa “bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk – bentuk lainnya dalam rangka menigkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

G. Kedudukan Agunan Tanah Belum Terdaftar Sebagai Objek Jaminan

Dalam perjanjian kredit, pihak kreditur sebagai penyalur dana memerlukan sutau kepastian dari nasabahnya yaitu pihak debitur yang hendak memerlukan dana, bahwa dana yang disalurkan dapat dikembalikan kepada kreditur seutuhnya berikut bunganya serta biaya – biaya lain yang kemudian timbul setelah perjanjian tersebut dilakukan.

Kepastian dari perjanjian kredit yang diberikan oleh bank tersebut memerlukan jaminan yang harus diberikan oleh debitur, karena suatu

39

jaminan yang diberikan debitur merupakan salah satu unsur permberian kredit agar mengurangi resiko – resiko yang akan terjadi.

Lembaga jaminan mempunyai tugas untuk melancarkan dan mengamankan pemberian kredit, oleh karena itu jaminan yang baik (ideal) adalah :40

1. Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya.

2. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) pencari kredit untuk melakukan (meneruskan) kegiatan usahanya.

3. Yang memberikan kepastian kredit, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu dengan mudah dapat diuangkan untuk melunasi utangnya penerima(pengambil) kredit.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat kedudukan suatu hak atas tanah yang belum terdafar sebagai agunan kredit adalah untuk membantu perolehan kredit kepada pihak yang memerlukanya dan mengamankan pemberian kredit yang dilakukan oleh bank kepada debitur. Kedudukannya menjadi hal yang utama agar suatu kredit dapat disalurkan kepada pihak debitur.

Kemudian Hermansyah mengemukakan di dalam bukunya, yang menyatakan bahwa “Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, parbalokan dan lain – lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan”. Menurutnya bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak

40

Mantayborbir, Hukum Perbankan Dan Sistem Hukum Piutang Dan Lelang Negara, Pustaka Bangsa Pers, Medan, 2006, hal. 38.

berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan”.41

Dalam Penjelasan Pasal 10 ayat (3) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yang menyatakan antara lain, bahwa kemungkinan untuk pemberian hak tanggungan pada hak atas tanah milik adat dimaksudkan untuk : memberi kesempatan kepada pemegang hak atas tanah yang belum bersertifikat untuk memperoleh kredit dan mendorong pensertifikatan hak atas tanah pada umumnya.42

Sebagai suatu jaminan maka kedudukan hak atas tanah yang belum terdaftar sebagai agunan kredit adalah sebagai perjanjian tambahan sedangkan perjanjian utamanya adalah perjanjian kredit. Hal ini berarti kedudukan agunan atas tanah belum terdaftar mengikuti perjanjian pokoknya yaitu perjnjian pinjam meminjam.

Sedangkan kekuatan hukum dari tanah yang belum terdaftar sebenarnya tidak ada, kecuali tanah belum terdaftar tersebut didaftarkan ke Kantor Badan Pertanahan Nasional dan mendapatkan sertifikat pada hasil akhir pendaftarannya. Tidak ada kepastian hukum yang didapatkan apabila tanah yang dimiliki belum mempunyai sertifikat. Jika pada tanah tersebut sudah terjadi pembuatan akta, akta tersebut kemudian dapat menjadi dasar pensertipikatan tanah, sedangkan kekuatan hukumnya, jika akta tersebut adalah akta jual beli tanah, memang dapat membuktikan telah terjadi transaksi jual beli tanah. Akan tetapi, untuk pembuktian yang kuat

41

Hermansyah, Op.Cit., hal. 73.

42

mengenai kepemilikan atas tanah hanya dapat dibuktikan oleh adanya sertipikat tanah sebagai surat tanda bukti hak atas tanah.

BAB III

PELAKSANAAN PENGIKATAN KREDIT ATAS TANAH YANG BELUM TERDAFTAR SEBAGAI JAMINAN PEMBERIAN KREDIT

A. Syarat – Syarat Pemberian Kredit Dalam Perbankan Indonesia

Dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank wajib memerhatikan hal – hal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang berbunyi :

Pasal 8 ayat (1) :

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan”.

