• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Pembahasan tentang Strategi, Metode, dan Teknik Pembelajaran An Nahdliyah

3. Teknik Pembelajaran An-Nahdliyah

a. Pengertian Teknik Pembelajaran An-Nahdliyah

46 Zuhairini, Methodik Khusus Pendidikan Agama , (Surabaya: Usaha Offset Prenting,

1981), hal 83

Teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.48

Sehingga teknik pembelajaran dengan menggunaan metode An-Nahdliyah merupakan cara yang dilakukan seorang ustadz/ ustadzah dalam mengimplementasikan metode An-Nahdliyah kepada santrinya.

b. Teknik Tahapan Pembelajaran An-Nahdliyah

1. Sistem mengetuk secara keseluruhan pada buku jilid, hanya dilakukan hingga halaman 9 jilid 6.

2. Setelah itu, proses meninggalkan ketukan tahap demi tahap dimulai dari halaman 10 sampai halaman 32 (jilid 6). Tidak semua diketuk, tetapi ketukan hanya dilakukan setiap kali bertemu bacaan “Ghunnah” (2 harakat = 2 ketukan) dan beberapa hukum bacaan “mad” yang ukurannya lebih dari 2 harakat, meliputi:

a) Mad Wajib Muttasil (5 harakat = 5 ketukan) b) Mad Jaiz Munfasil (5 harakat = 5 ketukan) c) Mad Shilah Thawilah (5 harakat = 5 ketukan)

d) Mad Lazim Kilmi Mukhaffaf (6 harakat = 6 ketukan) e) Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal (6 harakat = 6 ketukan) f) Mad Lazim Harfi Mukhaffaf (6 harakat = 6 ketukan) g) Mad Lazim Harfi Mutsaqqal (6 harakat = 6 ketukan)

h) Mad Farqi (6 harakat = 6 ketukan)

i) Mad „Arid Lissukun (sebaiknya 4 atau 6 harakat = 4 atau 6 ketukan)

j) Mad „Iwad (2 harakat = 2 ketukan)

k) Qalqalah Kubro (memantul 2 rakaat setelah jatuhnya huruf)

3. Standarisasi irama membaca Al-Qur‟an dilakukan agar ada kesamaan persepsi dan visi antar guru dalan menghilangkan pengaruh lagu model ketukan agar lebih terarah tahap demi tahap kedalam bentuk-bentuk lagu baca Al-Qur‟an standar internasional (Rast, Nahawand, Bayati, Hijaz, Jiharkah, Sika, dan Shaba). Jika ada esamaan visi dan persepsi antar ustadz (guru) dalam mengajarkan tartil, maka para santri tidak akan bingung, tidak mudah jemu, dan akan selalu senang membaca Al-Qur‟an, sehingga akan terasalah keindahan Al-Qur‟an sebagai mu‟jizat. Standarisasi ini disosialisasikan dalam bentuk rumus-rumus wazan lagu standar yang dilakukan melalui tahapan sistematis sebagai berikut:

a. Sebelum dibawa ke lafazh-lafazh Al-Qur‟an para santri diajak untuk membaca instrumen pengucapan huruf sesuai dengan bacaannya dengan satu komposisi lagu standar tiga macam pola irama:

b. Dicontohkan para lafazh-lafazh Al-Qur‟an misalnya pada halaman 10 jilid 6 dibaca tiga kali dengan bagian yang ketiga (terakhir) diwaqafkan, yaitu: c. Dicontohkan pada potongan-potongan ayat seperti pada halaman 11, dan

setiap barisnya dibaca tiga kali dengan satu komposisi lagu standar tiga macam pola. Demikian pula cara mengajarkan pada halaman 13, 15, dan 17, misalnya:

d. Jika point a, b, dan c telah dikuasai maka Insya-Allah para santri dapat mentransfer (memindahkan) ke dalam ayat-ayat atau surat yang lain seperti pada halaman 20 sampai halaman 28 jilid 6.49

e. Dicontohkan pada surat-surat panjang seperti surat Al-Baqarah ayat 1 sampai dengan ayat 20 pada halaman 28 sampai dengan halaman 32 jilid 6. f. Melalui tahapan EBTA Enam Jilid PBP (Buku Jilid), kemudian santri

memasuki Progam Sorogan Al-Qur’an.

g. Memasuki PSQ ketukan sudah tidak dipergunakan lagi (ditinggalkan), dan jika terpaksa boleh mengetuk dengan jari atau dengan isyarah “Usybu’iyah”.

