• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLUASAN GERAKAN DI/TII DI KAWASAN TELUK BONE

A. Teluk Bone dalam struktur gerakan DI/TII

BAB III

PERLUASAN GERAKAN DI/TII DI KAWASAN TELUK BONE

A. Teluk Bone dalam struktur gerakan DI/TII

Setelah tercapainya kemerdekaan di Indonesia persoalaan yang kini dihadapi bangsa Indonesia yaitu adanya permasalahan-permasalahan yang tidak dapat terselesaikan di antara kubu-kubu laskar-laskar pejuang yang dulu yang pernah membela tanah air bangsa Indonesia, terjadinya perbedaan paham antara para bekas gerilyawan dan para TNI, yang dulu laskar pejuang yang membela kemerdekaan Indonesia melawan penjajah namun malah membelok untuk melawan bangsa Indonesia (Alat Negara). Merujuk dari penjelasan di bab sebelumnya telah terjadi interaksi, akumulasi, antar wilayah yang berada di kawasan Teluk Bone, jauh sebelum kemerdekaan, sampai pada kemerdekaan , hingga sekarang ini, adanya persaingan antara tokoh-tokoh elite politik, hingga militer jauh sebelum kemerdekaan, sehingga dalam interaksi tersebut membentuk suatu kisah sejarah yang sama, namun di suatu fase/tahun yang berbeda. Demikian pula dengan gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan adanya yang menimbulkan peristiwa sejarah yang amat dalam, yang harus di kaji secara mendalam, karena munculnya peristiwa ini adalah merupakan jalinan dari akumulasi peristiwa-peristiwa sebelumnya yakni persoalaan integrasi para gerilyawan kedalam APRIS sehingga munculnya persoalaan baru yakni munculnya gerakan DI/TII.

1. KGSS, CTN,TKR,dan DI/TII

Sebagai organisasi bekas pejuang Sulawesi Selatan yang dibentuk, maka para bekas pejuang ini memiliki wadah organisasi. Organisasi ini dimaksud untuk

 

menyalurkan kehendak mereka menjadi anggota APRIS. Tetapi ternyata tuntutan mereka tidak terwujud sebagaimana yang mereka kehendaki. Pemerintah RI tidak bersedia memenuhi tuntutan organisasi pimpinan Abdul Qahar Mudzakkar tersebut, yang mengakibatkan masalah gerilya Sulawesi Selatan menjadi semakin rumit. Maka dari itu para tokoh politisi dan tokoh-tokoh masyarakat terlibat didalamnya.1

KGSS yang lahir di Sulawesi Selatan atas prakarsa Saleh Syahban, sebenarnya tidak perlu dilakukan oleh beliau sebab ia dikirim atas nama Komanda Group Seberang (KGS) pimpinan Letkol Abdul Qahar Mudzakkar. Seharusnya ketika ia tiba di Sulawesi Selatan dan berhasil menemui para pimpinan pemuda pejuang, cukup ia menjadi koordinator KGS saja. Saleh Syahban berangkat ke Sulawesi Selatan pada bulan Februari 1949 dengan tujuan mengumpulkan semua gerilyawan untuk dihimpun dalam satu wadah yang kemudian dikenal dengan nama Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). KGSS ini kemudian dipimpin sendiri oleh Saleh Syahban.2

Ketika itu Saleh Syahban berhasil bertemu dengan para pemimpin gerilya dan kemudian hasil dari pertemuaan tersebut kembali dilaporkan kepada Abdul Qahar Mudzakkar. Pada bulan Agustus 1949 (yang kedua kalinya) Saleh Syahban di utus kembali ke Sulawesi Selatan untuk menindak lanjuti hasil pertemuaan pertama kali ini, ia ditugaskan untuk mengkordinir pasukan-pasukan yang masih aktif dengan membentuk staf koordinator dan ia sebagai penanggung jawab, yang kemudian mengeluarkan sebuah penetapan tentang status kelaskaran menjadi batalyon. Salah satu dari 10 batalyon yang dibentuk adalah Batalyon X07 untuk wilayah Kolaka dan       

1

Anhar Gonggong, Abdul Qahhar Mudzakkar: Dari Patriot Hingga Pemberontak”…h. 152. 2

Rodiana Hafid, Bahar Mattalioe: Sahabat Dan Seteru Kahar Muzakkar, “Walasuji 6, no. 1 (2015) : h. 153-167.

