• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Foto Periapikal

Dalam dokumen IDA BAGUS KRESNANANDA (Halaman 28-37)

Teknik rontgen periapikal digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota serta akar gigi dan tulang pendukungnya (Margono, 1998). Perlu diperhatikan dalam pemotretan rontgen periapikal adalah sebelum kita melakukan pengambilan foto periapikal, kita harus menginstuksikan kepada pasien agar melepas alat-alat di daerah yang akan diperiksa, misalnya alat orthodonsi, gigi tiruan lepasan atau kaca mata. Posisi kepala penderita diatur sedemikian rupa, untuk rahang atas "garis hidung telinga" sejajar lantai, dengan demikian pada waktu pasien membuka mulut, bidang oklusi rahang atas sejajar lantai, sedangkan untuk rahang bawah "garis ujung bibir telinga" sejajar lantai,

17

dengan dernikian pada waktu pesien membuka mulut, bidang oklusi sejajar lantai. Instruksikan pada pasien untuk menahan film dengan ibu jari tanpa menekan dan tidak bergerak selama pemotretan. Pemotretan gigi regio anterior atas biasanya ditahan dengan ibu jari, regio anterior bawah, posterior kiri atas dan bawah ditahan dengan telunjuk kanan, regio posterior kanan atas dan bawah ditahan dengan telunjuk kiri (Haring, 2000).

Ada tiga teknik pemotretan yang digunakan untuk memperoleh foto periapikal yaitu teknik biseksi, parallel, tube shift (buccal object rule).

a) Teknik Biseksi

Teknik foto periapikal biseksi sering juga disebut metode garis bagi. Pada teknik ini posisi film tidak sejajar dengan sumbu panjang bidang film, dan konus yang dipakai adalah konus pendek. Dasar teori teknik pemotretan radiografis metode garis bagi adalah teori geometrik. Pada pembuatannya, apabila menguasai tekniknya maka panjang gigi dalam radiogram akan mendekati kebenaran, akan tetapi apabila kurang menguasai tekniknya maka akan menimbulkan banyak problem, salah satunya adalah distorsi gambar (Margono, 1998).

(1) Pelaksanaan Teknik Biseksi

Pertama kita harus menerangkan kepada penderita tentang cara kerja pada waktu pengambilan dan pakaikanlah baju timah hitam kepada penderita, kemudian penderita diinstruksikan menanggalkan segala yang merintangi pembuatan radiogram yang menyebabkan gambaran radiopak pada radiogramnya misalnya, gigi palsu, pelat ortho dan kaca mata. Terakhir

perhatikan kepala penderita dan letakan kepala penderita pada tempat yang benar di sandaran kepala dari kursi dental dan instruksikan agar tidak menggerakan kepalanya (Margono, 1998)

(2) Teknik Penentuan Posisi Pemotretan

Film diletakkan sedemikian rupa sehingga gigi yang diperiksa ada di pertengahan film untuk gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah. Film harus dilebihkan kurang lebih 2 mm di atas permukaan oklusal/insisal untuk memastikan seluruh gigi tercakup di dalam film. Perlu diperhatikan juga sisi yang menghadap tabung sinar-x adalah sisi yang menghadap gigi dengan tonjol orientasi menghadap ke arah mahkota gigi. Pasien diminta untuk menahan film dengan perlahan tanpa tekanan, dengan ibu jari atau telunjuk (menahan film dengan tekanan yang berlebihan dapat menyebabkan film menjadi distorsi pada gambar yang dihasilkan). Tabung sinar-x diarahkan ke gigi dengan sudut vertikal dan horizontal yang tepat. Lakukan penyinaran dengan kondisi yang telah ditentukan. (Whaites, 2003)

(3) Cara meletakkan film di dalam mulut

Untuk gigi depan seperti gigi insisivus sampai kaninus atas ataupun bawah, sumbu panjang film diletakan secara vertikal, sedangkan sumbu panjang film di letakkan secara horizontal untuk gigi belakang. Gigi yang akan dibuat foto rontgennya harus berada di tengah-tengah film dan jarak oklusal gigi dan pinggir film adalah 3 mm (Margono, 1998).

19

(4) Fiksasi film di dalam mulut

Fiksasi film pada gigi kaninus terutama kaninus atas film dipasang sedemikian sehingga sumbu gigi berada diagonal dari film, sedangkan untuk gigi molar ketiga atas ataupun bawah film dipasang sedemikian sehingga pinggir depan film diletakkan pada setengah mesio-distal dari gigi molar satu. Fiksasi film harus berada di bagian gigi untuk mencegah agar film tidak melengkung yang dapat menyebabkan terjadinya perpanjangan gambar gigi dari ukuran gigi sebenarnya (Margono, 1998).

b) Teknik Parallel

Teknik parallel disebut juga teknik kesejajaran atau teknik konus panjang, karena pada teknik pembuatannya digunakan konus panjang. Pada teknik ini posisi film di dalam mulut penderita terhadap sumbu panjang gigi adalah sejajar dan arah sinar tegak lurus pada bidang film, jadi tegak lurus juga dengan sumbu panjang gigi (Margono, 1998).

(1) Teknik Pemotretan Parallel

(a) Untuk pemeriksaan gigi insisivus dan kaninus rahang atas dan bawah gunakan film holder khusus untuk regio anterior, dengan film ditempatkan secara vertikal. Sedangkan untuk gigi premolar dan molar gunakan film holder khusus untuk regio posterior, film ditempatkan secara horizontal. Harus diperhatikan sisi film yang berwarna putih dan tonjol identifikasi menghadap ke arah datangnya sinar-x.

