• Tidak ada hasil yang ditemukan

TATA LAKSANA

Dalam dokumen Modul 1 Tutorial 2 Skenario Keracunan (Halaman 27-50)

G. GEJALA DAN TANDA

I. TATA LAKSANA

PenangananKeracunanPestisida Setiaporangyangpekerjaannyasering berhubungandenganpestisidasepertipetani, buruhpenyemprotdanIain-lainharusmengenali gejaladantandakeracunanpestisidadenganbaik. Tindakanpencegahanlebihbaikdilakukanuntuk menghindarikeracunan.Setiaporangyang berhubungandenganpestisidaharusmemperhatikanhal-halberikut: 1.Kenaligejaladantandakeracunanpestisida danpestisidayangseringdigunakan.

2.Jikadidugakeracunan,korbansegeradibawa kerumahsakitataudokterterdekat. 3.Identifikasipestisidayangmemaparikorban, berikaninformasiinipadarumahsakitatau dokteryangmerawat. 4.Bawalabelkemasanpestisidatersebut.Pada labeltertulisinformasipertolonganpertama penanganankorban. 5.Tindakandaruratdapatdilakukansampai pertolongandatangataukorbandibawake rumahsakit. PertolonganPertamayangDilakukan 1.Hentikanpaparandenganmemindahkan korbandansumberpaparan,lepaskanpakaian korbandancuci/mandikankorban MediaLitbangKesehatanVolumeXVIINomor3Tahun2007 17 2.Jikaterjadikesulitanpernafasanmakakorban diberipernafasanbuatan.Korbandiinstruksikanagartetaptenang.Dampakseriustidak terjadisegera,adawaktuuntukmenolong korban 3.Korbansegeradibawakerumahsakitatau dokterterdekat.Berikaninformasitentang pestisidayangmemaparikorbandengan membawalabelkemasanpestisida 4.Keluargaseharusnyadiberipengetahuan/ penyuluhantentangpesticidasehinggajika terjadikeracunanmakakeluargadapat memberikanpertolonganpertama [ejournal.litbang.depkes.go.id]

Pengelolaan keracunan akut keracunan organofosfat adalah sebagai berikut:

1. Stabilisasi kardiorespirasi

2. Mengganti baju yang kemungkinan telah terkontaminasi pestisida 3. Irigasi atau cuci kulit dan mata

4. Lavage lambung untuk mengurangi absorbsi racun

5. Pemberian Atropin suatu antagonis reseptor muskarinik asetilk oline. 6. Pemberian Oxime (Pralidoxime dan Obidoxime)

Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan mental

lainnya hams mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa memandang jenis racun penyebab. Usaha untuk membuat diagnosis toksikologi khusus hanya

memperlambat

penggunaan tindakan suporitif yang merupakan bentuk dasar (“ABCD”) pada pengobatan keracunan.

Pertama, saluran napas (A) harus dibersihkan dan muntah atau beberapa

gangguan lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang mengalirkan napas melalui oral atau dengan memasukkan pipa endotrakea. Pada kebanyakan pasien, penempatan pada posisi sederhana dalam posisi dekubitus lateral cukup untuk menggerakkan lidah yang kaku (flaccid) keluar dan saluran napas.

Pernapasan (B) yang adekuat harus diuji

dengan mengobservasi dan mengukur gas darah arteri. Pada, pasien dengan insufisiensi pernapasan harus dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik.

Sirkulasi (C) yang cukup

harus diuji dengan mengukur denyut nadi, tekanan darah, urin yang keluar, dan evaluasi perfusi perifer. Alat untuk intravena harus dipasang dan darah diambil untuk penentuan serum glukosa dan untuk pemeriksaan rutin lainnya.

