• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknis analisis kualitatif. Artinya data yang diperoleh diolah secara sistematis, dengan cara mengumpulkan data dan fakta tentang kajian penelitian untuk kemudian digambarkan dalam bentuk penafsiran pada data yang diperoleh. Teknis analisis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisa yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara yang sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi data ini berlangsung terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.

2. Penyajian Data

Penyajian dibatasi sebagai kumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan penyajian tersebut akan dapat dipahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan, menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut.

3. Penarikan Kesimpulan (verifikasi)

Kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung, makna-makna yang muncul dari data yang ada diuji kebenaran, kekokohan dan kecocokannya yang merupakan validitasnya, sehingga akan diperoleh kesimpulan yang jelas kebenaran dan kegunaannya.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Konflik kekerasan yang terjadi pada tanggal 27 Oktober-29 Oktober 2012 antara etnis Bali Desa Balinuraga dan etnis Lampung Desa Agom merupakan puncak dari rangkaian konflik-konflik sebelumnya yang terjadi antar etnis Bali dan etnis Lampung yang ada di Kabupaten Lampung Selatan. Penyebab konflik-konflik yang terjadi antar kedua etnis tersebut adalah sebagai berikut: Keberagaman karakteristik sistem sosial dimana masing-masing memiliki sifat sombong, selalu menaruh perasaan curiga terhadap orang lain, berfikir negatif kepada orang lain, dan susah mengendalikan emosinya sehingga memuncak akumulasi dari konflik-konflik kecil yang pernah terjadi sebelumnya, serta kebutuhan masing-masing salah satu warga yang tidak terpenuhi kemudian membawa-bawa nama suku masing-masing seperti itulah yang membuat konflik timbul antar etnis Bali di Desa Balinuraga dan etnis. 2. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan dalam hal ini telah berupaya

dengan baik untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan bertindak sebagai mediator antar etnis Bali dan etnis Lampung. Penyelesaian Konflik Masyarakat melalui Sarana Mediasi Penal dan Sanksi Adat. Penyelesaian

konflik sosial yang terjadi di Provinsi Lampung, selain dilakukan upaya penanggulangan oleh aparat kepolisian dalam hal ini pun Pemerintah Daerah turut andil dalam upaya penanggulangan tersebut. Upaya Pemerintah Daerah dalam upaya penyelesaian konflik ini yaitu dengan membentuk Tim Penyelesaian Konflik yang terdiri dari Unsur Pimpinan Daerah yang langsung diwakili oleh Bupati, dan unsur lainnya seperti tokoh adat/ masyarakat/agama, dari masing-masing pihak yang berkonflik. Berdasarkan hal tersebut maka upaya penyelesaian konflik tersebut dapat menggunakan sarana mediasi.

3. Kendala yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan dalam Upaya Penanggulangan Konflik Masyarakat di Lampung Selatan, yaitu: Faktor Perundang-undangan, di mana Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 dimana beberapa ketentuan yang ada masih belum jelas mengatur tentang tugas, tanggung jawab dan kewenangan dua institusi pertahanan dan keamanan negara yaitu TNI dan POLRI. Selanjutnya peran aparat baik dari unsur pemerintah daerah maupun penegak hukum yang kurang tanggap serta lemahnya sikap aparat penegak hukum merupakan alasan tersendiri mengapa tindak konflik sosial menjadi merebak di Lampung Selatan. Faktor berikutnya yaitu faktor sarana atau fasilitas berkaitan dengan tenaga manusia seperti kurangnya wibawa serta rendahnya mentalitas aparat dapat disebabkan karena kurangnya tingkat pemahaman terhadap hukum serta keterampilan dari aparat itu sendiri untuk tanggap terhadap upaya penanggulangan konflik. Dalam hal peralatan yang memadai tentunya kita juga memahami kurangnya fasilitas dalam hal ini pos-pos keamanan yang ada pada setiap desa serta

transportasi/kendaraan roda empat atau dua yang digunakan untuk melakukan patroli-patroli di setiap desa khususnya yang rawan terjadinya konflik. Faktor berikutnya yaitu faktor masyarakat, yang berpandangan bahwa upaya penanggulangan hanya dilakukan oleh pihak aparat sehingga ketika aparat dalam menaggulangi suatu kejahatan tidak maksimal maka masyarakat kehilangan harapan sehingga memunculkan rasa ketidakpercayaan kepada aparat. Selanjutnya sikap arogan dan ingin memang sendiri serta selalu menunjukkan kekuasaan dan kekuatannya merasa tidak takut akan adanya aturan hukum juga dapat menjadi faktor penghambat penanggulangan konflik. Apalagi jika bersinggungan dengan warga masyarakat yang berasal dari dua wilayah atau lebih dengan keadaan atau kondisi yang berbeda satu sama lain. Faktor terakhir yaitu faktor kebudayaan dimana kekentalan budaya di mana terkadang sulit untuk menerima budaya yang hadir dan timbul dalam kehidupan mereka.

B. Saran

1. Perlu dilakukan upaya pencegahan dini konflik sosial. Pemerintah Lampung Selatan harus lebih tanggap dalam upaya pengelolaan konflik yang belum terjadi ataupun yang sudah terjadi. Pemerintahan di daerah harus lebih memperhatikan peluang konflik yang ada di daerah. Pemerintah juga harus dapat memetakan daerah-daerah rawan konflik antar kampung yang ada di Kabupaten Lampung Selatan serta memberikan pengawasan secara terus menerus terhadap daerah-daerah rawan konflik.

