• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Telaah Pustaka

Dalam menulis sebuah skripsi, penulis melakukan penelaahan terhadap buku-buku atau karya ilmiah lainnya, dengan melihat isi buku yang membahas tentang disparitas pidana dan pemidanaan yang kemudian menganalisa dengan maksud agar tidak terjadi duplikasi dengan karya orang lain. Buku-buku yang fokus membahas tentang permasalahan disparitas pidana termaktub secara eksplisit di dalam sub bab sebuah buku, yaitu dalam buku karya Muladi dan Barda Nawawi Arief (Teori-Teori dan

Kebijakan Pidana), kemudian yang lain secara implisit menyinggung

persoalan disparitas pidana, yaitu dalam disertasi karya Muladi (Lembaga

Dalam Hukum Pidana). Sedangkan penelusuran yang penulis lakukan

tentang permasalahan pemidanaan sangat banyak beredar di masyarakat kebanyakan memberikan tinjauan teoritis dari sudut pandang yuridis-normatif atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masih minim yang memaparkan bagaimana praktek penegakan hukumnya yang terjadi dalam criminal justice system (sistem penyelenggaraan hukum pidana), terutama di pengadilan oleh penegak hukum dalam lingkungan peradilan pidana.

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan terhadap karya ilmiah yang berbentuk buku ataupun karya ilmiah lainnya yang mengkaji permasalahan disparitas pidana dan pemidanaan secara komprehensif, antara lain:

1. Mahakarya Barda Nawawi Arief dengan judul “RUU KUHP sebuah

Restrukturisasi / Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Indonesia”

memberikan terobosan baru guna melakukan penataan ulang bangunan sistem hukum pidana nasional untuk selalu berorientasi ke depan

(forward-looking), terutama masalah yang paling fundamental yaitu

tujuan dan pedoman pemidanaan yang dirumuskan dengan tujuan sebagai fungsi pengendali/kontrol/pengarah dan sekaligus memberikan dasar/landasan filosofis, rasionalitas, motivasi dan justifikasi pemidanaan. Tujuan inilah yang merupakan bagian integral dan jiwa/roh/spirit dari sistem pemidanaan. Lalu dalam pidato pengukuhannya, yang berjudul “Beberapa Aspek Pengembangan Ilmu

Hukum Pidana (Menyongsong Generasi Baru Hukum Pidana

Indonesia)” beliau menekankan bahwa dalam rangka pembaharuan

hukum pidana, tentunya harus dilakukan reorientasi terhadap ide-ide dasar/konsep/filosofi yang melandasi sistem kewenangan memidana menurut KUHP sekarang untuk disesuaikan dengan kebijakan (politik) hukum nasional dan kebijakan pembangunan nasional. Satu hal lagi yang diprihatinkan, ialah bahwa selama ini belum ada “pola pemidanaan nasional” pada tahap kebijakan legislatif (formulatif) dan belum ada “pedoman pemidanaan nasional” pada tahap kebijakan yudikatif (aplikatif).

2. Buku dengan judul Masalah Pemberian Pidana dalam Teori dan

Praktek Peradilan” karya Djoko Prakoso, memberikan penjelasan

mengenai pemberian pidana / sanksi pidana, unsur-unsur ketentuan pidana, hapusnya sifat melawan hukum dan faktor perkembangan masyarakat yang dijadikan sebagai alasan sifat melawan hukum materiil. Kemudian karya ini juga menjelaskan juga secara umum tujuan dari pemidanaan, melandaskan kepada salah satu usaha pencegahan dan pengendalian kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya berupa pidana. Kemudian Djoko Prakoso menambahkan pula di dalam bukunya yang berjudul “Hukum Penitensier di Indonesia” agar supaya hakim dalam memberikan pidana, harus ada batasannya yang ditetapkan secara obyektif dengan menggunakan pedoman pemberian pidana. Bersamaan dengan hal tersebut, juga terdapat hal-hal

yang dipakai sebagai pertimbangan hakim, yaitu hal-hal yang memberatkan pemidanaan dan hal-hal yang meringankan pemidanaan baik yang terdapat di dalam maupun di luar undang-undang.

3. Muladi dan Barda Nawawi Arief, di dalam bukunya yang berjudul

“Teori-Teori dan Kebijakan Pidana” dipaparkan secara komprehensif

tentang disparitas pidana yang didalamnya terkandung perimbangan konstitusional antara kebebasan individu dan hak negara untuk memidana, lalu juga dijelaskan dampak dari disparitas tersebut, aliran-aliran di dalam hukum pidana untuk memperoleh sistem hukum pidana yang praktis dan bermanfaat, pemberian pidana dan pola penjatuhan pidana menurut konsep/rancangan KUHP. Kemudian beliau juga menjelaskan adanya beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas pidana diantaranya bersumber kepada hukum sendiri, yang disatu pihak sebenarnya secara ideologis dapat dibenarkan, tetapi di lain pihak mengandung kelemahan-kelemahan berhubung adanya “judicial