Pada waktu ini, setiap pasien dengan keadaan mental yang berubah harus diberi larutan dekstrosa pekat (D). Orang dewasa diberikan larutan dekstrosa sebanyak 25 g

(50 mL larutan dekstrosa 50% secara intravena. Dekstrosa ini harus diberikan secara

rutin, karena pasien koma akibat hipoglikemia ynag dengan cepat dan ireversibel akan kehilangan sel-sel otak. Pasien hipoglikemia mungkin tampak sebagai pasien keracunan, dan tidak ada metode yang cepat dan dapat dipercaya untuk membedakannya dan pasien keracunan. Pada umumnya pemberian glukosa tidak berbahaya sementara menunggu hasil pemeriksaan gula darah. Pada waktu ini, pasien alkoholik atau malnutrisi juga harus diberi 100 mg tiamin intramuskular untuk mencegah timbulnya sindrom Wernicke.

Antagoais narkotik nalokson (Narcan) dapat diberikan dengan dosis 0,4-2 mg intravena. Nalokson akan memulihkan pemapasan dan depresi sistem saraf pusat akibat semua jems obat narkotika. Ada manfaatnya untuk mengingat bahwa obat-obat ini menimbulkan kematian terutama akibat depresi pernapasan; karena itu, bila bantuan pernapasan dan pembebasan saluran pernapasan telah diberikan, nalokson mungkin tidak diperlukan lagi. Antagonis benzodiazepin flumazenil bermanfaat pada pasien dengan kecungaan takar lajak benzodiazepin, tetapi tidak boleh digunakan bila terdapat riwayat kejang atau takar lajak antidepresan trisiklik, dan obat ini tidak boleh digunakan sebagai pengganti penatalaksanaan saluran napas secara hati-hati.

Penatalaksanaan keracunan memerlukan süatu pengetahuan tentang bagaimana

mengobati hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan psikosis. Pertimbangan toksikokinetik yang mendetil titik banyak artinya bila fungsi-fungsi vital tidak dipertahankan. Hipoventilasi dan koma memerlukan perhatian khusus pada penatalaksanaan saluran napas. Gas darah arteri harus sering diperiksa, dan aspirasi isi lambung harus dicegah. Penatalaksanaan cairan dan elektrolit mungkin kompleks. Monitoring berat badan, tekanan vena sentral, tekanan yang mendesak kapiler paru, dan gas darah arteri diperlukan untuk memastikan pemberian cairan mencukupi tetapi tidak berlebihan. Dengan tindakan suportif yang tepat untuk koma, syok, kejang, dan agitasi, umumnya

memberikan harapan hidup bagi pasien keracunan. Riwayat dan pemeriksaan fisik

Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai evaluasi yang terinci untuk membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi pengumpulan riwayat yang ada

dan melakukan pemeriksaan fisik singkat yang berorientasi pada toksikologi. Penyebab koma lainnya atau kejang seperti trauma pada kepala, meningitis, atau kelainan metabolisme harus dicari dan diobati.

A. Riwayat: Pemyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis obat yang ditelan dalam kedaruratan toksik mungkin tidak dapat dipercayai. Bahkan anggota keluarga,

polisi, dan pemadam kebakaran atau personil paramedis harus ditanyai tintuk menggambarkan lingkungan di mana kedaruratan toksik ditemukan dan semua alat suntik, botol-botol kosong, produk rumah tangga, atau obat-obat bebas di sekitar pasien yang kemungkinan dapat meracuni pasien harus dibawa ke ruang gawat darurat.

penekanan pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke arah diagnosis toksikologi. Hal ml tertnasuk tanda-tanda vital, mata dan mutut, kulit, abdomen, dan

sistem saraf.

1. Tanda-tanda vital- Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan hal yang esensial dalam kedaruratan toksikologi. Hipertensi dan takikardia adalah khas pada obat-obat amfetamin, kokain, fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik. Hipotensi dan bradikardia,

merupakan gambaran karakteristik dan tákar lajak narkotika, kionidin, sedatif-hipnotik

dan beta bloker. Takikardia dan hipotensi sering terjadi dengan antidepresan trisiklik,

fenotiazin, dan teofihin. Pernapasan yang cepat adalah khas pada amfetamin dan simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon monoksida dan toksin lain yang menghasilkan asidosis metabolik. Hipertermia dapat disebabkan karena obat-obat simpatomimetik, antimuskarinik. salisilat dan obat-obat yang menimbulkan kejang atau kekakuan otot.

