• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.6 Teknik Supervisi

Supervisi dapat dilakukan melalui 2 cara dalam prosesnya, yaitu:

2.1.6.1. Cara Langsung

Supervisi langsung adalah ketika supervisor bertanggung jawab secara langsung terhadap asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan pada saat kegiatan berlangsung dan supervisor melakukan observasi kepada perawat pelaksana saat melakukan asuhan keperawatan (Nursing and Midwifery Board of Australia, 2013). Observasi dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan dengan standar program (Muninjaya, 2004). Pada kondisi ini, umpan balik dan perbaikan dapat sekaligus dilakukan dimana bawahan tidak merasakannya sebagai suatu beban dan selama proses supervisi, supervisor dapat memberikan dukungan, reinforcement, dan petunjuk, kemudian supervisor dan perawat pelaksana melakukan diskusi untuk menguatkan yang telah sesuai dengan apa yang direncanakan dan memperbaiki segala sesuatunya yang dianggap masih kurang (Arwani dan Supriyatno, 2005).

Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan 3 hal yang perlu diperhatikan saat melakukan supervisi langsung, yaitu:

a. Sasaran pengamatan

Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya merupakan pengamatan yang tidak efektif, karena pelaksana supervisi tidak mengetahui tujuan dari supervisi tersebut.

Pencegahan yang dapat dikerjakan dalam situasi tersebut adalah perlu ditetapkan sasaran pengamatan, yakni ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis (selective supervision).

b. Objektivitas pengamatan

Pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi dapat menggangu objektivitas.Pengamatan langsung perlu dibantu dengan suatu daftar isian (check list) agar lebih objektivitas. Daftar tersebut dipersiapkan untuk setiap pengamatan secara lengkap dan apa adanya.

c. Pendekatan pengamatan

Pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak dan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang, atau kesan mengganggu kelancaran pekerjaan. Pengamatan langsung harus dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai dampak atau kesan negatif tersebut tidak muncul. Pengamatan tersebut dapat dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan menunjukkan kekuasaan atau otoritas. 2.1.6.2. Cara Tidak Langsung

Supervisi tidak langsung memungkinkan terjadinya salah pengertian (misunderstanding) dan salah persepsi (misperception) karena supervisor tidak melihat secara langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan (Arwani dan

Supriyatno, 2005). Nursing and Midwifery Board of Australia (2013) menyatakan bahwa supervisi tidak langsung adalah ketika supervisor berada dalam fasilitas ataupun organisasi yang sama dengan yang disupervisi namun tidak melakukan observasi langsung. Supervisor harus tersedia saat dibutuhkan baik via telepon ataupun email.

Muninjaya (2004) menyatakan bahwa supervisi tidak langsung dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu:

a. Laporan lisan

Supervisor dapat memperoleh data langsung tentang pelaksanaan suatu program dengan mendengarkan laporan lisan staf atau pengaduan masyarakat. Supervisor hanya memperoleh informasi terbatas tentang kemajuan program atau laporan kasus penyalahgunaan wewenang oleh staf dari laporan masyarakat, sehingga supervisor harus peka dengan raut wajah staf dan cara mereka melapor, jika seandainya laporan yang diterima tidak benar apalagi jika tidak ditunjang dengan data (fakta).

b. Laporan tertulis

Staf penanggung jawab program diminta membuat laporan singkat tentang hasil kegiatannya. Informasinya hanya terbatas pada hal-hal yang dianggap penting oleh staf. Format laporan staf harus dibuat. Sistem pencatatan dan

pelaporan program yang secara rutin dibuat oleh staf dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan program asalkan laporan tersebut sudah dianalisis dengan baik.

Wiyana (2008) menyatakan bahwa supervisi tidak langsung dapat dilakukan dengan melihat hasil dokumentasi pada buku rekam medik perawat dengan memilih satu dokumen asuhan keperawatan, kemudian memeriksa kelengkapan dokumentasi sesuai dengan standar dokumentasi asuhan keperawatan yang ditetapkan rumah sakit. Setelah itu memberikan penilaian atas dokumentasi yang di supervisi dengan memberikan tanda bila ada yang masih kurang dan berikan cacatan tertulis pada perawat yang mendokumentasikannya.

