• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tarif dan Harga Jual

1. Pengertian Tarif dan Harga Jual

Pengertian tarif secara etimologis adalah harga (sewa, ongkos, dan

sebagainya), sedangkan tarif wisata adalah tarif yang dikenakan

kepada seseorang yang melakukan kunjungan singkat, biasanya

kunjungan untuk bersenang-senang (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

1995:1011). Tarif menurut Kamus Ekonomi (Winardi, 1980:289)

adalah suatu bea impor atau pajak, yang dikenakan terhadap

benda-benda, bilamana benda-benda tersebut memasuki (atau meninggalkan)

sebuah negara. Harga jual jasa atau lebih dikenal dengan tarif terdiri

dari dua pengertian yaitu harga jual dan jasa.

Kata harga sudah sering kita dengar sehari- hari dan dipahami

secara mudah oleh masyarakat luas. Jika seseorang ingin membeli

barang atau jasa maka ia harus mengorbankan sejumlah uang tertentu

sebagai pengganti barang atau jasa tersebut. Maka pengertian harga

adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang

dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan

pelayannya (Basu Swastha dan Irawan, 2005:241).

Harga jual menurut (Supriyono, 1989:332) adalah jumlah moneter

atas barang atau jasa yang dijual atau diserahkan. Sementara harga

menurut (Alex S. Nitisemito, 1981:55) adalah nilai suatu barang atau

jasa yang diukur dengan sejumlah uang di mana berdasarkan nilai

tersebut seseorang atau perusahaan bersedia melepaskan barang atau

jasa yang dimiliki kepada pihak lain.

Harga jual (sale price) adalah harga yang ditentukan untuk barang

atau jasa yang akan dijual (Kamus Istilah Ekonomi, 1984:62).

Sedangkan jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat

ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya

bersifat intangible dan tidak dapat menghasilkan kepemilikan sesuatu

(Fandy Tjiptono, 1996:6). Dari pengertian harga jua l dan jasa tersebut

dapat disimpulkan pengertian tarif adalah harga yang ditentukan untuk

suatu tindakan atau perbuatan yang ditawarkan yang pada dasarnya

bersifat intangible dan tidak dapat menghasilkan kepemilikan sesuatu.

2. Prosedur-prosedur Penetapa n Tarif.

Penetapan tarif merupakan salah satu keputusan tersulit yang

dihadapi oleh perusahaan, karena penetapan tarif merupakan hal yang

cukup fatal di dalam kebijaksanaan manajemen. Jika manajemen salah

dalam menentukan tarif maka kemungkinan besar yang terjadi adalah

pangsa pasar perusahaan akan berkurang bahkan semakin menjauh.

Prosedur-prosedur untuk menentukan tarif sewa bis pariwisata

menurut metode pendekatan biaya dan pendekatan pasar sebagai

berikut:

a. Penetapan Harga Biaya Plus (Cost Plus Pricing Method) dengan

pendekatan full costing, yaitu:

1) Mempertimbangkan harga jual atau tarif yang sering

dipengaruhi oleh keadaan persaingan yang ada. Perusahaan

otobis tidak dapat menentukan harga tanpa melihat harga dari

pesaing (Basu Swastha dan Irawan, 2005:244).

2) Membuat taksiran biaya-biaya yang akan terjadi dalam satu

tahun.

3) Memisahkan taksiran biaya ke dalam biaya produksi dan non

produksi, kemudian menghitung total biaya produksi dan non

produksi untuk mendapatkan biaya penuh untuk setiap jenis

bis.

4) Menentukan mark-up dengan cara:

a) Menentukan laba yang diharapakan.

b) Menghitung persentase mark-up yang diperoleh dari biaya

non produksi ditambah dengan laba diharapkan dibagi

dengan biaya produksi dan dikali 100%.

Persentase Mark-up: % 100 produksi biaya produksi non biaya diharapkan yang Laba + ×

c) Menghitung mark-up dalam rupiah dapat dihitung dengan

mengalikan persentase mark-up dengan total biaya

produksi.

5) Menentukan besar tarif menurut harga jual normal dengan cara

menambahkan mark-up pada biaya produksi. Harga jual normal

menurut pendekatan full costing per unit dirumuskan:

Harga Jual (per unit) = biaya produksi (per unit) + % mark-up

6) Mempertimbangkan keadaan perekonomian. Apabila makin

besar daya beli konsumen, semakin besar pula kemungkinan

bagi penjual untuk menetapkan tingkat harga yang lebih tinggi

(Basu Swastha, 2002:148).

b. Penetapan Harga Mark-Up

1) Prosedur penetapan harga mark-up ini hampir sama dengan

penetapan harga biaya plus.