Hipotermia dapat disebabkan oleh takar lajak yang berat dengan obat narkotik, fenotiazin, dan obat sedatif, terutama jika disertai dengan pemaparan pada lingkungan yang dingin atau infus intravena pada suhu kamar.

2. Mata. Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang berharga. Konstriksi pupil (miosis) adalah khas utituk keracunan narkotika, klonidin, fenotiazin, insektisida

organofosfat dan penghambat kolinesterase lainnya, serta korna yang dalatn akibat obat sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat pada amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan obat antirnuskarinik lain. Nistagmus riorizontal dicirikan pada

keracunan

dengan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan obat seclatit lain. Adanya nistagmus horizontal dan vertikal memberi kesan yang kuat keracunan fensiklidin. Ptosis dan

oftalmoplegia

merupakan gambaran karakteristik dari botulinum. Universitas Gadjah Mada 5

3. Mulut. Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar akibat zat-zat korosif. atau jelaga dan inhalasi asap. Bau yang kaas dan alkohol, pe(arut hidrokarbon. Paraldehid. atau amonia mungkin perlu dicatat. Keracunan dengan sianida dapat dikenali oleh beberapa pemeiriksa sebagai bau seperti bitter almonds. Arsen dan

organofosfat

telah dilaporkan menghasilkan bau seperti bau bawang putih.

4. Kulit. Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada keracunan dengan atropin dan antim.uskarinik lain. Keringat yang herlebihan diternukan pada keracunan

dengan organofosfat, nikotin, dan ohat-obat simpatomimetik. Sianosis dapat disehabkan oleh hipoksemia atau methemoglohinemia. Ikterus dapat memheri kesan adanya nekrosis hati akilat keracunan asetaminofen atau jamur A manila phailoides.

5. Abdomen. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang khas pada

keracunan dengan antimuskarinik, narkotik, dan obat sedatif. Bunyi usus yang hiperaktif, kramp perut, dan diare adalah urnum terjadi pada keracunan dengan organofosfat, besi, arsen, teofihin, dan A.phalloides.

6. Sistem saraf. Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial. Kejang fokal

atau defisit motorik lebih menggambarkan lesi struktural (seperti perdarahan intrakranial akibat trauma) daripada ensefalopati toksik atau metabolik. Nistagmus, disartria, dan

ataksia adalah khas pada keracunan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan keracunan sedatif lainnya. Kekakuan dan hiperaktivitas otot umum ditemukan pada metakualon, haloperidol, fensiklidin (PCP), dan obat-obat simpatomimetik. Kejang sering disehabkan oleh takar lajak antidepresan trisiktik, teotilin, isoniazid, dan fenotiazin. Koma ringan

tanpa refleks dan bahkan EEG isoelektrik mungkin terlihat pada koma yang dalam karena obat narkotika dan sedatif-hipnotik, dan mungkin menyerupai kematian otak

Prosedur Laboratorium & Sinar -X

Uji Laboratoriurn rutin yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi adalah sebagai berikut: .„

A. Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO 2

(hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-obat yang menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang akibat hipoksia, hipotensi. atau keracunan sianida akan menghasilkan asidosis metabolik. PO2 hanya

mengukur

karena itu pada keracunan karbon monoksida mungkin PO 2 tampak normal meskipun

ada defisiensi oksihemoelobin yang nyata dalam darah.

