• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. Pendekatan Sistem Dalam Pengelolaan Sumberdaya 1. Pengelolaan Sumberdaya

4.3. Teladan Model Pengelolaan

Dalam setiap konteks perencanaan lingkungan maka pe-ngaruhnya terhadap sistem lingkungan, sumberdaya alam, dan juga manusia sebagai penghuninya harus dapat diperkirakan. Analisis pendugaan dan evaluasi pengaruh yang mungkin terjadi dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu model-model yang sederhana atau model yang sangat kompleks. Pada umumnya, berbagai faktor lingkungan akan menentukan ruang lingkup dan tipe analisis yang digunakan. Oleh karena itu penentuan analisis terhadap sistem lingkungan dan sumberdaya alam membutuhkan pertim bangan yang menyangkut proses analisis dan perencanaan ling-kungan, termasuk analisis aktivitas.

Dengan mengasumsikan bahwa analisis awal dari perihal yang dipertimbangkan tersebut di atas sudah dilakukan, maka langkah berikutnya adalah menentukan secara terinci tingkat kompleksitas yang dibutuhkan untuk membangkitkan informasi yang diperlukan mengenai setiap elemen sistem lingkungan yang diana lisis, termasuk komponen sumberdaya alamnya seperti lahan, air, udara, dan vegetasi. Tingkat kompleksitas tersebut didefinsiikan pada selang waktu analisis dan ruang lingkup sistem. Langkah berikutnya adalah menentukan apakah analisis pada tingkat kom-pleksitas tertentu layak dilakukan berdasarkan pertimbangan : (i) ketersediaan data, (ii) ketersediaan personil, (iii) ketersediaan waktu dan dana, (iv) ketersediaan fasilitas komputer, dan (v) ketersediaan perangkat lunak.

Beberapa teladan model pengelolaan sumberdaya alam dan ling-kungan adalah sebagai berikut:

(1). Model Indeks Mutu Lingkungan (IML)

Model ini dirancang dengan harapan dapat dijadikan sebagai early warning system dan alternatif penanganan dengan biaya yang optimal

oleh para pengambil keputusan (Eriyatno dan Ma'arif, 1989). Sebagai suatu indeks, model ini harus memberikan indikator yang dapat menyatakan mutu dan kualitas dari suatu sumberdaya alam dan/atau lingkungan. Oleh karena itu dalam model ini indeks tersebut dapat dinyatakan dengan kisaran nilai 0 hingga 100, dimana pada nilai indeks 100 menunjukkan mutu dan kualitas sumberdaya alam dan/atau kondisi lingkungan yang diharapkan.

Penetapan model ini ditentukan oleh maksud dan kegunaan dari pemakaian indeks itu sendiri. Indeks pada dasarnya adalah ukuran kuantitatif untuk pembandingan menurut skala. Mengingat indeks mutu lingkungan merupakan bagian dari sistem pemantauan dan evaluasi lingkungan, maka model IML ini dapat dibedakan menurut fungsinya sbb:

(2). Model Ukuran Keragaan (Appearance Index)

Model ukuran ini dapat dirancang untuk tujuan analisis lingkungan dan sumberdaya alam yang dikaitkan dengan karakteristik dan kualitas sumberdaya alam dan mutu lingkungan.

UK = A. ( å Wj. ( å Zi. Iij)B )C dimana:

Zi : Pembobot obyektif/empiris bagi parameter (I) yang ke-i dalam kelompok indikator lingkungan yang ke-j

Wj : Pembobot subyektif/logik untuk kelompok indikator lingkungan yang ke-j, dimana Wj = 0

Dalam perhitungan pembobotan disarankan untuk Zi meng gunakan konversi secara fisik atau moneter, Wj menggunakan metode Delphi atau Bayes dengan hitungan peluang, sedangkan A,B, dan C adalah koefisien penormalan matematis untuk kesesuaian indeks, misalnya bilangan integer non-negatif.

(3). Indeks Pengendalian

Indeks pengendalian ini harus dapat dirancang untuk tujuan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang dikaitkan dengan program-program tertentu. Karena aplikasinya yang erat dengan kerangka menejerial, maka IP bukan merupakan formula baku, namun lebih merupakan model simulasi agar dapat digunakan untuk keperluan pengkajian alternatif-alternatif kebijakan. Model yang berupa diagram blok dapat dilukiskan seperti berikut.

U(t)

galat I(T) +

O(T)

H

I(t): input sistem berupa kondisi lingkungan yang diinginkan sesuai dengan peruntukan seperti: air minum, pertanian dan per ikanan, nilai ambang batas sungai.

O(t):output sistem berupa kondisi aktual

Gp :fungsi alih (transfer function) dari input-output

Ge :fungsi pengendali yang menguasai faktor teknologi dan biaya U(t):input buangan/polutan

H : informasi umpan balik

Dalam proses perhitungann dan kuantifikasinya, maka: UP = O(t) dan

O(t) adalah indeks mutu lingkungan yang diinginkan.

