• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tari Berpasangan

Dalam dokumen Buku Pengetahuan Tari SMT1 (Halaman 76-88)

UNIT 3 JENIS TARI MENURUT BENTUK PENYAJIAN

2. Tari Berpasangan

Tari Berpasangan adalah tari yang isi gambaran tariannya mengisahkan tentang dua orang tokoh dan nama tariannya pun dari nama kedua tokohnya. Seperti Srikandi mustakaweni dan sebagainya. Tari Berpasangan adalah tarian yang dilakukan berdua dan sebagian gerakannya berlainan satu sama lain, tetapi antara penari merupakan satu kepaduan yang disebut dengan duet. Bentuk perkembangan lainnya ada yang ditarikan bertiga (trio) dan paduan dari empat penari yang disebut kuartet.

Tari Berpasangan ini adalah tarian duet, dalam arti keutuhan koreografinya diwujudkan atas adanya interaksi dan perpaduan gerak yang satu sama lain berbeda. Dengan kata lain, keutuhan dan kekuatan koreografinya terwujud dari saling mengisi atau saling melengkapi dari kedua orang penari yang mengekspresikannya. Baik perpaduan dari dua orang penari yang berlainan jenisnya seperti penari pria dengan pria dan penari wanita dengan wanita, maupun berlainan jenis yaitu penari pria dengan wanita. Tari pasangan atau duet ini akan terungkap dari sisi kemampuan menjalin kekompakan dalam perpaduan saling mengisi atau saling melengkapi secara harmoni sehingga keutuhan, kekhasan dan kekuatan koreografi tari duet ini terekspresikan dengan sempurna.

Tari Berpasangan adalah tarian yang dilakukan oleh dua orang penari dengan bentuk gerak yang sama atau berlainan tetapi antar penari mempunyai keterkaitan dalam mewujudkan garapan tarinya.Tari berpasangan dilakukan oleh penari putera dengan puteri atau puteri dengan puteri, bisa juga putera dengan putera.

Tari Berpasangan lebih menekankan pada respon antar penari.Tari Berpasangan lebih berorientasi pada keterikatan pola ruang, sehingga kebebasan dalam hal mengolah ruang sedikit agak dibatasi karena biasanya pada ruang yang satu dengan yang lainnya telah ditata dengan susunan tertentu. Berikut ini beberapa contoh tari berpasangan yang ada di Nusantara, yaitu tari Arjuna melawan Cakil dari Surakarta, tari Srikandhi melawan Suradiwati dari Yogyakarta, tari Damarwulan Anjasmara dari Jawa Barat, tari Oleg Tambulilingan dari Bali, dan tari Payung dari Sumatra Barat.

Berikut ini contoh tari Berpasangan yang ada beberapa daerah di Nusantara.

a. Tari Oleg Tamulilingan

Tari ini melukiskan dua ekor kembang madu jantan dan betina yang sedang asyik bercumbu rayu di tanam bunga. Kata Oleg berarti bergerak dengan lembut, luwes dan indah (menari) dan Tamulilingan berarti kumbang madu. Oleg Tamulilingan adalah

tari duet atau berpasangan. Namun demikian sering pula tarian ini dibawakan oleh penari wanita dan salah seorang penarinya berperan sebagai laki-laki. Materi geraknya banyak bersumber dari gerak-gerak Pengambuhan. Instrumen pengiringnya adalah seperangkat gamelan Gong Kebyar.

Apabila dicermati busana kedua penari itu sebenarnya tak sedikitpun mengesankan bahwa mereka itu memerankan dua ekor kumbang. Demikian pula gerak mereka berdua ketika sedang memadu kasih, sama sekali tidak menyiratkan tingkah laku dua ekor kumbang yang sedang kasmaran. Busana yang dipakai kumbang jantan mengenakan busana yang sama persis dengan tari Kebyar Terompong. Adapun kumbang betina mengenakan busana adat kebesaran wanita Bali dengan hiasan penutup kepala yang dipenuhi dengan bunga-bunga emas yang indah sekali.