2) Menghitung laba dengan mengurangkan jumlah pendapatan

dengan jumlah biaya dalam suatu periode sama.

c. Penetapan Harga Break-Even

1) Seluruh taksiran biaya dimasukkan ke dalam biaya variabel dan

tetap.

2) Menetapkan harga perusahaan melihat pada permintaan pasar.

3) Jika perusahaan mendapatkan laba bilamana penjualan yang

4) Jika penjualan berada di bawah titik break-even, maka

perusahaan akan menderita rugi.

d. Penetapan Harga Pasar

1) Melihat harga dari pesaing untuk menentukan taksiran biaya

yang telah dikeluarkan.

2) Menentukan harga dengan tingkat harga dari pesaing agar

dapat bersaing dengan perusahaan lain.

3) Laba yang diinginkan, yang merupakan sumber penghasilan.

3. Tujuan Penetapan Harga atau Tarif

Sebelum harga itu ditetapkan, terlebih dahulu manajer harus

menetapkan tujuan penetapan harga tersebut. Adapun tujuan penetapan

harga menurut Basu Swastha ( 2002:148-149) yaitu:

a. Mendapatkan laba maksimum.

Dalam praktik, terjadinya harga memang ditentukan oleh penjual

dan pembeli. Makin besar daya beli konsumen, semakin besar pula

kemungkinan bagi penjual untuk menetapkan tingkat harga yang

lebih tinggi. Dengan demikian penjual mempunyai harapan untuk

mendapatkan keuntungan maksimum sesuai dengan kondisi yang

ada.

b. Mendapatkan pengembalian investasi yang ditargetkan.

Harga yang dapat dicapai dalam penjualan dimaksudkan pula

dipakai untuk mengembalikan investasi hanya bisa diambilkan dari

laba perusahaan, dan laba hanya bisa diperoleh bilamana harga jual

lebih besar dari jumlah biaya seluruhnya.

c. Mencegah atau mengurangi persaingan.

Tujuan mencegah atau mengurangi persaingan dapat dilakukan

melalui kebijaksanaan harga. Hal ini dapat diketahui bilamana para

penjual menawarkan barang dengan harga yang sama. Oleh karena

itu persaingan hanya mungkin dilakukan tanpa melalui

kebijaksanaan harga, tetapi dengan servis lain.

d. Mempertahankan atau memperbaiki market share.

Hal ini dapat dilakukan apabila kemampuan dan kapasitas produksi

perusahaan masih terbuka luas. Dalam hal ini harga merupakan

faktor yang paling penting. Biasanya harga digunakan untuk

mempertahankan market share.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penentuan Harga atau Tarif Dalam menetapkan harga banyak sekali faktor yang

mempengaruhi, menurut (Basu Swastha dan Irawan, 2005:242-246)

faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat harga adalah:

a. Keadaan perekonomian.

Keadaan perekonomian sangat mempengaruhi tingkat harga yang

berlaku, misal suatu periode di mana harga berada pada suatu

dari Rp. 8.500,00 menjadi Rp. 9.500,00 terjadilah reaksi-reaksi di

kalangan masyarakat, khususnya masyarakat bisnis.

b. Penawaran atau Permintaan.

Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli oleh pembeli pada

tingkat harga tertentu. Pada umumnya, tingkat harga yang lebih

rendah akan mengakibatkan jumlah yang diminta lebih besar.

Penawaran merupakan kebalikan dari permintaan, yaitu suatu

jumlah yang ditawarkan oleh penjual pada suatu tingkat harga

tertentu. Pada umumnya, harga yang lebih tinggi mendorong

jumlah yang ditawarkan lebih besar.

c. Elastisitas Permintaan.

Suatu sifat permintaan pasar yang mempengaruhi penentuan harga

dan juga mempengaruhi volume yang dijual. Elastisitas permintaan

dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

1) Inelastis

Jika permintaan itu bersifat inelatis, maka perubahan harga

yang mengakibatkan perubahan yang lebih kecil pada volume

penjualannya.

2) Elastis

Apabila permintaan itu bersifat elastis, maka perubahan harga

akan menyebabkan terjadinya perubahan volume penjualan

3) Unitary elasticity

Apabila permintaan itu bersifat unitary elasticity, maka

perubahan harga akan menyebabkan perubahan jumlah yang

dijual dalam proporsi yang sama.

d. Persaingan

Harga jual atau tarif sering juga dipengaruhi oleh keadaan

persaingan yang ada. Perusahaan otobis tidak dapat menentukan

harga tanpa melihat harga dari pesaing. Beberapa macam

persaingan, yaitu:

1) Persaingan tidak sempurna

Keadaan di mana barang yang dihasilkan dari pabrik dengan

merk tertentu kadang-kadang mengalami kesulitan dalam

pemasarannya.