discretion” yang terlalu luas karena tidak adanya “sentecing

standards”. Dalam kesimpulan buku ini bahwa untuk memecahkan

masalah disparitas pidana ini dilakukan dengan dua pendekatan, yakni

pertama, pendekatan untuk memperkecil disparitas yang berupa

penciptaan pedoman pemberian pidana oleh undang-undang, meningkatkan peranan dari peradilan banding, pembentukan lembaga “sentencing counsil” dan latihan para hakim dalam masalah pemidanaan dan kedua, pendekatan untuk memperkecil pengaruh negatif disparitas

berupa peningkatan peranan Lembaga Pemasyarakatan di dalam kerangka “indeterminate sentence” guna penyesuaian pidana.

4. Bambang Waluyo, dalam karyanya dengan judul “Pidana dan

Pemidanaan” dipaparkan bahwa hukum pidana merupakan hukum yang

mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya kepada pelaku. lalu juga menjelaskan jenis pidana dan tindakan bagi orang dewasa yang berpedoman dalam pasal 10 KUHP dengan diatur dua pidana, yaitu

pertama: pidana pokok, yang berisi pidana mati, pidana penjara, pidana

kurungan dan pidana denda; kedua: pidana tambahan meliputi pencabutan beberapa hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman putusan hakim. Buku ini menjelaskan pula mengenai faktor-faktor yang diperhatikan atas penjatuhan pidana yang dikemukakan dalam tuntutan dan penjatuhan pidana adalah dua hal pokok, yaitu hal-hal yang meringankan dan yang memberatkan. Kemudian di dalam pembahasannya yang terakhir selain jenis-jenis pidana, juga memaparkan mengenai tindakan yang dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu tidak dapat dan kurang dapat dipertanggungjawabkan. Kesimpulannya dalam buku ini bahwa penjatuhan pidana dan pemidanaan dapat dikatakan cermin peradilan pidana Indonesia. Apabila proses peradilan yang berakhir dengan penjatuhan pidana itu berjalan dengan baik sesuai dengan KUHAP, asas

peradilan dan peraturan pelaksanaan lainnya maka peradilan indonesia akan dinilai baik.

5. Muladi, dalam disertasinya “Lembaga Pidana Bersyarat”, mengemukakan bahwa hakim di dalam menerapkannya prinsip individualisasi pidana, bebas bergerak untuk memilih jenis pidana

(strafsoort) dan beratnya pidana (strafmaat) dalam batas-batas

maksimum dan minimum, maka seringkali menimbulkan masalah sebagai konsekuensinya yaitu terjadinya disparitas pidana yang sangat mengganggu bagi criminal justice system, khususnya dalam administrasi pembinaan narapidana. Di dalam kesimpulan umumnya terungkap pidana perampasan kemerdekaan seringkali mengakibatkan dehumanisasi pelaku delik dan akhirnya menimbulkan kerugian bagi pelaku, yaitu berupa ketidakmampuan untuk melanjutkan kehidupan secara produktif di dalam masyarakat. Kemudian dalam kesimpulan khususnya tujuan pemidanaan yang bersifat integratif diantaranya pencegahan umum (yang ditujukan kepada masyarakat) dan pencegahan khusus (yang ditujukan kepada pelaku), perlindungan masyarakat, memelihara solidaritas masyarakat dan sebagai pengimbalan (yang berpijak kepada teori retributif).

6. Rusli Muhammad, dengan karyanya yang berjudul “Potret Lembaga

Pengadilan Indonesia” membagi pertimbangan hakim dalam putusan

yang mengandung pemidanaan menjadi dua kategori, yaitu pertama, pertimbangan yang bersifat yuridis antara lain dakwaan jaksa penuntut

umum, keterangan terdakwa dan saksi, barang-barang bukti dan pasal-pasal dalam peraturan hukum pidana; kedua, latar belakang perbuatan terdakwa akibat perbuatan terdakwa, kondisi diri terdakwa, keadaan sosial ekonomi terdakwa dan faktor agama terdakwa.

7. Buku yang berjudul “Pelajaran Hukum Pidana Bagian I” oleh Adami Chazawy memaparkan secara keseluruhan atas unsur pokok atau unsur esensial yang dapat dirinci secara jelas dan untuk menyatakan seseorang bersalah melakukan tindak pidana, menjatuhkan pidana dan unsur yang harus dibuktikan dalam persidangan. Disini juga menambahkan bagi hakim ketika menetapkan amar putusan, terlebih dahulu merenung dan mempertimbangkan manfaat apa yang akan dicapai dari pemidanaannya, tentunya memerlukan teori-teori pemidanaan, antara lain: teori absolut (teori pembalasan), teori relatif (teori tujuan) dan teori gabungan sebagai pijakannya dalam memutus perkara.

Dokumen terkait