Oleg Tamulilingan diawali dengan tampilnya penari kumbang betina. Kumbang betina yang selalu dibawakan oleh seorang penari gadis cantik terlebih dulu menari solo untuk mendemonstrasikan kemampuan teknik tari serta ekspresi wajahnya di atas pentas. Tak lama kemudian tampil kumbang jantan yang seolah-olah menggoda kumbang betina yang sedang memperagakan kemampuannya menari. Kumbang betina berdiri dan terjadilah tarian duet yang sangat mempesona.

b. Tari Payung (dari Sumatera)

Tari Payung menggambarkan perkenalan antara pemuda dan pemudi di sekitar sungai Tangang. Sungai Tangang adalah tempat pemandian yang indah di bukit tinggi Sumatera Barat. Naik kereta kuda dalam istilah daerah setempat dinamakan “Berbendi bendi ke sungai Tangang”. Aktivitas tersebut merupakan kegemaran para remaja putera puteri daerah Minang pada masa silam. Suasana perkenalan dengan berbagai macam variasi diungkap dalam bentuk tari Payung yang merupakan tari berpasangan.

Gambar 42. Tari Payung dari Sumatera

http://www.eboza.com/pelajaran/tarian-tradisional-indonesia.html

c. Tari Menak Puteri Rengganis Adaninggar

Golek Menak Puteri berasal dari keraton Yogyakarta yang merupakan ciptaan Sultan Hamengku Buwana IX. Penciptaan Golek Menak didasari adanya rasa tidak puas dalam diri Sultan Hamengku Buwana IX terhadap perkembangan tari di keraton Yogyakarta yang hanya begitu-begitu saja. Apabila wayang Wong banyak berkiblat pada wayang kulit yang selalu menampilkan lakon yang diambil dari

Wiracarita Mahabarata dan Ramayana, maka beliau ingin menciptakan wayang Wong lain yang lebih memiliki nilai Islami.

Ide penciptaan berawal dari peristiwa ketika Sultan menyaksikan sebuah pertunjukan wayang Golek dengan cerita Menak yang di kiprahkan oleh seorang dalang dari daerah Kedu pada tahun 1941. Dalam benaknya terbesit pemikiran apabila wayang kulit telah mengilhami lahirnya wayang Wong di istana Yogyakarta mengalami puncak kejayaan pada tahun 1930 an, apakah tidak mungkin bisa diciptakan wayang Wong yang cerita serta teknik tarinya berkiblat pada wayang Golek Menak.

Golek Menak berarti tari yang menirukan wayang Golek yang membawakan cerita Menak.

Tarian Rengganis Widaninggar menggambarkan peperangan antara Dewi Rengganis dari Kaparmen melawan Dewi Widaninggar dari negara Tartaripura yang ingin menuntut balas kematian kakaknya yaitu Dewi Medaninggar.

Gambar 43.Tari Menak Putri Rengganis Wedaninggar

menggambarkan seorang ibu yang sedang meninabobokan anaknya. Harfiahnya tari Buai-Buai ini menceritakan atau melambangkan tentang proses pemberian nasehat seorang ibu kepada anaknya yang sedang tumbuh dewasa yang nantinya akan menghadapi proses regenerasi. Tari Buai-Buai ini diperagakan pada waktu upacara adat atau upacara Batagak Penghulu. Upacara tersebut menceritakan tentang proses pergantian atau regenerasi dari yang tua ke yang muda. Kalau dilihat munculnya Tari Buai-Buai pada saat upacara Batagak Penghulu ada kaitannya dan ada hubungannya dengan proses pergantian atau regenersi untuk masa yang akan datang. Tujuannya adalah pemberian nasihat kepada anak yang dibuai-buai oleh ibunya.

Tari Buai-Buai kalau dilihat dari bentuk penyajiannya sangat sederhana, bentuk geraknya juga kelihatan sederhana sekali, dimainkan oleh dua orang penari atau lebih yang sedang meninabobokan anaknya sambil bersenandung. Bentuk geraknya berasal dari silat yang berkembang di Daerah Pauh, yang terkenal dengan silat Pauh. Tari ini disajikan pada waktu upacara Batagak Penghulu saja. Akhir-akhir ini keberadaan tari Buai-Buai sangat memprihatinkan karena tarian ini sudah mulai punah. Hal ini diakibatkan karena kehidupan masyarakat yang semakin berkembang dan mengalami perubahan. Perkembangan pikiran dan pandangan masyarakat yang mengalami perubahan telah mempengaruhi eksistentsi tari Buai-Buai tersebut. Keberadaan tari Buai-Buai berasal dari masyarakat dan tumbuh dalam kehidupan masyarakat, serta milik masyarakat yang mengungkapkan tata kehidupan masyarakat Pauh Sembilan. Semakin berkembang pikiran dan pandangan masyarakat terhadap kehidupannya, tatanan sosialnya, maka lama-kelamaan tingkat kepedulian masyarakat terhadap eksistensi tari Buai-Buai tersebut bisa punah, yang pada akhirnya hilang.

