• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Telaah Pustaka

Dalam melakukan penelitian, penulis mengkaji dan menelaah beberapa penelitian terdahulu dan literatur yang relevan dan dapat dijadikan titik pijak dalam penelitian ini. Selain itu, mengemukakan apa yang telah diketahui tentang permasalahan dan kajian pada penelitian terdahulu, membantu memperjelas latar belakang dan pentingnya penelitian yang dilakukan. Telaah pustaka juga menjelaskan tentang pentingnya masalah yang akan ditelitii, pendirian peneliti, kritik terhadap desain penelitian terdahulu, identifikasi hasil kesenjangan-kesenjangan dan hal-hal baru yang akan dikembangkan.20

Asfi Manzilati berpendapat, telaah pustaka tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan pemahaman teoritis tetapi juga untuk mendapatkan pemahaman mengenai posisi penelitian terhadap penelitian-penelitian lain yang telah dilakukan.

Bahkan, menurutnya juga dapat dijadikan sebagai sumber data.21Sejauh penelusuran penulis belum menemukan secara khusus dan mendetail tentang analisis hukum terhadap harta hibah yang menjadi harta bersama, namun banyak kajian yang berhubungan dengan masalah pada skripsi ini, seperti:

1. Skripsi Unggul Yekti Wibowo, tahun 2013, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Pertimbangan Hakim dalam Penanganan Perkara Sengketa Harta Gono Gini (Studi Kasus Perkara No. 0310/Pdt.G/2011/PA.Wt di Pengadilan Agama Kulonprogo Tahun 2011)”. Dalam perkara tersebut terjadi sengketa antara Suami (penggugat) yang meminta hak-haknya dalam pembagian harta bersama yang diperoleh selama masa perkawinan, karena hingga pada saat perkara ini diajukan ke Pengadilan Agama Kulonprogo belum

20Direktorat Tenaga Kependidikan Ditjen PMPTK Departemen Pendidikan Nasional, Penyusunan Proposal Penelitian, 2008, hlm. 6

21Asfi Manzilati, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma, Metode, dan Aplikasi, (Malang: UB Press), 2017, hlm. 34.

ada kesepakatan dan masih dikuasai oleh Istri (Terguagat).22Sedangkan dalam penelitian skripsi penulis, perkara yang diangkat bukan saja berkutat pada masalah harta gono gini. Persoalan pada perkara yang diangkat pada skripsi kali ini adalah bagaimana mungkin hakim memutuskan harta hibah sebagai harta bersama, sedangkan bukti autentik penghibahan merupakan bukti yang valid dengan adanya akta hibah.

2. Skripsi Masyitha Putri Awaliyah, tahun 2012, Universitas Hasanuddin Makassar yang berjudul “Harta Bersama yang Diserahkan Kepada Anak Setelah Perceraian Studi Kasus Perkara No. 346/Pdt.G/2010 PA.Sgm)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan harta bersama setelah perceraian yang diserahkan kepada anak, bermuara kepada dua pendapat, yaitu pendapat pertama mensyaratkan adanya kesepakatan dan kerelaan hati para pihak sedangkan pendapat kedua bertumpu pada aspek formal legal pengadilan dan selama tidak ada upaya hukum, maka para pihak dianggap sepakat dengan putusan hakim meskipun dalam hati masing-masing pihak tidak sepakat.23Dalam perkara yang diangkat pada skripsi kali ini adalah perkara harta bersama yang diserahkan kepada anak pasca perceraian, dan hal tersebut menurut KHI termasuk sebagai harta warisan. Sedangkan pada penelitian penulis, kasus yang diangkat adalahhibah orang tua kepada anak dan digugat sebagai harta bersama sementara sebelumnya orang tua memperolehnya dari pemberian uang oleh penggugat.

3. Skripsi Nasihatun Nafiah, tahun 2018, UIN Sunan Ampel Surabaya yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hibah Harta Gono Gini oleh Istri Kepada Anak Kandung Tanpa Persetujuan Istri (Studi Kasus di Dsn. Jowinong, Ds. Pesanggrahan, Kec. Kutorejo Kab. Mojokerto). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: kasus hibah harta gono gini oleh istri kepada anak kandung tanpa persetujuan suami di Dsn. Jowinong Ds. Pesanggrahan, Kec.

Kutorejo Kab. Mojokerto terjadi saat suami dan istri telah berpisah rumah kurang lebih selama 7 tahun, tanpa ada kesepakata untuk memisahkan harta bersama. Sebelum istri meninggal, harta sudah dibagikan kepada anak-anaknya

22Unggul Yekti Wibowo, Pertimbangan Hakim dalam Penanganan Perkara Sengketa Harta Gono Gini (Studi Kasus Perkara No. 0310/Pdt.G/2011/PA.Wt di Pengadilan Agama Kulonprogo Tahun 2011), Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013, hlm. ii.

23Masyitha Putri Alawiyah, Harta Bersama yang Diserahkan Kepada Anak Setelah Perceraian (Studi Kasus No. 346/Pdt.G/2010/PA.Sgm), Skripsi Universitas Hasanuddin Makassar, 2012, hlm. v.

tanpa sepengetahuan suami dengan alasan suami juga telah menjual harta bersama tanpa persetujuan istri. Kasus hibah gono gini oleh istri kepada anak kandung tanpa sepengetahuan suami tersebut bertentangan dengan Pasal 92 KHI yang menyatakan bahwa suami atau istri tanpa sepengetahuan dari salah satu pihak tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama termasuk dengan model hibah. Selain itu, penghibaha harta bersama tersebut juga tidak sesuai dengan Pasal 210 Ayat 2, KHI yang menyatakan bahwa harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.24 Adapun perbedaan masalah yang diteliti pada skripsi ini dengan penelitian penulis adalah objek harta yang digugat sebagai harta bersama merupakan harta hibah orang tua (ibu) kepada anaknya tanpa sepengetahuan ayah, sedangkan dalam penelitian penulis objek harta yang digugat adalah harta yang diperoleh seorang ibu dari menantunya (penggugat) yang mana uang pembeliannya merupakan pemberian penggugat tanpa peruntukan tertentu.