(b) Kepala pasien bersandar pada kursi, bidang oklusal horizontal sejajar dengan lantai.

(c) Film holder beserta film ditempatkan di dalam mulut, regio premolar dan molar rahang bawah, ditempatkan di sulkus lingual, berhadapan dengan gigi yang diperiksa.

(d) Gigi yang diperiksa diusahakan menggigit bite lock

- Letakkan gulungan kapas di bawah bite lock, yang dapat menjaga film dan gigi pada posisi paralel, juga megurangi rasa tidak nyaman karena adanya holder di dalam mulut.

- Pasien diminta menggigit secara perlahan, agar posisi bite lock stabil.

- Lingkaran penentu arah sumber sinar-x ditempatkan sesuai posisinya.

Sesuaikan posisi lingkaran penentu dengan ujung cone. Dengan ini sudut horizontal dan vertikal sudah diatur pada posisi yang benar (Whaites, 2003).

(2) Keuntungan Teknik Parallel

Keuntungan dari teknik ini adalah gambar yang dihasilkan jauh lebih baik, gambaran yang dihasilkan lebih mendekati kebenaran ukurannya dibandingkan dengan teknik bidang bagi. Teknik ini apabila dipergunakan untuk pembuatan rontgen gigi molar atas, maka tidak akan terjadi super impose dengan tulang sigomatikus dan dasar dari sinus maksilaris (Margono, 1998)

21

(3) Kerugian Teknik Parallel

Kerugian dari teknik ini adalah susah meletakan alat yang cukup besar ukurannya, terutama pada anak- anak dengan ukuran mulut yang kecil dan palatum yang dangkal (Margono, 1998).

c) Teknik Tube shift ( Buccal object rule)

Suatu radiografi periapikal standar hanya dapat menentukan obyek dalam dua dimensi yaitu hubungan anterior-posterior dan superior-inferior. Hubungan medio-lateral tidak dapat ditentukan. Dengan tube shift (buccal

object rule), hubungan ini dapat ditentukan.

Sebelum cara ini ditemukan oleh Clark (1910), cara yang lazim dipakai adalah menyebutkan bahwa obyek yang lebih dekat dengan film akan menghasilkan gambar yang lebih jelas. Akan tetapi cara ini banyak kelemahannya karena tergantung pada pemrosesannya, Buccal object rule juga biasa disebut sebagai teknik pergeseran tabung (teknik tube shift). Dasar teknik adalah kaidah yang menyebutkan bahwa gigi yang terpendam atau benda asing yang bergerak searah dengan gerakan konus menunjukan bahwa obyek berada dibagian lingual, apabila obyek bergerak berlawanan dengan gerakan konus maka obyek berada di labial atau bukal (Margono, 1998).

Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 2.1 foto pertama dilakukan dengan foto periapikal standar, dalam radiogram terlihat bahwa huruf A dan huruf B berimpit, kemudian pada gambar 2.2 konus digeser ke distal 20 derajat ke arah distal, dalam radiogram terlihat bahwa huruf A berada di

lingual dan huruf B berada dibagian bukal, ternyata bila dicocokan dengan kaidah terbukti sesuai.

Pada gambar 2.3 terlihat pergeseran konus pada angulasi horizontal, menunjukan suatu obyek A dan B dengan pergeseran konus ke arah distal. Terlihat obyek A lebih dekat ke arah distal, sedangkan semua bayangan obyek ke arah mesial berlawanan dengan pergeseran konus.

Gambar 2.1 Radiografi intra oral (Margono, 1998)

23

Gambar 2.3 Radiografi intra oral (Margono, 1998)

Teknik Tube Shift / buccal object rule disebut metode dark rule's dapat dipergunakan untuk menentukan posisi impaksi molar ketiga rahang bawah. Diperlukan dua kali pembuatan radiografi, yang pertama proyeksi periapikal standar dan yang kedua mengubah arah sinar x dalam arah vertikal / horizontal.

(1) Horisontal Angulation

Pertama dilakukan pemotretan dengan sudut vertikal dan horizontal yang sesuai (cone lurus). Kemudian dilakukan pemotretan dengan mengubah sudut cone lebih mengarah ke distal. Apabila objek bergerak searah pergeseran cone maka objek berada di lingual, sebaliknya apabila objek bergerak berlawanan arah dengan pergeseran cone maka objek berada di bukal, dan bila ternyata objek tidak bergerak maka objek terletak pada bidang vertikal yang sama dengan objek referensi.

(2) Vertikal Angulation

Pertama dilakukan pemotretan dengan sudut vertikal dan horizontal yang sama (cone lurus). Kemudian dilakukan pemotretan dengan mengubah sudut cone lebih mengarah ke atas (Margono, 1998).

Di lihat dari posisinya George Winter mengklasifikasikan posisi impaksi meliputi posisi vertikal, posisi horizontal, posisi mesioangular, posisi distoangular, posisi inverted dan posisi unusual. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang menentukan posisi impaksi molar ketiga rahang bawah dengan teknik foto periapikal teknik tube shift yang akan membantu dalam menentukan rencana perawatan (Margono, 1998).

25

BAB III

Dalam dokumen IDA BAGUS KRESNANANDA (Halaman 28-37)

Dokumen terkait