BAB I PENDAHULUAN
G. Metode Penelitian
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan cara sebagai berikut:
a. Penelitian kepustakaan (library research), untuk mendapatkan data sekunder51 yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri dari a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan lelang, kepabeanan dan pajak seperti KUHPerdata, Vendu Reglement (Peraturan Lelang S.
1908 Nomor 189 sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah dengan S. 1941 Nomor 3), Vendu Instructie (Instruksi lelang S.
1908 Nomor 190 sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah dengan S. 1930 Nomor 85), Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 Tentang Amandemen Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Peraturan Menteri Keuangan
51Runtung, Ibid, Hal. 9
Nomor 62/PMK.04/2011 Tentang Penyelesaian Barang yang Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara dan Barang yang Menjadi Milik Negara, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2000 Tentang PPN dan PPNBM, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 Tentang PPh, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor PER-03/KN/2010 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang, dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer seperti buku-buku referensi, Rancangan Undang-Undang dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
3. Bahan Hukum Tertier, yaitu penjelasan sebagai informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, Majalah Hukum, Makalah-makalah, internet yang berkaitan dengan penelitian tersebut.
b. Penelitian Lapangan (field research) yaitu melakukan wawancara dengan informan yang telah ditentukan untuk mendapatkan data primer berkaitan dengan masalah pelaksanaan lelang eksekusi oleh Bea dan Cukai terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai pada KPKNL di Kota Medan.
Adapun Pejabat yang memberikan informasi mengenai data dalam penulisan tesis ini adalah :
1. Bapak Nasrun Nasution, Kepala Subseksi Hanggar Pabean Cukai XV, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Tipe Madya Pabean Belawan 2. Bapak Budi Hardiansyah, selaku Pelaksana Lelang pada Seksi lelang
KPKNL, di Kota Medan 4. Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara:
a. Studi dokumen, digunakan untuk menghimpun data sekunder guna dipelajari hubungannya dengan permasalahan yang diajukan. Data ini diperoleh dengan mempelajari buku-buku yang relevan, hasil-hasil penelitian, dokumen perundang-undangan yang ada kaitannya dengan pelaksanaan lelang eksekusi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap Barang yang Tidak Dikuasai pada KPKNL di Kota Medan.
b. Wawancara dipandu dengan pedoman wawancara, yaitu untuk melakukan wawancara yang berisikan daftar pertanyaan yang akan disampaikan kepada para informan/pejabat yang mengetahui permasalahan yang diteliti pada Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan dan Kantor KPKNL di Kota Medan.
5. Analisis Data
“Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.”52
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah proses mengumpulkan, mengelompokkan, dan mengurutkan atau mensistematisasikan data kualitatif ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan suatu kesimpulan. Semua data yang telah diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh di lapangan dianalisa secara kualitatif untuk memperkuat argumentasi yang dapat dijadikan penarik kesimpulan.
52Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2001), Hal. 103
BAB II
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN BARANG TIDAK DIURUS PEMILIKNYA
A. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 Tentang Organisasi Tata Kerja di Lingkungan Departemen Keuangan dan PMK Nomor 135/PMK.01/2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal DJKN.
Instansi vertikal di lingkungan Departemen Keuangan terdiri dari:53 a. Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak
b. Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai c. Instansi Vertikal Jenderal Perbendaharaan
d. Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara terdiri dari :54 1. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
2. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
53Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 Tentang Organisasi Tata Kerja di Lingkungan Departemen Keuangan
54Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.01/2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal DJKN
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
Tugas Kantor Wilayah tersebut adalah melaksanakan koordinasi, bimbingan teknis, pengendalian, evaluasi dan pelaksanaan tugas di bidang Kekayaan Negara, Piutang Negara dan Lelang.