4. Jurnal ilmiah Agustina Dewi Putri, dkk., Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Aceh yang berjudul “Peralihan Harta Bersama Melalui Hibah Tanpa Izin Salah Satu Pihak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam”. Dalam penelitian tersebut penulis mengkaji dua putusan hakim dengan perkara yang sama, yaitu perkara Nomor 274/Pdt.G/2014/PA.LLG Pengadilan Agama Lubuk Linggau dan 0114/Pdt.G/2015/PA.Krs. Pengadilan Agama Kraksaan, Probolinggo.

Keduanya merupakan putusan hakim dalam perkara harta hibah yang digugat menjadi harta bersama lantaran penghibahan harta bersama dilakukan tanpa kesepakatan pemilik harta bersama (suami-istri). Keduanya sama-sama memiliki bukti penghibahan hanya saja perkara yang pertama berupa surat keterangan hibah dan hakim menyatakan batal demi hukum. Selanjutnya pada perkara kedua bukti penghibahannya berupa akta hibah yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) selanjutnya hakim menyatakan bahwa akta tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Hasil analisis penulis dalam kedua perkara tersebut menyatakan peralihan hak atas harta bersama pengaturannya terdapat dalam Pasal 36 Ayat (1) UU No. 1

24Nasihatun Nafi’ah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hibah Harta Gono Gini oleh Istri Kepada Anak Kandung Tanpa Persetujuan Suami (Studi Kasus di Dsn. Jowinong, Ds. Pesanggrahan, Kec. Kutorejo, Kab.

Mojokerto), Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018, hlm. v.

Tahun 1974 mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak dan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 92 tentang ketidak-bolehan suami atau istri menjual atau memindahkan harta bersama tanpa persetujuan antar keduanya. Akibat hukum dari peralihan harta bersama berupa hibah tanpa persetujuan salah satu pihak, maka perbuatan hukum tersebut menjadi batal demi hukum karena tidak sesuai dengan aturan pada Pasal 36 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 92 KHI.25 Adapun perbedaan masalah yang diteliti pada jurnal ilmiah ini dengan penelitian penulis adalah tindakan hakim untuk membatalkan perbuatan hukum hibahnya sebelum memutuskannya menjadi harta bersama, sedangkan dalam penelitian penulis pada amar putusan hakim tidak menyatakan batal terlebih dahulu perbuatan hibahnya, sehingga hal inilah yang membedakan pertimbangan hukumnya sebagai dasar.

5. Jurnal ilmiah Nur Hidayah, Fakultas Hukum Universitas Sawerigading Makassar yang berjudul “Hibah Harta Bersama Kepada Anak Setelah Perceraian (Studi Kasus Putusan No. 436/Pdt.G/2009/PA.Mks)”. Dalam penelitian tersebut, penulis mengkaji hasil putusan hakim pada perkara gugatan harta bersama yang pada akhirnya menjadi kesepakatan para pihak untuk menjadikan sebagiannya dihibahkan kepada anak-anaknya guna menghindari sengketa yang lebih rumit. Akan tetapi, penulis berpendapat bahwa pelaksanaan hibah tersebut terdapat ketidak-sesuaian dikarenakan bagian harta bersama yang disepakati tersebut berstatus kredit di bank. Sehingga pelaksanaan hibah demikian dapat menimbulkan permaslahan ke depannya, mengingat harta hibah orang tua kepada anaknya dapat ditarik kembali, serta akan lebih merugikan lagi apabila terdapat tindakan wanprestasi oleh kreditor.

Putusan demikian merupakan atas dasar pertimbangan hakim karena kesepakatan tersebut merupakan hasil kesepakatan antara Penggugat dan Tergugat.26 Sehingga penulis menyimpulkan pokok permasalahan pada penelitian tersebut sangatlah berbeda dengan pokok permasalahan penelitian yang diangkat oleh penulis pada proposal skripsi ini.

25Agustina Dewi Putri, Peralihan Harta Bersama Melalui Hibah Tanpa Izin Salah Satu Pihak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Jurnal Ilmiah Syiah Kuala Law Journal Vol. 3, Universitas Syiah Kuala, 2019, hlm. 90-92.

26Nur Hidayah, Hibah Harta Bersama Kepada Anak Setelah Perceraian (Studi Kasus Putusan No.

436/Pdt.G/2009/PA. Mks), Jurnal Al-‘Adl Vol. 12 Universitas Sawerigading, 2019, hlm. 31-44.

Berdasarkan uraian tinjauan pustaka di atas, penulis menyimpulkan perbedaan paling signifikan pada penelitian ini apabila dinbandingkan dengan penilitan-penelitian tersebut diatas adalah tentang pokok permasalahan yang diangkat. Pada penelitian-penelitian tersebut permasalahan sengketa harta dan hibah bersama terbatas permasalahan internal suami-istri sebagai akibat putusnya perkawinan, namun pada perkara kali ini turut melibatkan orang tua istri. Objek sengketa harta bersama kali ini adalah berupa harta benda yang telah dihibahkan oleh orang tua istri dan memiliki bukti otentik yang sah secara hukum hingga pemegang hak berbalik nama. Selain itu dalam hal ini hakim dalam putusannya mengabulkan permohonan Penggugat (Suami) tanpa mempertibangkan perbuatan hukum penghibahan Ibu Tergugat (Istri).

Dokumen terkait