 

Kendari di bawah pimpinan M. Josep, yang kemudian diganti oleh Muhammad Jufri Tambora setelah di bebaskan dari penjara pemerintah NICA pada akhir tahun 1949.3

Pada bulan Desember 1949 diadakan konferensi di Maros yang di pimpin oleh Saleh Syahban sebagai kordinator Sulawesi dari KGS, batalyon-batalyon gerilya itu setuju untuk bersatu dalam KGSS. Akan tetapi meraka mengusulkan kepada pemerintah agar mereka diberi pengakuan sebagai TNI Divisi Hasanuddin, dibawah komando letnan kolonel Abdul Qahar Mudzakkar. Karena mereka merasa berhak bahwa perjuangan mereka berhak atas perlakuan yang sama. Beberapa pasukan, misalnya Lipan Bajeng, tidak menggabungkan diri dengan KGSS, tetapi tetap mengajukan tuntutan sebagai TNI Divisi Hasanuddin.4

Pemerintah Indonesia berusaha menguasai kesatuan-satuan gerilya Sulawesi Selatan untuk bergabung kedalam KGSS pada bulan pertama setelah pengakuaan kemerdekaan namun hasilnya pun gagal. Disebabkan adanya kekecewaan dari pihak KGSS akan kebijakan yang diambil pemerintah mengenai penggabungan KNIL secara besar-besar dalam kubu APRIS. Sementara jelas bahwa pihak KGSS rela mati dalam pertempuran melawan Belanda, namun ternyata usulan mereka en bloc ditolak. Ditambah lagi kebijakan terhadap pejuang yang baru kembali ke Sulawesi Selatan dengan pembubaran Brigade XVI pada tahun 1950 sehingga mereka tidak mempunyai tempat. Kecuali satu batalyon pimpinan Andi Mattalatta dan pasukan Wrong di kirim ke Kalimantan dan sebagian ke markas besar AD di Jakarta sehubungan reorganisasi ketentaraan dan pembubaran Brigade XVI pada awal       

3

Abd Rahman Hamid, ”Gangguan Keamanan di Sulawesi Tenggara Pada Masa DI/TII, Studi

di Pulau Kabaena dan Perairan Sekitar : 1953-1965”, Skripsi.(Makassar: Fak Ekonomi dan Ilmu

Sosial Universitas Negeri Makassar, 2004, h. 62. 4

Barbara Sullars Harvey, “Pemberontakan Kahar Mudzakkar: Dari Tradisi ke DI/TII”… h. 162. 

 

tahun19505. Atas perkembangan tersebut perjalanan keliling yang dilakukan oleh Abdul Qahar Mudzakkar ke daerah-daerah KGSS, kemudian dilaporkan kepada Panglima TT VII/Wirabuana, yaitu Kolonel Kawilarang dalam sebuah rapat. Akan tetapi laporan yang diberikan oleh Abdul Qahar Mudzakkar tidak ditanggapi secara positif oleh Kawilarang, pada saat terjadinya kompromi politik terdapat perbedaan mengenai proses integrasi anggota KGSS ke dalam CTN (persiapan pembentukan Divisi Hasanuddin). Di dalam rapat yang diadakan pada tanggal 1 Juli 1950, Panglima Kawilarang mengeluarkan suatu dekrit yang dikenal dengan nama dekrit Kawilarang yang isinya menyebutkan bahwa KGSS dan organisasi gerilya di luar APRIS dianggap telah bubar dan segala usaha untuk melanjutkan dan menghidupkan organisasi tersebut, termasuk larangan untuk menjadi tentara. Hal-hal yang disampaikan oleh Abdul Qahar Mudzakkar dalam laporannya yang ditolak oleh Kawilarang adalah mengajukan permohonan agar mereka (anggota KGSS) dijadikan Brigade atau Resimen Hasanuddin dari TNI, dan ia sendiri sebagai komandannya.6

