II. LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR, DAN PENGAJUAN
2.4 Model Pembelajaran Cooperative Learning
2.4.3 Team Assested Individualization (TAI)
Salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif adalah TAI. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Demikian halnya yang dikatakan oleh Sharan (2014: 24) dalam bukunya yang berjudul The Handbook of Cooperative Learning bahwa ada beberapa alasan yang mendasari pengembangan TAI. Pertama, TAI menyediakan cara penggabungan kekuatan motivasi dan bantuan teman sekelas pada pembelajaran koopeartif dengan program pengajaran individual yang mampu memberi semua siswa materi yang sesuai dengan tingkat kemampuan mereka dalam bidang matematika dan memungkinkan mereka untuk memulai materi- materi ini berdasarkan kemampuan mereka sendiri. Kedua, TAI dikembangkan untuk menerapkan teknik pembelajaran kooperatif untuk memecahkan masalah pengajaran individual.
Pada awalnya Slavin merancang TAI untuk kelas tiga sampai kelas enam untuk jenjang pendidikan sekolah dasar pada kelompok-kelompok siswa yang tidak siap mengikuti pelajaran aljabar sesungguhnya. Model pembelajaran ini harmpir selalu digunakan tanpa bantuan, sukarelawan, atau asistensi lainnya. Unsur utama dari TAI adalah sebagai berikut (Sharan, 2014: 26-27):
a. Kelompok
Siswa dimasukkan ke dalam kelompok yang berisi empat sampai lima siswa. Setiap siswa yang pintar, sedang, dan kurang pintar, laki-laki dan perempuan, dan siswa yang berasal dari kelompok-kelompok etnik yang ada di kelas itu. setiap delapan minggu siswa dikelompokkan ulang ke dalam kelompok baru.
b. Ujian Penempatan
Siswa diberi ujian pendahuluan pada awal berlangsungnya program operasi matematika. Mereka ditempatkan menurut nilai tertentu dalam program individu berdasarkan pencapaian mereka pada ujian penempatan.
c. Materi Kurikulum
Dengan mengikuti pengajaran dari guru (lihat bagian berikutnya “Kelompok Pengajaran”), siswa dalam kelompok mereka mengerjakan materi kurikulum
pengajaran mandiri yang mencakup penambahan, pengurangan, perkalian, pembagian, penghitungan, decimal, pecahan, soal cerita, statistic, dan aljabar.
Satu halaman panduan yang meninjau ulang pelajaran dari guru, menjelaskan keterampilan yang perlu dikuasai dan memberikan metode pemecahan masalah setahap demi setahap. Tiap-tiap halaman latihan keterampilan memuat keterampilan tambahan yang menuntun kepada penguasaan seluruh keterampilan. Dua rangkaian sepuluh item, ujian formatif A dan B, pararel dengan satuan ujian A yang memiliki lima belas item.lembar-lembar jawaban untuk halaman latihan keterampilan untuk ujian satuan (diletakkan terpisah dalam buku kontrol).
d. Metode Belajar Kelompok
Setelah ujian penempatan, siswa diberi tempat awal untuk memulai dalam rangkaian satuan matematika. Mereka mengerjakan tugas secara berkelompok dengan mengikuti langkah-langkah TAI. langkah pertama, siswa menaruh satuan kerja mereka di dalam buku-buku mereka dan membaca panduannya, meminta teman atau guru untuk membantu, seandainya itu memang diperlukan. Kemudian, siswa-siswa itu memulai dengan latihan keterampilan mereka yang pertama dalam satuan mereka itu.
Langkah kedua adalah setiap siswa pertama-tama mengerjakan empat masalah yang ada pada lembar latihan keterampilan mereka dan kemudia meminta teman sekelompoknya untuk menjawab pada lembar jawaban yang diletakkan di sebalik tiap-tiap buku siswa. Jika keempat jawaban mereka itu benar, siswa bisa melanjutkan dengan latihan keterampilan selanjutnya. Jika hanya beberapa yang benar, siswa itu harus mencoba empat masalah yang lain, dan begitu seterusnya samapi sia bisa menjawab keempat masalah itu dengan benar. Jika mereka mandapat kesulitan dalam tahap ini, siswa didorong untuk menayakan kepada sesame teman sekolompok sebelum meminta bantuan guru.
