• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.7 Teknik Analisis Instrumen Tes

Instrumen penilaian kognitif yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan pemecahan masalah yang berbentuk soal uraian. Oleh karena itu teknik analisis instrumen yang digunakan adalah untuk menganalisis

soal uraian. Sebuah instrumen tes dikatakan sebagai alat ukur yang baik jika memenuhi persyaratan tes sebagai berikut:

3.7.1 Validitas Butir Soal

Menurut Suharsimi (2010: 211) sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Menurut Sugiyono (2010a: 350), instrumen yang berupa tes perlu diuji validitas isi (content validity) dan validitas konstruksi (construct validity). Instrumen berupa non tes cukup diuji validitas konstruksi (construct validity). Validitas konstruksi suatu tes dapat diperoleh dengan menggunakan pendapat para ahli, dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing serta guru mata pelajaran. Setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berdasarkan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan para ahli. Instrumen yang telah disetujui oleh para ahli diujicobakan dalam populasi yang diambil. Validitas isi suatu tes dapat diperoleh dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi yang diajarkan. Validitas dari setiap butir soal dapat dihitung dengan rumus korelasi Product Moment angka kasar:

 

2 2



2

 

2

    Y Y N X X N Y X XY N rxy Keterangan:

rxy : Koefisien korelasi antara X dan Y

N : Banyaknya subjek/peserta didik yang diteliti X : Skor tiap butir soal

Penafsiran harga koefisien korelasi ada dua cara yaitu dengan melihat harga r dan diintepretasikan misalnya korelasi tinggi, cukup, dan sebagainya serta dengan mengkonsultasikannya ke tabel rproduct moment (Suharsimi, 2007: 75). Hasil perhitungan kemudian dibandingkan pada tabel kritis r product moment,

dengan taraf signifikansi α=5% dengan N banyaknya peserta didik yang diteliti.

Jika rxy > rtabel maka item tersebut valid. Butir soal yang tidak valid dalam instrumen tes dibuang jika terdapat butir soal lain yang valid untuk indikator yang sama. Sedangkan apabila suatu indikator belum terwakili dalam instrumen maka butir yang tidak valid diganti dengan butir soal baru dengan indikator yang sama.

Dengan responden sebanyak 30 peserta didik dan taraf signifikansi α=5%

diperoleh harga rtabel = 0,361. Butir soal dikatakan valid jika rxy > rtabel . Dari 12 butir soal diperoleh nilai rxy> rtabeluntuk semua butir soal, oleh karena itu seluruh butir soal ujicoba merupakan soal yang valid. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 20.

3.7.2 Reliabilitas Soal

Instrumen yang reliabel berarti instrumen yang digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2010a: 354). Instrumen yang baik adalah instrumen yang dapat dengan ajeg memberikan data yang sesuai dengan kenyataan (Suharsimi, 2007: 86). Reliabilitas tes pada penelitian ini diukur dengan menggunakan rumus Alpha Crombath sebagai berikut.

 

        

2 2 11 1 1 t i n n r  

Keterangan:

11

r : reliabilitas instrumen

n : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

2

i

 : jumlah varians tiap butir soal

2

t

 : varians total

Dengan rumus varians2 :

 

N N X X

2 2 2  Keterangan:

X: skor pada belah awal dikurangi skor pada belah akhir; N: jumlah peserta tes.

(Suharsimi, 2007: 109-110)

Perolehan koefisien korelasi yakni r11 baru menunjuk pada tinggi rendahnya koefisien tersebut, lebih sempurnanya penghitungan reliabilitas sampai pada kesimpulan yaitu dengan pengujian terhadap tabel r product moment. Kriteria pengujian reliabilitas tes yaitu nilai r11 dikonsultasikan dengan harga rtabel

dengan taraf signifikan α=5% dengan N banyaknya peserta didik yang diteliti, jika

r11 > rtabel maka item tes yang diujicobakan reliabel.

Berdasarkan perhitungan dengan rumus Alpha Crombath untuk n banyaknya butir soal berjumlah 12 butir diperoleh nilai r11 0,855396. Nilai r11 dibandingkan dengan harga rtabel dengan taraf signifikan α=5% dengan responden sebanyak 30 peserta didik sehingga diperoleh harga rtabel = 0,361. Ternyata r11 >

rtabel, maka item tes yang diujicobakan reliabel. Perhitungan lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 19.