Sementara itu dari pemerintah tetap berpegang pada sejumlah persyaratan menjadi anggota APRIS seperti lazimnya, persyarataan-persyaratan itu antara lain; (1) setiap calon anggota TNI (APRIS) tanpa kecuali adalah warga Negara RIS bekas anggota APRIS dan warga Negara RIS bekas Angkatan Darat atau memiliki pendidikan militer profesional yang disusun atau dibawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda dan warga Negara bekas anggota Angkatan Laut Kerajaan Belanda. (2) setiap calon harus mengadakan ikatan dinas selama tiga tahun, dibuktikan dengan surat pernyataan. (3) mereka yang tersebut pada point pertama dapat diterima menjadi       

5

C. Van Dijk, “Darul Islam: Sebuah Pemberontakan”… h. 154. 6

Rodiana Hafid, Bahar Mattalioe: Sahabat Dan Seteru Kahar Muzakkar, “Walasuji 6, no. 1 (2015) : h. 153-167.. 

 

anggota APRIS sesuai dengan pangkat ahir yang dijabatnya. (4) bagi mereka yang diterima sesuai ketentuan pertama dengan pangkat yang lebih tinggi dari pangkat yang dijabat terakhir hanya dilakukan apabila ada penetapan khusus dari presiden atau Menteri Pertahanan. Persyaratan-persyaratan tersebut sangat memberatkan bagi para gerilya terutama masalah pendidikan. Meskipun berbagai kompromi telah dilakukan kedua belah pihak tetap bersikeras pada pendiriannya.7 Hal inilah yang menyebabkan Abdul Qahar Mudzakkar dan pengikutnya ahirnya memutuskan hubungannya dengan TNI dan menanggalkan tanda-tanda pangkatnya di depan Kawilarang, setelah itu beliau berkata ”Ini tidak ada gunanya”. Reaksi sangat keras itu diperlihatkan Abdul Qahar Mudzakkar sebagai tanda kekecewaannya terhadap TNI, terutama Panglima TT VII/Wirabuana, yaitu Kawilarang, Akibat ditolaknya permohonan Abdul Qahar Mudzakkar untuk membentuk satu Divisi atau resimen Hasanuddin di Sulawesi Selatan yang anggota-anggotanya berasal dari KGSS, ahirnya ia memutuskan lari masuk hutan untuk melakukan perang gerilya melawan TNI yang juga diikuti oleh sebagian besar para pengikutnya. Keputusan itu ternyata sangat besar pengaruhnya terhadap para gerilyawan di Sulawesi Selatan.8

Hal tersebut yang membuat para gerilyawan lari masuk hutan. Meskipun demikian upaya dengan berbagai pendekatan tetap dilakukan pendekatan agar KGSS kembali ke masyarakat tetap dilakukan berbagai cara dengan pembentukan Corps Cadangan Nasional (CTN) persiapan TNI/ Brigade Hasanuddin pada tanggal 24       

7

Abd Rahman Hamid, ”Gangguan Keamanan di Sulawesi Tenggara Pada Masa DI/TII, Studi

di Pulau Kabaena dan Perairan Sekitar : 1953-1965”, Skripsi.(Makassar: Fak Ekonomi dan Ilmu

Sosial Universitas Negeri Makassar, 2004, h. 64. 8

Rodiana Hafid, Bahar Mattalioe: Sahabat Dan Seteru Kahar Muzakkar, “Walasuji 6, no. 1 (2015) : h. 153-167. 

 

Maret 1951 akan tetapi pada 17 Agustus, Abdul Qahar Mudzakkar dan pasukannya tidak muncul untuk upacara penggabungan diacara peringatan kemerdekaan yang penuh hikmat tersebut, Korps CTN telah mundur kedalam hutan, yang lebih celakanya mereka membawa uang senilai Rp 1,5 juta uang kontan dan 5.000 pakaiyan seragam yang diberikan kepada mereka oleh Tentara sebagai hadiah dalam merayakan penggabungan mereka.9

Namun dalam perkembanganya CTN usaha lanjutan pejuang, masuk keangkatan perang dari komando Be 40.000 dibawah Sjamsul Bahri dan Andi Tenriajeng tetap fanatik mengikuti perintah Abdul Qahar Mudzakkar, dengan menggabungkan diri dalam kubu Abdul Qahar Mudzakkar dengan berbagai usaha yang dilakukan pemerintah untuk penarikan anggota CTN keluar hutan namun tetap tidak bisa seperti percobaan yang dilakukan di Palopo dan Bone meraka tetap mengikuti kemauan dari Abdul Qahar Mudzakkar, sehingga lama perkembangannya gerakan Abdul Qahar Mudzakkar sudah mirip dengan kelaim idielogis, dan telah mempengaruhi masyarakat Islam yang ada di Wajo, karena Abdul Qahar Mudzakkar hanya ingin berunding dengan pemerintah dengan jalan perundingan antara Negara dan Negara.10

