• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TEKNOLOGI, HEGEMONI GLOBAL DAN ETIKA

B. Teknologi dan Humanisme

Perkembangan teknologi yang signifikan, tentunya memberikan efek disemua sendi kehidupan. Saat ini manusia hidup menurut siklus yang diatur oleh ritme alam. Keberhasilan pengembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam hal teknologi, dihadapkan pada ketidakberdayaan dan ketidakberhasilan ilmu pengetahuan humanistik dalam menjawab persoalan-persoalan sosial. Titik persoalan saat ini terletak pada humanisasi teknologi itu sendiri, bagaimana perkembangan teknologi mampu dipandang oleh manusia untuk meningkatkan rasa kemanusiaan (humanis) dalam upaya peningkatan harkat dan martabat manusia.

39

Humanis berasal dari bahasa Latin, humanus. Berasal dari akar kata homo yang berarti manusia. Memiliki arti manusiawi atau sesuai dengan kodrat manusia.59 Istilah humanis semula diterapkan pada publik professional tentang literatur klasik abad tengah yang mengajarkan keterampilan menulis surat dan berbicara. Humanisme sebagai gerakan atau ajaran kemanusiaan digali bukan hanya oleh para pendidik profesional tetapi juga oleh sastrawan, sejarawan, negarawan, agamawan dan filusuf moral.60

Humanisme juga berasal dari studia humanitatis, yang mengandung arti kesenian-kesenian liberal dan studi kemanusiaan dari Cicero. Inti kesenian liberal adalah tata bahasa, retorika, syair, sejarah, dan filsafat moral. Dalam studia humanitatis, ilmu-ilmu ini dianggap paling mampu mengembangkan potensi manusia untuk berpikir dan bertindak secara bebas dan mandiri. Dengan kebebasan dan otonomi manusia, menjadi tuntunan utama gerakan kemanusiaan.61 Karenanya humanisme dapat berkembang secara evolusioner dengan tujuan dihormatinya harkat dan martabat manusia sebagai makhluk sosial.

Para pejuang humanisme pada umumnya memiliki tujuan dalam pembentukan dan pengembangan kualitas moral dan

59Siswanto Masruri, Humanitarianisme Soedjatmoko; Visi Kemanusiaan Kontemporer, Pilar Humanika, Yogyakarta, 2005, h. 98

60

Siswanto Masruri, Humanitarianisme Soedjatmoko.

40 kemanusiaan.62 Paham atau konsep humanis menganggap bahwa kebenaran-kebenaran besar kehidupan adalah kebenaran yang berkaitan dengan cara hidup yang benar.63 Hal mendasar yang menjadi pijakan para humanis adalah pendapat Petrarch, sebagaimana disebutkan dalam buku Humanisme dan Skolatisisme, dijelaskan bahwa: “Meskipun manusia merupakan makhluk ciptaan tuhan yang paling luhur, tugas manusia bukanlah untuk mendominasi alam semesta lewat pengetahuan, melainkan untuk berjuang dalam hidup moral dan rohani mereka, untuk meraih martabat luhur yang dimungkinkan oleh penjelmaan Tuhan.”64

Karenanya, sebagai pilar peradaban modern, humanisme perlu dikaji ulang. Dalam hal ini, Bambang Sugiharto menyatakan bahwa megaproyek modernisasi yang pada awalnya berambisi pada humanisasi, ternyata berakhir dengan dehumanisasi dalam skala global.65 Humanisasi menjadi sasaran kritik yang mengandung praduga-praduga yang sebetulnya bersifat humanistik. Namun demikian, cara berpikir humanisme tetap merupakan bukti kemanusiaan menuju abad ke-20. Humanisme telah terbukti

62

Thomas Hidya Tjaya, Humanisme dan Skolatisisme; sebuah Debat, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2004, h. 32

63Thomas Hidya Tjaya, Humanisme dan Skolatisisme; sebuah Debat., h. 73

64

Thomas Hidya Tjaya, Humanisme dan Skolatisisme; sebuah Debat.

41

menjunjung tinggi martabat manusia dan menekankan kebebasannya.66

Menurut Soedjatmoko, humaniora merupakan cabang ilmu pengetahuan yang bertujuan mencapai kemanusiaan sesungguhnya atau manusia yang lebih berbudaya.67 Studi humaniora dalam konteks budaya dimaksudkan untuk melengkapi manusia dengan kesadaran historis, identitas budaya, pandangan hidup, dan nilai-nilai yang khas bagi mereka. Indonesia adalah Negara yang kaya akan budaya. Hubungan antara budaya bersifat dinamis dan berlangsung dalam konteks internasional yang berubah pesat. Ketidakstabilan ekonomi internasional, situasi perpolitikan antar Negara-negara kuat, dampak komunikasi modern, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah menimbulkan berbagai tantangan bagi unsur-unsur kemanusiaan.

