• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Teknik Pengujian Perangkat Lunak

Pengujian perangkat lunak dilakukan pada tiap fase pengembangan perangkat lunak mulai dari fase definisi kebutuhan sampai implementasi. Terdapat 4 teknik pengujian, yaitu Static Testing, White Box Testing, Black Box Testing, dan Performance Testing (Everett & McLeod Jr., 2007).

2.6.1. Static Testing

Static Testing merupakan pengujian yang dilakukan terhadap dokumentasi yang dilakukan pada tahap pengembangan sistem. Dokumentasi ini berasal dari tiap fase pengembangan sistem yaitu definisi kebutuhan, desain, implementasi, pengujian, dan pemeliharaan. Pengujian terhadap dokumentasi tersebut dilakukan dengan 3 cara yaitu

1. Desk checking merupakan pengujian dokumentasi yang dilakukan oleh pembuat dokumen itu sendiri.

2. Inspections merupakan pengujian dokumentasi yang dilakukan oleh 2 orang dalam 1 tim pengembangan sistem, yaitu penulis dokumen sendiri dan misalnya anggota senior dari tim pengembang.

3. Walk-throughs merupakan pengujian dokumentasi yang dilakukan oleh beberapa tim pengembang, misalnya fasilitator, penulis dokumen, staf bisnis, atau technical staf senior.

2.6.2.White Box Testing

White Box Testing merupakan sebuah pengujian yang dilakukan terhadap source code dari program. White Box Testing dilakukan oleh tester dengan cara melakukan pengujian terhadap setiap fungsi code.

Salah satu metode yang digunakan dalam White Box Testing adalah pengujian basis path testing atau disebut dengan Cylomatic Complexity. Dalam pelaksanaan White Box Testing, berikut langkah yang dilakukan (Pressman, 2010):

a. Menggambar flowgraph yang ditransfer oleh flowchart.

b. Menghitung Cylomatic Complexity V (G) untuk flowgraph yang telah dibuat. V(G) untuk flowgraph dapat dihitung dengan rumus:

32

V(G) = E – N + 2 Keterangan:

E = Jumlah edge pada flowrgaph N = Jumlah node pada flowrgaph

c. Menentukan jalur pengujian dari flowgraph yang berjumlah sesuai dengan Cyclomatic Complexity yang telah ditentukan.

Cyclomatic complexity yang tinggi menunjukkan prosedur kompleks yang sulit untuk dipahami, diuji dan dipelihara. Ada hubungan antara cyclomatic complexity dan resiko dalam suatu prosedur. Berikut hubungan antara cyclomatic complexity dan resiko dalam suatu prosedur.

Tabel 2.5. Hubungan Cyclomatic Complexity dan Resiko

Cyclomatic Complexity Evaluasi Resiko

1-10 Sebuah program sederhana, tanpa banyak resiko

11-20 Agak kompleks, resiko sedang

21-50 Kompleks, program resiko tinggi

Lebih dari 50 Program belum diuji (resiko sangat tinggi)

2.6.3.Black Box Testing

Black Box Testing adalah pengujian yang dilakukan saat tester tidak memiliki source code, hanya code yang bisa dieksekusi. Black Box Testing dilakukan dengan menjalankan aplikasi dan melakukan apa yang bisa dikerjakan oleh aplikasi untuk menguji tingkah laku dari sistem.

Black Box Testing berfokus pada kebutuhan fungsional perangkat lunak. Dengan demikian, Black Box Testing memungkinkan perekayasa perangkat lunak mendapatkan serangkaian kondisi input yang sepenuhnya menggunakan semua persyaratan fungsional untuk suatu untuk program. Black Box Testing berusaha menemukan kesalahan dalam beberapa kategori diantaranya fungsi-fungsi yang tidak benar atau hilang, kesalahan interface, kesalahan dalam struktur data atau akses database eksternal, dan kesalahan kinerja.