B. Elektrolit: Natrium. kalium. kloiida, dan bikarbonat harus diukur. Anion gap dihitung dengan mengurangi anion dan kation-kation:

Anion gap = (NA +

+K +

) - (HCO3-+ CI -)

Dalam keadaan normal, Anion gap tidak lebih besar dari 12- 16 meq/L. Anion gap

yang Iebih besar dari yang diperkirakan, disebabkan oleh adanya anion yang tidak terukur yang menyertai asidosis metabolik. Sebagai contoh, hal ini disebabkan oleh ketoasidosis diahetik, gagal ginjal, atau asidosis laktat yang diinduksi syok Ubat yang

dapat menginduksi asidosis metabolik dengan peningkatan Anion gap (Tabel 60 -2) termasuk aspirin, metanol, etilen glikol. isoniazid, dan besi.

Perubahan dalam tingkat kadar serum kalium dapat membahayakan karena ini dapat menyebabkan aritmia jantung. Obat yang dapat menyebabkan hiperkalemia meskipun dengan fungsi ginjal normal termasuk kalium sendiri, penghambat

adrenoseptor-beta, glikosicia digitalis, fluorida, dan litium. Obat-obat yang berkaitan dengan hipokalemia termasuk barium, agonis beta-adrenoseptor. kafein. teofihin, diuretik, dan toluen.

C. Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam kasus lain, gagal ginjal merupakan akihat syok, koagulasi intravaskular yang menyebar (disseminated irrtravascular coagulation, DTC), atau mioglohinuria. Tingkat kadar nitrogen urea darah dan kreatinin harus diukur dan dilakukan urinalisis.

D. Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung pada natrium serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah dan dapat diperkirakan

dan rumus berikut:

Nilai normal perhitungan ini adalah 280-290 mosm/kg. Etanol dan alkohol lainnya dapat menyumbang secara bermakna terhadap pengukuran osmolalitas serum, tetapi

karena alkohol ini tidak termasuk dalam perhitungan, menyebabkan suatu osmolargap: Osmolargap =

Osmolalitas yang diukur - Osmolalitas yang dihitung

E. Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari 0,1 detik adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan kuinidin.

F. Gambaran sinar-X: fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa tablet, khususnya besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema paru. Bila dicurigai adanya trauma kapitis, dianjurkan untuk pemeriksaan CT-scan.

Saat Penelanan Racun

Untuk memperkirakan beratnya keracunan, hal ini penting untuk

mempertimbangkan waktu sejak saat menelan racun dan membandingkannya dengan

kadar racun dalam plasma, bila ada alatnya. Pentingnya waktu dalam meng evaluasi

kadar plasma telah diperlihatkan dengan baik terutama untuk keracunan aspirin. Kadar aspirin 50 mg/dL 4-6 jam setelah penelanan hanya dihubungkan dengan keracunan ringan: kadar yang sama yang diperoleh 36 jam setelah keracunan dihubungkan dengan keracunan yang sangat berat. Dasar dan hubungan ini terletak pada fakta bahwa manifestsi klinik dan efek toksik pada beberapa organ sasaran, seperti otak dengan jelas dapat terlambat muncul beberapa waktu setelah tercapai kadar puncak dalam darah. Kadar Toksin dalam Darah

Catatan: Terapi suportif tidak boleh ditunda sampai ada laporan hasil pemeriksaan laboratorium.

Terdapat gawat darurat keracunan akut dalam jumlah relatif kecil yang

memerlukan pengukuran kadar racun dalam darah untuk mengevaluasi beratnya keracunan dan unstuck petunjuk penatalaksanaan. Contohnya termasuk keracunan asetaminofen, aspirin, litium, karbon monoksida, digoksin, karbarnazepin, dan teofihin,

Keracunan dengan etanol, metanol, dan etilen glikol biasanya dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinik tetapi harus dikonfirmasi dengan laboratorium toksikologi. Analisis kuantitatif darah dan urin untuk obat sedatif-hipnotik hanya penting jika

prosedur

suportif sederhana tidak tampak adekuat dan terutama bila tindakan dialisis perlu dipertimhangkan, misalnya pada keracunan fenoharbital. Penyaringan yang luas dengan pemeriksaan kuantitatif harus dikerjakan pada kasuskasus yang dicurigai kematian otak. Pada Tabel 60-5 Terdapat obat-obat sedalifhipnotik yang umum terdapat, parameter kinetiknya, dan cara pengobatannya.

