• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata Formal dan Tata Informal dalam Organisasi

Dalam dokumen BAB 5 STRUKTUR ORGANISASI (Halaman 30-34)

3. Hubungan Kerja Dan Struktur Organisasi

3.2. Tata Formal dan Tata Informal dalam Organisasi

Di dalam organisasi terdapat kumpulan orang-orang, yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk mengatur bagaimana kerjasama itu dilakukan dan bagaimana tujuan itu dicapai, di setiap organisasi pada umumnya memiliki seperangkat aturan, baik yang berbentuk formal karena dibentuk melalui prosedur tertentu, tertulis dan dapat dirasakan keberadaannya secara jelas dan nyata oleh setiap anggota organisasi, maupun seperangkat aturan yang berbentuk informal, tidak tertulis, lebih merupakan kesepakatan-kesepakatan yang sangat longgar, tetapi keberadaannya sangat dapat dirasakan oleh para anggota organisasi itu.

Dalam organisasi formal, pada umumnya aturan-aturannya bersifat formal, dalam arti pembuatannya dilakukan melalui cara tertentu yang mengikuti cara-cara yang ditetapkan dalam organisasi dan berlakunya aturan itu dinyatakan secara formal, sehingga setiap bentuk pelanggarannya akan dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam aturan itu. jadi di dalam organisasi terdapat aturan atau tata formal yang secara nyata berlaku dan ditaati oleh anggota organisasi. Sebagai contoh, dalam organisasi formal seperti sekolah, sangat jelas dapat diketahui adanya aturan-aturan yang berlaku bagi semua orang yang menjadi bagian dari organisasi sekolah itu. Dalam aturan itu diatur secara jelas tentang apa larangan, hak, tugas, kewajiban dan sanksi atas pelanggaran aturan, sehingga baik Kepala Sekolah, Guru, Siswa dan Karyawan akan mengerti dan menjadikan perangkat aturan-aturan itu sebagai pedomannya dalam bertingkah laku dan berhubungan satu sama lain. Contoh yang

lain, sebuah rumah sakit, selain terdapat aturan formal yang mengatur hubungan kerja di dalam rumah sakit itu, misalnya tentang tugas, kewajiban dan hak dari pimpinan, para dokter, karyawan, paramedis dan sebagainya, juga terdapat aturan formal bagi pihak lain yang berhubungan dengan rumah sakit itu, misalnya tentang jadwal pemeriksaan, tatacara pengobatan, penanganan pasien gawat darurat atau rawat inap, tarif pengobatan dan sebagainya. Semua ini merupakan aturan formal yang berlaku di dalam rumah sakit itu.

Sesuai dengan sifat dari aturan formal yang umumnya bersifat tegas dan jelas, namun kelemahan dari aturan formal itu juga ada, antara lain karena sifatnya yang formal maka kemudian menjadi kaku dan tidak mudah disesuaikan dengan kondisi yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Pada kenyataannya, apa yang terjadi dan berlangsung dalam kehidupan sehati-hati tidak jarang belum atau tidak diatur dalam aturan formal yang ada. Akibatnya, akan terjadi suatu kondisi dimana jangkauan aturan formal itu tidak dapat mencapai pengaturan hal-hal yang ada dalam kehidupan sehari-hari itu. Oleh karena semua itu harus dilakukan, sementara aturan formal yang ada tidak dapat diberlakukan pada hal itu, maka kemudian muncul cara-cara dan kebiasaan-kebiasaan yang diterima dalam hubungan kerja pada organisasi formal itu. Jadi disini selain terdapat aturan atau tata formal, juga terdapat dan berlaku tata informal.