33

2.6.4.Performance Testing

Performance Testing merupakan teknik pengujian yang dilakukan apabila perangkat lunak telah berjalan dengan benar. Pengujian ini dilakukan bukan untuk menguji kebenaran dari sistem melainkan hasil dan waktu respon dari perangkat lunak. Tester menguji perangkat lunak mulai dari saat tidak bekerja (idle) hingga saat puncak performa dari perangkat lunak tersebut. Performance Testing ini berbeda dengan White Box Testing dan Black Box Testing, apabila kecacatan ditemukan pada White Box Testing atau Black Box Testing maka akan dilakukan koreksi program, namun Performance Testing akan lebih memeriksa kemampuannya perangkat lunak terhadap hardware, dimana kecacacatan dalam Performance Testing akan membuat tim pengembang menyarankan pembelian hardware yang lebih memadai untuk aplikasinya.

2.7.Precision, Recall, dan NIAP

Pada ilmu IR, keakuratan menjadi hal yang penting karena pengguna mengharapkan informasi yang didapat sesuai dengan yang diinginkan. Salah satunya menggunakan parameter precision dan recall (Manning et al, 2008).

Precision merupakan salah satu parameter pengukuran hasil retrieval terhadap dokumen. Precision dapat diartikan sebagai kecocokan antara permintaaan informasi dengan respon dari permintaan tersebut. Precision dapat dihitung dengan:

� = � � � �

Sedangkan recall merupakan parameter yang didapat dari jumlah dokumen terambil yang relevan dibagi dengan keseluruhan jumlah dokumen yang relevan. Recall digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap tingkat keberhasilan sistem dalam mengenali suatu dokumen yang relevan terhadap query.

� = � �

Selain menggunakan parameter precision dan recall, performa sistem IR juga dapat dievaluasi menggunakan NonInterpolatedAveragePrecision atau yang

34

selanjutnya disebut NIAP. NIAP merupakan penggabungan dari precision dan recall yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan dari sistem IR dalam meranking dokumen hasil pencarian. NIAP menghitung kinerja sistem berdasarkan rata-rata presisinya saat suatu dokumen relevan ditemukan. Jadi saat suatu dokumen relevan ditemukan, nilai presisi dokumen tersebut akan dihitung. Kemudian seluruh nilai presisi tersebut akan dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah dokumen relevan dalam koleksi dokumen (Mandala, 2006).

���� = ∑

�=

Dimana n menunjukkan jumlah dokumen yang dicari hingga seluruh dokumen relevan ditemukan. Nilai NIAP tertinggi adalah 1, yang berarti seluruh dokumen relevan berhasil ditemukan dengan seluruh dokumen relevan tersebut ditempatkan pada urutan teratas pada hasil pencarian.

Contoh:

Misalkan terdapat 2 sistem IR yang hendak diukur performansinya. Diketahui juga sebuah query dan keseluruhan dokumen yang relevan terhadap query dalam koleksi adalah dokumen 1 (D1), dokumen 5 (D5), dokumen 8 (D8), dokumen ke-10 (Dke-10). Kedua sistem IR memberikan hasil berupa ranking dokumen relevan sebagai berikut.

Hasil Ranking Sistem IR ke 1 Hasil Ranking Sistem IR ke 2 1. Dokumen ke 99 2. Dokumen ke 95 3. Dokumen ke 88 4. Dokumen ke 71 … 997. Dokumen ke 1 998. Dokumen ke 5 999. Dokumen ke 8 1000. Dokumen ke 10 1. Dokumen ke 1 2. Dokumen ke 5 3. Dokumen ke 8 4. Dokumen ke 10 … 997. Dokumen ke 99 998. Dokumen ke 95 999. Dokumen ke 34 1000. Dokumen ke 43

35

Sistem IR ke 1 memberikan nilai =44 = , = 4 = , Sistem IR ke 2 memberikan nilai =44 = , = 4 = ,

Namun Jika dilihat dari hasil ranking menunjukkan bahwa sistem IR ke 2 lebih baik dari sistem IR ke 1 karena dokumen relevan terdapat pada urutan ke 1, ke 2, ke 3, dan ke 4. Apabila nilai NIAP dihitung untuk kedua sistem IR di atas, diperoleh: Sistem IR ke 2 memberikan nilai ���� = + + +4 =

Sistem IR ke 1 memberikan nilai ���� = + +4 + = ,

Jadi NIAP sistem IR ke 2 jauh lebih besar daripada NIAP sistem IR ke 1 dengan kata lain performansi sistem IR ke 2 lebih baik daripada sistem IR ke 1.

Dokumen terkait