Kantor Wilayah terdiri dari : a. Bagian Umun
b. Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara c. Bidang Penilaian
d. Bidang Piutang Negara e. Bidang Lelang
f. Bidang Hukum dan Informasi g. Kelompok Jabatan Fungsional
Bagian Umum terdiri dari : 1. Subbagian Kepegawaian 2. Subbagian Keuangan
3. Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara terdiri dari:
1. Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara I 2. Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara II 3. Seksi pengelolaan Kekayaan Negara III
Bidang Penilaian terdiri dari:
1. Seksi Penilaian Sumber Daya Alam 2. Seksi Penilaian Properti
3. Seksi Penilaian Properti Khusus dan Usaha Bidang Piutang Negara terdiri dari:
1. Seksi Piutang Negara I 2. Seksi Piutang Negara II
3. Seksi Pengelolaan Barang Jaminan Bidang Lelang terdiri dari:
1. Seksi Bimbingan Lelang I 2. Seksi Bimbingan Lelang II
3. Seksi Usaha Jasa Lelang dan Profesi Pejabat Lelang Bidang Hukum dan Informasi terdiri dari:
1. Seksi Bantuan Hukum 2. Seksi Verifikasi
3. Seksi Pengolahan Data dan Layanan Informasi
Di satu Propinsi dapat dibentuk 1 (satu) atau lebih 1 (satu) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara berdasarkan analisis dan beban kerja.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang mempunyai tugas melaksanakan pelayanan di bidang kekayaan Negara, penilaian, piutang Negara dan lelang.
KPKNL terdiri dari:
a. Subbagian Umum
b. Seksi Administrasi Kekayaan Negara c. Seksi Pelayanan Penilaian
d. Seksi Piutang Negara
e. Seksi Pengelolaan Barang Jaminan f. Seksi Pelayanan Lelang
g. Seksi Hukum dan Informasi h. Kelompok Jabatan Fungsional
Dalam melaksanakan tugasnya, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara mempunyai fungsi :
a. Inventarisasi, pengadministrasian, pendayagunaan, pengamanan kekayaan Negara
b. Registrasi, verifikasi dan analisa pertimbangan permohonan pengalihan serta penghapusan kekayaan Negara
c. Registrasi penerimaan berkas, penetapan, penagihan, pengelolaan barang jaminan, eksekusi, pemeriksaan harta kekayaan milik penanggung hutang/penjamin hutang
d. Penyiapan bahan pertimbangan atas permohonan keringanan jangka waktu dan/atau jumlah hutang, usul pencegahan dan penyanderaan penanggung hutang dan/atau penjamin hutang serta penyiapan data usul penghapusan piutang Negara
e. Pelaksanaan pelayanan penilaian f. Pelaksanaan pelayanan lelang
g. Penyajian informasi di bidang kekayaan Negara, penilaian, piutang Negara dan lelang
h. Pelaksanaan penetapan dan penagihan piutang Negara serta pemeriksaan kemampuan penanggung hutang atau penjamin hutang dan eksekusi barang jaminan
i. Pelaksanaan pemeriksaan barang jaminan milik penanggung hutang atau penjamin hutang serta harta kekayaan lain
j. Pelaksanaan bimbingan kepada pejabat lelang
k. Inventarisasi, pengamanan, pendayagunaan barang jaminan
l. Pelaksanaan pemberian pertimbangan dan bantuan hukum pengurusan piutang Negara dan lelang
m. Verifikasi pembukuan dan penerimaan pembayaran piutang Negara dan hasil lelang
n. Pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang B. Tahapan-Tahapan Untuk Melakukan Kegiatan Importasi
1. Registrasi Kepabeanan
Lembaga Bea dan Cukai telah lama dikenal masyarakat yaitu pada masa Raja-Raja Mataram, Sultan-Sultan Cirebon maupun Surabaya sebelum VOC (Verenigde
Oost Indische Compagnie) datang dan turut campur dalam urusannya, sudah sejak lama memungut bea masuk dan bea keluar.
”Dinas pabean di Indonesia dengan nama resminya Jawatan Bea dan Cukai adalah Jawatan yang tertua atau salah satu Jawatan yang tertua dalam Pemerintahan Belanda dahulu di wilayah ini.”55
Jawatan Bea dan Cukai yang dalam bahasa Perancis disebut Douane artinya Kantor Pabean pada masa Pemerintahan Belanda dan saat ini berada dalam lingkungan Kementerian Keuangan. Pada masa Pemerintahan Belanda diatur dalam Staatsblad Nomor 99 Tahun 1865 Tentang Tarip Hindia Belanda yang pertama dan berlaku mulai tanggal 1 Januari 1866.56
”Tugas Jawatan Bea dan Cukai saat itu adalah memungut bea-bea masuk dan bea-bea keluar, dan bea-bea lainnya yang berhubungan dengan keluar masuknya barang dari atau ke wilayah Indonesia, juga atas berbagai-bagai barang, yaitu : hasil tembakau, gula, bir, hasil minyak bumi dan sebagainya, dan barang alkohol sulingan, satu dan lain, yang dipakai (dikonsumir) di Dalam Negeri, dan pula mengawasi pelaksanaanya menurut aturan-aturan yang telah ditetapkan.”57
Sama halnya dengan fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai saat ini, dimana salah satunya adalah melakukan pungutan-pungutan bea dan cukai dan pungutan-pungutan lainnya dan mengawasi kegiatan importasi.