2. Dalam rangka meminimalkan jumlah faktor-faktor penyebab konflik masyarakat, diharapkan adanya keterpaduan dan kerja sama yang erat diantara para aparat penegak hukum, pemerintah, masyarakat serta instansi terkait lainnya sebagai wujud upaya pre-emtif dan preventif penanggulangan konflik masyarakat.

3. Para aparat penegak hukum, pemerintah serta instansi terkait lainnya diharapkan dapat memberikan kegiatan-kegiatan penyuluhan hukum dalam bentuk sosialisasi undang-undang tentang penanggulangan konflik sosial, serta diharapkan juga peningkatan kemampuan dan keterampilan aparat penegak hukum dalam bertindak untuk menanggulangi konflik masyarakat. 4. Pemerintah Daerah hendaknya bekerjasama dengan operator seluler untuk

membuat program teknologi informasi untuk menerima masukan dan laporan dari masyarakat terkait dengan konflik di masyarakat sehingga sedini mungkin konflik dapat di tanggulangi.

5. Dalam rangka penanggulangan konflik secara terus menerus perlu dibentuk suatu Forum Komunikasi Antar Budaya (FKAB) antar etnis Lampung dan Bali sebagai wadah pertemuan yang melibatkan dua suku ini secara rutin.Jika sudah ada komunikasi dan pertemuan rutin, diharapkan tidak ada lagi konflik.

1. Buku

Abdullah, Rozali. 2007. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung. Jakarta : PT Raja Grasindo.

Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta : Bumi Aksara.

Ahmadi, Abu. 1982.Psikologi Sosial, Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Arief, Barda Nawawi, 1996, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti Bandung.

---. 2010. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Atmasasmita, Romli. 1992. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Eresco, Bandung.

---. 1996. Sistem Peradilan Pidana Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme, Bina Cipta, Bandung.

Bungin, Burhan. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: Komunikasi Ekonomi dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Danim, Sudarman. 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Penerbit Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008 Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta: PT Gramedia.

Djohermansyah, Djohan. 2007. Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat di Tingkat Lokal,(Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

Dwijowijoto, Riant Nugroho. 2006. Kebijakan Publik:Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi.Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Dwiyanto, Indiahono. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys.Yogyakarta: Gava Media.

Fahrudin, Adi dkk. 2011. Pemberdayaan,Partisipasi, dan Penguatan Kapasitas Masyarakat.Bandung: Humaniora.

Green Mind Community, 2009, Teori dan Politik Tata Negara , Yogyakarta: Total Media.

HAW, Widjaja, 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, cet. II, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hidayat, Komarudin dan Azyumardi Azra. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan, cet. III, Jakarta: Kencana.

Hoefnagels, G. Peter. 1969. The Other Side of Criminology, Kluwer Deventer, Holland.

Islamy, Irfan M. 1997. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Kaho, Josef Riwu. 1991.Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, cet. II, Jakarta: Rajawali Pers.

Kaloh. 2009. Kepemimpinan Kepala Daerah Pola Kegiatan, Kekuasaan, dan Prilaku Kepala Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jakarta: Sinar Grafika.

K. Garna, Judistira, 1992. “Teori-Teori Perubahan Sosial”, Bandung, Program Pascasarjana UNPAD.

Koentjaraningrat. 1993. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta, Indonesia: PT. Gramedia.

Komaruddin. 1994,Esiklopedia Manajemen, edisi kesatu, Jakarta, Bumi Aksara. Lineberry, Robet and Ira Sharkansky. 1978. Urban Politics and Public Policy,

New York: Harper & Row.

Marzuki, M. Laica. 1999. Hukum dan Pembangunan Daerah Otonom. Makasar: Kertas kerja PSKMP LPPM Unhas.

Meter, Donald Van dan Carl Van Horn. 1975. "The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework dalam Administration and Society 6, London: Sage.

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. remaja Rosdakarya.

Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. 1994. Penelitian Terapan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Poerwadarminta, W.J.S. 1995.Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.Balai Pustaka.

Raho, Bernard. 2007.Teori Sosiologi Modern.Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa. 2012, Kriminologi, Rajagrafindo Persada,

Jakarta.

Sarundajang. 2001. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, cet. III, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Soekanto, Soerjono. 2002.Teori Peranan, Jakarta, Bumi Aksara.

Simon, Fisher, dkk. 2000. Mengelola Konflik: Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak. Jakarta: The British Council.

Sinamo, Nomensen. 2010.Hukum Pemerintahan Daerah, Tangerang: PT. Pustaka Mandiri.

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 2006. Metode Penelitian Survey, Edisi Revisi.Jakarta : LP3ES.

Sudarto. 1981. Kapita Selekta Hukum Pidana., Alumni, Bandung. Sugiyono. 2009.Metode Penelitian Kualitatif.Bandung: CV Alfabeta.

Suryabrata, Sumadi. 2003.Metodologi Penelitian.Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tangkilisan, Hesel Nogi S. 2003. Manajemen Modern untuk Sektor Publik.

Balaikurng & Co. Yogyakarta.

Wahab, Solichin Abdul. 2004. Analisis Kebijakan; Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara.Jakarta: Bumi Aksara.

Winarno, Budi. 2012.Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus (Edisi dan Revisi Terbaru). Yogyakarta: MedPress

Wirutomo, Paulus. 1981.Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakara: Rajawali Press.

Retnami, Setya. 2000. Makalah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: Kantor Menteri Negara Otonomi Daerah Republik Indonesia. Rahman, Nuril Endi,Prosiding The 5thInternational Conference on Indonesian

Studies: Ethnicity and Globalization

http://mulyono.staff.uns.ac.id/model-proses-implementasi-kebijakan. Sarbin & Allen, dalam www. freelist.com.

Dokumen terkait