Sebagai contoh, dalam suatu Kantor Pemerintah, aturan yang ada tidak mengatur tentang siapa yang bertanggung jawab terhadap suatu keharusan pengambilan keputusan yang segera harus diambil jika pimpinan yang berwenang untuk mengambil keputusan itu sedang tidak ada di tempat, sementara persolannya harus segera diputuskan. Dalam kasus seperti ini kemudian diambil inisiatip pegawai dengan pangkat tertinggi atau yang paling senior yang ada pada unit organisasi kerja itu, yang menjalankan wewenang pengambilan keputusan tersebut. Jika pola ini kemudian menjadi sesuatu yang selalu dijalankan maka pola ini kemudian menjadi ketentuan yang tidak tertulis yang berlaku dalam satuan organisasi itu. Sudah barang tentu munculnya polapola seperti itu akan terjadi jika suatu tindakan yang diambil itu dinilai benar dan memberikan manfaat bagi pencapaian tujuan organisasi. Sebaliknya jika ternyata suatu tindakan yang diambil itu dinilai tidak benar atau tidak sesuai dengan tujuan organisasi, maka pola itu tidak akan muncul karena pengulangan terhadap tindakan yang salah dan merugikan itu. Tindakan yang salah dan merugikan itu memiliki konsekuensi adanya hukuman (punishment), sehingga

cenderung tidak akan diulang. Jadi ada semacam pola kebiasaan yang telah menjadi suatu pedoman yang menyertai keberadaan aturan formal dalam suatu organisasi.

Adanya seperangkat aturan tidak hanya ditemukan dalam organisasi-organisasi formal semata. Di dalam organisasi-organisasi informal juga terdapat seperangkat aturan meskipun memiliki bentuk yang berbeda dengan peraturan yang ada dalam suatu organisasi formal. Dalam organisasi semacam ini, senantiasa juga terdapat seperangkat aturan, namun pada umumnya lebih merupakan aturan-aturan yang berdasar pada kesepakatan-kesepakatan longgar diantara para anggota sehingga penegakkan aturan tersebut juga tergantung pada bagaimana sikap para anggota terhadap pelanggaran yang terjadi. Jadi dalam suatu organisasi informal, baik tata formal maupun tata informalnya sama-sama tidak memiliki bentuk yang tertulis, tetapi secara nyata berlaku dan ditaati oleh para anggota organisasi itu.

Sebagai contohnya, sekumpulan pengemudi taksi yang biasa mencari penumpang di depan Terminal Bus atau di sekitar Stasiun Kereta Api, yang dapat dipandang sebagai suatu organisasi informal, juga memiliki seperangkat aturan yang berlaku diantara mereka. Sebagai organisasi yang informal sifatnya, para pengemudi taksi ini secara sukarela dan secara spontan membuat kesepakatan-kesepakatan tertentu, yang dengan kesepakatan itu dirasakan akan memberikan kepuasan bagi semua. Meskipun tidak secara formal diakui, salah satu atau beberapa orang mendapatkan kepercayaan dari para sopir taksi lainnya untuk menjadi "pemimpin" diantara para sopir taksi itu. Meskipun tidak ada ketentuan yang secara formal dibuat dan ditentukan, tetapi semua sopir yang merasa bagian dari organisasi informal itu mentaati aturan main yang berlaku dikalangan mereka. Semua informasi melalui saluran informal, namun norma, nilai dan kepercayaan yang ada dalam lingkungan para sopir itu mampu mengatur perilaku semua sopir yang merasa menjadi bagian dari kelompok itu. Penegakkan aturan juga dilakukan secara informal, tetapi pada umumnya dapat berjalan efektif karena kepatuhan dan ketaatan yang tinggi dari anggota organisasi informal itu.

Seperangkat aturan itu juga menentukan bagaimana hubungan antar posisi dalam organisasi itu dilakukan. Sebagaimana diketahui, pada setiap organisasi selalu terdapat adanya struktur organisasi. Meskipun demikian terdapat perbedaan antara organisasi formal dengan organisasi informal, dimana dalam organisasi formal, struktur ini dibentuk menurut kebutuhan teknis tertentu, sedangkan pada organisasi informal, tidak terdapat desain tertentu yang mengaturnya. Meskipun demikian, pada dasarnya setiap struktur organisasi menunjuk pada hubungan antara fungsi-fungsi

tertentu atau menunjuk bagan atau skema dari hubungan-hubungan dan tugas-tugas dari orang-orang yang bekerja dalam organisasi.