Pada 5 Juli 1952, CTN dijelmakan menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Bentuk pemerintahanya adalah Militer dengan sistem Distrik Militer atau Wherkraise. Untuk memudahkan jalannya administrasi dan teknik organisasi TKR. Maka daerah Sulawesi dibagi menjadi dua daerah yang disebut territorium de facto militer dan territorium di luar de facto militer. Territorium de facto militer meliputi daerah-      

9

C. Van Dijk, “Darul Islam: Sebuah Pemberontakan”… h. 171. 10

Arsip M. Saleh Lahade (1953-1957) Reg. 191, Perwira Pengawas Territorial 71/A, Pro : Ko. Pas. “A”, Dari : P.P.T 71/A , tanggal 19-04-1952, perihal,” Laporan gerakan C.T.N”. 

 

daerah yang telah dapat distabileer dan dibentuk pemerintah militer yang diatur dengan sistem wherkraise yang dikepalai militer didaerah, tiap-tiap wherkraise militer daerah-daerah yang belum dapat distrabiliseer. Karena itu, dibentuk pemerintah militer yang diatur dengan jalan mengadakan komando post yang berkedudukan sebagai badan perwakilan Komando Pasukan Hasanuddin Pemerintah militer dengan sistem Wherkriese bertujuan untuk mewujudkan dan melaksanakan pertahanan de facto militer, pertahanan de facto pemerintah, dan kesejahteraan rakyat.11

Pada 27 Dzulqaiddah 1372/7 Agustus 1953 Abdul Qahar Mudzakkar memproklamasikan berdirinya DI/TII, menyatakan daerah-daerah Sulawesi dan daerah-daerah yang berada disekitanya (meliputi wilayah Indonesia bagian timur termasuk “Irian”), menjadi bagian dari pihak Republik Islam Indonesia (RII), “Darul Islam” menyatakan diri bergabung dengan Imam Kartosuwirjo. Bahwa Abdul Qahar Mudzakkar bertujuan sama dengan Bung Karno, mengenai pidatonya di Bone dan Palopo pada tanggal 11 dan 12 Oktober 1953, yang menyatakan bahwa masalah Sulawesi Selatan pada khususnya dapat diselesaikan secara politis, dan pertempuran antara pihak DI/TII dan TNI dapat terselesaikan apabila pemerintah bersedia mengakui berdirinya NII di Sulawesi Selatan yang mempunyai dasar hukum “Quran dan Hadist”.12

Maka dari itu babak baru dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia kembali di uji “sebagaimana pesan bung Karno perjuangan saya lebih muda karena hanya       

11

Abd Rahman Hamid, ”Gangguan Keamanan di Sulawesi Tenggara Pada Masa DI/TII,

Studi di Pulau Kabaena dan Perairan Sekitar : 1953-1965”, Skripsi.(Makassar: Fak Ekonomi dan

Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar, 2004, h. 65-66. 12

Arsip M. Saleh Lahade (1953-1957), Reg. 191, Markas Besar Tentara Islam Indonesia, Territorium IV, Surat No. 5/D/SD/TII/CO.PH/53, tanggal 15 Oktober 1953.

 

mengusir penjajah keluar dari NKRI, tapi perjuangan kalian akan lebih sulit karena akan melawan sebangsa kalian sendiri” mungkin itulah pesan moral yang terjadi pada masa DI/TII pada tahun proklamasinya tahun 1953 dan berakhir pada tahun 1965. Dalam pandangan pemerintah gerakan mereka disebut gerakan separatis. Namun demikian gerilyawan mengalami pertentangan di dalam kubu DI/TII yamg akan dibahas berikut dalam sub bab berikut ini.