2.2. Prinsip Enam Benar Pemberian Obat 2.2.1. Benar Pasien

Pemberian obat pada pasien yang benar dapat dipastikan dengan memeriksa gelang identifikasi pasien, dan meminta pasien menyebutkan namanya sendiri, jika pasien tidak mampu berespon secara verbal, dapat digunakan cara non-verbal seperti menganggukkan kepala (Kee dan Hayes, 1996 ).

Ketika memberikan obat pada pasien perawat harus mengecek program terapi pengobatan dari dokter, memanggil nama pasien yang

akan diberikan obat, mengecek identitas pasien pada papan/kardeks di tempat tidur pasien (Kozier, Erb, Berman, Snyder, 2010).

Perawat harus memastikan obat diberikan kepada pasien yang tepat dengan meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkapnya dan nomor jaminan sosialnya atau nama lengkap dan tanggal lahirnya (Vaughans, 2013).

Pemberian obat pada pasien yang salah dapat terjadi pada saat pemesanannya lewat telepon, pasien yang masuk bersamaan, kasus penyakitnya sama, ataupun adanya pindahan pasien dari ruang yang satu keruang yang lainnya. Perawat harus mengidentifikasi pasien dengan menanyakan nama lengkap pasien, melihat identitas pasien dalam bracelet ataupun mengidentifikasi melalui papan nama pada tempat tidur pasien untukmengurangi kejadian pemberian obat pada pasien yang tidak tepat (Wijayaningsih, 2013).

2.2.2. Benar Obat

Obat yang benar berarti pasien menerima obat yang telah diresepkan. Label obat harus dibaca 3 kali untuk menghindari kesalahan, yaitu: saat melihat botol atau kemasan, sebelum menuang obat,setelah menuang obat. Perawat juga harus menyadari bahwa obat-obat tertentu mempunyai nama yang bunyinya hampir sama dan ejaannya mirip. Jika ada keraguan, perawat dapat menghubungi apoteker atau pemberi resep (Kee dan Hayes, 1996).

Benar obat dapat dilakukan dengan mengecek program terapi pengobatan dari dokter, menanyakan ada tidaknya alergi obat, mengecek label obat, menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan obat, perawat juga harus mengetahui efek samping obat (Kozier, et al., 2010).

Vaughans (2013) menyatakan bahwa perawat harus memastikan obat yang akan diberikan kepada pasien benar dengan cara:

a) Mengecek inkonsistensi antara obat yang diresepkan dan riwayat medis pasien, termasuk kontraindikasi, alergi, diagnosis medis, dan hasil laboratorium. Perawat harus memverifikasi ketidakjelasan medikasi yang dipesan atau inkonsisten dengan penilaian informasi yang diperoleh selama proses persiapan.

b) Mengecek adanya ketidakcocokan antara obat yang diresepkan dan obat yang diberikan. Ada kesamaan tampilan, kesamaan bunyi dalam medikasi (misal, Xanax dan Zantac) yang dapat berakibat pada medikasi yang salah pada pasien.

c) Jika pasien tidak yakin untuk meminum obat yang telah diresepkan, verifikasi bahwa pemberi resep telah memesan obat yang tepat.

Obat diberikan dengan benar dapat dipastikan dengan melihat label atau etiket dan harus dibaca dengan teliti setiap akan memberikan obat. Hal yang perlu diperhatikan antara lain : nama obat, sediaan, konsentrasi, dan cara pemberian serta expired date. Kesalahan

pemberian obat sering terjadi jika perawat memberikan obat yang disiapkan oleh perawat lain atau pemberian obat melalui wadah (spuit) tanpa identitas atau label yang jelas (Wijayaningsih, 2013).