Begitu juga kalau dilihat dari segi fungsinya, semakin berkembang pikiran masyarakat, maka berubah pula tatanan kehidupan masyarakatnya, otomatis tari Buai-Buai juga mengalami perubahan. Pada awalnya makna yang terkandung di dalamnya sangat kental dengan nilai-nilai budaya yang ada di daerah itu,tetapi saat ini sebagian masyarakat kurang mempedulikannya lagi, bahkan makna tersebut cenderung hilang dari penampilannya, yang pada akhirnya hanya sekedar seremonial saja. Begitu juga kalau dilihat dari bentuk penyajiannya semula mengutamakan sifat sakral dan religius, dan sangat komunikatif dengan orang yang menontonnya, tetapi saat ini terkesan dihilangkan.

e. Tari Bambangan Cakil (Surakarta)

Tari Bambangan Cakil menggambarkan peperangan antara lambang kebenaran dalam bentuk Bambangan melawan lambang kejahatan yang berbentuk raksasa Cakil. Tokoh Bambangan ini dapat digambarkan dengan peran Arjuna, Abimanyu dan sebagainya.

Gambar 46. Tari Bambangan Cakil dari Surakarta

http://www.eboza.com/pelajaran/tarian-tradisional-indonesia.html

f. Tari Saputangan (Maluku)

Tari Saputangan yaitu tari tradisional dari Maluku yang ditarikan oleh pria dan wanita yang berpasang-pasangan tanpa bersentuhan badan ataupun berpegangan tangan dan masing-masing penari memegang saputangan.

Penari pria dan wanita pada bagian awal menari dalam koreografi kelompok, masing-masing membawa selembar saputangan di tangan kanan mereka.

g. Tari Mandau (Kalimantan)

Tari ini merupakan tarian dari suku Dayak Kalimantan. Tarian ini merupakan tarian yang menceritakan tentang pertempuran di medan perang. Maksud tarian ini adalah untuk mempertunjukkan kekuatan dalam berperang.

Tarian ini juga sering dipentaskan untuk menunjukkan seorang anak laki-laki yang sudah matang atau dewasa.

Sebagai bukti bahwa ia sudah mencapai kedewasaannya yang matang dia harus menunjukkan kebolehannya atau kemahirannya membunuh musuh dengan senjata. Kata mandau berarti senjata yaitu semacam pedang yang unik dari suku Dayak Kalimantan.

Tarian ini ditarikan secara berpasangan dan masing-masing penari membawa mandau di tangan sebelah kanan dan perisai panjang dengan dekorasi yang indah di tangan sebelah kiri.

Instrumen pengiringnya sangat sederhana yaitu hanya menggunakan alat petik semacam gitar.

h. Tari Serampang Duabelas (Sumatera)

Tarian ini ditarikan oleh laki-laki dan wanita dan dilakukan secara berpasangan. Kata serampang adalah variasi suara dari kata cerancang yang berarti bagian dari variasi suara, sedangkan dua belas menunjukkan anggota yang agak banyak.

Selanjutnya dari tarian cerancang berubah menjadi tari Serampang Dua Belas yang artinya dengan beberapa variasi gerakan. Gerakan tarian ini dimulai dari gerakan yang lamban, perlahan-lahan kemudian bertambah cepat, dinamis dan gembira ria. Tarian ini menggambarkan percintaan antara pemuda pemudi atau tari sosial untuk saling mengetahui keadaan masing-masing.

i. Tari Gending Sriwijaya (Sumatera)

Apabila ditinjau dari nama tarian, Gending Sriwijaya berasal dari gending/lagi yang mengiringinya. Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan merupakan asal dari kelahiran dari tari Gending Sriwijaya. Tari Gending Sriwijaya merupakan tarian istana yang biasanya ditarikan oleh dua, empat penari wanita atau lebih. Para penari berpakaian sangat indah, berikat kepala yang anggun dan memakai kuku emas gemerlapan yang sangat panjang. Tari Gending Sriwijaya hanya dipertunjukkan pada upacara-upacara resmi yakni pada waktu pertemuan untuk merundingkan sesuatu yang sangat penting dari raja Sriwijaya dengan segenap hulu balangnya di Balairung.

Perundingan didahului dengan upacara mamah pinang. Satu orang penari membawa kotak/tempat pinang, sedangkan tiga orang penari lainnya membawa membawa perlengkapan lainnya. Para penari menari dengan membawa perlengkapan tersebut di depan raja. Jika raja telah mengambil pinang dan memamahnya, maka penari satu per satu meninggalkan Balairung. Hal ini berarti perundingan resmi segera dimulai.