Pasal 8 ayat (2) :

“Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”.

Berkaitan dengan itu, penjelasan Pasal 8 ayat (2) dikemukakan bahwa pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank dalam pemberian kredit dan pembiayaan adalah sebagai berikut :43

43

Hermansyah, Op.Cit., hal 62-63.

a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasrkan Prinsip Syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis.

b. Bank harus memilikikeyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang saksama terhadap watak, kemapuan, modal agunan, dan proyek usaha dari nasabah debitur.

c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

e. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur dan/tau pihak – pihak terafiliasi.

f. Penyelesaian sengketa.

Ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) di atas merupakan dasar atau landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Terlebih karena pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari bank, maka dalam ketentuan tersebut juga mengandung dan menerapkan prinsip – prinsip kehati – hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – Undang 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Mengenai ketentuan dan persyaratan umum dalam pemberian kredit oleh perbankan terdiri dari 9 (sembilan) persyaratan sebagai berikut :44

1. Mempunyai feasibility study, yang dalam penyusunannya melibatkan konsultan yang terkait.

2. Mempunyai dokumen administrasi dan izin – izin usaha, misalnya akta perusahaan, NPWP, SIUP, dan lain – lain.

3. Maksimum jangka waktu kredit adalah 15 tahun dan masa tenggang waktu (grace period) maksimum 4 tahun.

44

4. Agunan utama adalah usaha yang biaya. Debitur menyerahkan agunan tambahan jika menurut penilaian bank diperlukan. Dalam hal ini akan melibatkan pejabat penilai (appraiser) independen untuk menentukan nilai agunan.

5. Maksimum pembiayaan bank adalah 65% (enam puluh lima persen) dan self financing adalah sebesar 35% (tiga puluh lima persen).

6. Penarikan atau pencairan kredit biasanya didasarkan atas dasar prestasi proyek. Dalam hal ini biasanya melibatkan konsultan pengawas independen untuk menentukan progres proyek.

7. Pencairan biasanya dipindahbukukan ke rekening giro.

8. Rencana angsuran ditetapkan atas dasar cash flow yang disusun berdsarkan analisis dalam feasibility study.

9. Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.

Proses pemberian kredit antara oleh satu dengan bank yang lain tidak juah berbeda. Kalaupun ada perbedaan hanya terletak pada persyaratan dan ukuran penilaian yang ditetapkan oleh bank dengan pertimbangan masing-masing dengan tetap memperhitungkan unsur persaingan atau kompetisi.

Proses pemberian kredit olah bank secara umum adalah sebagai berikut :

a. Pengajuan permohonan/aplikasi kredit.

Bahwa untuk memperoleh kredit dari bank, maka tahap yang pertama dilakukan adalah mengajukan permohonan/aplikasi kredit kepada bank yang bersangkutan. Permohonan/aplikasi kredit tersebut harus dilampiri dengan dokumen-dokumen yang di persyaratkan.

Dalam pengajuan permohonan/aplikasi kredit oleh perusahaan sekurang-kurangnya menguat hal-hal sebagai berikut:

1. Profil perusahaan beserta pengurusnya. 2. Tujuan dan manfaat kredit.

3. Besarnya kredit dan jangka waktu pelunasan kredit. 4. Cara pengembalian kredit.

5. Anggunan atau jaminan kredit.

Permohonan atau aplikasi kredit tersebut dilampirkan dengan dokumen-dokumen pendukung yang dipersyaratkan, yaitu :

a. Akta pendirian perusahaan. b. Identitas ( KTP) para pengurus. c. Tanda daftar perusahaan (TDP). d. Nomor pokok wajib pajak.

e. Neraca dan laporan rugi laba 3 (tiga) tahun terakhir. f. Foto kopi sertifikat yang dijadikan jaminan.