Setelah siswa mengerjakan keempat-empatnya pada lembar latihan keterampailan terakhir, dia menjalani Ujian Formatif A. Sebuah kuis dengan sepuluh item yang menyerupai lembar latihan ketrampilan terakhir. Siswa mengerjakan ujian itu sendiri sampai selesai. Seorang teman sekelompok memberikan skor untuk ujian formatif itu. Jika siswa berhasil mengerjakan
delapan atau lebih persoalan yang benar, teman-teman sekolompok menandatangani lembar kerja siswa itu untuk menunjukkan bahwa siswa tersebut disahkan oleh kelompok itu untuk mengerjakan ujian unit. Jika jawaban benar siswa itu kurang dari delapan soal, guru diminta untuk memberikan tanggapan atas masalah apapun yang dimiliki siswa tersebut. Guru selanjutnya mendiagnosis masalah siswa itu, secara singkat mengajarkan kembali keterampilan itu, dan selanjutnya bisa meminta siswa itu mengerjakan lagi item latihan keterampilan tertentu. Siswa itu kemudian mengerjakan ujian formatif B, ujian kedua dengan sepuluh item yang isi dan kesulitannya bisa diperbandingkan dengan ujian formatif A
Setelah siswa menyelesaikan ujian formatif A atau B, ia menyerahkan lembar ujian kepada seorang siswa pengawas tepat. Kemudian siswa itu menyelesaikan ujian satuan itu, dan pengawas memberinya nilai. Dua siswa berbeda bertindak sebagai pengawas memberikan skor kepada pada lembar rekapitulasi kelompok siswa itu. kalau tidak, ujian itu diberikan kepada guru yang mendekati siswa untuk mendiagnosis dan memperbaiki masalah siswa. Sekali lagi, karena siswa telah menunjukkan penguasaan pada lembar latihan keterampilan dan ujian formatif, maka jarang sekali mereka gagal mengerjakan tes.
e. Skor Kelompok dan Penghargaan Kelompok
Pada akhir tiap minggu, guru menghitung skor kelompok. Skor ini didasarkan pada rata-rata satuan yang berhasil diselesaikan oleh tiap-tiap anggota kelompok dan keakuratan ujian unit. Kemudian dibuat Kriteria prestasi
kelompok. Kriteria kelompok tinggi adalah kelompok super, yang menengah adalah kelompok hebat, dan kriteria paling rendah adalah kelompok bagus. Kelompok-kelompok yang memperoleh label kelompok super dan kelompok hebat mendapatkan sertifikat menarik.
f. Ujian Mata Pelajaran
Dua kali dalam setiap minggunya, siswa diberikan ujian tertentu selama tiga menit. Para siswa diberi lembar mata pelajaran untuk dipelajari di rumah agar bersiap-siap mengerjakan tes.
g. Satuan Seluruh Kelas
Setelah setiap tiga minggu, guru menghentikan program individual dan meluangkan seminggu untuk mengajar seluruh kelas untuk menguasai keterampilan-keterampilan seperti geometri, pengukuran, tata ruang dan strategi pemecahan masalah. Siswa bekerja bersama sebagai satu kelompok besar untuk mengerjakan satuan itu.
Ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut (Daryanto dan Rahardjo, 2012: 247):
a. Guru menjelaskan materi kepada siswa.
b. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
c. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
d. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok terdiri dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender.
e. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap siswa membuat soal dan bergantian mengerjakannya. f. Setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok. g. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. h. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
i. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
Dalam penelitian pengembangan ini, langkah-langkah pembelajaran TAI yang akan digunakan adalah sebagai berikut:
a. Guru menjelaskan materi kepada siswa.
b. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
c. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
d. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok terdiri dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender.
e. Siswa mengerjakan latihan soal
f. Setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok dan mengisi kartu kontrol kemampuan siswa, serta membantu teman untuk memahami materi.
g. Siswa yang telah lulus soal latihan mandiri, dapat mengikuti tes formatif A secara individual. Jika telah selesai, maka salah satu dari anggota kelompok akan mengoreksi jawaban.
h. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
Setelah dilakukan implementasi TAI, maka peneliti menemukan beberapa kelemahan TAI ketika diterapkan pada mata pelajaran Akuntansi SMA. Kelemahan yang pertama adalah model cooperative learning tipe TAI lebih
banyak dikembangkan pada pelajaran matematika, bukan pada pelajaran akuntansi. Slavin (2005: 189) merancang TAI yang digunakan khusus untuk mata pelajaran matematika pada kelas 3-6. Ia memutuskan mengembangkan TAI karena melihat banyaknya guru matematika yang mengeluhkan banyaknya kertas koreksi dan harus menghabiskan sebagian jam pelajaran untuk mengajar kelompok kecil. Model pembelajaran TAI tentu menjadi solusi bagi guru matematika. Apalagi TAI juga mampu meningkatkan hasil belajar secara maksimal (Sharan, 2014: 24). Demikian halnya pada pelajaran akuntansi, hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan, tetapi belum maksimal. Hal ini kemungkinan karena akuntansi tetap memiliki unsur-unsur teori yang perlu dihafalkan, sementara matematika adalah ilmu yang hampir keseluruhan materinya berhubungan dengan angka.