a. Resimen Satu

Setelah berganti namanya TKR menjadi Komando Pasukan Hasanuddin TT.IV. TII oleh Abdul Qahar Mudzakkar, berdasarkan berdirinya NII di Sulawesi Selatan Tenggara pada tanggal 7 Agustus 1953 dimana Abdul Qahar Mudzakkar menyatakan daerah-daerah Sulawesi dan sekitarnya menjadi daerah DI/TII. TT IV, Abdul Qahar Mudzakkar sebagai panglima dari gerakan gerombolan DI/TII tersebut, yang mempunyai jumlah kekuataan Tentara, Tenaga manusia (mankracht) + 11.500, dengan gerilya rakyatnya + 20.000 orang, dan yang tidak bersenjata (Weerbaar)+ 10.000 orang, mempunyai persenjataan yang cukup memadai, dengan Jumlah pucuk senjata keseluruhan (Vuurpunten) + 3.198 pucuk senjata, dengan tipe senjata (Watermantel) + 4 pucuk, dengan tipe senjata (Brengun) + 133 pucuk, jumlah senjata jenis bom daya ledak besar (Mortier “3” inci) 2 pucuk, jenis (Louncer) 1 pucuk, senjata jenis (Lewisgun tipe 7,7) 1 pucuk, dan masih banyak senjata-senjata jenis-jenis senjata ringan lainnya yang terdiri dari, Karabijn, Pistol, Stengun, Owangun,

Granat-tangan dan lain-lainnya.13 Senjata-senjata tersebut yang digunakan oleh

pasukan DI/TII selama bergerilya di darat maupun di laut.       

13

Arsip M Saleh Lahade, (1953-1957), Reg ; 191, Situasi Umum Terakhir Dari Gerombolan-Gerombolan di Sulawesi Selatan,Rahasia , tanggal 12 Januari 1954, Rahasia.Di Stafkwertier TT-VII

 

Sesudah Abdul Qahar Mudzakkar memproklamirkan negara Darul Islam, partai-partai politik di Palopo mengeluarkan pernyataan bersama yang menolak Darul Islam dan mengedepankan Pancasila sebagai dasar negara. Pemilihan umum yang pertama pada tahun 1955 di Sulawesi Selatan, terutama di wilayah pedesaan diluar Makassar, pertama-tama persaingan antara DI dan RI. Dimana Angkatan perang DI/TII melakukan penyerangan pada pemilihan umum lewat propaganda dan kekerasan seperti penculikan-penculikan dan penyerangan-penyerangan atas desa-desa tempat berlangsungnya pendaftaran pemilih. Dua pejabat Depertemen Penerangan terbunuh tahun 1954 ketika kepedalaman dan memutar film tentang pemilihan umum. Anggota panitia pemilih diculik atau di bunuh, penduduk desa yang pergi mendaftar diri sebagai pemilih diancam, dan administrasi dihancurkan.14

Setelah berdirinya NII maka Abdul Qahar Mudzakkar di kawasan Teluk Bone membagi struktur DI/TII di kawasan Teluk Bone, yang organisasinya meliputi keresidenan Sulawesi Timur meliputi daerah-daerah Bone, Luwu dan Buton, dengan 4 Brigade, 4 Wherkraise, 4 Comandoposten dan satu Daerah Militer Kota Besar (DMKB), mempunyai perincian Brigade dan daerah-daerah titik aksinya; Brigade BatuPutih masuk dalam wilayah Kabupaten Luwu, Berigade 40.000 masuk dalam wilayah Kabupaten Bone bagian Timur Kabupaten Pare-pare. Daerah princiaan daerah wehkraise dengan daerah aksinya, wehkreise I, perincian aksinya yaitu Kabupaten Luwu bagian Barat Sulawesi Tenggara, daerah perincian wehkreise II, masuk dalam wilayah kabupaten Bone perincian Commandoposten dengan daerah aksinya masuk dalam Comandeposten IV masuk dalam Kabupaten Sulawesi       

14

Sita Van Bemmelen dan Remco Raben, Antara Daerah dan Negara : Indonesia Tahun

1950-an, ( Cet, I : Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, 2011), h. 200.

 

Tenggara.15 Dimana kresidenan Sulawesi Timur berada dibawah komando Sjamsul Bahri.