Integrasi humaniora dengan beberapa pendidikan, dimaksudkan agar membantu mengembangkan imajinasi sosial dan budaya. Integrasi menjadi langkah penting kearah humanisasi pembangunan, yaitu upaya menjadikan pembangunan sebagai proses teknologi yang manusiawi. Jika lingkungan hidup manusia semakin ditentukan oleh teknologi, maka semakin penting pula bahwa humanisasi dikaitkan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan penentuan kebijakan. Setiap teknologi baru, sudah barang tentu

66

Siswanto Masruri, Humanitarianisme Soedjatmoko., h. 104

42 timbul persoalan baru dalam hal etis, nilai, dan dilemma baru, yang dijawab oleh setiap masyarakat sesuai dengan semangat dan jiwanya.68 Penalaran moral yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat dan humaniora. Sudah barang tentu, evolusi suatu masyarakat akan lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan teknologi.

Humaniora atau humanisasi akan banyak membantu membangkitkan pemahaman yang memungkinkan manusia dapat menjadi tuan atas mesin, dan bukan sebagai budaknya. Dalam kaitan ini, Professor Elting Morison dari Massachusetts Institute of Technology, sebagaimana disebutkan dalam buku Humanitarianisme Soedjatmoko; Visi Kemanusiaan Kontemporer, dijelaskan:

Kalau anda berminat memahami hampir semua situasi modern, situasi yang bermula pada sebuah dialyzer atau sebuah robot, anda harus mengetahui sesuatu mengenai mesin tersebut, tetapi anda juga harus memasukkan dalam kajian itu segala hal yang telah anda pelajari menyangkut ekonomi, budaya, politik, organisasi sosial, kebutuhan, dan kemampuan serta kualitas manusia.69

Pernyataan yang ada, sesungguhnya menekankan arti penting integrasi yang lebih erat antara ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan humaniora. Sejatinya tujuan pembangunan adalah untuk memperkuat bangsa dan mengembangkan potensi manusia, tapi pengalaman telah menunjukkan betapa mudahnya pembangunan dalam kerangka kemajuan teknologi mengalami

68

Siswanto Masruri, Humanitarianisme Soedjatmoko., h. 161

43

dehumanisasi. Sikap yang terlalu mengandalkan teknik, atau teknik yang tidak dipahami dan dijiwai dengan baik oleh semangat nilai-nilai budaya, akan mencekik inisiatif dan kreatifitas pemikiran manusia. Maka dari itu penting, memahami humanisasi sebagai paradigma hidup, agar segala unsur kehidupan dapat berjalan dengan baik. Dunia yang semakin sempit dan padat, yang ditandai oleh semakin mudah diterobosnya batas-batas nasional oleh kekuatan destruktif yang mengerikan, meluasnya kemampuan teknologi dan komunikasi yang begitu pesat, umat manusia hidup dalam intimitas yang tidak begitu sempurna.70 Oleh karena itu, Menurut Soedjatmoko, penting memahami kerangka humanitarianisme sebagai:

Orientasi dasar kearah kepentingan dan kesejahteraan manusia. Humanitarianisme menuntut agar apapun yang menjauhkan manusia dari kesejahteraan hidupnya harus dipertanyakan tanpa memandang, akibatnya bagi pertumbuhan, stabilitas, dan keteraturan, tidak dianggap sebagai tujuan pada dirinya sendiri melainkan hanya memiliki nilai sebagai sarana kearah kesejahteraan manusia yang lebih baik.71

Humanitarianisme, menurutnya, merupakan langkah lanjut dari kesadaran bahwa masing-masing manusia tidak lebih dan tidak kurang adalah makhluk. Menekankan kemanusiaan bersama, tidak serta merta menyangkal atau meremehkan pentingnya hal-hal yang

70

Siswanto Masruri, Humanitarianisme Soedjatmoko., h. 186

44 transendental agama. Kemanusiaan bersama merupakan pijakan awal untuk belajar hidup dengan keragaman persepsi mengenai kebenaran. Dan bagaimana tujuan demi kesejahteraan manusia bisa terwujud menjadi kenyataan, tidak hanya ilusi kebahagiaan yang dapat, melainkan kebahagiaan yang hakiki. Dalam tradisi humanis, mengatakan bahwa sesuatu harus dikerjakan karena dibutuhkan manusia, bagi pertumbuhannya, kebahagiaan dan akal budinya, karena hal itu indah, baik, dan benar.72

Dokumen terkait