Sedangkan untuk permohonan/aplikasi kredit bagi perseorangan adalah sebagai berikut :

1. Mengisi Aplikasi kredit yang telah disediakan oleh bank. 2. Tujuan dan manfaat kredit.

3. Besarnya kredit dan jangka waktu pelunasan kredit.Agunan atau jaminan kredit.

Permohonan/aplikasi kredit tersebut dilengkapi dengan melampirkan semua dokumen pendukung yang dipersyaratkan, yaitu : a. Fotokopi identitas (KTP) yang bersangkutan.

b. Kartu Keluarga (KK). c. Slip gaji yang bersangkutan. b. Penelitian Berkas Kredit.

Setelah permohonan/aplikasi kredit tersebut diterima oleh bank, maka bank akan melakukan penelitian secara mendalam dan mendetail terhadap berkas aplikasi kredit yang diajukan, apabila dari hasil penelitian yang dilakukan itu, bank verpendapat bahwa berkas aplikasi tersebut telah lengkap dan memenuhi syarat, maka bank akan melakukan tahap selanjtnya yaitu penilaian kelayakan kredit. Sedangkan apabila ternyata berkas aplikasi kredit yang dijukan tersebut belum lengkap dan belum memenuhi persayaratan yang ditentukan, maka bank akan memeinta kepda pemohon kredit untuk melengkapinya.

Dalam tahap penilaian kelayakan kredit, banyak aspek yang akan dinilai, yaitu :45

a. Aspek Hukum

Yang dimaksud dengan aspek hukum di sini adalah penilaian terhadap keaslian dan keabsahan dokumen – dokumen yang diajukan oleh pemohon kredit. Penilaian terhadap dokumen – dokumen tersebut dilakukan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang untuk itu.

b. Aspek Pemasaran

Dalam aspek ini yanag akan dinilai adalah prospek usaha yang dijalankan oleh pemohon kredit untuk measa sekarang dan akan datang.

c. Aspek Keuangan.

Dalam aspek ini yang dinilai dengan menggunaakn analisis keuangan adalah aspek keuangan perusahaan yang dilihat dari laporan keuangan yang termuat dalam neraca dan laporan laba rugi yang dilampirkan dalam aplikasi kredit.

d. Apek Teknis/Operasional

selain aspek – aspek sebagaimana telah dikemukakan di atas, aspek lain yang juga dilakukan penilaian adalah aspek teknis atu operasional dari perusahaan yang mengajukan aplikasi kredit, misalnya mengenai lokasi tempat usaha, kondisi gedung beserta sarana, dan prasarana pendukung lainnya.

e. Aspek Manajemen

45

Penilaian terhadap aspek manajemen ini adalah untuk menilai pengalaman dari perusahaan yang memohon kredit dalam mengelola kegiatan usahanya, termasuk sumber daya manusia yang mendukung kegiatan usaha tersebut.

f. Aspek Sosial Ekonomi

Untuk melakukan penilaian terhadap dampak dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan yang memohon kredit khususnya bagi masyarakat baik secara ekonomis maupun sosial.

g. Aspek AMDAL

Penilainan terhadap aspek AMDAL ini sangat penting karena merupakan salah satu persyaratan pokok untuk dapat beroperasinya suatu perusahaan. Oleh karena kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu perusahaan pasti mempunyai dampak tehadap lingkungan baik darat, air dan udara.

Dari uraian yang diterangkan di atas adalah merupakan ketentuan dan persyaratan umum dalam pemberian kredit dalam Perbankan di Indonesia.

B. Pengikatan Jaminan Atas Tanah Belum Terdaftar Sebagai Jaminan

Pemberian Kredit Pada PT. Bank Sumut Cabang Gunung Tua 1. Sejarah PT. Bank SUMUT

Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1955 merupakan tonggak awal berdirinya Bank Pembangunan Daerah di seluruh Indonesia, di mana dinyatakan bahwa di daerah – daerah Provinsi dapat didirikan Bank Pembangunan Daerah. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (BPDSU) didirikan pada tanggal 4 November 1961 dengan Akte Notaris Rusli No. 22 dalam bentuk Perseroan Terbatas. Pada awal pendirian BPDSU ini pengelolaan dilakukan dengan sederhana dan dilengkapi dengan badan – badan seperti dewan pengurus yang diketuai langsung oleh Gubernur Kepala Daerah Sumatera Utara dan direksi adalah para wakil pemegang saham pemerintah dan swasta.