h. Setelah lagu standar dikuasai dan tajwidnya sudah rata dan benar, santri dapat disuruh untuk membaca sendri dengan sistem tadarus atau asistensi sedangkan ustadz (guru) tinggal menyemak dan membetulkan jika perlu.50 c. Pembagian Cara Membaca Al-Qur’an

1. Membaca Al-Qur‟an dengan Tahqiq

49 Pimpinan Pusat, Pedoman Pengelola..., hal. 39 50 Ibid., hal 40

Menurut Syekh Makiy Nashr, Tahqiq adalah memberikan haknya segala huruf dengan sempurna mengucapan makhrajnya dan sifat-sifatnya, dan sempurna panjang madnya dan menyatakan hamzahnya, dan menyempurnakan segala harakat dan ghunnahnya masing-masing dengan kesempurnaannya, dan dengan mejelaskan huruf-hurufnya antara satu sama lainnya dengan sakkat dan dengan tartil, dan dengan berwaqaf pada tempat yang harus berwaqf padanya dan dengan mengucapkan idzhar dan idgham sebagaimana batas-batas ketentuannya.

Berdasarkan pendapat di atas, maka membaca Al-Qur‟an dengan Tahqiq ini adalah membaca Al-Qur‟an dengan lambat, sehingga teknik membaca ini sangat cocok untuk mengajari anak-anak pemula (mulai belajar Al-Qur‟an). Cara membaca Al-Qur‟an dengan Tahqiq ini harus diserta syarat- syarat:

a) Tidakboleh berlebihan lambatnya

b) Tidak boleh mengulang-ulangkan lidahnya (tawalud)

c) Tidak boleh mendengungkan ghunnah berlebihan, sehingga menyalahi hukum-hukum ilmu tajwid.51

2. Membaca Al-Qur‟an dengan Hadr

Membaca Al-Qur‟an dengan Hadr ini adalah membaca Al-Qur‟an dengan cepat. Seperti yang dinyatakan oleh Syekh Makiy Mashr, pembaca Hadr adalah mempercepat bacaan serta menjaga hukum-hukum tajwid tentang idzhar, idgham, qashr, mad, waqaf, washal, dan sebagainya.”

51 Majelis Pembinaan Taman Pendidikan Al-Qur‟an (TPQ) An-Nahdliyah, Diklat TOT

Secara teknik membaca Al-Qur‟an secara Hadr tidak boleh terlalu cepat, sehingga menjadi Hadzramah, sebagai dikatakan Sayyidina „Umar:

Artinya: “Seburuk-buruknya bacaan adalah bacaan Hadzramah.” 3. Membaca Al-Qur‟an dengan Tadwir

Cara membaca Al-Qur‟an dengan Tadwir ini adalah membaca Al- Qur‟an dengan sederhana, artinya tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Syekh Makiy Nashr, Tadwir adalah ibarat pembaca yang pertengahan antara dua martabat, yakni antara Tahqiq dan Hadr.52

4. Membaca Al-Qur‟an dengan Tartil

Cara membaca Al-Qur‟an dengan Tartil adalah cara membaca Al- Qur‟an yang sempurna tajwidnya secara memikirkan makna yang terkandung dalam ayat-ayat yang sedang dibacanya. Membaca Al-Qur‟an dengan Tartil ini diperintahkan oleh Rasulullah SAW, bahkan termaktub dalam Al-Qur‟an surat Al-Muzzammil ayat 4:

Artinya: “atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil”

Adapun ciri-ciri membaca Al-Qur‟an secara tartil adalah sebagai berikut:

1. Disiplin dalam bidang Tajwid (Makharijul Huruf dan Shifatul Huruf, Ahkamul Huruf, serta disiplin dalam bidang Ahkamul Mad wal Qashr) 2. Disiplin dalam bidang Fashahah (Al-Waqfu wal Ibtida‟, Mura‟atul Huruf

wal Harakat, Mura‟atul Kalimah wal Ayat, danGharaibul Qur‟an)

3. Tidak memiringkan suara Fathah (A menjadi E), Kasrahdan Kasratain (I, In menjadi E, En kecuali maqamnya Imalah), Dlammah dan Dlammatain (U, Un menjadi O, On)53

4. Menjaga mizan (konsisten kecepatan bacaan) 5. Tidak tawallud dalam melafadhkan huruf

6. Tidak mengambil nafas di tengah-tengah (tersendat-sendat) 7. Berirama

8. Menghayati bacaan Al-Qur‟an dan maknanya.54

Berdasarkan uraian diatas, dalam proses pembelajaran ini ustadz/ ustadzah harus memahami betul dengan adanya cara membaca Al-Qur‟an yang wajib disampaikan kepada santri karena ini adalah pedoman yang paling utama bagaimana membaca Al-Qur‟an secara tepat, benar dan sempurna, hal ini bertujuan untuk melindungi dan melatih lidah agar terhindar dari kekeliruan. d. Teknik Bimbingan Tartil