2) Oligopoli

Dalam keadaan oligopoli beberapa penjual menguasai pasar,

sehingga harga yang ditetapkan dapat lebih tinggi daripada

kalau dalam persaingan sempurna.

3) Monopoli

Dalam keadaan monopoli jumlah penjual yang ada di pasar

hanya satu, sehingga penentuan harga sangat dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti:

a) Permintaan barang yang bersangkutan.

c) Peraturan harga dari pemerintah.

e. Biaya

Biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat

harga yang tidak dapat menutup biaya akan mengakibatkan

kerugian. Sebaliknya, apabila suatu tingkat harga melebihi semua

biaya, baik biaya produksi, biaya operasi maupun biaya non

operasi, akan menghasilkan keuntungan.

f. Tujuan Perusahaan

Setiap perusahaan tidak selalu mempunyai tujuan yang sama

dengan perusahaan lainnya. Tujuan-tujuan yang hendak dicapai

tersebut antara lain:

1) Laba maksimum.

2) Volume penjualan tertentu.

3) Penguasaan pasar.

4) Kembalinya modal ya ng tertanam dalam jangka waktu tertentu.

g. Pengawasan Pemerintah.

Pengawasan pemerintah juga merupakan faktor penting dalam

penentuan harga, karena pengawasan pemerintah tersebut dapat

mencegah atau mendorong usaha-usaha ke arah monopoli.

5. Metode -Metode Penetapan Harga atau Tarif.

Ada dua pendekatan pokok dalam penentuan harga jual, yaitu 1)

mark-up, dan penetapan harga break-even), serta 2) pendekatan pasar atau

persaingan (Basu Swastha, 1982:188-193) yaitu:

a. Penetapan Harga Biaya Plus (Cost plus Pricing Method).

Harga Jual per unit ditentukan dengan menghitung jumlah seluruh

biaya per unit ditambah jumlah tertentu untuk menutup laba yang

dikehendaki pada unit tersebut (disebut marjin). Dapat dihitung

dengan rumus : Harga Jual = Biaya Total + Laba yang dikehendaki Ada 2 pendekatan unt uk menghitung taksiran biaya, yaitu:

1) Pendekatan Variable Costing.

Pendekatan ini bila digunakan dalam penentuan harga pokok

produksi, maka harga jual produksi harus dapat menutup biaya

penuh yang merupakan biaya variabel dan tetap. Harga jual

dapat dihitung dengan rumus:

Persentase Mark-up:

Biaya tetap xx Laba yang diharapkan xx +

Jumlah xx Biaya variabel xx : Persentase mark-up xx

Perhitungan harga jual:

Biaya variabel xx

Mark-up (%*biaya variabel) xx + Harga jual xx

Berikut ini langkah perhitungan harga jual dengan metode cost

plus pricing berdasarkan pendekatan variable costing yang

Biaya Variabel:

Biaya bahan baku xx Biaya tenaga kerja langsung xx Biaya Overhead Pabrik Variabel xx + Total biaya produksi variabel xx Biaya adm dan umum variabel xx Biaya pemasaran variabel xx + Total biaya variabel xx

Biaya Tetap:

Biaya overhead pabrik tetap xx Biaya adm dan umum tetap xx Biaya pemasaran tetap xx +

Total biaya tetap xx + Taksiran total biaya penuh xx

2). PendekatanFull Costing.

Pendekatan ini bila digunakan sebagai penentuan harga jual

pokok produksi, maka harga jual harus dapat menutupi biaya

penuh yang merupakan jumlah biaya produksi dan non

produksi ditambah laba yang wajar. Harga jual dapat dihitung

dengan rumus:

Persentase Mark-up:

Biaya non produksi xx Laba yang diharapkan xx + Jumlah xx Biaya produksi xx : Persentase mark-up xx

Perhitungan harga jual:

Biaya produksi xx

Mark-up (%*biaya produksi) xx + Harga jual xx

Berikut ini langkah perhitungan harga jual dengan metode cost

plus pricing berdasarkan pendekatan full costing yang

Biaya Produksi:

Biaya bahan baku xx Biaya tenaga kerja langsung xx

Biaya overhead pabrik tetap xx Biaya overhead pabrik variabel xx +

Total biaya produksi xx

Biaya Non Produksi:

Biaya adm dan umum tetap xx Biaya pemasaran xx +

Total biaya non produksi xx + Taksiran total biaya penuh xx b. Penetapan Harga Mark-Up (Mark-Up Pricing Method).