3.7.3 Taraf Kesukaran Butir Soal

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index) (Suharsimi, 2007: 207). Butir soal yang baik adalah butir soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang mudah tidak merangsang peserta didik untuk mempertinggi usaha memecahkannya, sebaliknya soal yang terlalu sukar menyebabkan peserta didik menjadi putus asa dan tidak semangat untuk memecahkan soal. Indeks kesukaran butir soal uraian dapat dihitung dengan rumus berikut:

SMI X

P

Keterangan:

P : Indeks kesukaran

X : Rata-rata jawaban benar SMI : Skor Maksimum Ideal

Klasifikasi interpretasi untuk indeks kesukaran menurut Suharsimi (2007: 210) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal Koefisien Indeks Kesukaran Interpretasi

0,00 ≤ P≤ 0,30 Soal sukar

0,31 ≤ P≤ 0,70 Soal sedang

Menurut Surapranata (2004: 47) kriteria pemilihan butir soal berdasarkan tingkat kesukaran soal adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Kategori Tingkat Kesukaran Butir Soal Koefisien Indeks Kesukaran Kriteria

0,30 ≤ P≤ 0,70 Diterima

0,11 ≤ P≤ 0,29 atau 0,71 ≤ P≤ 0,90 Direvisi P≤0,10 atau P >0,9 Ditolak

Setelah dilakukan analisis tingkat kesukaran pada soal uji coba dalam penelitian ini, diperoleh hasil sebagai berikut.

1. Empat butir soal yang termasuk dalam kriteria sukar, yaitu butir soal nomor 8,10, 11, dan 12.

2. Enam butir soal yang termasuk dalam kriteria sedang, yaitu butir soal nomor 2,4,5,6,7, dan 9.

3. Dua butir soal yang termasuk dalam kriteria mudah, yaitu butir soal nomor 1 dan 3.

Perhitungan lengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 21. 3.7.4 Daya Pembeda Butir Soal

Daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi dan peserta didik dengan kemampuan rendah (Suharsimi, 2007: 211). Daya pembeda tiap butir soal dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

 

SMI

X

X

D

A

B Keterangan:

D : Daya Pembeda A

X : Rata-rata jawaban benar dari kelompok atas B

X : Rata-rata jawaban benar dari kelompok bawah SMI : Skor Maksimum Ideal

Lebih jelasnya, langkah-langkah yang digunakan untuk menghitung daya beda menurut Santyasa (2005:7) adalah sebagai berikut.

1. Menghitung jumlah skor tiap peserta didik.

2. Mengurutkan skor total dari skor tertinggi hingga skor terskecil.

3. Menetapkan kelompok atas dan kelompok bawah. Jika jumlahnya peserta didik banyak (≥30) maka dapat ditetapkan 27%.

4. Menghitung rata-rata skor untuk masing-masing kelompok. 5. Menghitung daya beda soal.

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda menurut Suharsimi (2007: 218) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Daya Pembeda Koefisien Daya Pembeda Interpretasi

0,00 ≤ D ≤ 0,20 Jelek (poor)

0,21 ≤ D ≤ 0,40 Cukup (satisfactory)

0,41 ≤ D ≤ 0,70 Baik (good)

0,71 ≤ D ≤ 1,00 Baik sekali (excellent)

Jika butir soal memiliki D negatif maka butir soal tersebut tidak baik. Jadi, semua butir soal yang mempunyai D negatif sebaiknya dibuang saja. Menurut Zulaiha (2008:28) kriteria pemilihan soal berdasarkan daya pembeda butir soal adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4 Kategori Koefisien Daya Pembeda Butir Soal Koefisien Daya Pembeda Kategori

D > 0,25 Diterima

0 < D ≤ 0,25 Direvisi

D ≤ 0 Ditolak

Setelah dilakukan analisis daya pembeda pada soal uji coba dalam penelitian ini, diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Satu butir soal yang daya pembedanya dalam kriteria jelek, yaitu butir soal nomor 3.

2. Dua butir soal yang daya pembedanya dalam kriteria cukup, yaitu butir soal nomor 1 dan 12

3. Enam butir soal yang daya pembedanya dalam kriteria baik, yaitu butir soal nomor 2,4,5,9,10, dan 11.

4. Tiga butir soal yang daya pembedanya dalam kriteria baik sekali, yaitu butir soal nomor 6,7, dan 8.

Perhitungan lengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 22.

Dokumen terkait