Sebagaimana dijelaskan ciri-ciri bacaan Al-Qur‟an secara Tartil, maka tehnik membimbing bacaan Tartil dilaksanakan secara bertahap dan diadakan penjaringan sebagai berikut:

53Ibid., hal. 3 54Ibid., hal 4

1. Untuk mengamati/ penjaringan bacaan Mad Thabi‟i yang tetap, dilatih secara berulang-ulang bacaan dibawah ini:

2. Untuk mengamati Mizan hukum-hukum Nun Sukun dan Mim Sukun, dilatih berulang-ulang bacaan dibawah ini:

3. Untuk melatih/ trampil pada bacaan panjang, pendek dan ghunnah, dibaca berulang-ulang bacaan dibawah ini:

4. Untuk melatih trampil pada bacaan Mad Wajib dan Mad Jaiz membaca secara berulang-ulang, bacaan dibawah ini:55

5. Untuk melatih ketrampilan bertajwid praktis, membaca secara berulang-ulang kalimat-kalimat dibawah ini:

6. Untuk melatih secara trampil cara membunyikan akhir kalimat ketika waqaf, membaca kalimat-kalimat dibawah ini:56

55 Pimpinan Pusat, Pedoman Pengelola..., hal. 42 56Ibid., hal 43

e. Permulaan Membaca Al-Qur’an 1. Al-Isti‟adzah

Dianjurkan atau disunnahkan bagi pembaca al-Qur‟an al-Karim agar membuka atau memulai bacaannya dengan membaca Ta‟awudz baik pada waktu memulai membaca dipermulaan surat atau ditengah-tengah surat. Terlepas dari hukum wajib atau sunnahnya, lebih baik kita selalu memulai membaca al-Qur‟an dengan membaca isti‟adzah.

2. Basmalah

a) Tempat basmalah: diletakkan ketika memulai membaca di permulaan beberapa surat. Adapun bagi pembaca apabila memulai membaca di tengah-tengah surat maka boleh memilih, boleh mendahulukan membaca isti‟adzah dan juga boleh mendahulukan basmalah dan mengakhiri isti‟adzah.

b) Hukum basmalah: menurut madzab Syafi‟i wajib pada surat al-Fatihah, alasan mereka “Karena basmalah termasuk ayat dari al-Fatihah”. Tidak ada perbedaan di kalangan para ulama‟ mengenai membaca basmalah ketika memulai di surat manapun kecuali pada surat al-Baraa‟ah (surat At Taubah).57

Beberapa cara membaca Basmalah secara washol diantara dua surat: a) Memutuskan seluruhnya yakni berhenti (waqaf) di akhir surat yang

pertama dan juga waqaf pada basmalah. Kemudian memulai membaca permulaan surat yang selanjutnya.

b) Waqaf pada awal surat pertama kemudian menyambung Basmalah dengan surat kedua.

c) Menyambung seluruhnya. Yakni berhenti pada akhir surat yang kedua. d) Yang dilarang adalah menyambung akhir surat yang pertama dengan

Basmalah dan berhenti pada Basmalah melanjutkan membaca surat selanjutnya.58

Jadi, yang dimaksud permulaan membaca Al-Qur‟an adalah serangkaian yang pertama kali di diucapkan sebelum memasuki pada bacaan ayat-ayat Al-Qur‟an yakni dengan membaca bacaan isti‟adzah dan Basmallah sebagai tanda memulai dalam membaca Al-Qur‟an.

f. Pengembangan Penilaian An-Nahdliyah

1. Pengembangan dan Pelaksanaan Kurikulum TPQ Metode An-Nahdliyah, meliputi:

a) Proses penyesuaian dan pendalaman materi pembelajaran agar dapat melayani keberagaman dan kemampuan santri.

b) Penetapan standar kemampuan, yaitu menetapkan ukuran minimal yang harus dikuasai santri

Adapun pengembangan sistem penilaian di TPQ Manba‟ul Hikam melalui Metode An-Nahdliyah, meliputi:

a) Standar kompetensi lulusan, yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh santri lulusan TPQ An-Nahdliyah baik jilid 6 maupun khatam Al-Qur‟an.

b) Kompetensi dasar, yaitu kemampuan minimal dalam tiap-tiap jilid maupun pada Progam Sorogan Al-Qur‟an.

c) Materi pokok, yaitu materi Progam Buku Paket (jilid) dan Progam Sorogan Al-Qur‟an.

d) Indikator pencapaian, yaitu kemampuan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai ketercapaian hasil pembelajaran.