2.2.3. Benar Dosis

Benar dosis diperhatikan melalui penulisan resep dengan dosis yang disesuaikan dengan keadaan pasien. Beberapa kasus yang ditemui di lapangan, terdapat banyak obat yang direkomendasikan dalam bentuk sediaan. Perawat harus teliti menghitung dosis masing-masing obat dan mempertimbangkan adanya perubahan dosis dari penulis resep. Yang perlu diperhatikan oleh perawat dalam pemberian dosis yang benar adalah tidak mengubah dosis asli, menghitung dan memeriksa dosis obat dengan benar. Jika ada keraguan, dosis obat harus dihitung ulang dan diperiksa oleh perawat lain, serta menghubungi apoteker atau penulis resep sebelum pemberian dilanjutkan. Jika pasien meragukan dosis, periksa kembali dosis obat. Apabila sudah mengkonsultasikan dengan apoteker atau penulis resep namun tetap rancu, obat tidak boleh diberikan, beritahu penanggung jawab unit atau ruangan dan penulis resep beserta alasannya (Kee dan Hayes, 1996).

Benar dosis dapat dipastikan dengan mengecek dosis yang diresepkan sesuai dengan kebutuhan pasien, mencari tahu dosis obat yang biasa digunakan pasien, dan memeriksa kembali perhitungan dosis yang menimbulkan pertanyaan (Kozier, et al., 2010).

Memberikan obat dengan dosis yang tepat pada pasien merupakan hal yang harus dipastikan oleh perawat. Memberikan jumlah yang lebih sedikit dari yang diresepkan berakibat pada tidak memadainya perlakuan terhadap pasien dan akan menunda pemulihan dari sakit, juga menyebabkan resistensi terhadap obat tertentu di masa yang akan datang. Memberikan obat dengan dosis yang berlebih dari yang seharusnya dapat menciptakan masalah baru bagi pasien, beberapa diantaranya dapat mengakibatkan kematian (Vaughans, 2013).

Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi atau timbulnya efek berbahaya. Kesalahan dosis sering terjadi pada anak-anak, lansia, atau pada orang obesitas. Perawat perlu memeriksa dosis obat sesuai kebutuhan pasien dan jika ragu dapat berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep (Wijayaningsih, 2013).

2.2.4. Benar Waktu

Waktu yang benar adalah saat obat yang diresepkan harus diberikan. Jika obat harus diminum sebelum makan untuk memperoleh kadar yang diperlukan harus diberi satu jam sebelum makan, jika obat harus dimakan sesudah makan maka harus diberi sesudah pasien makan. Perawat juga harus memeriksa tanggal kadaluarsa obat (Kee dan Hayes, 1996).

Benar waktu dapat diterapkan dengan memberikan obat pada frekuensi yang tepat dan pada waktu yang diprogramkan oleh pemberi

resep. Obat yang diberikan dalam 30 menit sebelum atau sesudah waktu yang dijadwalkan dianggap memenuhi waktu standar yang benar (Kozier, et al., 2010).

Benar waktu meliputi interval yang benar dan juga waktu yang tepat setiap harinya. Memberikan obat dengan frekuensi lebih sering atau kurang dari yang telah diresepkan berpotensi mempengaruhi efek yang diharapkan dari obat tersebut. Selain itu, beberapa obat harus diberikan di waktu tertentu pada hari tersebut. Sebagai contoh, diueretik (obat yang diberikan untuk mengurangi kelebihan cairan dari tubuh) biasanya diberikan pagi hari. Pemberian jenis obat ini di malam hari akan mengganggu pasien beristirahat (Vaughans, 2013).

Obat yang dikonsumsi secara berulang lebih berpotensi menimbulkan kesalahan dalam waktu pemberiannya. Misalnya pada kasus gawat darurat henti jantung, epinefrin diberikan setiap 3-5 menit, jika tidak dipatuhi akan menghasilkan kadar obat yang tidak sesuai dan dapat menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan. Selain itu, perawat juga perlu memperhatikan dalam pemberian obat berupa injeksi ataupun infus (Wijayaningsih, 2013).