”Sebagai daerah kegiatan ekonomi, sektor Bea dan Cukai merupakan suatu instansi dari Pemerintah yang sangat menunjang dalam kelancaran arus lalu lintas ekspor dan impor barang di daerah pabean. Adapun tujuan Pemerintah dalam mengadakan pengawasan adalah untuk menambah pendapatan atau devisa Negara; sebagai alat pengawasan agar tidak semua barang dapat keluar
55A. Abdurrachman ,Ichtisar Perundang-Undangan Bea, Tjukai dan Devisen, (Bandung, Eresco, 1961), Hal. 1
56Ibid, Hal 4
57Ibid, Hal. 4
masuk dengan bebas di pasaran Indonesia atau daerah pabean (penyeludupan).”58
Dalam melakukan importasi tersebut ada beberapa syarat yang harus dipenuhi importir.
Syarat-syarat tersebut antara lain :59
1. Memiliki Angka Pengenal Impor (API) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Impor yang telah dirubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 59/M-DAG/PER/9/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Impor. API terdiri dari 2 macam yaitu;
a. API Umum (API-U), diberikan hanya kepada perusahaan yang melakukan impor barang tertentu untuk tujuan diperdagangkan. Impor barang tertentu hanya diberikan untuk kelompok/jenis barang yang tercakup dalam 1 (satu) bagian (section) sebagaimana tercantum dalam klasifikasi barang menurut peraturan perundang-undangan.60
Dalam pengajuan permohonan API-U, importir wajib mencantumkan klasifikasi barang (Pos Tarif/Harmonize System) yang dapat dilihat dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia, jadi hanya dapat mengajukan satu bagian/section barang saja.
58Amir MS, Ekspor Impor Teori dan Penerapannya, Seri Umum No. 3 (Jakarta: PPM, 1986), Hal. 9-12
59Hasil Wawancara dengan Bapak Nasrun Nasution, Kepala Subseksi Hanggar Pabean Cukai XV, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Tipe Madya Pabean Belawan, di Belawan, tanggal 1 April 2013
60Lihat Pasal 4 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Impor (API) sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 59/M-DAG/PER/9/2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Impr (API)
b. “API Produsen (API-P), diberikan hanya kepada perusahaan yang melakukan impor barang untuk dipergunakan sendiri sebagai barang modal, bahan baku, bahan penolong, dan/atau bahan untuk mendukung proses produksi.”61
Kepada pemohon API-P, diberikan ijin untuk mengimpor beberapa jenis barang untuk dipakai dan untuk mendukung proses produksi dengan mencantumkan klasifikasi barang. “Menteri Perdagangan dapat melimpahkan kewenangan penerbitan API-U dan API-P kepada:”62
1. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk perusahaan penanaman modal yang izin usahanya diterbitkan oleh BKPM.
2. Direktur Jenderal untuk Badan Usaha atau kontraktor di bidang energi, minyak dan gas bumi, mineral serta pengelolaan sumber daya alam lainnya yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian kontrak kerjasama dengan Pemerintah Indonesia.
3. Kepala Dinas Provinsi untuk Perusahaan yang izin usahanya tidak diterbitkan oleh BKPM dan Direktur Jenderal.
4. Kepala Badan Pengusahaan untuk perusahaan, badan usaha atau kontraktor yang didirikan dan berdomisili di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
2. Memiliki Nomor Importir Kepabeanan (NIK) dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan melakukan registrasi kepabeanan.
3. Untuk impor barang tertentu diperlukan izin maupun kebijakan dari instansi – instansi terkait seperti untuk impor makanan atau obat harus mendapat ijin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) atau Menteri Kelautan
61Ibid, Pasal 5
62Lihat Pasal 17-21 Peraturan Menteri Perdaganagan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2012 2012 TentangKetentuan Angka Pengenal Impor (API) sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 59/M-DAG/PER/9/2012 Tentang perubahan atas Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Impr (API)
dan Perikanan mengeluarkan kebijakan larangan importasi garam pada waktu musim panen garam seperti yang terjadi pada PT. Budiono Madura Bangun Persada yang berlokasi di Kabupaten Pamekasan, Madura. Jadi importasi garam hanya dapat dilakukan bukan pada waktu musim panen.