Dekontaminasi

Prosedur dekontaminasi harus dilakukan setelah penilaian diagnostik awal dan evaluasi laboratirum dikerjakan. Dekontaminasi mencakup tindakan mengeluarkan toksin dan kulit atau saluran cerna.

A. Kulit: Pakaian yang terkontaminasi harus ditanggalkan semuanya dan

diantisipasi. Pencucian berulang-ulang dengan sabun dan jumlah air yang banyak harus dilakukan.

B. Saluran Cerna: Terdapat pendapat yang bertentangan mengenai efektivitas dan dekontaminasi usus, khususnya bila pengobatan dimulai Iebih dari 1 jam setelah

penelanan zat. Beberapa ahli menganjurkan pemberian arang aktif sederhana tanpa didahului pengosongan lambung pada pasien tertentu.

Peringatan: Melindungi saluran napas adalah merupakan hal yang sangat

esensial. Harus disediakan semua peralatan gawat darurat yang diperlukan, seperti penghisap. Kejang, refleks muntah yang negatif, dan ulserasi membran mukosa mulut

merupakan kontra indikasi untuk tindakan merangsang muntah. Bilasan lambung dikontra indikasikan jika saluran pernapasan berisiko (misalnya, pada pasien yang tidak sadar dengan refleks muntah yang tidak ada). Zat-zat asam dan alkali yang korosif harus diencerkan tetapi tidak boleh dilakukan netralisasi. Para penolong tidak boleh menaruh jari-jarinya dalam kerongkongan pasien dan tidak boleh menggunakan air garam atau

mustard sebagai zat emetik. Universitas Gadjah Mada 11

1. Muntah- Induksi muntah dapat dilakukan dengan pemberian sirup ipekak per

oral sebanyak 30 mL untuk orang dewasa atau 10-15 ml untuk anak-anak, hilang diperlukan dapat diulang setiap setelah 15 menit, (Ekstrak cairan ipekak harus dihindari karena konsentrasi emetiknya tinggi dan merupakan alkaloid yang toksik terhadap jantung.) Penggunaan ipekak di rumah telah didokumentasikan aman dan efektif serta

harus merupakan bagian dan pengobatan gawat darurat keracunan pada anak-anak di rumah. Ipekak merupakan obat yang efektif, babkan juga efektif jika digunakan dalam

dosis berlebihan. Ipekak tidak boleh digunakan bila dicurigai keracunan dengan suatu

konvulsan (misalnya, antidepresan tnsiklik), karena kejang dapat timbul secara mendadak dan aspirasi sangat mungkin terjadi bila sedang dalam kejang. Apomorfin

jauh lebih toksik daripada ipekak, terutama pada anak, ena efek emetiknya yang menetap dan menyebabkan depresi sistem saraf pusat. mortin tidak boleh digunakan. 2. Bilasan lambung- Bilasan lambung dapat dilakukan bila pasien terjaga (sadar

atau bila saluran napas telah dilindunsi oleh pipa endotrakeal (Gambar 60-4). Pipa yang digunakan harus sebesar mungkin. Untuk mencegah hipotermia, arutan bilasan (umurnnya larutan gararn 0,9%) hatus diberikan dalam suhu yang sarna dengan suhu

tubuh.