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 1962 tentang ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, maka pada tanggal 23 September 1965 Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara merubah status dari bentuk Perseroan Terbatas menjadi Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, dengan pengertian sahamnya 100% dimiliki oleh Pemerintah Daerah Sumatera Utara, dan seluruh modal/saham pihakswasta dikembalikan sebagaimana mestinya. Di mana Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 1965 menetapkan besarnya modal dasar yang dimiliki sebesar Rp.100.000.000,- dan saham dimiliki oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Tingkat II Sumatera Utara. Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan kebutuhan, terjadi beberapa kali perubahan peraturan pemerintah daerah untuk meningkatkan modal disetor.

Pada tanggal 16 April 1999 bentuk Badan Hukum diubah kembali menjadi Perseroan Terbatas sesuai dengan Akte Pendirian Perseroan Terbatas Nomor 38 Tahun 1999 Notaris Alina Nasution, S.H yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor C-8224 HT.01.01 Tahun 1999 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 54 Tanggal 6 Juli 1999, dengan modal dasar sebelumnya telah dituangkan dalam Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 2 Tahun 1999. Sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan selanjutnya dengan Akte Nomor 31 Tanggal 15 Desember 1999 modal dasar ditingkatkan menjadi Rp. 500.000.000,-.

Dalam pelaksanaan operasionalnya, nama Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (BPDSU) yang disingkat menjadi PT. Bank Sumut pada tanggal 16 April 1999 tercatat pernah menempati kantor di Jl. Palang Merah Medan, kemudian dipindahkan ke Jl. Imam Bonjol Nomor 7 Medan. Pada tanggal 20 April 1989. Rudini sebagai Menteri Dalam Negeri yang menjabat pada saat itu berkenan meresmikan pemakaian gedung kantor baru yang cukup megah yang terletak di jantung bisnis kota Medan tepatnya di Jl. Imam Bonjol Nomor 18 Medan yang ditempati hingga saat ini.

Seiring dengan perkembangan dunia perbankan yang semakin pesat, maka kini PT Bank Sumut telah memiliki unit kerja yang berjumlah 23 Kantor Cabang yang terdiri dari 20 Kantor Cabang Konvensional dan 3 Kantor Cabang Syariah, 60 Kantor Cabang Pembantu, 2 Payment point yang berfungsi untuk melayani pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (pkb), 2 Kas Mobil, dengan Mesin ATM. 2. Visi PT. Bank SUMUT

Visi dari PT. Bank SUMUT adalah menjadi bank andalan untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah di segala bidang serta sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

Dalam menjalani kehidupannya, PT. Bank SUMUT telah berusaha untuk mewujudkan visinya dengan cara memberikan bantuan kepada masyarakat yang kurang mampu berupa bantuan beasiswa kepada anak yatim, bantuan kepada anak – anak yang berada di patu asuhan, bantuan

kepada orang tua yang berada dipanti jompo, bantuan kepada fakir miskin serta turut berpartipasi dalam pembangunan rumah ibadah dan kegiatan akademis, dan kegiatan kemasyarakatan lainnya.

3. Misi PT. Bank SUMUT

Adapun yang menjadi misi PT. Bank SUMUT adalah mengelola dana pemerintah dan masyarakat secara profesional yang didasarkan pada prinsip – prinsip compliance. Sebagai alat kelengkapan Otonomi Daerah di bidang Perbankan, PT. Bank SUMUT berfungsi sebagai penggerak dan pendorong laju pembangunan di daerah, bertindak sebagai pemegang kas Daerah yang melaksnakan penyimpanan uang daerah serta sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah dengan melakukan kegiatan usaha sebagai Bank Umum seperti dimaksudkan pada Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

4. Jenis – jenis Kredit yang Disalurkan oleh Bank 1. Kredit Umum

Kredit dengan sistem Rekening Koran diberikan kepada perorangan/badan usaha untuk kebutuhan menambah modal – modal kerja, sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan kegiatan usaha yang dijalankan. Usaha yang dapat dibiayai merupakan usaha produktif di sektor perdagangan, industri, jasa pertanian dan sektor – sektor lainnya.