Tarian Gending Sriwijaya adalah sebuah tarian yang sangat indah dan penuh dengan gerakan-gerakan jari lentik yang menarik, lebih-lebih dengan memakai kuku panjang dari emas imitasi gemerlapan.

j. Tari Mak Inang Pulau Kampai (Sumatera)

Tarian ini menggambarkan percintaan seorang manusia biasa dengan seorang bidadari dari kahyangani. Cerita ini sama dengan cerita Rajapala di Bali dan Jaka Tarub di Jawa.

Dikisahkan seorang bidadari dari kahyangan sedang mandi di sebuah telaga di sebuah gunung. Pada saat bidadari tersebut sedang asyik mandi air yang sejuk dan jernih, tiba-tiba datanglah seorang jejaka yang jatuh hati padanya, kemudian ia mencuri pakaian bidadari itu. Setelah mandi bidadari akan mengenakan pakaiannya, namun sangat terkejut karena pakaiannya sudah tidak ada di tempat (hilang). Ia sedih dan menangis tersedu-sedu. Seorang jejaka tampan datang dan mengatakan bahwa pakaiannya ada padanya dan ia mau mengembalikan pakaiannya jika bidadari itu bersedia menjadi istrinya. Bidadari itu tidak punya pilihan kecuali menyetujuinya.

Setelah pakaiannya didapatkann kembali, bidadari mengatakan pada suaminya bahwa sudayah saatnya ia pulang kembali ke kahyangan. Dan ia berharap bisa bertemu kembali pada lain kesempatan, selanjutnya ia terbang ke angkasa dan meninggalkan suaminya yang bersedih karena ditinggalkan oleh istrinya tercinta.

Gambar 47. Tari Mak Inang Pulau Kampai merupakan bentuk penyajian tari berpasangan

Gambar 49. Tari pergaulan antara pemuda dan pemudi, merupakan bentuk penyajian tari berpasangan.

http://www.eboza.com/pelajaran/tarian-tradisional-indonesia.html

Gambar 50. Tari berpasangan dengan mengambil tokoh dalam cerita pewayangan yang bersumber dari epos Maha barata yaitu Gatutkaca dan Pergiwo dengan penyajian tari gaya

Surakarta.

k. Tari Srikandi Mustakaweni

Tarian ini menggambarkan tokoh Srikandi dengan Mustakaweni. Srikandi adalah tokoh pewayangan puteri yang berwajah cantik dan memikiki kepandaian berperang, dan ia termasuk sebagai salah satu istri Arjuna. Adapun Mustakaweni adalah seorang puteri cantik dan kakaknya adalah seorang raja yang berwujud Danawa.

Dalam kisahnya, Mustakaweni mendapat tugas dari kakaknya untuk pergi ke Amarta dan pulangnya harus membawa Pusaka Layang Jamus Kalimusada yang saat itu dititipkan oleh raja Amarta kepada permaisurinya yaitu Dewi Drupadi. Sebelum menuju Amarta ia beralih rupa menjadi Gatotkaca, karena ia berencana untuk melakukan tipu daya agar terhindar dari peperangan. Setibanya di Amarta ia bertemu dengan Srikandi yang saat itu sedang berlatih perang dengan para Wadyabala, ia bertanya di mana Dewi Drupadi berada, dan Srikandi lalu memberitahukan bahwa Sang Dewi berada di Keputren.

Setelah Gatotkaca palsu pergi menuju Keputren, barulah Srikandi sadar tertipu dirinya karena tidak mungkin Gatotkaca tidak mengetahui keberadaan Sang Dewi, sehingga ia yakin bahwa itu adalah orang jahat yang menyamar. Oleh sebab itulah ia pun segera menyusul ke Keputren.

Di Keputren kerajaan Amarta Dewi Drupadi kedatangan Gatotkaca palsu yang berpura-pura mendapat tugas dari sang raja untuk mengambil pusaka, dan sang dewi menyerahkannya. Di tengah perjalanan Gatotkaca palsu tersusul oleh Srikandi, dan terjadi perkelahian, namun Gatotkaca palsu tertusuk panah sakti Srikandi dan kemudian beralih kembali wujudnya menjadi Mustakaweni. Selanjutnya terjadi perang tanding antara Srikandi dengan Mustakaweni.

Gambar 51. Peran Srikandi dengan sikap gerak ulap-ulap dalam tari Srikandi melawan Suradiwati, merupakan tari berpasangan.

http://www.eboza.com/pelajaran/tarian-tradisional-indonesia.html

Dalam dokumen Buku Pengetahuan Tari SMT1 (Halaman 76-88)

Dokumen terkait