Terbentuknya lima batalyon yang semuanya merupakan persiapaan Brigade Hasanuddin, Batalyon Bau Massempe di Pare-Pare, Batalyon Batu Putih di Polopo, Batalyon Arif Rate di Bonthain, Batalyon Wolter Monginsidi di Enrekang, dan Batalyon 40.000 di Rappang. Masalah integritas CTN ke dalam APRIS, sehingga mengakibatkan terberbentuknya satuan-satuan DI/TII, namun dalam kubu DI/TII itu sendiri terjadinya pertentangan-pertentangan, pertentangan yang timbul akibat penggabungan Batalyon Bau Massepe Andi Selle ke Tentara Batalyon 719 pada 7 Agustus 1953, menambah memperbesar pertentangan dalam kubu DI/TII. Namun tidak seluruh Batalyon Bau Massepe mengikuti komandannya , melainkan sebagian mengikuti tetap setia kepada Abdul Qahar Mudzakkar.16

Pembelotan Andi Sose bersama anak buahnya serta sebagian besar dari anggota ex-CTN disebabkan terjadi perubahan prinsip dan jalan yang ditempuh Abdul Qahar Mudzakkar yang tidak sesuai dengan prinsip perjuangan tahun 1945 dengan mencari jalan lain yang lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri atau suatu golongan. Pada tanggal 5 April 1952 surat kabar harian Pedoman Rakyat memberitakan bahwa telah terjadi pembelokan antara pimpinan gerilyawan yang berbuntut pada pemecatan Kapten Andi Sose oleh Abdul Qahar Mudzakkar. Padahal

      

`15Arsip M Saleh Lahade (1953-1957) . Reg. 191, Situasi Umum Terakhir Gerombolan-Gerombolan di Sulawesi Selatan , R Sutikno, tanggal 12 Djanuari 1954.

 

Andi Sose dikenal sebagai orang yang paling dekat dan merupakan Batalyon terkuat yang menjadi andalan Abdul Qahar Mudzakkar.17

Pembelokan juga dilakukan oleh Bahar Mattalioe. Perseteruan antara kedua tokoh berpengaruh itu yaitu menyangkut pembentukan pasukan khusus yang diberi nama Momoc Ansarullah. Pasukan Momoc ini rencananya dibentuk untuk menjadi pengawal khusus Abdul Qahar Mudzakkar yang anggota-anggotanya ditarik dari pasukan TII. Oleh sebab itu, Bahar Mattalioe keberatan atas rencana itu sebab menurutnya bukan sekedar membentuk pasukan khusus, tetapi tujuannya adalah untuk merasionalisasi atau membubarkan pasukan DI/TII yang ada selama ini. Bahar Mattalioe menentang rencana itu dan tidak bersedia melebur pasukannya ke dalam pasukan Momoc Ansarullah. Sikap Bahar Mattalioe dianggap oleh Abdul Qahar Mudzakkar sebagai sikap menghalang-halangi rencana pembentukan Momoc Ansarullah. Membaca pernyataan tersebut menandakan bahwa jurang perseteruan antara kedua tokoh tersebut semakin terjal dan sulit untuk dipertemukan. Meskipun Bahar Mattalioe keberatan atas pembentukan pasukan khusus tersebut, namun kenyataannya tetap diwujudkan oleh Abdul Qahar Mudzakkar.

Bahkan pasukan Momoc Ansarullah ini pada periode 1957-1959 merupakan pasukan kebanggaan Abdul Qahar Mudzakkar yang sangat ditakuti dan disegani oleh lawan-lawannya. Persenjataan yang dimiliki juga cukup kuat, bahkan ada jenis senjata tertentu yang dimiliki, belum dimiliki oleh TNI. Persenjataan yang dimiliki pasukan elit ini ditarik dari beberapa pasukan-pasukan teritorial dan semua senjata

      

17

Abd Rahman Hamid, ”Gangguan Keamanan di Sulawesi Tenggara Pada Masa DI/TII,

Studi di Pulau Kabaena dan Perairan Sekitar : 1953-1965”, Skripsi.(Makassar: Fak Ekonomi dan

Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar, 2004, h. 68.  

