• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata Cara Pemeriksaan Isbat nikah dan Izin Poligami

BAB II SEKILAS TENTANG PENGADILAN AGAMA SELATPANJANG

F. Tata Cara Pemeriksaan Isbat nikah dan Izin Poligami

1. Tata cara pemeriksaan Isbat nikah

Perkara pengesahan (isbat) nikah adalah adanya perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan agama atau tidak dicatat Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang berwenang yang diajukan oleh suami istri atau salah satu dari suami atau istri, anak, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan tersebut yang diajukan kepada pengadilan tempat tinggal Pemohon dengan menyebutkan alasan dan kepentingan yang jelas.

a. Tata cara penyelesaian perkara isbat nikah

27Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi

1. Mengajukan permohonan secara tertulis yang ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya yang sah ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama (Pasal 142 ayat (1) R. Bg.).

2. Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Agama, selanjutnya Ketua Pengadilan Agama atau Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama mencatat permohonan tersebut (Pasal 144 R. Bg.).

3. Permohonan tersebut diajukan ke Pengadilan Agama, kemudian diberi nomor dan didaftarkan dalam buku register setelah Pemohon atau kuasanya membayar panjar biaya dengan melampiri slip penyetoran bank yang besarnya telah ditentukan oleh Ketua Pengadilan Agama (Pasal 145 ayat (4) R. Bg.).

4. Permohonan tersebut memuat:

a. Nama, umur, pekerjaan, agama, pendidikan, kewarganegaraan dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon

b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum) c. Alasan atau kepentingan yang jelas

d. Petitum (hal– hal yang dituntut berdasarkan posita)

5. Pemohon dan Termohon atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan yang dilaksanakan oleh Jurusita/Jurusita Pengganti Pengadilan Agama Stabat (Pasal 26 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975);

b. Tahap pemeriksaan 1. Tahap persidangan

- Jika Pemohon dan Termohon hadir, maka tahap persidangan dimulai dengan memeriksa identitas para pihak, para pihak tidak diwajibkan melaksanakan proses mediasi karena perkara permohonan isbat nikah (Pasal 3 ayat (2) Perma. Nomor 1 Tahun 2008), selanjutnya Majelis Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir dengan Undang - Undang Nomor 50 Tahun 2009).

- Jika Termohon tidak hadir, maka Termohon dipanggil sekali lagi (Pasal 150 R.Bg).

2. Selanjutnya tahapan pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, replik, dan duplik (Pasal 157 ayat (1) R. Bg., pembuktian dan kesimpulan).

3. Tahapan sidang berikutnya adalah musyawarah Majelis Hakim dan terakhir membacakan penetapa.

c. Ketentuan penetapan berkekuatan hukum tetap (BHT).

1. Jika kedua belah pihak hadir, maka penetapan akan berkekuatan hukum tetap setelah 14 (empat belas) hari penetapan dibacakan.

2. Jika salah satu pihak tidak hadir pada saat pembacaan penetapan, maka penetapan akan berkekuatan hukum tetap setelah 14 (empat belas) hari penetapan tersebut diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir28.

2. Tata cara pemeriksaan permohonan izin poligami

Permohonan izin beristri lebih dari seorang (poligami) diatur dalam pasal 3, 4, dan 5 undang – undang nomor 01 tahun 1974, pasal 40 – 44 Peraturan Pemerintah nomor 09 tahun 1975, pasal 55– 59 Kompilasi Hukum Islam. Tata cara permohonan izin poligami diatur sebagi berikut :

a. Poligami harus ada izin dari Pengadilan Agama

1. Seorang suami yang hendak beristri lebih dari seorang (poligami) harus mendapat izin lebih dahulu dari pengadilan Agama (pasal 56 ayat (1) KHI)

b. Kewenangan Relatif PA

2. Permohonan izin untuk beristri lebih dari seorang diajukan kepada Pengadilan Agama di tempat tinggalnya (pasal 4 ayat (1) undang – undang nomor 01 tahun 1974).

c. Surat permohonan

3. Surat permohonan beristri lebih dari seorang harus memuat :

a. Nama, umur dan tempat kediaman pemohon, yaitu suami dan termohon, yaitu istri/istri– istri.

b. Alasan– alasan untuk beristri lebih dari seorang

c. Petitum.

4. Permohonan izin harus merupakan perkara contentious, karena harus ada (diperlukan) persetujuan istri. Karena itu, perkara ini diperoses di Kepaniteraan gugatan dan didaftar dalam register induk perkara gugatan.

d. Pemanggilan pihak– pihak

5. Pengadilan Agama harus memanggil dan mendengar pihak suami dan istri ke persidangan.

6. Panggilan dilakukan menurut tata cara pemanggilan Yang diatur dalam hukum acara perdata biasa yang diatur dalam pasal 390 HIR dan pasal– pasal yang berkaitan.

e. Pemeriksaan

7. Pemriksaan izin poligami dilakukan oleh Majelis Hakim selambat – lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya surat permohonan beserta lampiran– lampirannya (pasal 42 ayat (2) PP No. 9/1975). 8. Pada dasarnya, pemeriksaan dilakukan dalam siding terbuka untuk

umum, kecuali apabila karena alasan – alasan tertentu menurut pertimbangan Hakim yang dicatata dalam berita acara persidangan, pemeriksaan dapat dilakukan dalam siding tertutup (pasal 17 ayat (1) UU. No. 4/1970).

f. Upaya damai

9. Pada sidang pertama pemeriksaan perkara izin poligami, Hakim berusaha mendamaikan (pasal 130 ayat (1) HIR).

10. Jika tercapai perdamaian, perkara dicabut kembali oleh pemohon. g. Pembuktian

11. Pengadilan Agama kemudian memeriksa mengenai :

a. Ada atau tidak alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi, sebagi syarat– syarat alternatif yaitu :

- Bahwa istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri

- Bahwa istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau

- Bahwa istri tidak dapat melahirkan keturunan

b. Ada atau tidak adanya persetujun dari istri, baik persetujuan lisan maupun tertulis, yang harus dinyatakan didepan sidang c. Ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin

keperluan hidup istri – istri dan anak – anak pemohon dengan memperlihatkan :

- Surat keterngan mengenai penghasilan suami yang ditanda tangani oleh bendahara tempat bekerja atau

- Surat keterangan pajak penghasilan atau

- Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh pengadilan. d. Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil

terhadap istri– istri dan anak – anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibauat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu.

12. Sekalipun sudah ada persetujuan tertulis dari istri persetujuan ini harus dipertegas dengan persetujuan lisan di depan sidang, kecuali dalam hal istri telah dipanggil dengan patut dan resmi tetapi tidak hadir dalam sidang dan tidak pula menyuruh orang lain sebagi wakilnya.

13. Persetujuan dari istri tidak lagi diperlukan dalam hal :

- Istri/ istri – istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak mungkin menjadi pihak dalam perjanjian atau

- Tidak ada kabar dari istrinya sekurang – kurangnya 2 (dua) tahun atau

- Karena sebab – sebab lainnya yang perlu dapat penilaian dari Hakim Pengadilan Agama.

h. Putusan

14. Apabila Pengadilan Agama berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristri lebih dari seorang, maka Pengadilan Agama memberikan putusannya yang berupa izin beristri lebih dari seorang 15. Terhadap putusan ini, baik istri maupun suami dapat mengajukan

banding atau kasasi. i. Biaya perkara

16. Biaya dalam perkara ini dibebankan kepada pemohon (pasal 89 ayat (1) UU. No. 07/1989).

17. Pegawai pencatat nikah dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang sebelum ada izin dari Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap29.

Dokumen terkait