Penetapan harga mark-up ini hampir sama dengan penetapan harga

biaya plus, hanya saja para pedagang atau perusahaan perdagangan

lebih banyak menggunakan penetapan harga dengan sejumlah

mark-up. Dapat dihitung dengan rumus:

Harga Jual = Harga Beli + Mark-Up

Laba adalah selisih jumlah pendapatan dengan jumlah biaya dalam

suatu periode sama. Terdapat tiga pendekatan dan perencanaan

tingkat pencapaian laba bersih menurut Supriyono (1989:522)

yaitu:

a. Pencapaian tingkat laba bersih dari penjualan

Rumus:

b. Pencapaian tingkat laba bersih dari biaya variabel

Rumus:

c. Pencapaian tingkat laba bersih dari total biaya

Rumus: % 100 penjualan bersih Laba × % 100 variabel biaya Total bersih Laba × % 100 variabel biaya total tetap biaya Total bersih Laba × +

Unsur yang dipertimbangkan dalam menentukan laba yang

diharapkan menurut Mulyadi (1992:264-265) yaitu:

a. Cost of Capital ( Biaya Modal).

Biaya yang dikeluarkan untuk investasi yang diharapkan,

besarnya dipengaruhi oleh sumber aktiva yang ditanam dalam

perusahaan.

b. Risiko Bisnis.

Semakin besar risiko bisnis yang dihadapi oleh perusahaan,

maka semakin besar pula persentase yang ditanamkan pada

cost of capital dalam perhitungan laba yang diharapkan.

c. Besarnya Capital Employed.

Semakin besar yang ditanamkan dalam memproduksi dan

memasarkan produk atau jasa merupakan faktor yang

menentukan besarnya laba yang diharapkan dalam perhitungan

harga jual.

c. Penetapan Harga Break-Even (Break-Even Pricing).

Perusahaan akan memperoleh laba bila penjualan berada di atas

titik break-even, apabila berada di bawah titik break-even

perusahaan akan menderita rugi.

Metode penetapan harga break-even ini dapat diterapkan dengan

menggunakan beberapa anggapan tertentu, yaitu:

1) Seluruh biaya dapat digolongkan ke dalam biaya variabel dan

2) Seluruh barang yang diproduksi akan terjual.

3) Biaya variabel per unitnya tetap.

d. Penetapan Harga dalam Hubungannya dengan Pasar.

Dalam hal ini, penentuan harga tidak didasarkan pada biaya, tetapi

justru harga yang menentukan biaya bagi perusahaan. Penjual atau

perusahaan dapat menentukan harga sama dengan tingkat harga

pasar agar dapat bersaing atau dapat juga ditentukan lebih tinggi

atau lebih rendah dari tingkat harga dalam persaingan.

6. Kebijaksanaan Penetapan Harga atau Tarif.

Beberapa politik penetapan harga (Basu Swastha, 1982:193-195)

dapat terbagi dalam:

a. Penentuan Harga Psikhologis.

Kebijaksanaan ini biasanya digunakan untuk penjualan barang

pada tingkat pengecer. Dalam metode ini, hanya ditetapkan dengan

angka yang ganjil atau janggal.

b. Price Lining.

Price lining banyak digunakan oleh pengecer dari pada pedagang

besar atau produsen. Disini, penjual menentukan beberapa tingkat

harga pada semua barang yang dijual, karena dapat memudahkan

dalam pengambilan keputusan bagi konsumen untuk membeli

c. Potongan Harga atau discount.

Potongan harga sering disebut juga discount merupakan

pengurangan dari harga yang ada.

Adapun jenis-jenis potongan yang dapat diberikan oleh penjual

yaitu:

1) Potongan kuantitas adalah potongan harga yang ditawarkan

penjual agar konsumen membeli dalam jumlah yang besar.

2) Potongan dagang adalah potongan harga yang ditawarkan pada

pembeli atas pembayaran untuk fungsi- fungsi pemasaran yang

mereka lakukan.

3) Potongan tunai adalah potongan yang diberikan pada pembeli

atas pembayaran rekeningnya pada satu periode dan melakukan

pembayaran yang tepat waktunya.

4) Potongan musiman adalah potongan yang diberikan kepada

pembeli yang melakukan pembelian di luar musim tertentu.

d. Penetapan Harga Geografis.

Penjual harus mempertimbangkan ongkos angkut atau ongkos

kirim untuk barang-barang yang disampaikan kepada pembeli.

Ongkos angkut ini dapat ditanggung seluruhnya oleh pembeli atau

oleh penjual saja atau mereka menanggung sebagian. Salah satu

penetapan harga geografis adalah free on board (F.O.B) yang

1) F.O.B tempat asal (F.O.B shipping point) di mana seluruh

ongkos angkut ditanggung oleh pembeli.

2) F.O.B tujuan (F.O.B destination) di mana seluruh angkut

ditanggung oleh penjual termasuk keamanan dalam perjalanan.

Dokumen terkait