Metodologi yang disarankan untuk membentuk model simu lasi adalah Descrete Time Model dengan Feed-back Control System. Estimasi peubah acak dapat dilakukan dengan simulasi Montecarlo dengan pembangkit bilangan acak sesuai dengan sebaran peluangnya.

(4). Model Optimasi

Pengelolaan sumberdaya lahan merupakan program berke-sinam-bungan jangka panjang yang mempunyai karakteristik sasaran ganda (multiple goals) dan tujuan ganda (multiple objectives). Program tersebut dapat dilaksanakan semenjak inventarisasi dan evaluasi sumberdaya hingga arahan penggunaan dan pelestariannya. Untuk melihat dan mengendalikan kondisi lingkungan pada berbagai proses konversi sumberdaya, maka dapat digunakan model IML. Sedangkan untuk mengoptimumkan proses konversi tersebut yang mempunyai sasaran dan tujuan ganda, maka dapat digunakan "Model Optimasi Multi-kriteria".

Salah satu model optimasi seperti ini yang dapat digunakan adalah Pemrograman Sasaran ("Goal Programming"). Program sasaran ini merupakan salah satu program mate-matika dalam penelitian operasioanl

G

e

+ G

yang diusulkan sebagai salah satu pendekatan untuk menganalisis persoalan-persoalan yang berkenaan dengan tujuan dan sasaran ganda dan di antara tujuan tersebut terdapat kondisi bertentangan (tidak saling menenggang) serta mempunyai susunan prioritas.

Multiobjective optimization

A goal programming function with multiple constraints is set up, drawing information from the economic parameters of decision variables. The goal programming model for the entire watershed or area studied meets the criteria represented by single-objective functions. These functions are built into the goal programming function by sequentially optimizing such single-objective functions in the order of priority established by consensus from the participatory process implemented through the AHP.

The goal programming model is developed by setting up goals with corresponding levels of “overachievement” and “underachievement” over the initial objective functions. It is beyond the scope of this report to explore the theoretical and mathematical details of goal programming. Readers may refer to Romero and Rehman (1989) for an example of the use of goal programming.

Structure of the model built for the trial area in the Amazon. Example of structuring of a hierarchy. Global goal: "minimize environmental and economic conflict".

Computer software programs for solving this type of problem (known as “solvers”) are standard. Models can be developed and processed interactively using, for example, the LINDO optimization software (Lindo Systems, 1995). Figure 33 illustrates the optimal land-use scenarios developed after linking the AHP and the results of the goal programming model to the GIS. Figure 34 shows an example of the steps for processing a goal programming model with the LINDO software.

The procedures presented in the previous seven chapters describe a methodological framework that has been tested in three locations in Latin America and the Caribbean region. Results from the case studies illustrating the application of the methods described in these chapters are presented in the Appendix.

Example of AHP model for gathering stakeholder preferences and participatory decision-making

Dalam proses pengelolaan sumberdaya dan lingkungan maka kedua model tersebut dapat digunakan untuk melihat berbagai kondisi seperti, (i) penampilan/keragaan sistem lingkungan, (ii) pengendalian sistem lingkungan, dan (iii) pengoptimalan pengelolaan lingkungan. Dalam banyak perihal dan kasus, para pengambil ke-putusan seringkali dihadapkan pada masalah-masalah yang sifatnya tidak-saling-menenggang sehingga sulit untuk segera diputuskan. Program sasaran dapat membantu memecahkan permasalahan tersebut, yaitu dengan cara menyusun sasaran-sasaran ke dalam bentuk urutan prioritas. Urutan prioritas tersebut dapat disusun berdasarkan tingkat kepentingan sasaran-sasaran dari pengelolaan lingkungan.

Model umum dari program sasaran adalah:

Meminimumkan: a = Wi (di- + di+) (terhadap/dengan aij Xj + di- - di+ = bi pembatas)

Xj, di-, di+ >= 0

dimana: Xj = peubah keputusan ke-j; Wi = Faktor pembobot fungsi sasaran ke-i (ditentukan berdasarkan urutan prioritas); di- : peubah simpangan negatif fungsi sasaran ke-i; di+ : peubah simpangan positif fungsi sasaran ke-i; aij : parameter (koef. teknologi) dari fungsi sasaran ke-i dan peubah keputusan ke-j; bi : nilai target sasaran ke-i.

Teladan aplikasi model program sasaran ganda tersebut dalam program pengendalian erosi adalah sbb. :

(a). Sasaran : tingkat erosi minimum, kesuburan tanah maksimum, dan teknik pengairan memadai.

(b). Peubah keputusan : tingkat kemiringan tanah, struktur tanah, intensitas hujan, dan usahatani.

Berdasarkan urutan prioritas sasaran yang hendak dicapai, suatu model optimasi multi-kriteria dapat disusun. Dengan demikian para pengambil keputusan dapat melakukan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan secara optimal berdasarkan ketersediaan sumberdaya.

5. PEMODELAN SISTEM DAERAH ALIRAN SUNGAI

Dokumen terkait