3. Katarsis- Pemberian obat katartik akan mempercepat pengeluaran toksin dan saluran cerna dan mengutang; absorpsi, walaupun tidak ada penelitian terkelola yang

katartik, mereka menemukan keseluruhan tablet dalam tinja-khususnya tablet yang bersalut enterik. Jika diberikan arang aktif, tindakan ini sekaligus menandai tinja dengan arang aktif, sehingga dapat diperkirakan total waktu transit saluran cerna. Sorbitol (70%) merupakan obat katartik yang lebih disukai. Magnesium sulfat dapat juga diberikan jika fungsi ginjal tidak rusak. Obat-obat katartik dengan dasar minyak tidak bermanfaat dan mungkin merugikan. Tabel 60-6 bensi daftar beberapa katartik yang umum terdapat. 4. Arang Aktif

Dose

Adult and child

Initial dose: 1 g/kg body weight or 10:1 ratio of activated charcoal drug, whichever is greater. Following massive ingestions, 2 g/kg may be indicated; however, it may be difficult to administer doses in excess of 100 g.

Repetitive doses

0.5 to 1 g/kg body weight every 2 to 6 h tailored to the dose and dosage form of drug ingested (larger doses and shorter dosing intervals may occasionally be indicated). Note: Do not use repetitive doses of cathartics routinely.

Procedure

Universitas Gadjah Mada 12

1. Add 4-8 parts of water to chosen quantity of activated charcoal, if In powdered form. This will form a transiently stable slurry that the patient can drink or have placed down an urogastric hose.

2. The activated charcoal can be given in a mixture with the chosen cathartic. 3. If the patient vomits the dose, it should be repeated. Smaller, more frequent, or continuous nasogastric ad ministration may be better tolerated. An antiemetic is sometimes needed.

4. Repetitive doses are probably useful for drugs with a small volume of distribution, low plsrna protein binding, biliary or gastric secretion, or active metabolites that recirculate.

Contraindications

Caustic acids or alkalis (ineffective, and will accumulate in burned areas, making endoscopy difficult).

Ilues (for repetitive dosing).

Patients with a risk of aspiration and an unprotected airway. Antidotum Spesifik

Konsep salah yang umum terdapat ialah bahwa untuk setiap racun ada dotumnya. Yang benar adalah sebaliknya antidotum yang tersedia relatif sedikit yaitu hanya untuk

beberapa golongan toksin tertentu saja. Antidotum utama dan karakteristiknya terdapat pada

Tabel 60-7. Obat-obat ini merupakan tambahan untuk zat imunologi seperti antivenin ular

(lihat bawah) dan antibodi digoksin. Tabel antidotum yang direkomendasikan.

Metode Meningkatkan Eliminasi Toksin

Setelah prosedur diagnosis dan dekontarninasi yang tepat serta pemberian antidotum yang sesuai, penting untuk rnempertimbangkan tindakan untuk meningkatkan

eliminasi toksin, seperti diuresis paksa, dialisis, atau prosedur pertukaran (exchance). Bila

asien dapat mengeliminasi toksin dengan cepat, periode waktu koma akan menjadi pendek,

metbolit dibuang, Dan kerusakan organ akan berkurang. Jadi, penting unstuck memiliki

pengetahuan tentang toksikokinetik racun.

Pada kasus takar lajak masif, jalur eliminasi dengan kapasitas terbatassering jenuh. Obat-obatan yang telah terbukti memperlihatkan toksikokinetik yang bergantung pada

konsentrasi dalam keadaan takar lajak adalah etanol, salisilat, fenitoin, kioral hidrat,

etklorvinol, beberapa barbiturat, teofihin dan asetaminofen. Pada kasus-kasus yang menelan

ohat toksik in, cara unstuck memperkuat eliminasi yang rnengkontribusikan hersihan tubuh

total dengan jelas dapat memperbaiki basil klinik. Teknik yang tersedia:

1. Prosedur dialisis, termasuk dialisis peritoneal, hemodialisis, dan hemoperfusi, secara

teoritis menarik perhatian sebagai suatu cara pengeluaran toksin yang dieliminasi melalui mekanisme metabolik yang tidak dapat ditingkatkan.