Kredit SPK (Surat Perintah Kerja) yaitu kredit modal kerja dalam bentuk Rekening Koran untuk membantu pengusaha yang mendapatkan kontrak kerja pemborongan/pengadaan barang atau jasa dari instansi pemerintah maupun perusahaan swasta yang bonafid menurut penilaian bank. Kredit ini mendukung modal kerja Kontraktor/Supplier untuk dapat menyelesaikan proyek sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

3. Kredit Angsuran Lainnya (KAL)

Kredit Angsuran Lainnya adalah fasilitas kredit yang diberikan kepada perorangan/badan usaha yang mempunyai usaha produktif pada sektor perdagangan, industri jasa, pertanian dan sektor – sektor lainnya atau mempunyai penghasilan tetap fasilitas kredit yang digunakan untuk membiayai keperluan yang bersifat investasi, modal kerja, dan konsumtif.

4. Kredit Pensiunan

Kredit Pensiunan adalah produk kredit PT. Bank Sumut yang diberikan secara perseorangan kepda para penerima pensiun yang terdiri dari para pensiun sendiri dan pensiunan janda atau duda yang uang pensiunnya dikelola dan disalurkan oleh PT. Tabungan Asuran Pegawai Negeri (PT.Taspen). Pengembalian Kredit Pensiunan dilakukan dengan pembayaran angsuran pokok dan bungan setiap bulan dari uang pensiun yang diterima sesuai dengan daftar angsuran. 5. Kredit Multi guna

Kredit Multi Guna adalah kredit angsuran yang diberikan kepada pegawai Dinas/Instansi/Lembaga Pemerintah, BUMN, BUMD, dan swasta Nasional (yang layak menurut bank) baik yang pembayaran gajinys melaui maupun tidak melaui Bank Sumut. Kredit Multi Guna dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan (seperti : biaya sekolah anak, biaya perbaikan rumah, biaya pengobatan, dll) maupun untuk mebuka usaha sampingan.

6. Kredit SUMUT Sejahtera (KSS)

Fasilitas kredit ini memeiliki tujuan mulia diberikan kepada masyarakat pra sejahtera yang memiliki usaha mikro untuk meningkatlan peran wanita dalam menopang ekonomi keluarga dengan sistem kelompok guna memperbaiki taraf hidup keluarga pra sejahtera atau berpenghasilan rendah menuju ke taraf sejahtera yang lebih baik, membina pengusaha mikro yang memiliki kelayakan usaha tetapi belum bankable sehingga menjadi layak menjadi nasabah bank, serta mewujudkan visi dan misi Bank Sumut khususnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat dan membantu program Pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan.

7. Kredit Peduli Usaha Mikro

KPUM (Kredit Peduli Usaha Mikro) merupaka kredit tanpa agunan dengan angsuran tetap yang diberikan kepada pemilik usaha mikro dalam rangka meningkatkan kemampuannya untuk mengembangkan usaha.

Salah satu bentuk Kredit Program Pemerintah adalah Kredit Pembiayaan Pengusaha Nias (KPP-Nias) yang telah berdomisili dan/atau telah melakukan kegiatan usaha di wilayah bencana alam, gempa, dan tsunami pada Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan.

9. Kredit Kepemilikan Rumah

Kredit Kepemilikan Rumah merupakan kredit yang diberikan kepada Pegawai Negeru Sipil (PNS) dengan masa kerja minimal 1 tahun yang belum memiliki rumah serta berpenghasilan tetap dan mampu membayar angsuran.

10.Kredit Bersubsidi

Kredit Bersubsidi merupakan fasilitas kredit yang diberikan Bank Sumut disertai dengan bantuan Pemerintah.

11.Kredit Konstruksi

Dokumen terkait