Pemahaman terhadap aturan yang ditunjukkan oleh perilaku anggota organisasi ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa setiap saat, banyak orang atau anggota melakukan berbagai tindakan dalam organisasi, namun tidak menghasilkan kekacauan maupun kebingungan, sebaliknya justru menghasilkan suatu tindakan yang teratur. Meskipun demikian, hal ini bukan berarti bahwa dalam organisasi tidak terdapat persaingan, ketegangan dan konflik diantara para anggota organisasi itu. Jadi dengan adanya aturan dan pemahaman aturan oleh para anggota organisasi maka hubungan sosial yang dilakukan diantara orang-orang ini pada umumnya dapat berjalan dengan baik dan pencapaian tujuan organisasi dapat dilakukan.

Keberadaan seperangkat aturan ini juga berfungsi sebagai penyelaras berbagai perbedaan yang muncul diantara orang-orang maupun kelompokkelompok yang ada dalam organisasi. Perbedaan latar belakang sosial, kecenderungan sikap pribadi secara individual, perbedaan ketrampilan dan keahlian serta pendidikan, serta perbedaan kepentingan dapat diatasi oleh adanya seperangkat peraturan yang mengatur bagaimana semua orang yang menjadi anggota organisasi itu harus berperilaku. Dengan demikian ada keteraturan, keselarasan dan kesamaan-kesamaan tertentu diantara para anggota organisasi, dan dengan kondisi yang demikian, pelaksanaan tugas pada umumnya lebih mudah dilakukan.

Sebagai contoh, dalam suatu kantor yang memiliki pegawai mencapi ribuan orang, sedangkan aktifitas yang ada di kantor itu sangat banyak dan beragam. Banyaknya pegawai menunjukkan adanya latar belakang yang berbeda, kepribadian yang berbeda satu sama lain, kepentingan dan kebutuhan yang berbeda, serta perbedaan keahlian, pendidikan dan ketrampilan. Seharusnya dalam situasi seperti itu akan terjadi kebingungan dan kekacauan, tetapi kenyataannya tidak demikian. Orang bekerja menurut bidang dan tugas masing-masing. Antara bagian yang satu dengan lain dapat bekerja sama dengan baik dan secara umum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan tugastugas di kantor itu dapat berlangsung dengan lancar. Kondisi yang demikian sebenarnya dapat tercipta karena pengaturan hubungan antar orang yang berjalan dengan baik.

Keberadaan aturan informal sebenarnya tidak hanya ditemukan dalam organisasi informal saja. Di dalam organisasi formalpun sebenarnya berkembang pula aturan informal diantara para anggota organisasi itu, meskipun aturan-aturan ini berbeda dengan aturan informal yang muncul dalam rangka pelaksanaan hubungan

kerja sebagaimana telah dikemukakan di atas. Jika aturan formal secara jelas dan tegas mengatur hubungan kerja dan kemudian hal-hal yang berkaitan dengan hubungan kerja dalam rangka pelaksanaan aktifitas organisasi tetapi belum ada aturan formal yang mengaturnya, maka aturan informal yang berupa kebiasaan itu kemudian dipergunakan sebagai acuan untuk melaksanakan hubungan kerja. Akan tetapi duluar itu semua, masih ada lagi aturan yang mengatur hubungan sosial secara umum diantara para anggota, baik dalam kerangka hubungan kerja maupun hubungan sosial di luar hubungan kerja, yang ditaati oleh para anggota suatu organisasi.

Hubungan antar anggota dalam suatu organisasi tidak hanya terbatas pada hubungan kerja formal semata. Selain hubungan kerja, sebagian besar hubungan yang berlangsung diantara para anggota suatu organisasi merupakan hubungan yang sifatnya tidak formal atau bukan hubungan kerja. Hubungan-hubungan sosial yang bukan hubungan kerja, yang berkembang dalam organisasi ini merupakan dasar dari adanya kelompok informal dan pada umumnya mengikuti aturan-aturan yang berbeda dari aturan-aturan yang secara formal mengatur hubungan kerja, meskipun aturan formal juga mempengaruhi hubungan sosial ini.

Dalam dokumen BAB 5 STRUKTUR ORGANISASI (Halaman 30-34)

Dokumen terkait