2. Eliminasi melalui ginjal beberapa toksin ditingkatkan oleh perubahan pH urin. Alkalinisasi

urin bermanfaat pada kasus takar lajak salisilat atau fenobarbital. Diuresis paksa dengan volume cairan yang berlebihan meningkatkan risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit serta memperburuk fungsi paru.

Kesalahan yang sering terjadi dalam penatalaksanaan keracunan

“Antidotum universal” (arang roti panggang, mangnesium oksid, asam tannat) bermanfaat dan malahan dapat merusak. Bila akan digunakan sirup ipekak, tersebut harus diberikan serentak dan tidak boleh ditunda sampai di rumah sakit pada waktu prosedur

evaluasi di ruang gawat darurat. Pengalanian klinik, khususnya pada bagian anak-anak,

menyatakan bahwa ipekak dapat diberikan oleh orang awam, khususnya bila diinstruksikan

oleh dokter melalui telepon.

Pada masa lampau, zat-zat asani dan alkali yang tertelan dinetralisasi; hal ini akan membebaskan panas dan menambah destruksi jaringan. Pelarutan zat-zat kaustik dan asam

lebih baik dilakukan. Susu atau air dapat digunakan dalam jumlah yang berlebihan (sampai

15 mL/kg). lnduksi muntah dengan menempatkan jan tangan dalarn tenggorokan atau

dengan garam tembaga atau larutan hipertonik akan merusak mulut dan esofagus. Penggunaan obat katartik dengan dasar minyak dapat rnenyebabkan pneumonia lipid.

Cairan pembilas yang banyak mengandung natniurn dan fosfat dapat menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit yang berat. Hidrasi secara berlebihan dapat memperburuk fungsi paru. Glukosa dalam jumlah besar dapat menurunkan kadar fosfat dan

kalium. Stimulan pernapasan dan obat analeptik tidak bermanfaat dan merusak dalam gawat

darurat toksik.

Pemantauan fungsi ginjal dan hati merupakan hal yang penting. Destruksi otot (rhabdomiolisis) dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Pengasaman urin yang kurang hatihati dapat meningkatkan kemungkinan gagal ginjal sebagai hasil dari destruksi dan ekskresi

mioglobin. Kateter dalam vena dan arteri atau dalam kantung kemih dapat menjadi sumber

menurunkan suhu tubuh dan memperburuk fungsi kardiovaskular. Pengobatan suportif yang

sesuai adakalanya dapat memperpanjang masa hidup fisiologik pasien dengan gangguan

neurologik. Walaupun demikian, perlu sangat berhati-hati, dalam mendiagnosis kematian

otak khususnya pada kasus dengan takar lajak obat sedatif-hipnotik, pasien seperti ini dapat

bangun kembali beberapa hari setelah tidak adanya aktivitas EEG [elisa.ugm.ac.id]

Penatalaksanaan (1,2,4,6,7)

Penanganan keracunan insektsida organofosfat harus secepat mungkin dilakukan. Keragu-raguan dalam beberapa menit mengikuti pajanan berat akan meningkatkan timbulnya korban akibat dosis letal.(1) Beberapa puluh kali dosis letal mungkin dapat diatasi dengan pengobatan cepat.

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan :

1. Bila organofosfat tertelan dan penderita sadar, segera muntahkan penderita dengan mengorek dinding belakang tenggorok dengan jari atau alat lain, dan /atau memberikan larutan garam dapur satu sendok makan penuh dalam segelas air hangat. Bila penderita tidak sadar, tidak boleh dimuntahkan karena bahaya aspirasi.

2. Bila penderita berhenti bernafas, segeralah dimulai pernafasan buatan. Terlebih dahulu bersihkan mulut dari air liur, lendir atau makanan yang menyumbat jalan

Dalam dokumen Modul 1 Tutorial 2 Skenario Keracunan (Halaman 27-50)

Dokumen terkait