2. Tehnik Evaluasi pada Metode An-Nahdliyah

Adapun teknik evaluasi pada Metode An-Nahdliyah, diantaranya adalah: a. Evaluasi Harian:

1) Evaluasi dilaksanakan oleh Ustadz Privat.

2) Bidang penilaian meliputi, Fakta Huruf (FH), Makharijul Huruf (MH), Titian Murattal (TM) dan Ahkamul Huruf (AH).

3) Fungsinya untuk melihat kemajuan santri pada setiap halaman jilid yang diajarkan.

4) Penilaian dengan standar prestasi A, B, C sebagaimana tercantum dalam blangko kartu prestasi.

Prestasi A : Untuk betul semua.

Prestasi B : Terdapat kesalahan salah satu dari FH, MH, TM atau AH.

Prestasi C : Untuk santri yang lebih dari dua kesalahan.59

b. Evaluasi Akhir Jilid:

1) Evaluasi dilaksanakan untuk menentukan lulus atau tidaknya santri pada satu jilid untuk naik ke jilid berikutnya.

2) Pelaksana evaluasi adalah ustadz/ustadzah pada TPQ setempat.

3) Materi evaluasi (soal) sebanyak 20 item soal, sebagaimana standar soal yang dibuat oleh tim Cabang Tulungagung di Buku Penduan dan atau ustadz/ustadzah menyusun soal sendiri yang setara dengan soal tersebut. 4) Bidang penilaian, meliputi: FH, MH, TM, dan AH.

Tabel 2.1

Standar Penilaian Akhir Jilid

Salah (S) Nilai (N) Prestasi (P) Keterangan

0 100 A Lulus 1 95 A Lulus 2 90 A Lulus 3 85 B Lulus 4 80 B Lulus 5 75 B Lulus 6 70 C Lulus 7 65 C Lulus 8 60 C Lulus 9 55 D Tidak Lulus

c. Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) 6 Jilid:

1) Pelaksanaannya berdasarkan permohonan/ pengajuan dari TPQ yang berpentingan kepada Majelis Pembinaan TPQ Cabang dan melalui kortan, dengan dilampiri: (a) Daftar Normatif Santri, (b) Foto 3x4: 2 lembar, (c) biaya Administrasi.

2) Team Evaluasi dari Majelis Pembinaan Cabang dan Kortan yang ditunjuk. 3) Bidang penilaian meliputi:

b. Ahkamul Mad wa Qashr dan Fashahah (titian murattal, mura‟atul huruf wal harakat dan adab).

4) Nilai maksimal adalah 100, dengan rincian: a. Makhraj dan Sifatul Huruf : 30

b. Ahkamul Huruf : 30

c. Ahkamul Mad wal Qashr : 20

d. Fashahah : 2060

5) Tata cara penilaian dengan memberikan angka pengurangan pada setiap kesalahan, kecuali kesalahan pada makhraj dihitung setiap jenis huruf.

Contoh : kesalahan dalam melafalkan kha‟ walaupun 3x tetap dihitung satu kesalahan.

6) Materi/ soal EBTA terdiri dari: a. Surat Al-Fatihah.

b. Salah satu dari 12 surat pendek.

c. Beberapa ayat diantara 21 ayat awal Surat Al-Baqarah.

7) Pembagian soal berdasarkan pilihan dengan cara mengambil latihan soal yang dibuat oleh Team Evaluasi.

Tabel 2.2

Standar Penilaian EBTA (Evaluasi Belajar Tahap Jilid)

NILAI PRESTASI KETERANGAN

86 – 100 A LULUS 70 – 85 B LULUS 60 – 69 C LULUS 0 – 59 D TIDAK LULUS 60 Ibid., hal. 28

8) Bagi santri yang tidak lulus diberikan remidial (perbaikan) dengan progam singkat 1-4 minggu (tutorial) kemudian diberikan tes yang kedua, begitu seterusnya sampai lulus.61

d. Evaluasi Materi Tambahan, terdiri dari:

1. Evaluasi dilakukan oleh ustadz/ ustadzah TPQ setempat 2. Evaluasi hafalan dilakukan dengan cara:

a) Santri menghafalkan materi yang ada.

b) Ustadz/ ustadzah menuliskan nama Surat/ Do‟a, tanggal saat santri sudah hafal dan membubuhkan paraf.

c) Hafalan Santri tidak harus urut sebagaimana tercantum pada Buku Pegangan.