Importir yang melakukan kegiatan importasi yang tidak mempunyai API-U/API-P dapat melakukan importasi terhadap barang pindahan, barang contoh atau promosi, barang impor sementara, barang perwakilan Negara Asing dan lain sebagainya, akan tetapi mereka harus bertanggung jawab sepenuhnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setelah importir mendapatkan API-U/API-P, kemudian importir tersebut melakukan Registrasi Kepabeanan.
“Yang diijinkan untuk melakukan importasi barang hanyalah perusahaan yang mempunyai Nomor Identitas Kepabeanan (NIK) atau Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR). Bila satu Perusahaan ingin mendapatkan fasilitas ijin impor, maka perusahaan tersebut terlebih dahulu harus mengajukan permohonan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan NIK/ SPR.”63
Akan tetapi untuk impor barang tertentu wajib mendapat izin dari instansi yang berwenang sesuai dengan barang yang akan diimpor.
”Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu-lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.”64
63Hasil Wawancara dengan Bapak Nasrun Nasution, Kepala Subseksi Hanggar Pabean Cukai XV, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Tipe Madya Pabean Belawan, tanggal 1 April 2013
64Lihat Pasal 1 angka 1 Amandemen Undang-Undang kepabeanan , Op.Cit
“Registrasi Kepabeanan adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan pengguna jasa kepabeanan dan cukai (importir, eksportir, Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), pengusaha barang kena cukai, pengangkut, pengusaha kawasan berikat dan sejenisnya) ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan nomor identitas kepabeanan. “65
Hal ini dilakukan untuk dapat lebih mengetahui kondisi importir dalam melakukan kegiatan impor. Apabila pelaku bisnis dalam bidang impor telah melakukan Registrasi Kepabeanan secara benar, maka pihak Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengeluarkan Nomor Identitas Kepabeanan.
“Nomor Identitas Kepabeanan yang selanjutnya disingkat NIK adalah nomor identitas yang bersifat pribadi atau juga perusahaan, yang digunakan untuk mengakses atau berhubungan dengan sistem kepabeanan yang menggunakan teknologi informasi maupun secara manual.”66
Kewajiban registrasi pabean ini dimulai sejak tahun 2003 yang merupakan bagian dari upaya penyempurnaan pelayanan dan pengawasan di bidang kepabeanan.
Dasar hukum Registrasi Kepabeanan ini adalah sebagai berikut:67
1. Pasal 6A ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang Nomor 10/1995 Tentang Kepabeanan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 menyebutkan Orang yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean wajib melakukan registrasi ke Direktorat
65http://www.beacukai.go.id/index.ikc?page=apps/registrasi-kepabeanan/dasar-hukum.html, diakses tanggal 06 Junil 2013, Jam 21.05 WIB
66Ibid
67Ibid
Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan nomor identitas dalam rangka AKSES KEPABEANAN.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.04/2011 tanggal 30 Maret 2011 Tentang Registrasi Kepabeanan, menggantikan Permenkeu Nomor 124/PMK.04/2007 Tentang Registrasi Importir dan Perubahan Permenkeu Nomor 65/PMK.04/2007 Tentang Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK).
3. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-21/BC/2011 Tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Registrasi Kepabeanan.
4. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-22/BC/2011Tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Registrasi Kepabeanan di Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).
Tujuan Registrasi Kepabeanan adalah :68
a. Untuk mendapatkan Nomor Identitas Kepabeana (NIK) sebagai identitas pengguna jasa kepabeanan dan cukai.
b. Agar bisa memiliki akses ke sistem kepabeanan dan cukai yang disediakan untuk kegiatan operasional kepabeanan dan cukai.
c. Sebagai data awal untuk profil pengguna jasa.
Registrasi importir dilakukan dalam rangka tertib administrasi untuk menjamin dipenuhinya hak-hak negara, karena importir yang melakukan kegiatan
68Hasil Wawancara dengan Bapak Nasrun Nasution, Kepala Subseksi Hanggar Pabean Cukai XV, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Tipe Madya Pabean Belawan, tanggal 1 April 2013
impor dapat diketahui secara jelas eksistensinya, penanggungjawabnya, jenis usahanya, dan auditability (kepastian penyelenggaraan pembukuan)nya.
Untuk meningkatkan produktivitas kegiatan ekspor impor, Pemerintah melakukan suatu kebijakan dengan memberikan fasilitas kepabeanan. Fasilitas Kepabeanan adalah pemberian insentif oleh pemerintah/Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berkaitan dengan kegiatan ekspor-impor yang akan memberikan manfaat bagi perekonomian nasional.