2.2.5. Benar Rute

Rute yang benar perlu untuk absorbsi yang tepat dan memadai. Obat diberikan melalui rute yang berbeda, tergantung keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat obat (kimiawi

dan fisik obat) serta tempat kerja yang diinginkan. Rute pemberian obat dapat dibagi menjadi:

a) Oral, obat yang masuk melalui mulut, dapat diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal).

b) Topikal, terdiri dari krim, salep, lotion, liniment dan sprei. Obat ini digunakan pada permukaan luar badan untuk melindungi, melumasi, atau sebagai vehikel untuk menyampaikan obat ke daerah tertentu pada kulit atau membran mukosa,

c) Rektal,rute ini dapat diberikan melalui enema atau supositoria. Pemberian obat pada rektal digunakan untuk efek lokal, seperti konstipasi atau hemoroid.

d) Pesarri, obat ini menyerupai supositoria, tetapi bentuknya dirancang khusus untuk vagina

e) Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan,

f) Parenteral, pemberian obat diluar usus atau saluran cerna, yaitu melalui vena (Kee dan Hayes, 1996).

Perawat harus memberikan obat sesuai dengan rute yang telah ditetapkan dan memastikan bahwa rute tersebut aman dan sesuai untuk pasien. Perawat juga harus mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat (Kozier, et al., 2010).

Rute pemberian obat mempengaruhi tubuh memproses obat. Perawat harus memastikan bahwa rute pemberian obat yang diresepkan sesuai dan memastikan bahwa rute tersebut digunakan jika

tidak terdapat kontraindikasi untuk memastikan bahwa efek yang diharapkan tercapai. Sebagai contoh, suatu obat yang diresepkan dengan rute mulut dapat kontraindikatif jika pasien baru saja melakukan bedah mulut atau mungkin tidak efektif jika pasien mengalami muntah. Selanjutnya, tidak akan tepat untuk tetap memberikan obat tanpa lebih dahulu berkonsultasi dengan pemberi resep atau mengecek untuk melihat jikalau obat tersebut juga dipesan untuk suatu rute alternatif lain (Vaughans, 2013).

Jalur atau rute pemberian obat adalah jalur obat masuk ke dalam tubuh. Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk ke dalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang merugikan (Wijayaningsih, 2013).

2.2.6. Benar Dokumentasi

Perawat harus segera mendokumentasi tindakanpemberian obat pada pasien yang meliputi nama, dosis, rute, waktu dan tanggal pemberian obat serta inisial dan tanda tangan perawat. Respon pasien terhadap pengobatan juga perlu didokumentasikan. Penundaan dalam mencatat dapat mengakibatkan lupa untuk mencatat pengobatan atau perawat lain memberikan obat yang sama kembali (Kee dan Hayes, 1996).

Dokumentasikan pemberian obat setelah memberikan obat pada pasien bukan sebelum memberikan obat. Apabila waktu

pemberian obat berbeda dari waktu yang ditentukan ataupun ada perubahan dari pemberian obat yang sudah diresepkan dan yang diberikan pada pasien segera didokumentasikan dan mencantumkan alasannya dengan jelas (Kozier, et al., 2010).

Mendokumentasikan pemberian obat merupakan tambahan atas lima benar pemberian obat, dan ini juga harus benar. Penting bagi anggota tim kesehatan lain yang terlibat dalam perawatan pasien untuk mengetahui jumlah, waktu, dan rute medikasi yang diberikan pada pasien. Penting juga bagi anggota tim kesehatan lain untuk mengetahui bagaimana medikasi mempengaruhi pasien (Vaughans, 2013).

Dokumentasi meliputi nama pasien, nama obat, dosis, jalur pemberian, tempat pemberian, alasan kenapa obat diberikan, dan tanda tangan orang yang memberikan. Hal ini diperlukan perawat sebagai pertanggunggugatan secara legal tindakan yang dilakukan (Wijayaningsih, 2013).

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Perawat bertanggung jawab dalam meningkatkan keamanan pemberian obat pada pasien dengan mematuhi prinsip “enam benar” pemberian obat sehingga kesalahan dalam pemberian obat tidak terjadi (Kee dan Hayes, 1996). Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan bahwa tujuan supervisi adalah terbentuknya staf yang berkualitas yaitu sadar dan mengerti peran serta fungsinya sebagai staf, dan difokuskan pada pemberian asuhan keperawatan.