Kelemahan kedua, model TAI juga disarankan untuk digunakan pada tahap sekolah dasar, bukannya SMA. Disarankannya TAI untuk SD kemungkinan besar karena pada awalnya TAI juga dikembangkan pada level SD kelas 3-4 (Huda, 2013: 125). Hal tersebut juga dapat dilihat dengan membandingkan hasil penelitian Kurniawan pada kelas V SD dengan hasil penelitian Ikmah pada kelas XII IPS. Mereka menerapkan model pembelajaran TAI, dimana rata-rata hasil belajar SD lebih besar (87,75) daripada rata-rata hasil belajar SMA (81) setelah penerapan model pembelajaran
Kelemahan lainnya adalah pada tahap pengoreksian jawaban, siswa dapat berlaku curang demi memperoleh point tertinggi. Menurut Piaget (dalam Gufron & Risnawita, 2013: 21), level SD dapat dikategorikan sebagai tahap operasional
konkret dimana siswa sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang logis dan telah memiliki kecakapan berpikir akan tetapi hanya dengan benda-benda bersifat konkret sehingga siswa SD akan lebih bersifat jujur dalam melakukan koreksi. Berbeda dengan SMA yang telah mencapai tahap operasional formal. Pada tahap ini, anak telah mampu menalar secara ilmiah dan menguji hipotesis dan mampu berpikir dalam bentuk sebab akibat dan menalar atas dasar pengandaian sehingga sangat besar kemungkinan mereka pun tidak jujur ketika tahap pengoreksian TAI (Ghufron & Risnawati, 2013: 21).
Pengembangan model pembelajaran TAI making correction terletak pada tiga bagian, yaitu: (1) mencantumkan bagian persiapan; (2) latihan soal dibagi menjadi latihan soal terbimbing dan latihan soal mandiri; (3) penambahan langkah kegiatan saling koreksi.
Perbedaan pertama adalah mencantumkan bagian ‘Persiapan’ pada langkah TAI
making correction. Beberapa tipe cooperative learning biasanya tidak memasukkan bagian persiapan sebagai langkah pembelajaran. Bagian persiapan hanya menjadi bagian yang impilisit. Tetapi, pada model pembelajaran TAI Making Correction, bagian persiapan akan dimasukkan sebagai langkah awal pembelajaran. Tujuannya adalah para pendidik betul-betul menjadikan bagian ini sebagai bagian yang terpenting untuk mempersiapkan bahan ajar sebelum memasuki tahap selanjutnya. Hal ini dilakukan mengingat beberapa langkah dalam pembelajaran pada TAI making Correction merupakan langkah pembelajaran mandiri dan bergantung pada modul yang disiapkan guru. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa tahap persiapan juga menjadi patokan keberhasilan pelaksanaan TAImaking Correction.
Perbedaan kedua adalah tahap latihan soal pada TAI making correction dibagi menjadi latihan terbimbing dan latihan mandiri. Latihan soal hanya ada satu jenis pada langkah pembelajaran TAI, sedangkan pada TAImaking correction, latihan soal dibagi menjadi latihan terbimbing dan latihan mandiri. Latihan terbimbing dan latihan mandiri merupakan kegiatan yang mengharuskan siswa mengerjakan latihan soal. Perbedaannya terletak pada partisipasi guru dalam membimbing. Sesuai dengan namanya, latihan terbimbing memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya kepada guru, jika menemukan kesulitan dalam mengerjakan soal latihan. Sebaliknya, latihan mandiri adalah kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengerjakan latihan soal secara mandiri, tanpa bantuan guru. Perbedaan lainnya adalah tahap koreksi jawaban TAI making correction dibagi menjadi dua bagian. Tahap ‘saling mengoreksi jawaban’ pada TAI memang
dilakukan dua kali tapi dengan kegiatan yang sama, yaitu: hanya membandingkan jawaban teman kelompok dengan kunci jawaban yang telah disediakan guru pada modul. Sementara untuk TAImaking correction, saling mengoreksi dilakukan dua kali tetapi dalam bentuk kegiatan berbeda. Koreksi jawaban I adalah mengoreksi hasil kerja kelompok dengan kunci jawaban dari soal latihan mandiri. Koreksi jawaban II hampir sama dengan kegiatan saling mengoreksi pada TAI, tetapi koreksi jawaban II adalah kegiatan mengoreksi jawaban dari anggota kelompok lain bukan mangoreksi anggota teman kelompok.