 

berat serta lima persen dari semua senjata ringan dari untuk melengkapi persenjataan pasukan elit ini.18

Yang paling mengecewakan lagi terhadap Abdul Qahar Mudzakkar yaitu gerombolan Hamid Ali/Usman Balo melepaskan diri dari organisasi Abdul Qahar Mudzakkar pada saat akan diadakannya persiapaan-persiapan oleh Abdul Qahar Mudzakkar pada pertengahan tahun 1953 pada saat akan beralihnya dari TKR ke DI/TII, gerombolan hamid Ali dan Usman Balo menamakan dirinya adalah Batalyon I Latimojong TKR, yang mempunyai cukup banyak tenaga manusia + 5.000 orang, persenjataan berat (Weerbaar) +2.000, persenjataan ringan (vuurpunten) + 1.397 pucuk. Pertentangan antara Hamid Ali/Usman Balo dengan Abdul Qahar Mudzakkar mengakibatkan pertempuran-pertempuran yang terjadi diwilayah Sidenreng Rappang yang menyita banyak korban antara kedua belah pihak, sehingga Hamid Ali/Usman Balo merubah strategi dengan mengadakan kompromi dengan TNI, mengadakan hubungan dengan Ko. RI. 23/VII.19 Yang menyebabkan pemisah antara Hamid Ali/Usman Balo dan Abdul Qahar Mudzakkar menjadi terpisah dan terpecah.

Bahwa TKR Kopas Latimojong termasuk gerombolan di Sulawesi Selatan, yang berfihak kepada pemerintah karena adanya suatu kepentingan agar angkatan TKR dapat di jadikan gerilya pemerintah dan ingin diberikan alat perang yang dibutuhkan dengan dalih untuk pemulihan keamanan di Sulawesi khususnya, apabila TKR telah diberikan status gerilya pemerintah, maka sanggup menjaga keamanan di Sulawesi dalam jangka 2 tahun setelah diresmikannya, dengan catatan para anggota       

18

Rodiana Hafid, Bahar Mattalioe: Sahabat Dan Seteru Kahar Muzakkar, “Walasuji 6, no. 1 (2015) : h. 153-167. 

19

Arsip M. Saleh Lahade (1953-1957)) Reg. 191; Situasi Umum terakhir Dari Gerombolan-Gerombolan di Sulawesi Selatan, R Sutikno, tanggal 12 Januari 1954.

 

TKR yang diterjunkan kemasyarakat mempunyai hak-hak yang merupakan objek pembangunan, agar pembangun yang ada di Sulawesi diserahkan penuh oleh pemerintah kepada anggota TKR Latimojong dan dilindungi UU RI dalam jangka 15-20 tahun. Agar TKR dijadikan Kern Tentara Indonesia TNI. Meminta kepada pemerintah agar TKR dengan pasukannya dijadikan/dibiarkan masuk menyusun siasat didaerah Irian Barat secara angkatan bersenjata untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Mendesak kepada pemerintah agar mereka yang ikut berjuang di Irian Barat agar diberikan jaminan sosial/ekonomi termasuk kepada keluarga mereka yang gugur dan ditinggalkan.20

Sehingga pada masa itu membuat kekuataan militer Abdul Qahar Mudzakkar semakin melemah, diterimanya Lipan Bajeng kedalam TNI sebagai kesatuaan, pada tanggal 28 April 1952 Lipan Bajeng bersama-sama dengan Brigade Mobile Jeneponto, diresmikan sebagai Batalyon TNI 721, dibawah komando Kapten Makatang Daeng Sibali. Satuan-satuan gerilya terus melaporkan diri. Satu kompi di bawah pimpinan Andi Singke diresmikan di sengkang tanggal 20 Mei. Dua diantaranya batalyon-batalyon CTN terpecah. pada tanggal 25 Mei, separuh dari Batalyon Arif Rate Diresmikan sebagai Batalyon TNI 722 dibawah komando kapten Aziz Taba, separuh lainnya di bawah komando Kapten M. Arief; separuh yang lain dibawah komando Sjamsul Bahri, tetap bersama Abdul Qahar Mudzakkar. Satu kompi di Daeng Pagessa dilantik di Majene pada tanggal 3 September. Sekitar separuh dari anak buah Abdul Qahar Mudzakkar tetap bersama, dan separuh lagi

      

20

Arsip Provinsi Sulawesi Rahasia, (1953-1955), Reg. 519, Gubernur Propinsi Sulawesi Makassar, J. Latumahina, Bagian Politik No. Polx V/16/38, “perihal, Keputusan Konspirasi T.K.R Kompas Latimojong”.

 

masuk TNI, kira-kira 5.000 orang bekas ex CTN telah dimobilisasi pada tahun 1952.21

Sehingga pertentangan antara Abdul Qahar Mudzakkar dengan Hamid