Berdasarkan tinjauan teoritis yang telah diuraikan pada tinjauan kepustakaan maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian, antara lain sebagai berikut:

Skema 1. Kerangka Konseptual Penelitian Supervisi kepala ruangan:

1. Langsung 2. Tidak langsung

Pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat :

1. Benar pasien 2. Benar obat 3. Benar waktu 4. Benar dosis 5. Benar rute 6. Benar dokumentasi

3.2. Kerangka Operasional

No Variabel Defenisi

Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur A Independen Supervisi kepala ruangan 1. Supervisi langsung 2. Supervisi tidak langsung Kepala ruangan melakukan pengawasan terhadap pemberian obat yang dilakukan perawat baik secara langsung maupun tidak langsung di RSUD Dr. Pirngadi Medan Kepala ruangan melihat dan mengamati pemberian obat yang dilakukan perawat pada pasien di RSUD Dr. Pirngadi Medan Kepala ruangan mengawasi pemberian obat yang dilakukan perawat pada pasien melalui buku dokumentasi atau laporan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan Kuesioner dengan jumlah pernyataan 21 item dengan pilihan jawaban selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1 Kuesioner dengan jumlah pernyataan 12 item dengan pilihan jawaban selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1 Kuesioner dengan jumlah pernyataan 9 item dengan pilihan jawaban selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1 1. Tidak baik 21-53 2. Baik 54-84 1. Tidak baik 12-29 2. Baik 30-48 1. Tidak baik 9-22 2. Baik 23-36 Ordinal Ordinal Ordinal B Dependen Pelaksanaan prinsip “enam benar” dalam Perawat memberikan obat kepada pasien sesuai dengan Kuesioner dengan jumlah pernyataan 34 item dengan 1. Tidak baik 34-84 2. Baik 85- 136 Ordinal

pemberian obat 1. Benar Pasien 2. Benar Obat 3. Benar Dosis prinsip “enam benar” pemberian obat yang meliputi benar pasien, benar obat, benar waktu, benar dosis, benar rute, dan benar dokumentasi di RSUD Dr. Pirngadi Perawat

memberikan obat kepada pasien yang benar di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Perawat

memberikan obat yang benar kepada pasien di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Perawat

memberikan obat kepada pasien dengan dosis yang benar di RSUD Dr. Pirngadi Medan pilihan jawaban: selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1 Kuesioner dengan jumlah pernyataan 4 item dengan pilihan jawaban: selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1 Kuesioner dengan jumlah pernyataan 8 item dengan pilihan jawaban: selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1 Kuesioner dengan jumlah pernyataan 5 item dengan pilihan jawaban: selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1 1. Tidak baik 4-9 2. Baik 10-16 1. Tidak baik 4-17 2. Baik 18-32 1. Tidak baik 4-11 2. Baik 12-20 Ordinal Ordinal Ordinal

4. Benar Waktu 5. Benar Rute 6. Benar Dokumentasi Perawat memberikan obat pada pasien pada waktu yang tepat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Perawat

memberikan obat pada pasien dengan rute yang benar di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Perawat mencatat identitas pasien dan obat yang sudah diberikan pada pasien dibuku dokumentasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan Kuesioner dengan jumlah pernyataan 4 item dengan pilihan jawaban: selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1 Kuesioner dengan jumlah pernyataan 4 item dengan pilihan jawaban: selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1 Kuesioner dengan jumlah pernyataan 9 item dengan pilihan jawaban: selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1 1. Tidak baik 4-9 2. Baik 10-16 1. Tidak baik 4-9 2. Baik 10-16 1. Tidak baik 4-19 2. Baik 20-36 Ordinal Ordinal Ordinal 3.3. Hipotesa Penelitian

Hipotesa yang dibuktikan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

4.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang ditetapkan oleh peneliti, sampel adalah sebagian atau wakil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi (Arikunto, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang bertugas di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan yang berjumlah 285 orang perawat. Penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin (Setiadi, 2007):

n = + N d ²N

dimana :

n: jumlah sampel N: jumlah populasi

d: tingkat kesalahan yang dipilih (0,1) Maka,

= + 85 ,85 ²

= ,8585

n= 74 orang

Dari hasil penghitungan menggunakan rumus slovin diperoleh jumlah sampel yang diteliti sebanyak 74 orang. Proporsi jumlah sampel setelah dilakukan penghitungan pada masing-masing ruangan didapatkan dari:

Tabel 4.1

Populasi dan Jumlah Sampel Penelitian di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

No Nama Ruangan Populasi Jumlah Sampel

1 Rafflesia 21 6 2 Anggrek 1 16 4 3 Anggrek 2 14 4 4 Mawar 1 12 2 5 Mawar 2 10 3 6 E. Terpadu 9 2 7 Dahlia 1 15 4 8 Dahlia 2 25 6 9 Tulip 1 4 1

Jumlah populasi di ruangan x Jumlah total sampel Jumlah total populasi di ruang rawat inap

10 Tulip 2 17 5 11 Tulip 3 18 5 12 Tanjung 1 0 13 Tanjung 1 - - 14 Tanjung 2 - - 15 Melati 1 13 3 16 Melati 2 12 3 17 Melati 3 11 3 18 Kenanga 1 15 4 19 Asoka 1 18 5 20 Asoka 2 18 5 21 Matahari 16 4 22 Flamboyan 11 3 23 RRG 9 2 Jumlah 285 74

Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan probability sampling menggunakan teknik simple random sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel secara acak diantara populasi (Nursalam, 2008). Perawat yang dijadikan sampel diambil secara acak dari setiap ruangan menggunakan teknik undian.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan diruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan alasan rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan yang dapat mendukung penelitian, lokasi rumah sakit yang dapat dijangkau peneliti, dan belum ada penelitian yang terkait dengan judul peneliti di rumah sakit tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2015. 4.4 Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara serta persetujuan atau rekomendasi dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara selanjutnya mengirimkan surat permohonan untuk mendapatkan surat izin dari RSUD Dr. Pirngadi Medan. Setelah mendapatkan izin, peneliti memulai pengumpulan data dengan memberikan lembar persetujuan (Informed Consent) kepada perawat sebagai responden. Peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian kepada responden. Jika responden bersedia, maka responden dipersilahkan menandatangani informed consent. Tetapi jika responden tidak bersedia, maka responden berhak menolak dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung.

Penelitianini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip etika yang meliputi autonomy, justice, anonimity, maleficience, dan confidentiality. Peneliti melakukan penelitian dengan menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian serta tidak melanggar hak-hak (autonomy) responden, responden

mempunyai hak untuk tidak bersedia menjadi responden dan peneliti memberi penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek,selanjutnya kepada responden yang diteliti peneliti menjelaskan maksud, tujuan, dan prosedur penelitian secara adil dan jujur (justice).Peneliti tidak mencantumkan nama responden namun hanya mencantumkan inisial nama (anonimity).Penelitian ini tidak mengakibatkan penderitaan kepada subjek penelitian, bebas dari eksploitasi dengan meyakinkan responden bahwa hasil penelitian ini tidak dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan responden (maleficience), peneliti juga menjelaskan kepada responden bahwa data yang diberikan dirahasiakan (confidently).

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner. Kuesioner yang digunakan terdiri dari tiga bagian yaitu, bagian pertama kuesioner data demografi responden yang meliputi nama (inisial), usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan masa kerja.

Bagian kedua yaitu kuesioner supervisi kepala ruangan. Kuesioner ini dibuat sendiri oleh peneliti sesuai dengan isi dari tinjauan pustaka dan jumlah pernyataan 21, 12 supervisi langsung dan 9 supervisi tidak langsung dengan pilihan jawaban yaitu selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, dan tidak pernah = 1.

Bagian ketiga yaitu kuesioner pelaksanaan prinsip enam benar pemberian obat yang dilakukan perawat, kuesioner ini juga dibuat sendiri oleh

peneliti sesuai dengan isi dari tinjauan pustaka dengan jumlah pernyataan 34 dengan pilihan jawaban yaitu pilihan selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang =

Dokumen terkait