3. Evaluasi menuliskan huruf Al-Qur‟an dilakukan dengan cara:

a) Santri menulis pada kolom yang telah disediakan pada buku Tuntutan Khath Al-Qur‟an.

b) Ustadz/ ustadzah memberi nilai sesuai dengan kriteria: a) Kebenaran letak huruf

b) Kehalusan tulisan c) Ketepatann huruf

4. Penilaian menggunakan Kartu Menuju Santri Shaleh (KMS) Blanko ES IIA.62

61 Ibid., hal. 29 62 Ibid., hal. 31

e. Pra Munaqasah, meliputi:

1. Pengertian Pra Munaqasah adalah evaluasi yang dilaksanakan sebagai syarat mengikuti Munaqasah. Pelaksanaannya adalah ustadz/ ustadzah masing- masing TPQ atau KORTAN.

2. Materi Pra Munaqasah terdiri dari:

a) Hafalan surat pendek sebanyak 12 (sebagaimana tertuang pada buku paket jilid 6).

b) Hafalan do‟a-do‟a sebanyak 12 do‟a (sebagaimana tercantum dalam buku kumpulan do‟a).

c) Hafal dan dapat melaksanakan shalat. d) Dapat menyebutkan angka arab. 3. Teknik Penilaian Pra Munaqasah

a) Hafal bacaan shalat dan dapat praktek secara baik nilai maksimal 40, nilai minimal Lulus adalah 30, dengan cara mengurangi kesalahan: 1. Rukun shalat nilai dikurangi 3.

2. Sunat Ab‟adl nilai dikurangi 2. 3. Sunat Haiat nilai dikurangi 1.

4. Praktek shalat yang digunakan adalah shalat subuh.

b) Hafal surat pendek 12 dan do‟a 12, nilai maksimal 60 dan nilai minimal Lulus adalah 30 (nilai masing-masing 2,5).

Penjelasan:

2. Hafal dengan kurang lancar tapi benar, hafal dengan lancar tapi kurang benar nilai 1,5.

3. Hafal kurang lancar dan tidak benar dianggab tidak hafal dan nilai 0.63 f. Munaqasah, terdiri dari:

Waktu pelaksanaan Munaqasah:

1. Munaqasah dilaksanakan satu bulan sebelum wisuda.

2. Pra Munaqasah diselenggarakan satu bulan sebelum Munaqasah, yaitu pada bulan Dzulqa‟dah, Shafar dan Jumadil Akhir.

3. Penyelenggaraan ini dapat disesuaikan menurut situasi dan kondisi daerah masing-masing.64

g. Tata Cara Pelaksanaan Munaqasah

1. Santri, Ustadz dan Team Munaqasah berkumpul dalam satu ruangan. 2. Acara dimulai dan dibuat oleh Kepala TPQ yang melaporkan:

a) Keberadaan Santri dan jumlah peserta Munaqasah.

b) Penyerahan santri kepada Team, siap untuk di Munaqasah. 3. Penerimaan oleh Rombongan Pimpinan Team Munaqasah. 4. Uji Petik Santri:

Team menguji beberapa santri dengan materi Pra Munaqasah. Misalnya:

a) Santri A disuruh membaca bacaan I‟tidal dan gerakannya. b) Santri B Tahiyat awal dan bacaannya.

c) Santri C disuruh menghafal salah satu Surat Pendek

63 Ibid., hal. 32 64 Ibid., hal. 34

d) Santri D menghafal Do‟a-do‟a, dst.

Uji Petik Santri ini disaksikan oleh semua yang hadir dalam ruang Munaqasah tersebut sampai dianggap cukup.

5. Peserta Munaqasah diperintahkan keluar dari ruang Munaqasah 6. Ustadz/ ustadzah TPQ mengantar formasi Munaqasah

Catatan:

Jika ruang Munaqasah tidak memadai (terlalu sempit), Munaqasah dapat diselenggarakan terpisah di dalam ruang-ruangan lain. Tiap kelompok Team (3 orang), idealnya menguji Santri 15-20 anak, sehingga jika Santri peserta Munaqasah berjumlah 12 orang, atau setidak-tidaknya 9 orang.

7. Setelah Munaqasah selesai semua Ustadz/ Ustadzah TPQ dan pengasuh yang ada berkumpul kembali dan Pimpinan Team penyampaikan:

a) Penilaian/ evaluasi secara umum hasil dari menguji santri

b) Semua kekurangan yang menonjol pada santri disampaikan, kemudian ditindak lanjuti dengan menyelenggarakan Penataran Dewan Ustadz/ Ustadzah dengan materi yang dianggap kurang.

c) Penyerahan kembali Santri Peserta Munaqasah. 8. Selesai/ Do‟a65

Dokumen terkait