Manfaat Registrasi tersebut selain demi tertib adminitrasi, dari Registrasi Importir juga diharapkan dapat memberi manfaat bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, antara lain :69
1. Dapat mengenali importir dengan lebih baik, sehingga dapat disusun profil importir dengan lebih akurat;
2. Dapat memberikan tingkat pelayanan dan pengawasan yang lebih tepat pada masing-masing importir;
3. Dapat menjamin pemenuhan hak-hak negara
4. Dapat menciptakan iklim perdagangan yang sehat (fair trade)
Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat melakukan pemblokiran NIK dengan memberitahukan tindakan pemblokiran kepada importir dengan disertai alasan yang jelas yaitu:70
a. Selama 12 bulan berturut-turut tidak melakukan kegiatan impor.
b. Tidak melakukan pemberitahuan perubahan data kepabeanan
c. Menjalani proses penyidikan atas suatu dugaan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan
d. Surat izin usaha yang dimiliki telah habis masa berlakunya
69Ibid
70Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.04/2011 tanggal 30 Maret 2011 Tentang Registrasi Kepabeanan
Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat melakukan pencabutan NIK dengan memberitahukan tindakan pencabutan kepada importir disertai alasan yang jelas, yaitu :71
1. Importir melakukan pelanggaran pidana kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan dengan kekuatan hukum tetap;
2. Dalam waktu 3 bulan setelah pemblokiran importir tidak mengajukan permohonan pembukaan blokir NIK;
3. Surat izin usaha dicabut;
4. Importir dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; dan/atau
5. Diminta oleh importir yang bersangkutan 2. Pemenuhan Kewajiban Pabean
Setelah Importir mendapatkan Nomor Induk Kepabeanan, mereka dapat melakukan kegiatan kepabeanan. Kegiatan tersebut didahului dengan pemberitahuan pabean yaitu impor sebelum maupun setelah kapal atau pengangkut tiba di pelabuhan bongkar dan ekspor sebelum barang dimuat di gudang eksportir.
Importir adalah Perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan impor.
Importir dibedakan atas:72
a. Importir Umum adalah Badan Usaha Pemilik Angka Pengenal Importir
Umum untuk mengimpor barang-barang bukan limbah yang tidak diatur tata niaga impornya;
b. Importir Produsenadalah Badan Usaha yang disetujui untuk mengimpor sendiri barang bukan limbah yang diperlukan semata-mata untuk proses industri;
c. Importir Produsen Limbah B3 adalah Badan Usaha yang diakui oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan disetujui untuk mengimpor sendiri Limbah B3 yang diperlukan semata - mata untuk proses produksi.
71Ibid
72http://www.beacukai.go.id,Op. Cit
d. Importir Produsen Non Limbah B3 adalah Badan Usaha yang diakui oleh Direktorat Perdagangan Luar Negeri dan disetujui untuk mengimpor sendiri Limbah Non B3 yang diperlukan semata-mata untuk proses produksi.
e. Importir Terdaftar Pemilik Angka Pengenal Importir Umum adalah Badan Usaha yang mendapat tugas khusus untuk mengimpor barang-barang tertentu yang diarahkan.
Dasar Hukum kegiatan impor adalah :
1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Amandemen Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan;
2. Keputusan Menkeu No. 453/KMK.04/2002 Tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menkeu No. 112/KMK.04/2003 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 Tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor;
3. Keputusan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai No. KEP-07/BC/2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan DJBC No. P-42/BC/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Barang Impor Untuk Dipakai.
Barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean diperlakukan sebagai Barang Impor dan terutang Bea Masuk.
Dalam hal melakukan importasi Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Amandemen Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan menyebutkan pemberitahuan pabean disampaikan kepada Pejabat Bea
dan Cukai di kantor pabean atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean.
Untuk pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan kewajiban pabean ditetapkan kawasan pabean, kantor pabean dan pos pengawasan pabean. Pemberitahuan pabean tersebut dapat disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau data elektronik.
”Pemberitahuan pabean merupakan suatu dokumen yang berisi laporan yang bersifat deklaratif atau suatu pernyataan dari pemberitahu mengenai jenis, jumlah,
”Pemberitahuan pabean merupakan suatu dokumen yang berisi laporan yang bersifat deklaratif atau suatu pernyataan dari pemberitahu mengenai jenis, jumlah,