• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

3. Teknik dan Bentuk Instrumen Penilaian Sikap

Sikap bermula dari perasaan yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat

23

dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan. Penilaian kompetensi sikap dalam pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur sikap peserta didik sebagai hasil dari suatu program pembelajaran. Penilaian sikap juga merupakan aplikasi suatu standar atau sistem pengambilan keputusan terhadap sikap.

Kurikulum 2013 membagi kompetensi sikap menjadi dua, yaitu sikap spiritual yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Sikap spiritual sebagai perwujudan dari menguatnya interaksi vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan sikap sosial sebagai perwujudan eksistensi kesadaran dalam upaya mewujudkan harmoni kehidupan.

Pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA), kompetensi sikap spiritual mengacu pada KI-1, yaitu : Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya, sedangkan kompetensi sikap sosial mengacu pada KI-2:

Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

24

Berdasarkan rumusan KI-1 dan KI-2 di atas, penilaian sikap pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA) mencakup:

Tabel 1: Cakupan Penilaian Sikap

Penilaian sikap spiritual Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya

Penilaian sikap sosial 1. jujur, 2. disiplin, 3. tanggung jawab, 4. peduli, 5. santun, 6. ramah lingkungan, 7. gotong royong, 8. kerjasama, 9. cinta damai, 10. responsif 11. proaktif

Kegunaan utama penilaian sikap sebagai bagian dari pembelajaran adalah refleksi (cerminan) pemahaman dan kemajuan sikap peserta didik secara individual. Menurut penjelasan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 104 tahun 2014 tentang pedoman penilaian hasil belajar, bahwa sasaran penilaian hasil belajar oleh pendidik pada ranah sikap spiritual dan sikap sosial adalah sebagai berikut :

25

Tabel 2: Sasaran penilaian hasil belajar oleh pendidik pada ranah sikap spiritual dan sikap sosial

Tingkatan Sikap Deskripsi

Menerima nilai Kesediaan menerima suatu nilai dan memberikan perhatian terhadap nilai terebut.

Menanggapi nilai Kesediaan menjawab suatu nilai dan ada rasa puas dalam membicarakan nilai tersebut.

Menghargai nilai Menganggap nilai tersebut baik; menyukai nilai tersebut; dan komitmen terhadap nilai tersebut. Menghayati nilai Memasukkan nilai tersebut sebagai bagian dari

sistem nilai dirinya.

Mengamalkan nilai Mengembangkan nilai tersebut sebagai ciri dirinya dalam berpikir, berkata, berkomunikasi, dan bertindak (karakter).

(Sumber : Olahan Krathwohl dkk.,1964, dalam Permendikbud, 2014: 6)

b. Teknik dan Bentuk Instrumen

Instrumen penilaian yang disebut juga dengan alat evaluasi adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk melaksanakan tugas atau melakasanakan tujuan secara lebih efektif dan efisien. Dalam kegiatan evaluasi fungsi alat juga untuk memperoleh hasil yang lebih baik sesuai dengan kenyataan yang dievaluasi (Arikunto, 2011:26).

Dalam penelitian ini, alat yang digunakan adalah instrumen non tes. Teknik non tes merupakan alat penilaian yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi tentang keadaan peserta didik atau peserta tes tanpa melalui tes dengan alat tes (Nurgiyantoro, 2011:90). Teknik non tes memegang peranan penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah sikap hidup (affectif domain).

Teknik non tes dapat dilakukan dengan menggunakan pengamatan secara sistematis (observation), penilaian diri, penilaian antar peserta didik, dan jurnal.

26 1) Teknik Observasi

Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan instrumen yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati. Observasi langsung dilaksanakan oleh guru secara langsung tanpa perantara orang lain. Sedangkan observasi tidak langsung dengan bantuan orang lain, seperti guru lain, orang tua, peserta didik, dan karyawan sekolah.

Bentuk instrumen yang digunakan untuk observasi adalah pedoman observasi yang berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik. Daftar cek digunakan untuk mengamati ada tidaknya suatu sikap atau perilaku. Sedangkan skala penilaian menentukan posisi sikap atau perilaku peserta didik dalam suatu rentangan sikap.

Pedoman observasi secara umum memuat pernyataan sikap atau perilaku yang diamati dan hasil pengamatan sikap atau perilaku sesuai kenyataan. Pernyataan memuat sikap atau perilaku yang positif atau negatif sesuai indikator penjabaran sikap dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar. Rentang skala hasil pengamatan antara lain berupa :

- Selalu, sering, kadang-kadang, tidak pernah - Sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik

27

Pedoman observasi dilengkapi juga dengan rubrik dan petunjuk penskoran. Rubrik memuat petunjuk/uraian dalam penilaian skala atau daftar cek. Sedangkan petunjuk penskoran memuat cara memberikan skor dan mengolah skor menjadi nilai akhir.

2) Penilaian Diri

Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri menggunakan daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik.

Skala penilaian dapat disusun dalam bentuk skala Likert, dan skala semantic differential.

a) Skala Likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang mengenai suatu gejala atau fenomena. Item-item dalam skala Likert terdiferensiasi dari sikap-sikap yang favorable hingga sikap-sikap yang unfavorable dan memiliki range of responses diantara dua aspek tersebut. Skala ini memuat item yang diperkirakan sama dalam sikap atau beban nilainya, subjek merespon dengan berbagai tingkat intensitas berdasarkan rentang skala antara dua sudut yang berlawanan, misalnya:

Setuju - Tidak setuju, Suka – Tidak Suka, Menerima – Menolak. Tabel 3: Contoh skala Likert

Pernyataan Sikap

Sangat Suka

Suka Netral Tidak Suka Sangat Tidak Suka Pernyataan Positif 5 4 3 2 1 Pernyataan Negatif 1 2 3 4 5

28

b) Sedangkan skala semantic differential yaitu skala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum di mana jawaban yang sangat positif terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala semantic differential adalah data interval. Skala bentuk ini biasanya digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang.

3) Penilaian Antarpeserta didik

Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan untuk penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek dan skala penilaian (rating scale). Guru dapat menggunakan salah satu dari keduanya atau menggunakan dua-duanya.

4) Jurnal

Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Kelebihan yang ada pada jurnal adalah peristiwa/ kejadian dicatat dengan segera. Dengan demikian, jurnal bersifat asli dan objektif dan dapat digunakan untuk memahami peserta didik dengan lebih tepat. Sementara itu, kelemahan yang ada pada jurnal adalah reliabilitas yang dimiliki rendah, menuntut waktu yang banyak, perlu kesabaran dalam menanti

29

munculnya peristiwa sehingga dapat mengganggu perhatian dan tugas guru, apabila pencatatan tidak dilakukan dengan segera, maka objektivitasnya berkurang.

Terkait dengan pencatatan jurnal, maka guru perlu mengenal dan memperhatikan perilaku peserta didik baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Aspek-aspek pengamatan ditentukan terlebih dahulu oleh guru sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diajar. Aspek-aspek pengamatan yang sudah ditentukan tersebut kemudian dikomunikasikan terlebih dahulu dengan peserta didik di awal semester.

Dokumen terkait